• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3 Reseptor Androgen (AR/androgen receptor ) Pada Tikus

cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton dan Hall, 2008).

2.3 Reseptor Androgen (AR/androgen receptor) Pada Tikus

Reseptor androgen juga dikenal sebagai nuclear receptor subfamily type dari nuclear receptor yang diaktivasi oleh ikatan dengan ligan dan menginduksi faktor transkripsi, yang juga termasuk reseptor untuk hormon steroid pada hewan mamalia seperti glucocorticoid receptor (GR), mineralcorticoid receptor (MR), progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER) dan androgen receptor (AR) (Marilia et al., 2009).

Analisis struktural dari cDNAs pada hAR (human androgen receptor) dan rAR (rat androgen receptor) mengindikasikan bahwa region dari amino terminal pada AR kaya akan oligo dan poli (amino acid), yang merupakan struktur dari beberapa gen homeotik. Reseptor androgen pada tikus mempunyai lengan atau untaian basa yang kaya akan glutamin, dan terdapat kesamaan sequence antara AR dan GR, PR dan MR dalam domain steroid-binding.

Pada proses hibridasi molekuler cDNA AR digunakan sebagai promotor yang nantinya akan membentuk mRNA AR dalam proses transkripsi. Translasi dari mRNA mengandung 94 dan 76 kDa protein dan bentuk yang lebih kecil pada ikatan DNA serta mempunyai afinitas yang tinggi terhadap androgen, mengindikasikan bahwa organ aksesori genital pria ataupun hewan jantan kaya akan mRNA AR, dan produksi mRNA AR pada organ target terjadi karena mekanisme autoregulasi oleh androgen (Chang et al., 2008).

24

Gambar 2.4

Analisis Struktur cDNA Dari AR pada Tikus (Chang et al., 2008).

Reseptor androgen bekerja secara bebas yang berinteraksi dan berikatan dengan DNA melalui protein sinyal transduksi di sitoplasma. Reseptor androgen dapat menyebabkan perubahan yang cepat pada fungsi sel yang bebas dari perubahan di gen transkripsi seperti perubahan pada ion transport (Arun et al., 2001).

Fungsi AR sebagai DNA-binding dari faktor transkripsi yang meregulasi ekspresi gen, yang mana jika diberikan testosteron akan masuk ke dalam sel yang sebelumnya telah diubah menjadi DHT, kemudian berikatan dengan reseptornya membentuk kompleks androgen-AR. Setelah pengikatan dengan steroid atau ligannya, AR mengalami perubahan bentuk dan pengeluaran heat shock protein (HSP), sehingga AR menjadi aktif (Davison, 2006). Ikatan androgen dan reseptornya yang terjadi di dalam sel kemungkinan merupakan ikatan spesifik

25

pada sequence yang dekat dengan promotor dari gen target yang diaktivasi, dan akan menghasilkan modulasi dari inisiasi transkripsi (Arun et al., 2001).

Pada ketiadaan hormon, AR dihubungkan dengan seluler chaperons seperti HSP dan protein lainnya yang berlokasi di sitoplasma dari sel target. Pada saat tersedianya hormon maka hormon yang berdifusi ke dalam sel, akan berikatan dengan reseptor dan menghasilkan perubahan pada AR yang inaktif yaitu perubahan bentuk reseptor dan peristiwa pelepasan hubungan antara reseptor dan HSP, selanjutnya AR menjadi aktif. Kompleks androgen bersama reseptornya yang telah terbentuk tersebut kemudian mengalami dimerisasi, phosphorylation dan selanjutnya translokasi ke dalam nukleus dan berikatan pada sequence DNA target (hormone response element/HRE). Di dalam nukleus, interaksi AR dengan coactivators dan enzim dari kromatin menyebabkan munculnya faktor general transkripsi pada bentuk preinisiasi dan gen target transkripsi (Weigel dan Zhang, 2008), yang dapat ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 2.5

26

Reseptor hormon steroid coactivators (SRCs) menunjukan pertumbuhan protein pada interaksinya dengan reseptor pada ligan-spesifik dan menjalani aktivitas transkripsi (Khan et al., 2005). Coactivators memiliki aktivitas enzimatik, seperti histone acetyltransferase, histone methyltransferase, ubiquitin-conjugation dan ubiquitin-protein ligase (Nawaz et al., 2000 dalam Khan et al., 2005).

Fungsi coactivator’s in vivo dimanifestasi oleh aktivitas enzimatik yang berkumpul pada region dari gen target. Kemampuan dari peningkatan reseptor dimediasi oleh ekspresi gen, coactivators memainkan peran penting dalam meregulasi besarnya respon biologis dari hormon steroid. Level dari ekspresi coactivator merupakan faktor penentu dari aktivitas reseptor pada jaringan target dan berbagai macam respon hormon yang dapat dilihat diantara individu dalam populasi (Khan et al., 2005).

