• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIKASTRASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIKASTRASI."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT

THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA

RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR

PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)

JANTAN YANG DIKASTRASI

LUH ARI ARINI

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

TESIS

PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT

THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA

RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR

PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)

JANTAN YANG DIKASTRASI

LUH ARI ARINI NIM 1490761001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT

THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA

RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR

PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)

JANTAN YANG DIKASTRASI

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

LUH ARI ARINI NIM 1490761001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iv

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 18 JULI 2016

Pembimbing I

Prof. Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd., FAACS NIP. 194612131971071001

Pembimbing II

Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro NIP. 194612311969021001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK NIP.195805211985031002

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001

(5)

v

Tesis Ini Telah Diuji Dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 18 Juli 2016

Panitian Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.:..., Tanggal...

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

3. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

(6)

vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : Luh Ari Arini Nim : 1490761001

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (IKR)

Judul : Pemberian Testosterone Replacement Therapy Meningkatkan Ekspresi mRNA Reseptor Androgen Pada Kelenjar Prostat Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan Yang Dikastrasi.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undang yang berlaku.

Denpasar, 9 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas asung wara nugraha-Nya tesis yang berjudul ”Pemberian Testosterone Replacement Therapy Meningkatkan Ekspresi mRNA Reseptor Androgen pada Kelenjar Prostat Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan Yang Dikastrasi” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Berkat petunjuk, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak, segala

hambatan dan rintangan dalam penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik,

untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. dr. Putu Astawa. M.Kes, Sp.OT, FICS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Udayana.

3. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Pascasarjana Universitas Udayana.

(8)

viii

atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik (IKR).

5. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And., FAACS., selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis.

6. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis.

7. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.SC., Sp.And selaku penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

8. Prof. dr. I.G.M. Aman, Sp.FK selaku penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro selaku penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

10. Dr. I.G.N Sri Wiryawan, M.Repro selaku Kepala Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di Laboratorium Histologi.

(9)

ix

12. Para dosen pengajar Magister Ilmu Biomedik, teman-teman sependidikan, para staf bagian Biomedik serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bimbingan, ilmu dan bantuan yang diberikan selama ini.

Tak lupa dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan tesis ini dan penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis pribadi, bagi pembaca dan seluruh pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 15 Mei 2016

(10)

x ABSTRAK

PEMBERIAN TESTOSTERONEREPLACEMENT THERAPY

MENINGKATKAN EKSPRESI mRNA RESEPTOR ANDROGEN PADA

KELENJAR PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN

YANG DIKASTRASI

Istilah andropause merupakan keadaan penuaan pada pria yang terjadi secara alami, diawali dengan menurunnya fungsi testis sehingga menimbulkan penurunan hormon testosteron. Defisiensi testosteron akan menimbulkan masalah khususnya pada pria tua seperti gangguan vasomotor, penurunan body performance, penurunan densitas tulang, menurunnya libido, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi yang akhirnya mempengaruhi keadaan psikologis pria tersebut. Pengaruh defisiensi testosteron pada kelenjar prostat akan menyebabkan atropi kelenjar yang akhirnya dapat mempengaruhi volume cairan seminal yang penting ketika ejakulasi. Pemberian testosterone replacement therapy merupakan cara yang efektif digunakan untuk memulihkan keadaan defisiensi tersebut. Pemberian preparat testosteron dapat meningkatkan struktur jaringan kelenjar prostat, yang kerjanya dimediasi oleh reseptor androgen melalui mekanisme autoregulasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar jantan yang dikastrasi.

Penelitian ini menggunakan post test only control group design terhadap 36 ekor tikus wistar jantan yang dikastrasi, dan ditunggu efeknya selama 21 hari, tikus dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok kontrol (diberikan injeksi aquadest secara intramuskuler) dan kelompok perlakuan (diberikan injeksi Sustanon 250 secara intramuskuler dengan dosis 4,5 mg/ 250 gr BB tikus), dengan jadwal injeksi 1 minggu sekali selama 21 hari/ 3 minggu. Pada minggu ke-8 tikus pada masing-masing kelompok dieuthanasia lalu diterminasi dan diambil kelenjar prostatnya untuk dianalisis ekspresi mRNA reseptor androgen dengan menggunakan metode realtime PCR. Oleh karena data berdistribusi normal maka analisis statistik yang digunakan yaitu independent-t test dengan taraf kemaknaan

(α=0,05).

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata ekspresi mRNA reseptor androgen prostat pada kelompok kontrol (0,57 + 0,17 pg/µl) dan kelompok perlakuan (0,77 + 0,21 pg/µl). Dengan independent-t test didapatkan bahwa terjadi peningkatan mRNA reseptor androgen secara bermakna pada kelompok perlakuan dimana p= 0,003 (p<0,05).

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus kastrasi. Saran yang dapat disampaikan yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait peranan DHT terhadap ekspresi reseptor androgen pada kelenjar reproduksi.

(11)

xi ABSTRACT

ADMINISTRATION OF TESTOSTERONE REPLACEMENT THERAPY INCREASED ANDROGEN RECEPTOR EXPRESSION OF mRNA IN PROSTATE GLAND OF MALE CASTRATED WISTAR RATS (Rattus

norvegicus)

Andropause is the aging process occurs naturally on men, it is preceeded by deficiency of the testicular function resulting in a decrease of testosterone hormone. This creates some problems to old men like vasomotor dysfuction, decreases on body performance, bone density, and libido, dysfunction of erection and ejaculation that consequently affect the psychological condition of the men. Testosterone deficiency effects on the genital accessories like prostate gland, will cause atrophy on the gland and affect the volume of important seminal liquid for ejaculation. The administration of testosterone replacement therapy an effective way to recover the deficiency. Administration the testosterone increased tissue structure of prostate gland, that is mediated by androgen receptor through autoregulation mechanism. This research was aimed to prove that administration of testosterone replacement therapy increased androgen receptor expression of mRNA in prostate gland of male castrated wistar rats.

This research used post test only control group design towards 36 castrated male wistar rats, with 21 days awaiting effects. The rats were divided into 2 groups namely, controlled group (aquades intramuscularly injected) and treated group (sustanon 250 intramuscularly injected with dosage of 4,5mg/ 250 gram of rat weight), with weekly injection sehedule for 21 days/ 3 weeks. In 8th week, euthanasia was done to the rats on each group to be dissected to get the prostate gland. The androgen receptor expression of mRNA was analyzed by realtime PCR method. Since the data were normally distributed, then independent t-test statistical analysis was used, with level of significance (α = 0.05).

The result of the analysis showed that the mean of mRNA expression of prostate androgen receptor on the controlled group was (0,57 + 0,17 pg/µl), and (0,77 + 0,21 pg/µl) on the treated group. With the independent-t test indicates that androgen receptor of mRNA increased significantly on the treated group with p = 0,003 (p<0.05).

The study concluded that administration of testosterone replacement therapy increased androgen receptor expression of mRNA in prostate gland of male castrated wistar rats. Thus, it was suggested that further research was required of the need to be conducted in relation to the role of DHT towards androgen receptor expression on reproductive gland.

