• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Proses reproduksi adalah bagian penting dari studi biologi spesies (Chellappa et al. 2005). Penentuan jenis kelamin beberapa spesies ikan hanya dapat dibedakan dengan memeriksa gonadnya apabila spesies tersebut tidak menunjukkan dimorfisme seksual yang jelas. Beberapa jenis ikan lainnya dapat dibedakan hanya dengan melihat ciri seksual sekunder seperti perbedaan warna, bentuk atau ukuran apabila ikan tersebut menunjukkan dimorfisme atau dikromatisme seksual. Kepala lebih besar pada ikan siklid betina bisa meningkatkan kapasitas rongga mulut, memungkinkan mulut diisi dengan telur dan juvenil yang lebih besar atau lebih banyak (Takahashi & Hori 2006). Ikan T. sarasinorum diketahui mempunyai dimorfisme seksual yang membedakan ikan jantan dan ikan betina. Ikan jantan mempunyai tubuh lebih tinggi, sirip-sirip dorsal dan anal yang lebih panjang dan lebih besar, dan mempunyai polikromatisme. Ikan betina tubuhnya lebih pendek, ramping dan warnanya abu- abu seperti warna pasir (Nilawati et al. 2010).

Berdasarkan tipe pemijahannya ada spesies semelparitas, yang memijah sekali seumur hidupnya; hal ini berbeda dengan spesies iteroparitas. Beberapa spesies memijah sekali setahun (misalnya pemijah serempak), sedangkan spesies lainnya memijah beberapa batch dalam satu siklus tahunan (misalnya pemijah berulang atau pemijah sebagian). Berbagai fase perkembangan gonad ikan dapat digunakan untuk menjelaskan dinamika dan pengaturan oogenesis. Karakteristik makroskopis gonad meliputi ukuran, warna, derajat vaskularisasi dan penampilan kelompok telur.

Periode pemijahan yang pendek dan karakteristik histologis ovari yang dipijahkan yang hanya berisi telur dalam tingkat-tingkat perkembangan awal, bersama-sama dengan folikel-folikel pasca ovulasi dan atresia, menunjukkan bahwa suatu spesies ikan merupakan pemijah serempak (Goncalves et al. 2006; Cárdenas et al. 2008). Ikan yang di dalam ovarinya terdapat telur dengan sebagian besar tingkat perkembangan ada di dalamnya menunjukkan bahwa ikan tersebut

merupakan pemijah bertahap. Ikan dengan kematangan penuh didefinisikan sebagai ikan yang siap bereproduksi (Şaş 2008).

Secara mikroskopis, tingkat-tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan distribusi telur dan sel-sel spermatogenik. Tipe pemijahan diidentifikasi berdasarkan karakteristik histologis ovari dan distribusi frekuensi tingkat kematangan gonad (Goncalves et al. 2006). Secara makroskopis, ovari ovari dengan tingkat kematangan berbeda mempunyai volume, ketebalan, dan warna beragam. Secara mikroskopis, ovari dibungkus oleh tunica albuginea yang mengeluarkan septae ke bagian dalam organ, membentuk ovigerous lamellae

tempat telur-telur dengan tingkat perkembangan berbeda.

Ukuran diameter telur bervariasi menurut tingkat perkembangan (Chellappa

et al. 2005). Perkembangan telur konsisten sepanjang ovari, bergantung kepada derajat kematangan ovari. Distribusi frekuensi diameter oosit menunjukkan cadangan stok pada semua tingkat kematangan, tetapi oosit yang ukurannya lebih besar hanya terdapat pada ovari dengan tingkat kematangan lebih tinggi. Oosit cadangan sulit dibedakan dengan oosit yang sudah dalam proses perkembangan. Suatu pendekatan bisa berupa keberadaan kuning telur untuk membedakan oosit yang sudah dalam proses perkembangan.

Faktor kondisi digunakan untuk membandingkan ―kondisi‖, ―kemontokan‖ atau kesejahteraan ikan. Hal ini berdasarkan pada hipotesis bahwa semakin berat ikan pada panjang tertentu mempunyai kondisi fisiologis yang lebih baik. Faktor kondisi sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan biotik dan abiotik, dan dapat digunakan sebagai indeks untuk menilai status ekosistem akuatik tempat hidup ikan.

