• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Identifikasi Masalah

4.2.3. Representasi Pengetahuan

Pengetahuan yang diperoleh dari proses akuisisi kemudian direpresentasikan untuk membentuk basis pengetahuan. Basis pengetahuan terdiri atas pengetahuan yang dimaksud dan spesifikasi dari pokok persoalan yang akan diselesaikan (Marimin 2005). Metode representasi pengetahuan yang digunakan dalam pengembangan sistem pakar ini disesuaikan dengan masing-masing pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan disusun menjadi aturan-aturan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Berikut adalah penjelasan mengenai teknik representasi pengetahuan dari masing-masing modul sistem pakar yang dikembangkan pada penelitian ini:

a. Pengetahuan Pemilihan Varietas Unggul

Pemilihan varietas benih cabai merah (Capsicum annuum. L) sangat berpengaruh terhadap produksi. Benih yang baik adalah benih yang memiliki daya hasil (produktivitas) tinggi dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Pemilihan benih berdasarkan dataran (rendah, tinggi dan sedang) merupakan pertimbangan utama dalam penentuan varietas yang direkomendasikan sistem pakar ini kepada pengguna. Rekomendasi dibangkitkan dari informasi yang didapatkan dari pengguna berupa ketinggian lokasi dan teritorial calon petani yang akan menanam cabai. Selanjutnya rule based (basis aturan) akan mencocokkan varietas-varietas yang cocok ditaman di lokasi tersebut. Pada Gambar 16 ditunjukkan proses masukan dan proses inferensi pemilihan benih cabai.

Lokasi Dataran (Rendah, sedang,

Tinggi) Teritorial

Daftar Varietas Cabai yang Direkomendasikan

Rule Base

Gambar 16 Representasi Pengetahuan Pemilihan Benih b. Pengetahuan Penentuan Dosis Pupuk Dasar

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Pemupukan yang efektif dan efisien akan tercapai apabila diketahui dulu kondisi kesuburan lahan dan jenis tanaman, kemudian dibuatkan susunan hara (formula) berdasar kepentingan spesifik lokasi kebun tertentu. Penentuan dosis pupuk yang optimal dan dibutuhkan perlu dilakukan agar petani dapat melakukan kegiatan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman.

Basis pengetahuan untuk penentuan dosis pupuk adalah tabel keputusan berdasarkan dosis tunggal. Perhitungan dilakukan dengan asumsi jumlah tanaman/ha sebanyak 17.000. Pada Tabel 3 ditunjukkan detail dosis pupuk per satu hektar untuk budidaya tanaman cabai (Capsicum annuum. L).

Tabel 3. Basis Pengetahuan Penentuan Dosis Pupuk Dasar Jenis Pupuk Dosis Pertanaman Dosis pupuk per hektar Pupuk Kandang 1,18 - 1,76 kg 20 - 30 ton/ha

ZA 36 gram 612 kg/ha

Urea 14 gram 238 kg/ha

TSP / SP36 28 gram 476 kg/ha

KCL 22 gram 374 kg/ha

Sementara itu, untuk mengatasi keasaman diberikan rekomendasi dosis pupuk dolomit berdasarkan keasaman (pH) tanah di lokasi. pH tanah yang masih membutuhkan pupuk dolomit adalah antara 4-6. Angka tersebut menunjukkan tingkat keasaman, semakin kecil angka pH maka tanah semakin asam dan perlu ditambahkan dolomit agar tanah menjadi netral dan dapat digunakan untuk

kegiatan budidaya cabai. Pada Tabel 4 ditunjukkan keperluan dosis pupuk dolomit berdasarkan pH tanah (Supriyanto 2011).

Tabel 4. Dosis Pupuk Dolomit Berdasarkan pH Tanah Keasaman tanah (pH) Kepeluan dolomit (ton/ha) 4 10.24 4,1 9.76 4,2 9.28 4,3 8.82 4,4 8.34 4,5 7.87 4,6 7.39 4,7 6.91 4,8 6.45 4,9 5.98 5 5.49 5,1 5.02 5,2 4.54 5,3 4.08 5,4 3.60 5,5 3.12 5,6 2.65 5,7 2.17 5,8 1.69 5,9 1.23 6 0.75

c. Pengetahuan Standar Operational Procedure (SOP) Budidaya

Representasi pengetahuan mengenai SOP budidaya adalah dengan membuat hierarki (pohon). Tahapan-tahapan budidaya akan dikelompokkan sesuai dengan kategorinya, sehingga bisa ditampilkan penjelasan dari masing-masing kategori tersebut pada node anak (child) pada diagram pohon. Detail SOP budidaya cabai dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada Gambar 17 ditunjukkan diagram pohon konsultasi teknologi budidaya cabai.