(12)

xii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

2.1.4 Penatalaksanaan pada hipogonad ... 14

2.1.5 Syarat penggunaan testosterone replacement therapy... 15

2.2 Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus) ... 16

2.2.1 Karakteristik tikus ... 16

2.2.2 Sistem reproduksi pada hewan mamalia ... 17

2.3 Reseptor Androgen Pada Tikus ... 23

2.7 Pengobatan LOH Dengan Testosterone Replacement Therapy... 41

(13)

xiii

2.7.2 Efek samping testosterone replacement therapy... 46

2.7.3 Kontraindikasi testosterone replacement therapy... 47

2.7.4 Monitoring pemberian testosterone replacement therapy... 48

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir ... 50

4.4.1 Identifikasi variabel... 56

4.4.2 Klasifikasi variabel ... 56

4.4.3 Hubungan antar variabel ... 57

4.4.4 Definisi operasional... 57

4.5 Bahan dan Alat penelitian ... 58

5.1.1 Analisis deskriptif pada studi pendahuluan... 69

5.2 Distribusi Dan Homogenitas Data Hasil Penelitian... 70

5.2.1 Uji normalitas data... 70

5.2.2 Uji homogenitas data... 71

5.3 Uji Efek Perlakuan... 71

5.3.1 Uji efek perlakuan pada studi pendahuluan... 73

(14)

xiv

6.2 Penurunan ekspresi mRNA AR pada prostat pasca kastrasi... 74 6.3 Peningkatan ekspresi mRNA AR pada prostat setelah pemberian

testosterone replacement therapy... 79 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan... 86 6.2 Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA... 87

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Kadar Testosteron Dan Kadar Testosteron SHBG... 13

2.2 Data Biologis Tikus... 17

2.3 Ekspresi Relatif mRNA AR Beberapa Organ Tikus Jantan... 28

2.4 Kadar Hormon Normal Pada Laki-Laki Dewasa... 38

4.1 Primer Androgen... 64

4.2 Langkah-Langkah Amplifikasi... 64

5.1 Rerata Umur Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 68

5.2 Rerata BB Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 69

5.3 Rerata Ekspresi mRNA AR Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 69

5.4 Rerata Ekspresi mRNA AR Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 70

5.5 Hasil Uji Normalitas Data Ekspresi mRNA AR Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 70

5.6 Hasil Uji Homogenitas Data Ekspresi mRNA AR Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 71

5.7 Perbedaan Rerata Ekspresi mRNA AR Antara Kelompok Kontrol Dan Perlakuan... 71

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sistem Reproduksi Tikus Jantan... 18

2.2 Anatomi Kelenjar Prostat... 20

2.3 Histologi Kelenjar Prostat... 22

2.4 Analisis Struktur DNA Komplemen Dari AR Pada Tikus... 24

2.5 Aktivasi Dari Reseptor Hormon Steroid... 25

2.6 Struktur Kimia Hormon Testosteron... 35

3.1 Bagan Konsep Penelitian... 52

4.1 Rancangan Penelitian... 53

4.2 Hubungan Antar Variabel... 57

4.3 Alur Penelitian... 66

(17)

xvii

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

A : Adenin

ACTB : Actin Beta

ACTH : Adenocortcotropic Hormone

ADAM : Androgen Deficiency In Aging Male

ADF : Age Dependent Factor

AR : Androgen Receptor

AREs : Androgen Respone Elements

BB : Berat Badan

BPH : Benign Prostate Hyperplasia

C : Citosin

Ct : Cycle Threshold

cDNA : complementary Deoxyribonucleic Acid DHEA : Dehydroepiandrosterone

DHT : Dihydrotestosterone DNA : Deoxyribonucleic Acid FAI : Free Androgen Index

FSH : Follicle Stimulating Hormone

G : Guanin

GF : Growth Factor

GH : Growth Hormone

GnRH : Gonadotrophin-Releasing Hormone

GR : Glucocotcicoid Receptor

gr : Gram

hAR : Human Androgen Receptor hCG : Human Chorionic Gonadotropin HPG : Hypothalamic-Pituitary-Gonadal

HSP : Heat Shock Protein

IGF : Insulin Growth Factor

IIEF : International Index Of Erection Function

IUPAC : International Union Of Pure And Applied Chemistry

kDa : kilo-Dalton

mRNA : messenger Ribonucleic Acid ng/ml : Nanogram per mililiter PBP : Prostate Binding Protein

PC3 : Prostate Cancer Line-3

(18)

xviii PSA : Prostate Specific Antigen

PR : Progesterone Receptor

rAR : rat Androgen Receptor

REST : Relative Expression Software Tool ROS : Reactive Oxygen Species

SHBG : Sex Hormone Binding Globulin

Slp : Sex Limited Protein

SPSS : Statistical Package For The Social Sciences SRCs : Steroid Receptor Coactivators

T : Timin

TRT : Testosterone Replacement Therapy TSH : Tyroid Stimulating Hormone USA : United State Of America

5’UTR :Untranslated Region’5

1-step qRT-PCR : quantification Realtime Poly Chain Reaction LAMBANG :

Apoptosis : kematian sel yang terprogram Atropi : penyusutan organ

Coactivators : Pengaktif

Down-regulates : regulasi menurun et. al : dan kawan-kawan Immature : belum matang inflamasi : peradangan Intact : kontrol sehat

In Vitro : kondisi di luar organisme yang dibuat sama dengan lingkungan normalnya seperti pembiakan/kultur jaringan In Vivo : kondisi di dalam pada suatu organisme hidup

Leading gene : sintesis untaian DNA baru saat replikasi Ligand-activated : ligan yang telah aktif

Ligand-dependent : ligan yang saling terikat P53 : protein tumor suprressor gen

P21 : protein inhibitor ciklin dependent kinase reexpression : diekspresikan kembali

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Administrasi Penelitian... 96

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian... 98

Lampiran 3 Hasil penelitian dengan metode realtime PCR... 101

Lampiran 4 Tabulasi Data Ekspresi Absolut mRNA AR... 104

Lampiran 5 Hasil realtime PCR studi pendahuluan... 105

Lampiran 6 Karakteristik sampel penelitian... 107

Lampiran 7 Konversi Dosis... 108

Lampiran 8 Hasil Output SPSS... 109

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter normal dari pria yang lebih muda dan sehat, hal ini terjadi oleh karena penurunan fungsi testis yang bertugas memproduksi hormon testosteron tersebut.

Pria andropause memiliki gejala-gejala dari defisiensi testosteron seperti penurunan libido, disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi, penurunan massa otot, peningkatan lemak tubuh, penurunan densitas tulang, penurunan body performance dan hilangnya mood yang akhirnya mempengaruhi psikis serta menimbulkan masalah pada kualitas hidup (Nieschlag et al., 2005).

Andropause secara alami biasanya terjadi pada rentang usia antara 40-60 tahun yang dilaporkan pada Massachusetts Male Aging Study (Araujo et al., 2004). Sekitar 30% dari pria usia 60–70 tahun dan 70% dari pria usia 70–80 tahun terjadi penurunan bioavailable atau level free testosterone (Cunningham et al., 2004). Testosteron menurun sekitar satu persen per tahun setelah usia 30 tahun (Borst et al., 2007). Prevalensi dari total serum testosteron antara usia 45 tahun atau yang lebih tua sekitar 39% (Mulligan et al., 2006).

Kriteria kadar testosteron yang rendah terkait usia yaitu konsentrasi total serum testosteron kurang dari 200 ng/dl dikatakan sebagai hipogonad, prevalensi hipogonad meningkat seiring peningkatan usia (Borst et al., 2007). Seiring

(21)

2

bertambahnya usia, selain terjadi penurunan fungsi reproduksi pria yang menyebabkan penurunan jumlah testosteron bebas dan availabilitasnya, terjadi juga peningkatan sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga pembentukan deoxyribonucleic acid (DNA), messenger ribonucleic acid (mRNA), protein termasuk growth factor (GF) juga menurun (Cunningham et al., 2004).

Kejadian hipogonad pada hewan coba dapat dibuktikan dengan cara kastrasi (pengangkatan organ testis), didapatkan bahwa kadar testosteron menurun secara drastis seperti pada percobaan yang dilakukan oleh Justulin et al. (2006), bahwa pada tikus jantan usia 3 bulan didapat kadar testosteron pada kontrol sekitar 9 ng/ml dan pada tikus yang dikastrasi (setelah 21 hari) sekitar 0,05 ng/ml. Tahun 2005 ditemukan bahwa konsentrasi testosteron pada tikus tua usia 30 bulan (sekitar 0,8 ng/ml) lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang lebih muda yang berusia 3 bulan (sekitar 1,8 ng/ml) (Wang et al., 2005).