Reseptor androgen berinteraksi dengan protein lain di dalam nukleus, menghasilkan up atau down regulation dari gen spesifik transkripsi. Aktivasi atau up regulasi transkripsi menghasilkan peningkatan sintesis mRNA yang diaktifkan dan ditranslasi oleh ribosom, untuk memproduksi protein spesifik yang berguna untuk pertumbuhan sel (Davison, 2006), sehingga kecepatan pertambahan jumlah sel (efek non-genomic) juga dikaitkan dengan aktivasi AR oleh karena androgen (Haelens et al., 2007). Semua AR ikut serta dalam proses transkripsi yang mengkode modular protein dari 919 asam amino yang timbul pada permukaan molekul dengan berat 110 kD (Lubhan et al., 2000 dalam Marilia et al., 2009).

27

Perbedaan spesies termasuk pada manusia, tikus, hamster membuktikan bahwa region promotor dari gen AR khususnya pada manusia dan tikus mengalami kekurangan sequence yang khas seperti TATA dan CAAT, yang merupakan model urutan basa dari 5’ UTR tapi kaya dengan region GC yang penting untuk cis-acting element untuk AR gen transkripsi, dan diduga merupakan tempat yang aktif untuk mengikat faktor transkripsi dari gen sex limited protein (Slp) yang merupakan karakteristik suatu promotor (Wolf et al., 2003).

Perbedaan antara subfamilies dari tipe reseptor nuklear, ditunjukan pada perbedaan mekanisme dari kumpulan sel dan regulasi dari promotor spesifik pada ekspresi gen, termasuk reseptor heterodimerization, jarak variabel yaitu antara HRE dan HRE site (Zechel et al., 2004 dalam Ikonen et al., 2007). Mekanisme ini tidak digunakan oleh PR, GR, MR dan AR, hal tersebut dikarenakan bahwa variabelnya tinggi pada region N-terminal yang mampu merespon sel dan regulasi dari steroid spesifik pada gen target. Gagasan tersebut mendukung pernyataan bahwa induksi dari ekspresi Slp pada tikus dimediasi oleh region N-terminal dari AR (Pearce & Yamamoto, 2003 dalamIkonen et al., 2007).

Delesi N-terminal identik pada wild-type rAR dan struktur rAR yang aktif (AR domain 641–902) tanpa ligand-binding domain (LBD), yang dihasilkan sebagai akibat dari aktivasi transkripsi yaitu delesi dari residu 149–295 yang dihilangkan dari aktivitas wild-type AR, merupakan aktivitas dari transaktivasi domain N-terminal dan dikontrol oleh hormon yang bertindak sebagai LBD. Keadaan tersebut memberi kesan bahwa terdapat interaksi yang kuat dari androgen-dependent antara region N-terminal dan LBD (Ikonen et al., 2007).

28

Ekspresi dan regulasi dari gen hAR dan rAR diobservasi pada sel lines hewan, dan dapat dipastikan bahwa ekspresi RNA AR diregulasi oleh adanya androgen (Keller et al., 2006). Ekspresi relatif mRNA AR pada beberapa jaringan dari tikus yang dianalisis menggunakan realtime PCR.

Tabel 2.3

Ekspresi Relatif mRNA AR Pada Beberapa Organ Tikus Jantan

Organ Ekspresi mRNA AR

Hipotalamus 42 Kelenjar adrenal 141 Epididimis 115 Kelenjar tiroid 68 Kelenjar pituitari 56 Kelenjar preputial 44

Otot levator ani 30

Ginjal 27 Kelenjar prostat 25 Vesikula seminalis 25 Testis 20 Liver 18 Otot bulbocavernosus 16 Hati 8 Kelenjar submaksilaris 17

(Young et al., 2001 dalam Keller et al., 2006). Data tersebut digunakan sebagai gambaran persentasi dari mRNA AR relatif pada level mRNA AR dari organ reproduksi tikus jantan termasuk pada prostat. Ekspresi AR berubah selama perkembangan fetal, perkembangan seks sekunder, penuaan dan keganasan. Regulasi dari level AR dapat terjadi kapanpun sepanjang gen AR mengalami proses transkripsi selanjutnya post-translasi. Faktor yang mempengaruhi termasuk androgen yang melibatkan modulasi dari AR protein dari ekspresi mRNA (Keller et al., 2006).

Pada perkembangan fetal tikus, mRNA AR tidak ditemukan pada urogenital pada 13,5 hari gestasi sedangkan pada 15,5 hari gestasi mRNA AR dan protein

29

dapat ditemukan (Takeda et al., 2001). Pada tikus neonatal, setelah 3 hari kastrasi tidak menghasilkan perubahan ekspresi AR pada prostat tikus (Husmann et al., 2001 dalam Keller et al., 2006). Temuan ini memberi kesan bahwa terjadi satu atau lebih perkembangan dari faktor regulasi yang mempengaruhi ekspresi. Peningkatan usia menimbulkan penurunan ekspresi AR pada tikus yang dikaitkan dengan ekspresi age dependent factor (ADF) yang diekspresikan pada semua jaringan.