Ukuran yang dicapai oleh individu ikan bisa berbeda-beda yang disebabkan perbedaan pasokan makanan, dan hal ini mencerminkan perbedaan pasokan nutrien atau tingkat kompetisi makanan. Kondisi ikan, didefinisikan sebagai kesehatan dan kekuatan atau kesejahteraan seekor ikan adalah komponen penting dalam biologi perikanan yang digunakan untuk menilai kesehatan umum populasi

(Efitre et al. 2009; Freyre et al. 2009).

Tingkah laku pemijahan adalah aktivitas yang berhubungan langsung dengan produksi individu baru. Tingkah laku demikian kadang-kadang cukup

sederhana. Tingkah laku pemijahan pada banyak spesies ikan bisa jadi sangat rumit dan meliputi pertunjukan-pertunjukan dan gerakan-gerakan yang menakjubkan (Grier 1984).

Selain melakukan isolasi reproduksi dan mencegah kanibalisme, tingkah laku reproduksi juga harus menyesuaikan/mengharmonisasikan pasangan; yaitu mereka harus siap untuk pembuahan pada waktu yang sama. Tidak hanya mereka harus bersama-sama dalam kedekatan fisik (yaitu secara spasial), tetapi juga secara temporal. Sangat sedikit spesies berada dalam kondisi siap untuk pembuahan sepanjang waktu. Sebagian besar tingkah laku reproduksi bisa berupa menguji atau merangsang kesiapan pasangan (Grier 1984; Andersson 1994).

Bab ini menganalisis aspek reproduksi dan tingkah laku pemijahan ikan T. sarasinorum di arena pemijahan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama- sama dengan pengamatan arena pemijahan. Aspek reproduksi ikan secara spasial dan temporal nantinya akan dikaji dengan memasukkan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhinya.

Bahan dan Metode

Nisbah kelamin dianalisis melalui perbandingan antara jumlah jantan dan betina yang terdapat dalam suatu populasi dengan mengikuti rumus umum:

�=

Keterangan: χ = nisbah kelamin

M = jumlah ikan jantan (ekor), dan F = jumlah ikan betina (ekor)

Nisbah kelamin ini diuji pada rasio 1:1. Pengujian menggunakan Chi kuadrat (Steel & Torrie 1989).

Hubungan panjang-berat yang digunakan untuk memperkirakan berat pada panjang tertentu ditentukan dengan rumus:

� =

Keterangan: W = berat tubuh ikan (g), L = panjang baku ikan (mm),

a = konstanta,

Testis dan ovari ditimbang dan diperiksa secara makroskopis untuk mengamati tingkat kematangan. Testis ikan jantan dan ovari ikan betina matang yang menunjukkan semua fase perkembangan spermatosit dan oosit, mengindikasikan kebiasaan memijah bertahap pada spesies ini.

Gonad yang telah dibedah difiksasi di dalam larutan etanol Bouin (150 ml 80% etanol, 60 ml formaldehid 37%, 15 ml glacial asam asetat, dan 1 ml asam pikrat) selama 24–36 jam dan disimpan dalam etanol 70% selama tidak lebih dari dua bulan sebelum pemeriksaan histologis. Sampel kemudian didehidrasi dalam serangkaian larutan etanol, dicuci dalam xylene dan dipindahkan dalam paraffin. Seluruh gonad dari tiap hewan dipotong saggitally dengan ketebalan 10 µ m. Sejumlah potongan diletakkan pada kaca preparat dan kemudian dikeluarkan paraffinnya di dalam xylene dan dihidrasi kembali dalam serangkaian larutan etanol. Irisan-irisan ini kemudian diberi warna dengan menggunakan metode Y haematoxylin dan eosin dan diamati pada mikroskop binokuler. Foto dari irisan yang representatif diambil dengan kamera film warna Kodak Select 200. Negatifnya dipindai secara digital, dan hasilnya dikumpulkan dan diberi label dengan Photoshop 5.0 (Adobe Systems, San Jose, CA, USA; Wang & Croll 2004). Tingkat kematangan gonad (TKG) jantan dan betina ditentukan secara makroskopis dan mikroskopis.