(22)

3

Pertumbuhan normal dan diferensiasi epitelium dari kelenjar aksesori khususnya prostat dikontrol dan diregulasi oleh androgen dengan sinyal parakrin, dimediasi oleh reseptor androgen dengan stroma sebagai lokasi reseptor androgen yang berlangsung melalui suatu mekanisme autoregulasi (Gao et al., 2005). Pada kelenjar prostat hormon testosteron akan dikonversi terlebih dahulu menjadi dihydrotestosterone (DHT) oleh enzim 5α-reductase. Androgen khususnya DHT berinteraksi dengan reseptor androgen (androgen receptor/AR) membentuk kompleks androgen-AR, dan akan memacu mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi proliferasi, oleh karena itu jika ekspresi AR meningkat maka akan berpengaruh positif juga pada pertumbuhan dari organ target (Culig, 2004), begitu pula sebaliknya.

Penelitian oleh Banerjee et al. (2001), mengatakan bahwa level ekspresi AR menunjukan penurunan dari pertumbuhan pada lobus ventral kelenjar prostat seiring bertambahnya usia. Ekspresi AR pada organ target juga ditemukan menurun jika dikaitkan dengan penuaan (Prakash et al., 2003). Pengaruh defisiensi androgen pada kelenjar prostat akan menyebabkan atropi pada kelenjar karena mekanisme autoregulasi di dalam jaringan tidak terjadi (Wright et al., 2006), pada akhirnya akan mempengaruhi volume cairan seminal terutama yang disekresikan oleh kelenjar prostat yang penting ketika ejakulasi.

(23)

4

Vargas et al. (2013), membuktikan bahwa pemberian anabolic androgen steroid jenis nandrolone decanoat 10 mg/kg BB pada tikus tua setiap satu minggu menyebabkan perubahan pada struktur prostat seperti berat dan volumenya.

Hasil temuan tersebut memberi kesan bahwa pengaruh testosteron pada tingkat jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan sel pada jaringan. Perbedaannya pada tingkat molekuler, karena didapatkan bahwa androgen menyebabkan terjadinya down-regulates level AR mRNA pada ventral prostat tikus, namun up-regulates level AR mRNA pada ginjal, otot polos, penis tikus, dan lines prostate cancer (PC3). Androgen juga menimbulkan perbaikan secara utuh dari level nuclear AR pada sel Sertoli khususnya pada tipe sel epitelium (Zhu et al., 2000).

(24)

5

Pengaruh testosteron pada reseptor androgen berdasarkan penelitian yang lalu masih sangat beragam, namun berdasarkan teori bahwa androgen dapat meningkatkan AR dalam sel yang ditunjukan pada proliferasi sel. Pemberian hormon testosteron dipastikan dapat memelihara organ reproduksi maupun fungsi tubuh secara umum terutama pada usia tua.

Testosterone replacement therapy merupakan pengganti hormon seks pria saat terjadi defisiensi hormon testosteron yang sesuai dengan pernyataan dari The American Society Of Andrology (2009), juga merekomendasikan testosterone replacement therapy untuk terapi pengganti hormon testosteron pada pria, yang digunakan ketika terdapat tanda dan gejala klinis dari menurunnya level testosteron, yang bertujuan untuk mengurangi keluhan yang dialami oleh pria hipogonad (Surampudi et al., 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh Arini (2016), pada 10 ekor tikus didapatkan terjadinya peningkatan ekspresi mRNA AR antara kelompok perlakuan yang dikastrasi dan diberikan hormon testosteron dengan berbagai dosis (4,5mg, 2,25mg dan 1,5mg), dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya dikastrasi. Pada kelompok perlakuan pertama dengan dosis hormon terbesar memiliki ekspresi mRNA AR paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain, namun secara statistik tidak signifikan.

(25)

6

pemberian testosterone replacement therapy yang mana pengaruhnya terhadap ekspresi mRNA AR pada prostat tikus wistar jantan yang dikastrasi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dikastrasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dikastrasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat akademik

(26)

7

1.4.2 Manfaat praktis

(27)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hipogonad

2.1.1 Definisi

Late onset hypogonadism (LOH), juga dikenal sebagai sindrom defisiensi testosteron terkait usia atau disebut juga sebagai andropause merupakan sebuah sindrom yang terjadi pada pria akibat turunnya produksi hormon testosteron, yang sejalan dengan bertambahnya usia dan ditandai dengan gejala defisiensi testosteron.

Penurunan serum testosteron terjadi oleh karena kegagalan hipotalamus untuk mensekresikan gonadotropin releasing hormon (GnRH), dan peningkatan sensitifitas dari hipotalamus-pituitari untuk melakukan feedback negatif efek dari testosteron. Perubahan yang memperbesar kejadian hipogonad terjadi pada hipotalamus dan testis. Penuaan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada organ-organ reproduksi berupa berkurangnya ukuran dan fungsi dari ovarium, labia, rahim, penis dan testis (Klentze, 2003).

Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormon dan akan mempengaruhi organ targetnya. Kadar serumtestosteron pria muda yang sehat berada pada kisaran (9,8 -10,4nmol/L) (Harman et al., 2001).

Penurunan kadar serum testosteron merupakan keadaan yang berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi secara bertahap, sehingga mengakibatkan

(28)

9

terjadi penurunan sekitar 1-2% per tahun (Araujo et al., 2004). Penurunan drastis dari kadar testosteron bioavailable (hingga 50%) dan testosteron bebas biasanya terjadi setelah usia 30 tahun (Kalra et al., 2010).Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per tahun ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. Saat mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah sebanyak 35% dari kadar semula (Nieschlag et al., 2005).

Temuan dari Baltimore Longitudinal Study of Aging (2006), menunjukkan bahwa 30% pria pada dekade kedelapan memiliki nilai total testosteron dalam rentang hipogonadisme (6,9-10,4 nmol/L), dan 50% memiliki nilai testosteron bebas yang rendah (0,17-0,31 nmol/L), serta diperkirakan 500.000 kasus baru LOH terjadi setiap tahun di Amerika Serikat (Goldenberg, 2011).

(29)

10

Asosiasi Urologi Eropa pada tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat kelas, yakni (Indrayanto, 2011):

1) Hipogonadisme primer disebabkan oleh insufisiensi testis.

2) Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus-hipofisis.

3) Hipogonadisme onset lambat.

4) Hipogonadisme karena insensitivitas reseptor androgen.

American Association of Clinical Endocrinologists juga membagi keadaan hipogonadisme menjadi dua kelas, yakni hipogonadisme hipogonadotropik dan hipogonadisme hipergonadotropik.

2.1.2 Etiologi

Penurunan hormon pada hipogonad terjadi secara perlahan sehingga seringkali tidak menimbulkan gejala. Keluhan baru timbul jika ada penyebab lain yang mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya. Beberapa penyebab tersebut antara lain:

1) Faktor lingkungan:

a. Bersifat fisik: bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga.

b. Bersifat psikis: suasana lingkungan yang buruk, kebisingan dan perasaan tidak nyaman.

(30)

11

3) Faktor psikogenik: penyebab psikogenik sering dianggap sebagai faktor timbulnya berbagai keluhan andropause setelah terjadi penurunan hormon testosteron.

2.1.3 Fisiologi

Testosteron merupakan hormon seks steroid pria (androgen) yang terpenting, yang terbentuk dari kolesterol. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstitial Leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dehidrotestosteron dan androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon testiskuler yang terpenting (Nieschlag et al., 2010).

