BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
2. Resolusi Konflik- Community Governance dalam
Konflik antara PKL bermobil dan pedagang di kawasan pasar
Klewer sudah terjadi selama 9 tahun dan sampai sekarang belum
menemukan solusi. Di dalam penelitian ini, penulis akan mencoba
melakukan analisis dengan menggunakan metode resolusi konflik berbasis
community governance dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di
kawasan pasar Klewer. Kriteria atau dimensi yang digunakan untuk
melihat potensi dari penerapan resolusi konflik berbasis community
governance adalah berdasarkan teori dari Sudarmo (2008: 104), yaitu:
a. Proses informal sosial
b. Kemauan belajar dari organisasi
c. Bekerja dalam network (social capital)
d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi
commit to user
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pembahasan
mengenai penerapan resolusi konflik berbasis community governance
dalam penyelesaian konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer adalah
sebagai berikut:
a. Proses informal sosial
Proses informal sosial di sini merupakan proses dimana organisasi
atau komunitas mengorganisasi dirinya sendiri, mengorganisasi
anggota-anggota organisasinya. Proses ini sangat penting dan
diperlukan oleh setiap organisasi informal untuk dapat mempertahankan
organisasinya. Setiap komunitas atau organisasi memiliki proses
informal sosial yang berbeda. Hal ini dapat disesuaikan oleh berbagai
latar belakang dan budaya anggota organisasi maupun lingkungan
dimana organisasi atau komunitas itu tinggal. Begitu pula dengan
komunitas PKL bermobil, HPPK maupun HPTPPK.
Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPTPPK, HPPK
maupun komunitas PKL bermobil dilakukan dengan mengelola
anggota-anggota organisasinya terlebih dahulu. Pengorganisasian ini
dilakukan dengan menyamakan kepentingan anggota organisasi dengan
visi, misi dan kepentingan dari organisasi atau komunitas tersebut.
Pembentukan organisasi atau komunitas yang memiliki visi, misi dan
kepentingan yang sama dengan anggota organisasi akan memberikan
commit to user
Persamaan yang dimiliki organisasi dengan anggota-anggota organisasi
dalam hal visi, misi dan kepentingan tidak akan dipengaruhi oleh
berbagai latar belakang dan budaya yang membentuk organisasi atau
komunitas tersebut. Untuk itulah diperlukan kepentingan yang sama
diantara anggota organisasi ketika akan membentuk suatu organisasi
atau komunitas. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad
Fathoni, yaitu:
“Kalo jenengan kembali melihat definisi dari paguyuban itu
sendiri, paguyuban adalah kumpulan orang-orang yang kebetulan
satu kepentingan dan mereka memang tidak ada ikatan-ikatan
tertentu. Tapi memang mereka mendirikan sebuah organisasi
yang disebut dengan HPTPPK sendiri itu otomatis pedagang yang
berjualan di pasar Cinderamata menjadi anggota kami, seperti itu.
Terbentuknya HPTPPK ini karena pedagang pasar Cinderamata
memang mempunyai kepentingan yang sama yaitu beraktivitas
dan berdagang di pasar Cinderamata. Karena memiliki
kepentingan yang sama itulah kemudian mendirikan sebuah
organisasi yang disebut dengan HPTPPK.” (wawancara 1 Agustus
2012)
Komunitas pedagang pasar Cinderamata atau yang lebih dikenal
sebagai HPTPPK hanya mengelola kepentingan yang sifatnya sama
yaitu kepentingan untuk beraktivitas dan melakukan perdagangan di
area pasar Cinderamata. Sedangkan kepentingan yang sifatnya hak
asasi, seperti agama, partai dan yang lainnya, komunitas ini tidak ikut
campur. Komunitas ini juga berusaha untuk melakukan pendampingan
terhadap kepentingan-kepentingan pedagang pasar Cinderamata atas
kebijakan Pemkot Surakarta yang terkadang tidak berpihak pada
pedagang pasar. HPTPPK menjadi wadah bagi pedagang pasar
commit to user
Pemkot Surakarta. Ketika ada suatu kebijakan dari Pemerintah yang
merugikan pedagang pasar Cinderamata maka HPTPPK akan berjuang
untuk mendapatkan keadilan dan akan menggugat Pemkot Suarakarta.