Fekunditas total ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh telur di dalam ovari. Diameter telur diukur untuk menentukan frekuensi pemijahan, dan juga untuk melihat apakah ikan-ikan yang diteliti termasuk pemijah serempak (total spawner) ataukah pemijah bertahap (multiple spawner). Diameter telur diukur dengan menggunakan mikroskop binokuler stereo yang berkekuatan rendah (sampai 40 kali) yang dilengkapi dengan mikrometer pada lensa okulernya.

Ukuran ikan pada kematangan pertama didasarkan pada ukuran ikan terkecil yang telah matang kelamin (TKG IV). Faktor kondisi menunjukkan keadaan kebugaran ikan (fitness) dilihat dari segi kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.

Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengikuti rumus: � = �

�� × 100

Keterangan: IKG = indeks kematangan gonad, BG = berat gonad (g), dan BT = berat tubuh (g).

Nilai faktor kondisi relatif dihitung mengikuti rumus:

= �

Keterangan: W = berat ikan (g), dan L = panjang baku (mm).

Musim pemijahan ikan ditentukan dengan menghitung persentase ikan siap memijah setiap bulan. Frekuensi TKG IV dan pertimbangan IKG dan faktor kondisi digunakan untuk menduga musim pemijahan.

Tingkah laku terdiri atas berbagai bagian tubuh, seperti anggota gerak dan otot-otot, serta saraf. Pengamatan tingkah laku adalah mengenali dan menggolongkan pola-pola gerakan yang relatif unik. Satuan minimum yang dapat diidentifikasi untuk tingkah laku belum banyak diterima. Ethologis klasik menyebutnya pola-pola gerakan/aksi, ada pula yang menyebutnya ―ethons‖. Dalam penelitian ini urutan aksi disebut pola tingkah laku atau tingkah laku (Grier 1984). Tingkah laku dijelaskan tidak hanya melalui aksi-aksi terpisah tetapi juga dengan mengukur aspek-aspek kontinyu penampilan ikan, seperti posturnya, sudut dari satu bagian tubuh terhadap yang lain.

Kompetisi di sini digunakan dalam arti yang sama seperti dalam ekologi: kompetisi terjadi jika penggunaan suatu sumber daya (dalam hal ini pasangan) oleh satu individu membuat sumber daya itu lebih sulit diperoleh untuk yang lainnya. Oleh karena itu, pemilihan pasangan oleh satu jenis seks biasanya berarti (tidak langsung) kompetisi untuk mendapatkan pasangan pada jenis seks lain (Grier 1984). Saat menerima dan bertemu dengan seekor jantan yang membuahi telur-telurnya, seekor betina menjadi tidak tersedia bagi jantan-jantan lain, setidaknya untuk sementara (Andersson 1994).

Hasil dan Pembahasan Nisbah kelamin

Selama periode sampling September 2008 sampai dengan Agustus 2009, berhasil dikoleksi sebanyak 3165 ekor ikan T. sarasinorum (68,88% jantan dan 31,12% betina). Ikan-ikan tersebut tertangkap di 15 lokasi sampling. Nisbah kelamin (jantan : betina) di setiap lokasi maupun waktu memiliki nilai yang berbeda-beda. Ikan jantan selalu lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan betina di semua lokasi sampling.

Gambar 14 Nisbah kelamin T. sarasinorum menurut lokasi sampling Nisbah kelamin ikan-ikan yang ditangkap di lokasi-lokasi yang terdapat dalam zona 2 mempunyai nilai rata-rata perbandingan (jantan:betina) yang lebih besar (2,59 : 1) dibandingkan dengan yang terdapat di zona 1 (2,18 : 1) dan zona 3 (1,96 : 1). Apabila lokasi Salonsa-B, P. Otuno I-B dan P. Otuno II-B (tiga lokasi habitat pemijahan perakaran) dikeluarkan, ditemukan bahwa lokasi yang mempunyai nisbah terkecil adalah S. Petea (1,71: 1) dan nisbah terbesar adalah Pantai Salonsa-A (3,05 : 1) (Gambar 14 dan Lampiran 9).