Androgen pada umumnya (testosteron, dehidrotestosteron, androstenedion, 17-ketosteroid) sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat seks primer maupun sekunder (maskulinitas) pada laki-laki. Testosteron sebagian besar (95%), disekresikan oleh sel Leydig di dalam jaringan testis dan sisanya (5%) diproduksi oleh kelenjar adrenal, disamping hormon-hormon steroid yang disebutkan tadi, testis juga memproduksi androgen yang kurang poten (bersifat androgen lemah) seperti DHEA dan androstendion (Baziad, 2002 dalam Braunstein 2011).

(31)

12

perifer dari kelenjar adrenal, bahkan 80% dari hormon steroid yang ditemukan dalam peredaran darah berasal dari prekursor androgen (Harman et al., 2001).

Androgen atau testosteron dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein (binding protein), dan hanya sebagian kecil saja terdapat dalam bentuk yang bebas sebagai free testosterone. Free testosterone hanya dapat ditemukan sekitar 1,6%-2% saja atau sebesar 0,47 – 2,44 ng/dl (Davison, 2006). Pada remaja sekitar 38% testosteron terikat pada protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat pada globulin, sedangkan pada orang tua testosteron yang terikat dengan globulin sebesar 75% dan terikat pada albumin 23%. Testosteron yang terikat dengan globulin sangat kuat sehingga sulit lepas menjadi free testosteron berbeda dengan ikatan testosteron dengan albumin yang lemah dan mudah lepas (Guyton dan Hall, 2008).

Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim aromatase menjadi estradiol

dan oleh enzim 5α reduktase menjadi dehidrotestosteron. Free androgen index

(FAI) menunjukan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan protein pengikat androgen. Kadar normal testosteron pada pria berada pada kisaran 300ng/dl-700ng/dl, sedangkan FAI berkisar 70-100%, bila FAI < 50%, gejala-gejala andropause akan muncul (Surampudi et al., 2012).

(32)

13

epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit tersebut setelah berkonjugasi dengan glucuronic acid akan dikeluarkan melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Penentuan kadar 17- ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30% ketosteroid urin berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon steroid adrenal dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17- ketosteroid urin tidak dapat dijadikan pedoman untuk menentukan kadar steroid dari testis (McCence dan Huether, 2008).

Kadar testosteron dan kadar testosteron sex hormone binding globulin (SHBG) diklasifikasikan berdasarkan usia seperti tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Kadar Testosteron Dan Kadar Testosteron SHBG Kadar testosteron Kadar testosteron SHBG

Usia ng/dl Usia nmol/l

20 - 39 400 - 1080 13 -15 13 - 63

40 - 59 350 - 890 16 - 18 13 -71

>50 350 - 720 >19 11 - 54

(Guyton dan Hall, 2008). Penurunan kadar hormon testosteron pada pria menimbulkan beberapa gejala dan keluhan pada berbagai aspek kehidupan, antara lain :

1) Ganguan vasomotor

Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap perubahan yang terjadi.

2) Gangguan fungsi kognitif dan suasana hati (psikis)

(33)

14

3) Gangguan virilitas

Menurunnya energi dan tenaga secara signifikan, menurunnya kekuatan dan massa otot, perubahan pertumbuhan rambut dan kualitas kulit, penumpukan lemak pada daerah abdominal, osteoporosis karena berkurangnya densitas tulang serta fraktur tulang yang meningkat.

4) Gangguan seksual

Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi spontan, berkurangnya kemampuan ejakulasi, mengecilnya testis dan menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada menurunnya minat terhadap aktivitas seksual (Guyton dan Hall, 2008). 2.1.4 Penatalaksanaan pada hipogonad

Penatalaksanaan terutama ditujukan agar dapat mengurangi keluhan maupun masalah saat memasuki usia tua. Pada tahap pencegahan, memperbaiki faktor psikologis yang terganggu mempunyai arti penting dalam mempertahankan kesehatan secara umum. Selain faktor psikologis, pria juga perlu menjaga kebugaran jasmani dan menerapkan pola hidup sehat (Wibowo, 2003).

(34)

15

Terapi pengganti yang saat ini hanya dapat diberikan khususnya pada pria hipogonad adalah pemberian hormon testosteron, pemberian terapi perlu dilakukan dengan hati-hati dan konsentrasi testosteron perlu tetap dikontrol mengikuti terapi testosteron, serta tetap memperhatikan kontraindikasi sebelum pemberian terapi (Dandona et al., 2009).

2.1.5 Syarat pemberian testosterone replacement therapy

Syarat pemberian suntikan hormon testosteron menurut FDA, khususnya pada pria harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Pria dewasa dengan keadaan defisiensi atau hilangnya endogenous testosteron, seperti keadaan hipogonad primer dan sekunder, maupun hypogonadotropic hypogonad.

2) Terdapat tanda dan gejala hipogonadisme karena penuaan (menggunakan kuisioner ADAM) disertai dengan catatan level testosteron yang rendah. 3) Terkait dengan fungsi seksual (menggunakan domain IIEF-15).

4) Harus dievaluasi dulu penyakit yang menyertai, faktor kausatif, kejadian akut dan medikasi yang potensial menyebabkan penurunan testosteron. 5) Terdapat indikasi seperti peningkatan komposisi tubuh, penurunan minat

seksual, insomnia, sleep apnea, penurunan densitas tulang dan massa otot, kerontokan rambut, hilangnya mood dan perasaan depresi.

6) Kontraindikasi seperti kanker prostat dan kanker payudara.

(35)

16

pada pria 1-3 maka pria tersebut mengalami disfungsi ereksi dan pemeriksaan testis menggunakan orchidometer.

8) Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan hormon testosteron (di bawah 300 ng/dl), LH dan FSH, lipid, insulin, kardiovaskuler dan glukosa. 9) Preparat testosterone replacement therapy yang digunakan sesuai kebutuhan

dan pemberian dengan dosis yang tepat serta sesuai dengan demografi penderita dan catatan klinis sebelumnya (jika ada).

10) Evaluasi, follow up dan monitoring selama pemberiannya (Anonim, 2015).

2.2 Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus)

2.3.1 Karakteristik tikus

Tikus yang digunakan untuk penelitian di laboratorium terdiri dari beberapa galur yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley, yang berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya, dan galur wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek. Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan di laboratorium. Hewan ini dapat berkembangbiak secara cepat dan dalam jumlah yang cukup besar (Kusumawati, 2004). Tikus putih (Rattus norvegicus) berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat.

(36)

17

tetapi karena hewan ini lebih besar daripada mencit untuk beberapa macam percobaan pada tikus lebih menguntungkan.

Tabel 2.2 2.3.2 Sistem reproduksi pada hewan mamalia

1) Definisi

(37)

18

Organ kelamin jantan dan organ kelamin betina berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing. Reproduksi pada tikus jantan diiringi oleh turunnya testis ke skrotum dan diikuti dengan mulainya spermatogenesis. Sekresi GnRH menghasilkan level sekresi testosteron yang meningkat selama pubertas. Luteinizing Hormone (LH) menstimulasi sel Leydig untuk meningkatkan produksi testosteron. Sistem reproduksi pada hewan terdiri atas organ reproduksi (penis, testis dan skrotum, epididimis), saluran reproduksi (vas deferens dan uretra), dan kelenjar seks aksesori (Syamsuharlin, 2011).

Pada mamalia jantan, organ reproduksi utama berupa sepasang testis yang terdapat di dalam skrotum. Saluran reproduksi pada mamalia jantan berfungsi sebagai jalur transportasi sperma (cairan seminal). Testis sebagai organ reproduksi utama memiliki fungsi ganda, yaitu selain untuk menghasilkan gamet (spermatozoa) juga mampu menghasilkan hormon seks pria terutama testosteron (Nuraini, 2014).