Age Dependent Factor berikatan dengan fragmen rAR antara fragmen -310 sampai -330. Ikatan ADF pada promotor rAR secara in vitro menunjukan penurunan yang tergantung pada usia, ketika ADF berikatan pada tempatnya dikatakan telah terjadi mutasi sehingga menurunkan aktivitas promotor dari rAR. Beberapa faktor seperti androgen dilaporkan dapat memodifikasi ekspresi AR, yaitu terjadi penurunan ekspresi mRNA AR pada ventral prostat tikus, line kanker prostat (LNCap) dan line hepatoma sel (Shan et al., 2000 dalam Keller et al., 2006). Bagaimanapun temuan ini masih kontroversial karena up-regulation AR oleh karena androgen ditunjukan pada prostat tikus (Takeda et al., 2001), pada fibroblas genital, otot polos penis dan sel prekursor adiposa (Pergola et al., 2000 dalam Keller et al., 2006).

Menurut Mozokami et al. (2002), terjadi down-regulation dari mRNA AR oleh karena androgen pada line kanker prostat yang dikaitkan dengan peningkatan ekspresi AR protein, memberi kesan bahwa AR protein up-regulation oleh karena androgen dihasilkan dari sejak terjadinya stabilitas AR protein. Pemberian androgen menyebabkan beberapa hormon dan faktor pertumbuhan dapat

30

meregulasi ekspresi AR, seperti FSH meningkatkan level mRNA AR pada sel Sertoli. Growth Hormone, prolaktin dan ephitelial growth factor (EGF) meningkatkan mRNA AR pada sel prostatik (Mizokami et al., 2002 dalam Keller et al., 2006).

Ekspresi AR dapat dimodifikasi oleh karena variasi beberapa faktor yang muncul yang bekerja bersama androgen pada jaringan dan model sel spesifik. Meskipun androgen mengawali modulator dari perkembangan dan pemeliharaan pada struktur fenotif pria dan fungsi reproduksi, namun mekanisme molekuler yang mendasari regulasi AR secara in vivo dan mekanisme kerjanya kurang diketahui secara pasti terutama pada jaringan reproduksi (Wolf et al., 2003).

2.4 Messenger Ribonucleid Acid (mRNA)

Molekul RNA sitoplasmik yang berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis protein (memindahkan informasi genetik dari DNA ke perangkat pembentuk protein) disebut dengan RNA pembawa atau messenger RNA. Kelas RNA pembawa ini adalah yang paling heterogen dari segi jumlah, ukuran dan stabilitas. Mekanisme transkripsi maupun pascatranskripsi ikut berperan dalam kandungan mRNA yang sangat bervariasi (Heredia dan Jansen, 2003).

Pada proses ekspresi gen, mRNAs secara stabil diterjemahkan dari DNA dan akan ditranslasi oleh ribosom ke dalam protein. Jumlah keduanya dan tipe protein diekspresikan dalam sel yang penting untuk pertahanan hidup dan respon kapasitasnya oleh karena perubahan lingkungan. Regulasi transkripsi merupakan

31

mekanisme dasar yang mengontrol level ekspresi dari protein (Denake et al., 2013).

Lokasi mRNA tersebar luas saat mekanisme post-transcription untuk target sintesis protein pada tempat seluler spesifik, ini terkait pada generasi sel dengan muatan kutub yang berlawanan, terjadi pemisahan yang berbeda pada sel yang penting dan spesifikasi dari sel germinal. Aktin dan filamen mikrotubul memiliki fungsi penting selama lokalisasi RNA, khususnya selama transport dari mRNAs dan mempengaruhi targetnya. Pergerakan dan sistem filamen dihasilkan melalui perpindahan mRNA dan dari purifikasi lokalisasi dari ribonucleoprotein, serta ditemukan juga jalur dari sentrosom pada lokalisasi RNA (Kloc et al., 2002 dalam Heridia dan Jansen, 2003).

Pada sel mamalia termasuk sel manusia, molekul mRNA yang terdapat di sitoplasma bukan merupakan produk RNA yang disintesis langsung dari cetakan DNA, tetapi harus dibentuk oleh pemrosesan pre-mRNA sebelum masuk ke sitoplasma. Pada inti sel mamalia, produk langsung transkripsi gen (transkrip primer yaitu pre-mRNA) sangat heterogen dan bisa 10 hingga 50 kali lebih panjang daripada molekul mRNA matur. Molekul pre-mRNA diolah untuk membentuk molekul mRNA yang kemudian masuk ke dalam sitoplasma dan berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis protein. Messanger RNA memiliki usia hidup yang sangat beragam dalam sebuah sel. Molekul RNA yang disintesis dalam sel mamalia merupakan molekul prekursor yang masih harus menjalani pemrosesan agar menjadi RNA matur yang aktif (Murray et al., 2014).

32

Pada sel mamalia, kelimpahan mRNA bervariasi hingga kelipatan 104, yang mana keseluruhan dari anggota kelas ini berfungsi sebagai pembawa yang menyampaikan informasi dalam suatu gen ke perangkat pembentuk protein. Masing-masing mRNA berfungsi sebagai cetakan untuk membentuk polimer asam amino dengan sekuens spesifik, sehingga membentuk molekul protein spesifik yaitu produk akhir suatu gen(Denake et al., 2013).