Nisbah kelamin di lokasi habitat perakaran (Gambar 14) selalu lebih kecil dibandingkan dengan nisbah kelamin di lokasi habitat batu-pasir. Hal ini disebabkan lebih banyak ikan betina yang terdapat di habitat perakaran. Ikan betina berwarna abu-abu sehingga lebih mudah dilihat oleh ikan jantan, dibandingkan apabila mereka berada di habitat batu berpasir. Kemungkinan lain

2,36 2,24 2,50 1,73 2,44 3,05 2,91 2,58 2,43 2,24 1,71 1,95 1,86 1,58 1,49 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 N isba h k el a m in ( J: B ) Lokasi

adalah ikan jantan dan betina yang berpasangan mencari arena yang aman bagi kelangsungan hidup keturunannya. Arena perakaran mempunyai struktur yang lebih kompleks, sehingga betina yakin akan keselamatan telur yang dilepaskannya. Tingkat kompleksitas struktur habitat lebih rendah di arena batu berpasir. Sewaktu-waktu saat hujan atau perairan berombak dan teraduk, telur menghadapi bahaya yang lebih besar akibat lumpur.

Hasil pengamatan bawah air menunjukkan bahwa kepadatan ikan di arena pemijahan perakaran (Pantai Salonsa-B, P. Otuno I-B dan P. Otuno II-B) lebih tinggi daripada kepadatan ikan di arena pemijahan batu berpasir. Jumlah ikan di habitat perakaran yang luasnya 2 – 5 m2 berkisar antara 2 -12 pasang dan setiap pasang diikuti oleh 3 – 13 ekor jantan yang tidak memiliki pasangan (cuckolder). Jadi di arena perakaran nisbah kelamin bisa berkisar antara 3:1 sampai dengan 13:1. Perbandingan nisbah kelamin dengan menggunakan uji ‗Chi-square‘ pada

taraf nyata α = 0,05, diperoleh bahwa nisbah kelamin di setiap lokasi adalah tidak seimbang (χ2 (0,05: 1) = 3,841 < χ² hitung). Perbandingan nisbah kelamin tertinggi terdapat di lokasi-lokasi zona 2, sedangkan terendah terdapat di lokasi-lokasi zona 3.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara temporal nisbah kelamin berada pada keadaan tidak seimbang; jumlah ikan jantan selalu lebih banyak daripada ikan betina (Gambar 15 dan Lampiran 10). Nisbah kelamin terendah terjadi pada bulan Mei 2009 (2,04 : 1) dan tertinggi pada bulan November 2008 (2,47 : 1) dan April (2,46 : 1). Pada bulan Mei yaitu periode awal curah hujan mulai turun diduga kumpulan ikan lebih aktif mencari makanan. Sementara bulan November dan April merupakan masa puncak curah hujan yang merangsang ikan jantan untuk memijah sehingga nisbah kelamin meningkat.

Nisbah kelamin yang selalu berada dalam ketidak seimbangan ini dapat dikonfirmasi dengan hasil pengamatan tingkah laku pemijahan ikan. Seekor ikan betina diperebutkan oleh beberapa ekor ikan jantan. Jadi pandangan bahwa keadaan ideal dari nisbah 1 : 1 pada ikan hanya berlaku atau ideal bagi spesies tertentu, tetapi tidak untuk ikan-ikan T. sarasinorum. Banyak penulis memahami nisbah kelamin dengan selalu menghubungkannya dengan kestabilan populasi. Vicentini & Araújo (2003) menyatakan bahwa jika nisbah tidak berada dalam

keseimbangan (mengikuti perbandingan 1:1) maka harus mempertimbangkan untuk mengubah pemahaman mengenai keseimbangan yaitu dengan menganalisis pertumbuhan populasi. Ikan T. sarasinorum di Danau Matano tidak mengalami penangkapan, oleh karena itu nisbah kelamin yang ditemukan selama penelitian ini adalah alami, bukan karena tekanan penangkapan.