Teknologi Budidaya

Persiapan Lahan Pembuatan Bedengan

Pemeliharaan Tanaman

Pengolahan

Tanah Persemaian Pemupukan Sanitasi

Pupuk Daun Pupuk Kocor

Gambar 17 Diagram Pohon Konsultasi Teknologi Budidaya Cabai d. Diagnosa Penyakit

Diagnosa suatu penyakit memerlukan pengetahuan yang baik sehingga hasilnya maksimal dan bisa ditentukan penyebab dan cara pengobatannya. Begitu juga dengan diagnosa penyakit yang menyerang cabai (Capsicum annuum. L). Kegiatan diagnosa ini merupakan kegiatan dalam budidaya pertanian yang membutuhkan pengetahuan yang baik. Berbagai gejala yang menyerang dapat ditentukan dengan melihat ciri-ciri fisik tanaman di lapangan. Ciri – ciri tersebut dapat dilihat pada bagian akar, batang, daun, bunga dan buah cabai. Penyebab penyakit dapat disebabkan oleh virus, bakteri, cendawan (jamur), maupun suatu kondisi tertentu.

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan baik secara mekanis dan kimia. Pemanfaatan bahan kimia tentu akan meninggalkan residu pestisida yang digunakan pada saat identifikasi penyakit. Sementara pengendalian secara mekanis tidak akan banyak membantu saat serangan penyakit sudah semakin meluas. Gambar 18 merupakan skema diagnosis penyakit pada tanaman cabai merah. Skema tanaman cabai dan penyebab penyakitnya dapat dikelompokkan seperti terlihat pada Gambar 19.

Pengamatan Lapangan Lahan Persemaian Lahan Pindah Tanam Data Gejala Di Lapangan Hasil Diagnosa (Penyebab Penyakit)

Gambar 18 Skema Diagnosa Penyakit Pada Tanaman Cabai Merah

Penyakit Virus Bakteri Cendawan Tanaman Cabai Akar Daun Bunga/ Buah Batang Terserang

Gambar 19 Skema Penyebab Penyakit Pada Tanaman Cabai

Penyebab penyakit ditentukan berdasarkan kondisi pengamatan di lapangan. Oleh karena itu, mekanisme konsultasi pengguna dengan sistem dimodelkan dengan diagram pohon. Diagram pohon ini menjadi dasar untuk menentukan basis aturan (rule based) pada sistem pakar yang dibangun. Pada Gambar 20 diperlihatkan salah satu contoh pohon keputusan dalam diagnosa dan identifikasi penyakit cabai yang didefinisikan oleh basis aturan sebagai berikut:

1. IF (Tanaman bergejala berkelompok) AND (Buah busuk) AND (Buah menyentuh tanah) AND (Gejala awal buah seperti berair kemudian lembek berkerut) THEN Cendawan Phytoptora capsici.

2.

IF (Tanaman bergejala berkelompok) AND (Buah busuk) AND (Buah yang busuk tidak berhubungan dengan letaknya pada tanaman) AND (Umumnya dimulai dari tangkai buah, buah melunak dan berair, buah terkulai dan tetap tergantung) THEN Bakteri Erwinia.

3.

IF (Tanaman bergejala berkelompok) AND (Buah busuk) AND (Buah yang busuk tidak berhubungan dengan letaknya pada tanaman) AND (Gejala awal buah melunak, warna hijau kecoklatan) THEN Cendawan Botrytis.

4.

IF (Tanaman bergejala berkelompok) AND (Buah busuk) AND (Buah yang busuk tidak berhubungan dengan letaknya pada tanaman) AND (Busuk lunak pada ujung buah ditutupi oleh masa cendawan berwarna hitam) THEN Cendawan Choanephora.

5.

IF (Tanaman bergejala berkelompok) AND (Buah busuk) AND (Buah yang busuk tidak berhubungan dengan letaknya pada tanaman) AND (Gejala seperti berair dimulai dari ujung buah kemudian menjadi coklat terang dan mengeras serta buah masak lebih awal) THEN (Busuk ujung buah, kekurangan kalsium Ca).

6.

Dan seterusnya sejumlah rule yang merepresentasikan pohon keputusan identifikasi penyakit seperti disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 20 Pohon Keputusan Identifikasi Penyakit Cabai (Widodo, et al., 2012) e. Identifikasi dan Pengendalian Hama

Pengetahuan terhadap hama yang menyerang tanaman menjadi hal yang sangat penting bagi petani (pelaku agribisnis). Pengetahuan ini bisa dipergunakan untuk menentukan langkah pengendalian dan penanganannya. Ada berbagai jenis hama yang dapat menyerang tanaman cabai merah. Hama utama yang sering

menyerang tanaman cabai merah diantaranya adalah Aphids (Aphis gossypii, Myzus persicae), Broad mite (Polyphagotarsonemus latus), Thrips (Scirtothrips dorsalis, Thrips palmi), dan Ulat (Berke, T, et al., 2005). Perbedaan jenis hama tersebut memerlukan jenis penanganan yang berbeda pula. Penganganan terhadap hama tanaman cabai dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu penganganan secara hayati, kimiawi, dan secara mekanik. Data mengenai detail jenis hama dan cara pengendaliannya bisa dilihat pada Lampiran 1. Pada Gambar 21 ditunjukkan skema serangan hama cabai beserta cara pengendaliannya.