Gambar 2.1

(38)

19

2) Kelenjar prostat

a. Anatomi kelenjar prostat

Kelenjar prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di bawah buli-buli (kandung kemih), di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Kelenjar ini lebih dikenal daripada kelenjar vesikula seminalis. Prostat Terdiri dari dua bagian yaitu badan prostat dan prostat cryptik. Bagian badan prostat terdapat di belakang ampula dekat di atas uretra pars pelvis, sehingga disebut corpus prostat. Badan prostat berukuran lebar 2,5-4,0 cm dan tebal 1,0-1,5 cm. Bagian prostat yang cryptik disebut pars disseminata, yang mengelilingi uretra pars pelvis. Di bagian dorsal ukurannya mencapai tebal 1,0-1,5 cm, panjang 10-12 cm dan tertutup oleh otot uretra (Herliyani, 2009).

Kelenjar prostat berbentuk lonjong seperti biji kenari, beratnya kurang lebih 20 gram yang mengelilingi uretra, disusun oleh 30-50 kelenjar tubula alveolar/glandular bersama otot polos dan keseluruhan kelenjar dibungkus oleh kapsul yang terdiri atas jaringan ikat. Kelenjar prostat mempunyai rangkaian duktus pendek yang secara langsung disambungkan ke uretra pars prostatika, yang menembus prostat. Otot polos tersebut digunakan untuk melengkapi tenaga yang dibutuhkan untuk ejakulasi.

(39)

20

berbatas pada ampulla recti (Sjamsuhidajat et al., 2010). Anatomi kelenjar prostat ditunjukan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.2

Anatomi Kelenjar Prostat Tikus (Shen dan Robert, 1997 dalam Kinblom, 2003). Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas, biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas deferens dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafrgama tersebut, dan dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cedera serta prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur (Kinblom, 2003).

(40)

21

membentuk plexus venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibroda dan sarung prostat, dan ditampung oleh vena iliaka interna (Moore et al., 2002). b. Histologi kelenjar prostat

Secara histologi, prostat terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel, bagian basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori kolumnar. Pada beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromaskular (Kumar et al., 2007). Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromaskuler anterior dan zona periurethra. Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70% jaringan kelenjar sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar dan zona transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian BPH terjadi pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer (Junqueira, 2007).

(41)

22

Histologi kelenjar prostat ditunjukan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.3

Histologi Kelenjar Prostat Pada Tikus (Conti et al., 2005). c. Fisiologi kelenjar prostat

Kelenjar prostat mensekresikan cairan encer, seperti susu yang mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Sekresi kedua bagian ini melalui beberapa muara kecil masuk ke dalam uretra. Sekresinya juga banyak mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg) (Syamsuharlin, 2011). Selama pengisian, otot-otot kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairannya bersifat encer, yang dikeluarkan untuk menambah jumlah cairan seminal yang penting ketika ejakulasi. Sifat cairan prostat yang sedikat basa mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, sebagai akibatnya akan menghambat fertilisasi sperma.

(42)

23

cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton dan Hall, 2008).

2.3 Reseptor Androgen (AR/androgen receptor) Pada Tikus

Reseptor androgen juga dikenal sebagai nuclear receptor subfamily type dari nuclear receptor yang diaktivasi oleh ikatan dengan ligan dan menginduksi faktor transkripsi, yang juga termasuk reseptor untuk hormon steroid pada hewan mamalia seperti glucocorticoid receptor (GR), mineralcorticoid receptor (MR), progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER) dan androgen receptor (AR) (Marilia et al., 2009).

Analisis struktural dari cDNAs pada hAR (human androgen receptor) dan rAR (rat androgen receptor) mengindikasikan bahwa region dari amino terminal pada AR kaya akan oligo dan poli (amino acid), yang merupakan struktur dari beberapa gen homeotik. Reseptor androgen pada tikus mempunyai lengan atau untaian basa yang kaya akan glutamin, dan terdapat kesamaan sequence antara AR dan GR, PR dan MR dalam domain steroid-binding.

(43)

24

Gambar 2.4

Analisis Struktur cDNA Dari AR pada Tikus (Chang et al., 2008).

Reseptor androgen bekerja secara bebas yang berinteraksi dan berikatan dengan DNA melalui protein sinyal transduksi di sitoplasma. Reseptor androgen dapat menyebabkan perubahan yang cepat pada fungsi sel yang bebas dari perubahan di gen transkripsi seperti perubahan pada ion transport (Arun et al., 2001).

(44)

25

pada sequence yang dekat dengan promotor dari gen target yang diaktivasi, dan akan menghasilkan modulasi dari inisiasi transkripsi (Arun et al., 2001).

Pada ketiadaan hormon, AR dihubungkan dengan seluler chaperons seperti HSP dan protein lainnya yang berlokasi di sitoplasma dari sel target. Pada saat tersedianya hormon maka hormon yang berdifusi ke dalam sel, akan berikatan dengan reseptor dan menghasilkan perubahan pada AR yang inaktif yaitu perubahan bentuk reseptor dan peristiwa pelepasan hubungan antara reseptor dan HSP, selanjutnya AR menjadi aktif. Kompleks androgen bersama reseptornya yang telah terbentuk tersebut kemudian mengalami dimerisasi, phosphorylation dan selanjutnya translokasi ke dalam nukleus dan berikatan pada sequence DNA target (hormone response element/HRE). Di dalam nukleus, interaksi AR dengan coactivators dan enzim dari kromatin menyebabkan munculnya faktor general transkripsi pada bentuk preinisiasi dan gen target transkripsi (Weigel dan Zhang, 2008), yang dapat ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 2.5

(45)

26

Reseptor hormon steroid coactivators (SRCs) menunjukan pertumbuhan protein pada interaksinya dengan reseptor pada ligan-spesifik dan menjalani aktivitas transkripsi (Khan et al., 2005). Coactivators memiliki aktivitas enzimatik, seperti histone acetyltransferase, histone methyltransferase, ubiquitin-conjugation dan ubiquitin-protein ligase (Nawaz et al., 2000 dalam Khan et al., 2005).

Fungsi coactivator’s in vivo dimanifestasi oleh aktivitas enzimatik yang berkumpul pada region dari gen target. Kemampuan dari peningkatan reseptor dimediasi oleh ekspresi gen, coactivators memainkan peran penting dalam meregulasi besarnya respon biologis dari hormon steroid. Level dari ekspresi coactivator merupakan faktor penentu dari aktivitas reseptor pada jaringan target dan berbagai macam respon hormon yang dapat dilihat diantara individu dalam populasi (Khan et al., 2005).

(46)

27

Perbedaan spesies termasuk pada manusia, tikus, hamster membuktikan bahwa region promotor dari gen AR khususnya pada manusia dan tikus mengalami kekurangan sequence yang khas seperti TATA dan CAAT, yang merupakan model urutan basa dari 5’ UTR tapi kaya dengan region GC yang penting untuk cis-acting element untuk AR gen transkripsi, dan diduga merupakan tempat yang aktif untuk mengikat faktor transkripsi dari gen sex limited protein (Slp) yang merupakan karakteristik suatu promotor (Wolf et al., 2003).

Perbedaan antara subfamilies dari tipe reseptor nuklear, ditunjukan pada perbedaan mekanisme dari kumpulan sel dan regulasi dari promotor spesifik pada ekspresi gen, termasuk reseptor heterodimerization, jarak variabel yaitu antara HRE dan HRE site (Zechel et al., 2004 dalam Ikonen et al., 2007). Mekanisme ini tidak digunakan oleh PR, GR, MR dan AR, hal tersebut dikarenakan bahwa variabelnya tinggi pada region N-terminal yang mampu merespon sel dan regulasi dari steroid spesifik pada gen target. Gagasan tersebut mendukung pernyataan bahwa induksi dari ekspresi Slp pada tikus dimediasi oleh region N-terminal dari AR (Pearce & Yamamoto, 2003 dalamIkonen et al., 2007).