Gambar 15 Nisbah kelamin T. sarasinorum menurut waktu sampling Hubungan panjang-berat

Penelitian mengenai hubungan panjang-berat dan pola pertumbuhan ikan T. sarasinorum belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti yang mempelajari ikan di Danau Matano. Hubungan panjang-berat dan pola pertumbuhan T. sarasinorum

dalam penelitian ini dianalisis. Dengan alasan karena adanya dimorfisme seksual pada ikan ini maka analisis hubungan panjang-berat dilakukan menurut jenis kelamin.

Hubungan panjang-berat ikan T. sarasinorum jantan dan betina ditampilkan dalam Gambar 16. Koefisien korelasi (r) untuk ikan jantan adalah 0,980 dan ikan betina adalah 0,960. Nilai eksponen b pada ikan jantan adalah 3,218 dan betina 3,124. Hasil uji t terhadap nilai b dengan konstanta 3 diperoleh pola pertumbuhan ikan T. sarasinorum jantan dan betina adalah allometrik. Nilai b>3 berarti pertambahan panjang tidak secepat pertambahan berat.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 N isba h k el a m in ( J: B ) Waktu

Gambar 16 Hubungan panjang berat ikan T. sarasinorum jantan dan betina

Pertambahan panjang ikan T. sarasinorum jantan dan betina tidak secepat pertambahan beratnya. Tubuh ikan jantan lebih tinggi dan lebih tebal dibandingkan dengan ikan betina.

Faktor kondisi

Perhitungan nilai Kn rata-rata ikan jantan dan betina di setiap lokasi menunjukkan bahwa Kn rata-rata ikan jantan lebih tinggi dibandingkan dengan Kn rata-rata betina (Gambar 17). Nilai Kn rata-rata ikan jantan adalah 1,088 (±0,154; N=2180) sedangkan Kn rata-rata ikan betina adalah 1,040 (±0,156;

N=985). Selanjutnya uji rata-rata nilai Kn dengan menggunakan one way Anova

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata nilai Kn ikan jantan antar lokasi (P>0,05), tetapi ada perbedaan nyata yang kecil nilai Kn ikan betina antar lokasi (P<0,05). Nilai Kn rata-rata ikan jantan tertinggi terdapat di Pantai Paku yaitu 1,112 (±0,131; N=115) dan terendah di Pantai Salonsa-B yaitu 1,072 (±0,184; N=108). Nilai Kn rata-rata ikan betina tertinggi terdapat di Pantai Paku yaitu 1,080 (±0,147; N=46). Nilai tersebut berbeda nyata dengan nilai Kn rata-rata ikan betina terendah (Pantai Kupu-kupu) yaitu 0,990 (±0,133; N=63).

Gambar 17 Faktor kondisi relatif ikan T sarasinorum jantan dan betina secara spasial

Nilai Kn rata-rata ikan jantan dan betina berfluktuasi antar bulan (Gambar 18). Uji rata-rata nilai Kn dengan menggunakan one way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata nilai Kn ikan jantan dan nilai Kn ikan betina antar waktu (P>0,05). Perbedaan ini diduga berkaitan dengan musim pemijahan; pada musim pemijahan nilai Kn meningkat.

Nilai Kn rata-rata ikan jantan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 1,196 (±0,167; N=174) dan terendah pada bulan Juni yaitu 1,001 (±0,124; N=171). Nilai

Kn rata-rata ikan betina tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 1,212 (±0,121; N=75) dan terendah pada bulan Mei yaitu 0,846 (±0,080; N=100).

Pada bulan Februari dan Maret saat memasuki musim hujan nilai Kn ikan betina dan jantan tinggi; pada saat itu ikan diduga mengumpulkan energi untuk persiapan pemijahan pada bulan berikutnya. Pada bulan Mei dan Juni ikan baru selesai memijah, nilai Kn ikan betina dan jantan pada waktu itu paling rendah. Hal ini ditandai oleh semakin rendahnya jumlah ikan TKG IV.