Hama Kutu Ulat Tungau, dll Tanaman Cabai Akar Daun Bunga/ Buah Batang Thrips Menyerang Mengendalikan

Hayati Kimiawi Mekanik Teknik

Pengendalian

Gambar 21 Skema Serangan Hama Cabai dan Cara Pengendaliannya f. Pengetahuan Pascapanen

Penanganan pascapanen juga merupakan tahapan yang penting dalam kegiatan agribisnis cabai. Pengetahuan pasca panen direpresentasikan ke dalam diagram pohon. Pengetahuan yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjadi basis pengetahuan di dalam sistem pakar yang dibangun. Pada Gambar 22 ditunjukkan skema pengetahuan untuk kegiatan pascapanen.

Gambar 22 Skema Pengetahuan Kegiatan Pascapanen

Kegiatan sortasi dilakukan untuk menjamin agar hasil pertanian berkualitas, sehingga memberikan kontribusi yang baik bagi masyarakat maupun juga bagi peningkatan bisnis. Begitu juga dengan pengolahan cabai pascapanen, bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas produksi. Teknik pemasaran yang baik juga akan meningkatkan peluang bisnis cabai merah sehingga lebih luas.

g. Pengetahuan Teknik Analisis Usaha Tani

Analisis usahatani merupakan tahapan perhitungan secara terliti terhadap kebutuhan ekonomi pada kegiatan agribisnis cabai. Pada penelitian ini analisis usaha tani tidak mengakomodasi adanya inflasi dan efek kenaikan harga barang yang menyebabkan biaya produksi meningkat. Analisis usaha pada sistem pakar ini dihitung dengan asumsi sebagai berikut:

1. Analisis usaha tani dihitung untuk satu musim tanam. 2. Populasi tanaman yang digunakan adalah 17.000 pohon/ha.

3. Produktivitas yang digunakan untuk perhitungan adalah produktivitas lapang dan produktivitas potensi dari benih yang dipilih oleh pengguna. 4. Biaya total produksi dan harga jual cabai diisikan oleh petani pada saat

melakukan analisis.

Komponen yang diperhitungkan dalam analisis usaha tani di sini adalah biaya produksi yang mencakup biaya untuk tenaga kerja, biaya sarana produksi, dan lain-lain misalnya biaya sewa tanah. Disamping itu, diperhitungkan juga faktor harga jual cabai di tingkat petani dan juga produktivitasnya. Pada Tabel 5

Penanganan Pasca Panen

Pemasaran

Sortasi

diperlihatkan contoh komponen pembiayaan produksi cabai (Wardani, dkk 2010 yang direvisi oleh pakar).

Tabel 5. Komponen Pembiayaan Produksi Cabai Komponen Biaya Produksi

1 Tenaga Kerja * Persemaian Rp 150.000,00 * Pengolahan Tanah Rp 1.875.000,00 * Penanaman Rp 520.000,00 * Pemeliharaan Rp 4.937.500,00 * Panen Rp 3.700.000,00 2 Sarana Produksi * Bibit Rp 700.000,00 * Pupuk Kandang Rp 1.250.000,00 * Pupuk Buatan Rp 3.300.000,00

* Mulsa Plastik Perak Rp 6.500.000,00 * Ajir dan Tali Plastik Rp 1.500.000,00

* Pestisida Rp. 8.500.000,00

3 Lain-lain

* Sewa Tanah Rp 2.000.000,00

Total Biaya Rp 34.932.500,00

Analisis yang dilakukan terkait usaha tani tersebut adalah analisis total nilai produksi (pendapatan kotor), keuntungan (pendapatan bersih), nilai benefit cost ratio (B/C ratio) dan titik impas atau lebih dikenal dengan istilah Break Event Point (BEP). BEP dibedakan menjadi dua yaitu BEP produksi dan BEP harga. Pada Tabel 6 diperlihatkan rumusan untuk melakukan analisis usaha tani tersebut (Supriyanto 2011).