(47)

28

Ekspresi dan regulasi dari gen hAR dan rAR diobservasi pada sel lines hewan, dan dapat dipastikan bahwa ekspresi RNA AR diregulasi oleh adanya androgen (Keller et al., 2006). Ekspresi relatif mRNA AR pada beberapa jaringan dari tikus yang dianalisis menggunakan realtime PCR.

Tabel 2.3

Ekspresi Relatif mRNA AR Pada Beberapa Organ Tikus Jantan

Organ Ekspresi mRNA AR Data tersebut digunakan sebagai gambaran persentasi dari mRNA AR relatif pada level mRNA AR dari organ reproduksi tikus jantan termasuk pada prostat. Ekspresi AR berubah selama perkembangan fetal, perkembangan seks sekunder, penuaan dan keganasan. Regulasi dari level AR dapat terjadi kapanpun sepanjang gen AR mengalami proses transkripsi selanjutnya post-translasi. Faktor yang mempengaruhi termasuk androgen yang melibatkan modulasi dari AR protein dari ekspresi mRNA (Keller et al., 2006).

(48)

29

dapat ditemukan (Takeda et al., 2001). Pada tikus neonatal, setelah 3 hari kastrasi tidak menghasilkan perubahan ekspresi AR pada prostat tikus (Husmann et al., 2001 dalam Keller et al., 2006). Temuan ini memberi kesan bahwa terjadi satu atau lebih perkembangan dari faktor regulasi yang mempengaruhi ekspresi. Peningkatan usia menimbulkan penurunan ekspresi AR pada tikus yang dikaitkan dengan ekspresi age dependent factor (ADF) yang diekspresikan pada semua jaringan.

Age Dependent Factor berikatan dengan fragmen rAR antara fragmen -310 sampai -330. Ikatan ADF pada promotor rAR secara in vitro menunjukan penurunan yang tergantung pada usia, ketika ADF berikatan pada tempatnya dikatakan telah terjadi mutasi sehingga menurunkan aktivitas promotor dari rAR. Beberapa faktor seperti androgen dilaporkan dapat memodifikasi ekspresi AR, yaitu terjadi penurunan ekspresi mRNA AR pada ventral prostat tikus, line kanker prostat (LNCap) dan line hepatoma sel (Shan et al., 2000 dalam Keller et al., 2006). Bagaimanapun temuan ini masih kontroversial karena up-regulation AR oleh karena androgen ditunjukan pada prostat tikus (Takeda et al., 2001), pada fibroblas genital, otot polos penis dan sel prekursor adiposa (Pergola et al., 2000 dalam Keller et al., 2006).

(49)

30

meregulasi ekspresi AR, seperti FSH meningkatkan level mRNA AR pada sel Sertoli. Growth Hormone, prolaktin dan ephitelial growth factor (EGF) meningkatkan mRNA AR pada sel prostatik (Mizokami et al., 2002 dalam Keller et al., 2006).

Ekspresi AR dapat dimodifikasi oleh karena variasi beberapa faktor yang muncul yang bekerja bersama androgen pada jaringan dan model sel spesifik. Meskipun androgen mengawali modulator dari perkembangan dan pemeliharaan pada struktur fenotif pria dan fungsi reproduksi, namun mekanisme molekuler yang mendasari regulasi AR secara in vivo dan mekanisme kerjanya kurang diketahui secara pasti terutama pada jaringan reproduksi (Wolf et al., 2003).

2.4 Messenger Ribonucleid Acid (mRNA)

Molekul RNA sitoplasmik yang berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis protein (memindahkan informasi genetik dari DNA ke perangkat pembentuk protein) disebut dengan RNA pembawa atau messenger RNA. Kelas RNA pembawa ini adalah yang paling heterogen dari segi jumlah, ukuran dan stabilitas. Mekanisme transkripsi maupun pascatranskripsi ikut berperan dalam kandungan mRNA yang sangat bervariasi (Heredia dan Jansen, 2003).

(50)

31

mekanisme dasar yang mengontrol level ekspresi dari protein (Denake et al., 2013).

Lokasi mRNA tersebar luas saat mekanisme post-transcription untuk target sintesis protein pada tempat seluler spesifik, ini terkait pada generasi sel dengan muatan kutub yang berlawanan, terjadi pemisahan yang berbeda pada sel yang penting dan spesifikasi dari sel germinal. Aktin dan filamen mikrotubul memiliki fungsi penting selama lokalisasi RNA, khususnya selama transport dari mRNAs dan mempengaruhi targetnya. Pergerakan dan sistem filamen dihasilkan melalui perpindahan mRNA dan dari purifikasi lokalisasi dari ribonucleoprotein, serta ditemukan juga jalur dari sentrosom pada lokalisasi RNA (Kloc et al., 2002 dalam Heridia dan Jansen, 2003).

(51)

32

Pada sel mamalia, kelimpahan mRNA bervariasi hingga kelipatan 104, yang mana keseluruhan dari anggota kelas ini berfungsi sebagai pembawa yang menyampaikan informasi dalam suatu gen ke perangkat pembentuk protein. Masing-masing mRNA berfungsi sebagai cetakan untuk membentuk polimer asam amino dengan sekuens spesifik, sehingga membentuk molekul protein spesifik yaitu produk akhir suatu gen(Denake et al., 2013).

2.5 Reseptor AndrogenPada Kelenjar Prostat

Secara ultrastruktur, kelenjar aksesori terdiri dari sel epitelium dengan morfologi sel glandular yang mensekresikan protein. Pertumbuhan epitelium dipengaruhi oleh hormon androgen tertentu yakni DHT. Hormon tersebut diperoleh dari konversi testoteron dan androgen adrenal yang memasuki sel sekretorik epithelium glandular.

(52)

33

Penyediaan androgen merupakan syarat untuk mendorong pertumbuhan kelenjar prostat dan untuk menjaga ukuran yang tetap stabil. Meskipun testosteron merupakan androgen yang lazim beredar dalam darah, DHT adalah androgen yang paling aktif terlibat dalam regulasi kelenjar prostat. Konversi testosteron menjadi metabolit aktifnya dicapai melalui aktivitas 5α-reduktase, yang terjadi dalam dua isozim, tipe I dan tipe II. Sementara jenis II didominasi oleh sel-sel prostat, tipe I oleh jaringan lain, seperti kulit dan hati. Kekurangan tipe II sangat menghambat pengembangan kelenjar prostat pada manusia dan yang lebih rendah pada tikus (Mahendroo et al., 2001).

Reseptor androgen bertindak sebagai faktor transkripsi dimana fungsinya untuk pengikatan DNA dan mengatur ekspresi gen. Ekspresi mRNA AR secara signifikan terdeteksi pada sel kanker payudara, liver, sel line prostat, terdapat banyak pada permukaan fibroblas genital, ventral prostat dan pada line kanker prostat, ekspresi dari mRNA AR tersebut diregulasi oleh adanya androgen (Culig, 2004).

(53)

34

Hormon steroid meregulasi diferensiasi dan menginduksi respon fisiologis pada beberapa variasi dari organisme eukariotik. Kerja hormon tersebut timbul jika berikatan dengan hormon steroid spesifik yang memiliki afinitas yang tinggi dengan reseptor protein pada sel-sel target, dan interaksi dari kompleks reseptor hormon steroid dengan elemen regulator pada gen spesifik (Yamamoto, 2005 dalam Chang et al., 2008).