Gambar 18 Faktor kondisi relatif ikan T. sarasinorum jantan dan betina secara temporal

Tingkat kematangan gonad

Secara mikroskopis, tingkat-tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan distribusi oosit dan sel-sel spermatogenik. Tipe pemijahan diidentifikasi berdasarkan karakteristik histologis ovari yang dipijahkan dan distribusi frekuensi tingkat-tingkat kematangan gonad (Goncalves et al. 2006). Secara makroskopis, ovari bervariasi volumenya, ketebalan dan warnanya, menurut tingkatan kematangan gonad. Secara mikroskopis, dibungkus oleh tunica

albuginea yang mengeluarkan septae ke bagian dalam organ, membentuk ovigerous lamellae dimana terdapat oosit dengan tingkat-tingkat perkembangan berbeda.

Morfologi testis dan spermatogenesis

Testis T. sarasinorum berupa organ berpasangan, memanjang dan fusiform terletak di dalam rongga perut secara lateral ke saluran pencernaan. Testis terdapat bebas dan menyatu pada ujung kaudal membentuk spermatic duct yang biasa, yang terbuka pada urogenital papilla, dimana spermatozoa meninggalkan tubuh.

Gambar 19 Struktur histologis gonad ikan T. sarasinorum jantan Ket.: A=TKG I, B=TKG II, C=TKG III, D=TKG IV, E=TKG V,

Sg=spermatogonia, Sc= spermatosit, Spt=spermatid, Sz=spermatozoa, Lo=lobul.

Secara mikroskopis, testis dibungkus oleh tunica albuginea yang memunculkan septae ke bagian dalam organ, membentuk lobul yang berisi tubule

seminiferi. Dinding tubule ini terdiri dari kista yang dibatasi oleh perpanjangan sitoplasma sel-sel Sertoli.

Pengamatan histologis gonad jantan menunjukkan bahwa di dalam gonad jantan terdapat spermatogonia yang menyebar (Gambar 19). Pada TKG I sel-sel punca berada di dalam spermatogonia (SG). Pada TKG II lebih banyak kista berisi spermatogonia, dan pada meiosis spermatogonia menjadi spermatosit (ST). Setelah memasuki TKG III, kista menunjukkan adanya spermatid (SPT) yang mengalami spermiogenesis, dan sel-sel berubah menjadi spermatozoa (SZ). Dinding kista pecah dan spermatozoa dikeluarkan ke dalam lobule lumen.

TKG IV adalah tahap akhir spermatogenesis. Spermatozoa yang berada di dalam lobule lumen bertambah banyak, dan spermatozoa masuk ke dalam efferent duct. Batch-batch baru dari sel-sel di dalam kista matang perlahan-lahan. Kista yang berisi spermatogonia lebih dahulu menghilang, diikuti oleh spermatosit dan spermatid, sampai semua sel di dalam gonad menyelesaikan spermatogenesis. Pada TKG V terdapat banyak ruang kosong karena banyak spermatozoa yang telah dikeluarkan saat pemijahan. Spermatozoa yang tertinggal dalam tubule seminiferi mengalami fagositosis (Lampiran 11).

Morfologi ovari dan oogenesis

Berbeda dengan ikan pada umumnya yang mempunyai ovari berpasangan, pada T. sarasinorum ovari berbentuk organ tunggal yang membulat terletak di dalam rongga perut di bagian posterior hati dan lateral saluran pencernaan. Ovari terdapat bebas dan pada bagian posterior berupa oviduct, yang terbuka pada urogenital papilla di depan anus. Secara makroskopis, ovari bervariasi volume, ketebalan dan warnanya, menurut tingkatan kematangan gonad. Ovari yang belum matang berwarna agak jernih. Ovari dibungkus oleh selaput tipis berwarna hitam pada ovari yang belum matang, dan kuning pada ovari yang sudah matang, dan didalamnya terdapat oosit dengan tingkat-tingkat perkembangan berbeda. Ovari yang sudah matang mengisi sepertiga rongga perut. Pengamatan dengan mikroskop menunjukkan terdapat filamen yang tumbuh mengelilingi oosit. Diameter oosit bertambah dengan berkembangnya oosit. Fungsi dari filamen tersebut adalah untuk melekatkan embrio yang sedang berkembang pada substrat.