Tabel 6. Rumusan Analisis Usaha Tani

No Komponen Cara Perhitungan

1 Total Nilai Produksi Produktivitas * Harga Rata-rata

2 Keuntungan Keuntungan =

Total Pendapatan – (Total Biaya Produksi + Bunga 15 %)

3 Nilai Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio =

Total Nilai Produksi Total Biaya Produksi 4 Titik Impas / Break Event Point (BEP)

a. BEP Harga BEP Harga (Rp) =

Total Biaya Produksi Produktivitas

b. BEP Produksi BEP Produksi (Kg) = Total Biaya Produksi Harga Jual Rata-rata

Dari contoh di atas, jika diketahui total biaya produksinya adalah Rp. 34.932.500,00 dengan harga jual cabai rata-rata di tingkat petani adalah Rp. 4.000,00 dan produktivitas lahan adalah 15.000 kg per hektar, maka hasil analisis usaha tani berdasarkan rumusan yang ada adalah sebagai berikut:

 Total nilai produksi = 15.000 x 4.000

= Rp. 60.000.000  Keuntungan (bersih) = 60.000.000 – (34.932.500 + (15% x 34.932.500)) Keuntungan = 60.000.000 – (34.932.500 + 5.239.875) = 60.000.000 – 40.172.375 = Rp. 19.827.625,00  B/C Rasio = 60.000.000 ÷ 34.932.500 = 1,71 kali  BEP o BEP Harga = 34.932.500 ÷ 15.000 = Rp. 2.328,83 /kg o BEP Produksi = 34.932.500 ÷ 4000 = 8733,13 kg = 8,73 ton

Nilai B/C rasio ini memiliki arti bahwa dengan modal Rp. 34.932.500,00 usaha agribisnis cabai Anda memperoleh hasil penjualan sebesar 1,71 kali dari modal yang dikeluarkan.

h. Pengetahuan Harga Pasar Berbasis Lokasi

Informasi mengenai harga menjadi hal yang sangat penting dalam dunia usaha terutama usaha dan bisnis perdagangan. Harga komoditas cabai di suatu lokasi akan menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan perbandingan dengan harga komoditas yang sama di lokasi yang lain. Bagi konsumen, harga akan dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam pembelian suatu komoditas pertanian yang dalam hal ini adalah komoditas cabai merah. Bagi petani, informasi harga bisa dipergunakan untuk menentukan keputusan mengenai sasaran penjualan komoditas cabai misalnya pertimbangan penjualan ke beberapa tengkulak di suatu lokasi.

Informasi mengenai harga yang digunakan dalam sistem pakar ini adalah informasi berdasarkan tren harga yang berasal dari diskusi dengan warga masyarakat di beberapa lokasi. Aturan yang digunakan adalah aturan yang berbasis production rule. Sebagai contoh, harga cabai di wilayah Jawa Barat adalah Rp. 15.000,00 maka aturan yang digunakan untuk merepresentasikan harga pasar adalah: IF (provinsi = Jawa Barat) THEN (harga = 15.000). Pertimbangan pengambilan model diskusi dengan masyarakat dan skala provinsi dalam penentuan harga pasar ini dilakukan karena belum adanya situs/ portal yang menyediakan informasi harga pasar untuk komoditas cabai merah secara update. Oleh karena itu agar cakupannya lebih luas dengan informasi yang lebih sedikit, maka daerah-daerah yang termasuk dalam suatu provinsi akan disejajarkan harganya dengan provinsi tersebut. Apabila telepon pintar dengan perangkat (Global Positioning System) GPS mendeteksi wilayah pengguna tersebut di wilayah Bogor, maka harga cabai akan diambilkan dari database harga untuk wilayah Jawa Barat.

Perhitungan BEP ini memiliki arti bahwa jika modal usaha Rp. 34.932.500,00 dan harga jual cabai rata-rata Rp. 2.328,83 /kg dan produksi 8,37 ton secara perhitungan usaha anda telah mencapai titik impas.

i. Kebijakan, Dukungan dan Program-program Pemerintah

Kebijakan maupun program-program pemerintah bisa sangat membantu para pelaku agribisnis khususnya kegiatan agribisnis cabai. Namun terkadang informasi mengenai kebijakan dan program-program pemerintah tersebut tidak diketahui oleh pelaku agribisnis. Representasi pengetahuan terkait kebijakan, dukungan dan program-program pemerintah untuk kebutuhan sistem pakar ini diwujudkan dalam poin-poin informasi yang bisa dibaca pengguna sistem dengan mudah. Berikut adalah contoh undang-undang dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kegiatan agribisnis:

 PP Republik Indonesia No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

 PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah  Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang

Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan

 Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan  Pemerintah mendorong Bank untuk menyediakan skim kredit untuk

petani. SKIM Kredit dengan bunga rendah yang diberikan bank ini diharapkan mampu meningkatkan kegiatan perekonomian petani.

Informasi tersebut di atas yang akan digunakan dalam sistem pakar agar bisa tersampaikan ke pengguna sistem dengan baik.

Dokumen terkait