Reseptor androgen ditemukan pada beberapa organ yang sensitif terhadap androgen seperti prostat, vesikula seminalis, folikel rambut, kelenjar sebaceus dan preputial, otot levator ani dan beberapa tumor yang sensitif terhadap androgen. Beberapa abnormalitas dari respon androgenik kemungkinan terjadi karena adanya mutasi dari gen AR (Bardin et al., 2003 dalam Chang et al., 2008). Reseptor androgen merupakan ligand-activated dari faktor transkripsi yang memediasi sinyal dari semua androgen. Ketika diaktivasi oleh androgen, AR akan berikatan pada respon elemen pada promotor gen target, termasuk protein

penyandi yang terkait dengan proses mitosis, diferensiasi dan apoptosis pada

prostat (Verrijdt et al., 2003).

Mekanisme aktivasi dari gen target oleh reseptor nuklear diidentifikasi oleh

banyak protein coactivator, selanjutnya protein tersebut membentuk ikatan

bersama agar dapat mengaktivasi reseptor ligand-dependent atau reseptor yang

sebelumnya telah membentuk kompleks androgen-AR, dan juga meningkatkan

kemampuan untuk mengaktivasi gen target (Bevan & Parker 1999 dalam Chang et

(54)

35

2.6 Hormon Testosteron

2.6.1 Pada manusia

Kata ”hormon” berasal dari Bahasa Yunani yang berarti membangkitkan

untuk beraktivitas. Sesuai dengan definisi klasiknya, hormon adalah suatu zat yang disintesis dari satu organ dan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk bekerja di jaringan lain. Hormon juga dapat bekerja pada sel-sel disekitarnya (kerja parakrin) dan pada sel tempat hormon tersebut berasal (kerja autokrin) tanpa harus masuk ke sirkulasi sistemik.

Telah berkembang beragam hormon, masing-masing dengan mekanisme kerja dan biosintesis, penyimpanan, sekresi, pengangkutan serta metabolisme tersendiri untuk menghasilkan respon homeostasis (Guyton dan Hall, 2008). Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistemik (memakai sistem IUPAC) yaitu: 17-hydroxy-10,13- dimethyl 1,2,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17 dodecahydrocyclopenta [a] phenanthren-3-one (Braunstein, 2011).

Gambar 2.6

Struktur Kimia Hormon Testosteron (Braunstein, 2011).

(55)

36

hormon glikokortikoid dan mineralokotikoid serta hipofisis menghasilkan hormon TSH, FSH, LH, ACTH, GH dan Prolaktin. Sebagian organ disusun untuk melakukan dua atau beberapa fungsi yang berbeda tetapi tetap berkaitan erat, misalnya ovarium yang menghasilkan oosit matang dan hormon reproduktif estradiol dan progesteron. Testis menghasilkan spermatozoa matang dan testosteron (Nieschlag et al., 2010).

Regulasi hormonal diawali dengan proses pada poros hipotalamus-hipofise-gonad pada pria sebagai fungsi dari testiskuler dan efek dari androgen. Pada pria muda regulasi poros tersebut merupakan proses sirkulasi yang akan menghasilkan konsentrasi testosteron (Belanger et al., 2013). Generator pulsasi hipotalamus akan mensekresikan GnRH kira-kira setiap 90 menit. Gonadotropin releasing hormone yang disekresikan dalam sirkulasi portal hipotalamus-pituitari, kemudian menstimulasi sekresi dari kelenjar pituitari anterior seperti luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) ke dalam sirkulasi sistemik.

(56)

37

Konsentrasi serum testosteron diperlihatkan pada ritme sirkadian dan ultradian. Ritme sirkadian menghasilkan konsentrasi serum testosteron yang puncaknya selama pagi hari, sedangkan ritme ultradian merupakan siklus konsentrasi serum testosteron yang berfluktuasi sekitar 90 menit. Ritme ultradian ini mewakili keseluruhan dari pola sekresi testosteron pada sekresi basal atau tonik.

Pada dewasa muda, berlangsung dua peristiwa yaitu yang pertama, stimulasi GnRH yang menstimulasi LH untuk menskresikan testosteron dan yang kedua yaitu free atau bioavailable testosteron menghambat poros HPG, yang ditunjukan pada penurunan GnRH dan LH/FSH dari hipotalamus dan pituitari anterior (Nieschlag et al., 2010). Komponen dari poros HPG mempertahankan konsentrasi serum total testosteron dalam keadaan normal dengan range antara 450–1,000 ng/dL, dan konsentrasi serum total testosteron untuk dewasa muda yang sehat sekitar 650 ng/dL (Borst dan Mulligan, 2007).

(57)

38

termasuk massa otot, massa tulang, spermatogenesis, libido, sensitivitas insulin, metabolisme glukosa dan lain-lain (Ullah et al., 2014).

Tabel 2.4

Kadar Hormon Normal Pada Laki-Laki Dewasa

Hormon Besar normal

Total testosteron 260-1000 ng/dl (9,0 – 34,7 nmol/L) Free testosterone 50 – 210 pg/ml (173 – 729 Pmol/L) Dehidrotestosteron 27 – 75 ng/dL (0,9 – 2,6 nmol/L) Androstenedion 50 – 250 ng/dL (1,7 – 8,5 nmol/L) Estradiol 10-50 pg/ml (3,67 – 18,35 Pmol/L)

(Braunstein et al., 2011). Nilai normal kadar testosteron total pada laki-laki bervariasi antara 241 sampai 827 ng/dl, bila terjadi penurunan kadar testosteron di bawah 500 ng/dl, sudah menimbulkan gejala defisiensi (Ryan, 2007). Serum testosteron pada pria hipogonadisme setiap individu dapat bervariasi antara 6,9 nmol/L dan 10,4 nmol/L (Goldenberg, 2011).

Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh, disamping efeknya pada gametogenesis. Testosteron juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan rambut, metabolisme tulang, massa dan distribusi otot, membantu dalam regulasi pertumbuhan dan memelihara karakteristik seks sekunder dan fungsi organ reproduksi pria seperti penis, testis dan kelenjar aksesori (Nieschlag et al., 2008; Belanger et al., 2013). Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain: 1) Perkembangan dan pembesaran alat kelamin laki-laki (penis) yang mulai

nampak jelas pada usia 10-11 tahun (pubertas).

(58)

39

3) Perkembangan dan pembesaran volume testis dan kelenjar-kelenjar seks aksesori.

Efek dan fungsi testosteron pada jaringan spesifik terutama ketika masa pubertas yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Pengaruh dari sekresi testosteron yaitu terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesori dan pembesaran penis serta skrotum (Indrayanto, 2011).

Androgen penting khususnya untuk perkembangan, pertumbuhan dan fungsi prostatik. Diketahui efek testosteron bersifat jangka panjang dan menyebar ke dalam sepanjang prostat dengan konsentrasi yang tinggi. Jaringan prostat memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan DHT daripada testosteron. Dihydrotestosterone secara intrinsik dua kali potensial untuk menstimulasi pertumbuhan prostat. Dihydrotestosterone berikatan dengan AR pada sel prostatik dan berpengaruh pada leading gene untuk pertumbuhan prostat dan produksi PSA. Ukuran kelenjar prostat muncul sebagai benih sebelum pubertas, tapi kelenjar tersebut tumbuh dengan cepat dan distimulasi androgen pada saat dewasa (Wilczynski dan Agrawal, 2015).

2.6.2 Pada hewan mamalia

(59)

40

produksi testosteron oleh sel Leydig pada tikus tua, didapatkan hasil pada tikus usia 3 bulan, 20 bulan dan 30 bulan memiliki konsentrasi testosteron dalam darah berturut-turut 1,8 ng/ml, 0,9 ng/ml dan 0,8 ng/ml dan produksi testosteron oleh sel Leydig berturut-turut 0,5 ng/ 10.000 cells, 0,3 ng/10.000 cells dan 0,1 ng/10.000 cells. Serum testosteron pada tikus jantan :

1) Pada tikus yang dikastrasi : <2 nmol/L 2) Pada tikus hipogonadisme tanpa kastrasi : 2-10,4 nmol/L 3) Eugonadal : 10,4-28 nmol/L

4) Supraphysiological : >28 nmol/L (Goldenberg, 2011). Fungsi biologis hormon testosteron pada mamalia adalah sebagai berikut:

1) Stimulasi pertumbuhan dan aktivitas sekresi dari organ-organ genital aksesori jantan.