Selama oogenesis, oogonia (kecil, dengan sebuah nukleus vesikel, sebuah nukleolus pusat dan sedikit sitoplasma) merupakan asal dari oosit. Oogenesis adalah suatu fase fundamental dalam proses reproduksi organisme. Oogenesis memberikan gambaran rinci tentang kondisi reproduksi ikan betina.

Gambar 20 Struktur histologis gonad ikan T. sarasinorum betina Ket.: A= TKG I, B=TKG II, C=TKG III, D=TKG IV, E=TKG V,

Og= oogonia, Nu= nukleus, Os=oosit, Ot=ootid,

Kt= kuning telur, Oa= oosit atresia, Bm= butiran minyak, Do= dinding ovari

Gonad ikan betina yang berada pada kondisi TKG I menunjukkan perkembangan gonad dimana oogonia tersebar di dalam ovari dengan ukuran yang sangat kecil (Gambar 20). Selanjutnya oogonia akan berkembang melalui pembelahan meiosis. Pada TKG II oosit bertambah volume dan ukurannya. Telur

masih berupa butiran kecil berwarna putih susu. Pada TKG III, oosit dapat dilihat dengan mata telanjang. Ootid terbentuk; pada tahap ini telur memasuki tahap pematangan gonad. Pada tahap ini terdapat tiga kelompok ukuran telur. Telur yang masih kecil berwarna putih, kemudian telur yang berkembang berwarna kekuningan, dan telur yang matang berwarna kuning bening dengan nukleus berukuran besar. Pada TKG IV, ootid berkembang menjadi ovum. Sebagian telur di dalam ovari mulai matang. Telur yang sudah siap dipijahkan ditandai dengan adanya nukleus berukuran besar dan dikelilingi oleh butiran kuning telur dan nukleolus. Pada TKG V tampak banyak oosit atresia yang bentuknya tidak beraturan (Lampiran 12).

Pemijah berulang ditandai oleh pola temporal tingkat-tingkat ovari makroskopik, kejadian teratur ovari yang salin sebagian, dan pola perkembangan oosit, dengan lepasnya oosit matang dalam batch, seperti dalam kasus Cichla monoculus (Chellappa et al. 2005).

Awal kematangan kelamin merupakan fase transisi yang kritis dalam sejarah hidup, karena alokasi sumberdaya terutama berhubungan dengan pertumbuhan sebelum dan pada reproduksi setelah kematangan kelamin (Chellappa et al. 2005). Proses reproduksi, seperti kematangan gonad, pada ikan-ikan tropis dipengaruhi oleh berbagai perubahan lingkungan yang dirangsang oleh awal musim hujan.

Beberapa ikan jantan, terutama yang matang untuk pertama kalinya, menghasilkan lebih sedikit sel-sel punca yang sedang matang di dalam gonadnya (Dziewulska & Domagała 2003). Dengan kata lain, sebagian besar sel-sel punca tetap tidak aktif, pada tingkat spermatogonium, dalam satu siklus reproduksi. Kondisi ini disebut ―pematangan tidak sempurna‖.

Frekuensi jumlah ikan jantan dan betina menurut status tingkat kematangan gonad (TKG) ditampilkan secara spasial dan temporal dalam Gambar 21 - 23. Persentase TKG ikan jantan dan betina berfluktuasi baik berdasarkan lokasi, waktu maupun kelas ukuran.

Secara umum, jumlah ikan jantan TKG IV adalah dominan pada setiap lokasi dan waktu sampling. Uji rata-rata dengan menggunakan two way Anova

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata jumlah ikan jantan di setiap lokasi (F=1,47; P=0,153; df=14; α=0,05). Jumlah rata-rata ikan jantan menurut TKG

berbeda nyata menurut lokasi (F=60,66; P=0,000; df=4; α=0,05). Jumlah rata-rata ikan jantan TKG IV adalah dominan di setiap lokasi, sedangkan antara jumlah rata-rata ikan jantan TKG I, II, III dan IV tidak berbeda nyata antar lokasi

Dokumen terkait