Seperti halnya kasus yang sedang dihadapi oleh pedagang pasar
Cinderamata dengan keberadaaan PKL bermobil. HPTPPK berusaha
menyuarakan aspirasinya kepada Pemkot Surakarta untuk mendapatkan
keadilan dan perlindungan terhadap keberadaan PKL bermobil yang
dianggap merugikan mereka. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh Bapak Ahmad Fathoni:
“ya, tadi saya mengatakan bahwa organisasi ini berdiri karena
mempunyai satu kepentingan yang sama, diantaranya adalah
sama-sama berdagang di pasar Cinderamata. Nah, terkait dengan
ini ya himpunan hanya mengelola kepentingan-kepentingan yang
sifatnya sama. Kalo yang terkait di luar kepentingan itu yo tidak
kan. Seperti seumpamanya partai, agama, dsb kami tidak bisa
mempermasalahkan itu. Siapapun dan agamanya apapun kalo kita
berdagang ya melebur saja, kita masuk ke organisasi itu ke
himpunan itu dalam rangka membela. Jadi, secara umum
berdirinya himpunan itu untuk mendampingi atau memberikan
dampingan kepada kepentingan-kepentinagn mereka atas
kebijakan Pemerintah Kota Solo yang kadang-kadang tidak
berpihak kepada pedagang, untuk itu sebenarnya. Nah, dari niatan
ini kemudian apabila ada kebijakan yang salah atau tidak
berpihak, kami kemudian menggugat, meminta, kayak termasuk
ada pelanggaran PKL bermobil melakukan transaksi jual-beli di
mobil, itu kan pelanggaran. Kami mengetahui bahwa mereka
sebenarnya gak boleh, kami minta kepada Pemerintah Kota. “kae
nglanggar lho, ditegur, gak boleh dia melakukan transaksi seperti
itu”, misalnya seperti itu. Nah, sebenarnya ini kan kepentingan
pedagang secara keseluruhan bukan kepentingan himpunan tapi
karena kepentingan yang sama ini, karena kita itu memang
mendampingi hak-hak mereka, kami kemudian menyuarakan itu.
Kami melakukan upaya pendampingan untuk kepentingan
pedagang pasar Cinderamata.” (wawancara 1 Agustus 2012)
commit to user
Perbedaan latar belakang dan budaya yang dimiliki oleh anggota
himpunan pasar Klewer atau HPPK tidak menyurutkan sikap toleransi,
solidaritas dan saling menghormati diantara para anggota himpunan.
Dengan adanya sikap-sikap tersebut, berbagai perbedaan yang ada tidak
menyebabkan suatu permusuhan atau adanya suatu kesenjangan, tetapi
dengan adanya berbagai perbedaan ini menjadi sebuah keunikan yang
dimiliki oleh organisasi. HPPK juga melakukan berbagai pendekatan
dan mengakomodir berbagai perbedaan diantara anggota organisasi
untuk menciptakan kerukunan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Bapak Kusbani, yaitu:
“ya pertama kita lakukan pendekatan dulu, sebagai pengurus kita
melakukan pendekatan dengan etnis cina, etnis jawa, etnis arab,
ya ini keunikannya di sini. Jadi keunikan klewer tanpa adanya
konflik seperti itu, ada kerukunannya. Lha ini kita sebagai
himpunannya mengakomodir itu, penyerapan itu dengan hati-hati.
Itukan sampai ke agama, misalkan agama hindu itu kan ada
kegiatan atau acaranya masing-masing, yang nasrani ada
kelompoknya sendiri, ini selalu kita akomodir.” (wawancara 2
Agustus 2012)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
PKL bermobil, PKL bermobil pada dasarnya tidak memiliki komunitas
resmi yang dapat menaungi mereka, seperti halnya HPPK atau
HPTPPK. Mereka cenderung untuk berdiri sendiri-sendiri. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Ahmad Fathoni selaku Sekertaris
dari HPTPPK:
“g ada mbak. Dulu pernah ada, tapi pecah mereka. Dulu itu
commit to user
Cinderamata Surakarta. Tapi itu dulu, sekarang sudah pecah.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Meskipun demikian, PKL bermobil yang berasal dari berbagai
daerah di luar Surakarta ini mempunyai kepentingan yang sama yaitu
ingin berdagang di kawasan pasar Klewer. Meski tidak memiliki suatu
komunitas resmi namun jika mereka mempunyai kepentingan yang
sama, mereka dapat disebut sebagai sebuah komunitas. Selain memiliki
kepentingan yang sama antara PKL yang satu dengan PKL yang lain,
PKL-PKL bermobil ini juga melakukan aktivitas atau kegiatannya
dalam satu tempat yang sama yakni area parkir pasar Cinderamata atau
lahan parkir Alun-alun Utara Keraton Surakarta.