2) Perkembangan sifat karakteristik seksual sekunder jantan. 3) Turunnya testis.

4) Meningkatkan spermatogenesis bersama FSH.

5) Stimulasi proses anabolik dan sintesis dari sitoplasma protein. 6) Stimulasi pertumbuhan epifisa tulang rawan.

(60)

41

2.7 Pengobatan Late Onset Hypogonadism (LOH) Dengan Testosterone

Replacement Therapy (TRT).

Testosterone replacement therapy pada LOH, ditujukan pada pria tua yang memiliki level serum testosteron lebih rendah dari normal. Diagnosis LOH berkaitan dengan level testosteron pada setiap individu. Pada setiap individu sirkulasi total testosteron dapat menurun dengan range di bawah normal meskipun bersifat asimptomatis (Kalra et al., 2010).

Pengaruh dari hormon testosteron sangat penting, yang berguna untuk menjalankan fungsi tubuh secara keseluruhan dan khususnya untuk pertumbuhan dari organ reproduksi pada pria itu sendiri baik sebelum pubertas, saat pubertas maupun setelah pubertas. Ketika memasuki usia dewasa bahkan lanjut usia hormon ini difokuskan untuk perkembangan organ reproduksi, namun ketika memasuki usia yang tergolong usia tua pada pria dapat terjadi keadaan hipogonadisme oleh karena defisiensi testosteron (Yassin et al., 2007).

(61)

42

Testosteron dan derivatnya dapat meregulasi pertumbuhan dan perkembangan dari seluruh organ reproduksi pria seperti penis, vesikula seminalis dan kelenjar prostat. Selama perkembangan, peningkatan produksi testosteron memainkan peran penting untuk maturasi dan pertumbuhan fisik dari organ tersebut beserta fungsinya (Kendeel et al., 2001).

Clinical trials menunjukan terapi testosteron pada hipogonad menyebabkan pertumbuhan prostat pada ukuran yang sesuai dengan ukuran normalnya, namun secara statistik menunjukan hasil yang tidak signifikan (Stanworth dan Jones, 2008). Pengobatan dengan testosteron pada keadaan hipogonadisme oleh karena kastrasi pada tikus coba, ditunjukan pada studi oleh Ono et al. (2004), dengan pemberian testosteron secara subkutan setelah 12 jam kastrasi menyebabkan perbaikan dari struktur kapiler pembuluh darah pada vesikula seminalis.

Penelitian yang dilakukan oleh Arsani (2011), menunjukan bahwa dengan pemberian testosteron injeksi Sustanon® 250 selama 21 hari dapat meningkatkan ketebalan otot polos corpus cavernosum pada penis tikus jantan yang diabetes melitus. Temuan tersebut memberi kesan bahwa pemberian terapi hormon seperti testosteron pada pria yang mengalami hipogonad, dapat memperbaiki kembali organ-organ reproduksi termasuk pada kelenjar reproduksi yang telah mengalami penurunan struktur maupun fungsinya, sehingga dapat mempertahankan fungsi reproduksi secara utuh.

(62)

43

hormon testosteron yang menimbulkan gejala-gejala hipogonad bervariasi tergantung pada jenis gejala dan individu (Arver dan Lehtihet, 2008). Formulasi dari testosteron adalah formula yang mampu menormalisasi level testosteron yang beredar, dan juga dapat menimbulkan level yang fisiologis dari metabolit aktifnya yaitu estradiol dan DHT.

Dahulu penurunan kadar testosteron terkait usia dianggap tidak bisa diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih hormon adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause. Pemberian testosteron adalah pilihan paling baik saat ini, walaupun belum ada kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan. Kadar testosteron 200 ng/dl yang diambil pada pagi hari dianggap rendah tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia, karena nilai 300 ng/dl mungkin normal untuk pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal untuk usia 30 tahun (Indrayanto, 2011).

Level total testosteron dari eugonadal yang digunakan sebagai variabel spesifik pasien yaitu sekitar 300-1000 ng/dl (10.4–34.7 nmol), nilai ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan keberhasilan pada TRT. Batas tertinggi untuk eugonadal sekitar 1000 ng/dl, jika pada hipogonad memiliki nilai di atas angka tersebut setelah pemberian terapi maka dapat menimbulkan risiko (Harman et al., 2001), sehingga pemberian TRT ini harus tetap dimonitoring.

(63)

44

merupakan hallmark dari pemberian testosteron yaitu peningkatan dari sexual desire, motivasi dan penampilan (Coss et al, 2014). Pemberian testosteron sesuai resep dokter pertahunnya meningkat sekitar 300% di US antara tahun 2000 dan 2008 dan juga menjadi trend di negara-negara Eropa.

Berdasarkan data yang didapat bahwa keberhasilan dalam pemasaran preparat testosteron replacement berbanding lurus dengan keberhasilan dalam intervensi terapiutik pada pasien. Dalam pemberian terapi juga harus diperhatikan efek samping yang dapat ditimbulkan terutama pada penggunaan jangka panjang (Coss et al., 2014). Prinsip penatalaksanaan kadar testosteron adalah mempertahankan kadar testosteron tetap berada pada nilai normal, jika kadar testosteron cenderung turun, tanpa menunggu kadar testosteron tersebut berada di bawah nilai normal, terapi harus segera diberikan (Indrayanto, 2011).

2.7.1 Preparat testosterone replacement therapy

Pemberian TRT untuk hipogonadisme dapat diberikan melalui beberapa sediaan preparat, antara lain: injeksi testosteron ester, testosteron transdermal (gel atau patch), testosteron oral dan testosteron implan. Semua sediaan preparat tersebut diberikan dalam dosis yang tepat sehingga memungkinkan pasien memperoleh manfaat dan memiliki berbagai pilihan untuk dipergunakan (Bebb, 2011).

Gambar

Tabel 2.1 Kadar Testosteron Dan Kadar Testosteron SHBG
Gambar 2.1 Sistem Reproduksi Tikus Jantan (Rugh, 1964 dalam Herliyani, 2009).
Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Prostat Tikus (Shen dan Robert, 1997 dalam Kinblom, 2003)
Gambar 2.3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Keempukan abon itik yang sangat disukai panelis adalah yang dihasilkan dengan lama perebusan 120 menit, bila dibandingkan dengan abon sapi tidak berbeda nyata.. Sedangkan abon

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kusta pasca kemoprofilaksis yaitu tingkat pendidikan rendah, lama kontak ≥1 tahun, status gizi buruk, kondisi

Saat auditor kelompok usaha memutuskan untuk menggunakan pekerjaan auditor lainnya, harus mempertimbangkan sejumlah kualifikasi profesional, independensi, kompetensi

Menurut Sugiyono (2013: 199) “kuisioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan

Dalam masalah penugasan feri ini, finite covering, khususnya metode pencabangan digunakan untuk mengatur urutan feri yang akan ditugaskan untuk mengangkut penumpang dan

Dari beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Efektivitas Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Pokok Bahasan Volume Bangun Ruang Gabungan adalah suatu keadaan

Selain penelitian tersebut, berdasarkan penga- matan yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksa- naan dan penyelenggaraan pendidikan di SMK Negeri 1 Salatiga,

Bahwa dalam rangka proses Evaluasi Dokumen Kualifikasi dan Pembuktian Kualifikasi perusahaan untuk pekerjaan jasa konsultansi Pekerjaan DED RUMAH JABATAN DPRD (RUMAH DINAS KETUA