Tidak adanya komunitas yang resmi dan tidak adanya suatu
kepengurusan, tidak menyebabkan PKL-PKL bermobil ini tidak
terorganisisr. Mereka juga memiliki komunikasi dan solidaritas tinggi
diantara para PKL bermobil. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
keakraban yang terjalin diantara para PKL ketika mereka sedang
menunggu konsumen atau pembeli. Meskipun mereka berdiri sendiri
tetapi mereka tetap saling membantu dengan cara saling meminjamkan
barang. Apabila barang dagangan yang dimiliki oleh seorang PKL itu
habis maka ia akan meminjam kepada rekannya yang memiliki barang
dagangan yang hampir sama. Cara seperti ini digunakan untuk
commit to user
PKL bermobil yang berada di kawasan pasar Klewer ini
mayoritas berasal dari Pekalongan sehingga barang yang dijual hampir
sama. Selain memiliki kesamaan barang yang dijual, mereka juga
berasal dari luar daerah yang rata-rata memiliki budaya yang sama yaitu
Pekalongan, Jepara maupun Kudus. Dengan adanya latar belakang
budaya yang hampir sama inilah yang menyebabkan mereka mudah
bergaul dan menjalin keakraban satu sama lain. Latar belakang budaya
yang hampir sama ini juga menyebabkan PKL bermobil mempunyai
adat istiadat dan kebiasaan yang hampir sama, seperti cara bicara
maupun bahasa yang digunakan. Hal-hal seperti itulah yang dapat
menyebabkan komunikasi yang ada diantara para PKL bermobil ini
sangat baik sehingga mereka dapat saling bertukar informasi.
Gambar 4.7
PKL bermobil di Alun-alun Utara Keraton Surakarta
Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPPK maupun
commit to user
berlaku di dalam organisasi. Aturan-aturan yang berlaku tersebut
mengikat para anggotanya dan memaksa anggota untuk meematuhi
peraturan itu. Peraturan-peraturan yang berlaku di dalam organisasi ini
dibuat sendiri oleh pengurus organisasi berdasarkan masukan dari
anggota-anggota organisasi dan telah dituangkan dalam AD/ART dari
masing-masing organisasi. Pemberian sanksi juga diberikan kepada
anggota organisasi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan
norma-norma yang telah ditetapkan. Sanksi yang diberikan oleh
pengurus HPTPPK ketika ada salah satu anggota organisasi melakukan
pelanggaran adalah dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Pasar
dan Dinas Pengelola Pasar. HPTPPK akan berkoordinasi dengan kepala
pasar dan DPP untuk mengambil langkah apa yang harus diambil dalam
memberikan sanksi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad
Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK:
“ya itu ada AD/ARTnya. Ada Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yang mengatur tentang bagaimana kepengurusan,
bagaimana masa kerja..itu ada disitu. Norma atau aturan yang
berlaku itu dibentuk sendiri oleh pengurus, jadi perwakilan
pedagang kan pengurus himpunan itu tadi membuat suatu aturan
yang disebut AD/ART. AD/ART itu berisi tentang bagaimana
kita itu menjadi pengurus, dan bagaimana kita mengelola
pedagang. Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota organisasi, nanti kita koordinasi dengan Kepala Pasar dan
DPP. Kalo Kepala Pasar kan berdominisil di pasar itu, kalo DPP
kan ada di pemerintahan. Nah, kalo ada pelanggaran kan biasanya
terkait dengan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota.
Contoh: pasar dibuka pukul 7 sampai pukul 4, nah ternyata ada
pedagang yang membuka lebih dari itu, kami atas nama himpunan
kemudian koordinasi dengan kepala pasar. Pak, itu ada yang
melanggar aturan. Jadi, kami hanya sekedar itu saja nanti yang
menegur dan yang membuat keputusan untuk diapakan tetep
commit to user
mereka (kepala pasar dan DPP). Tergantung pelanggarannya,
kalau terkait administrasi termasuk mereka nginep atau tinggal
atau domisili atau dia menyalahgunakan kios yang seharusnya
untuk jualan digunakan untuk yang lain, itu kami melaporkan.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Proses informal sosial yang ada dalam HPTPPK juga ditunjukkan
dengan tidak adanya struktur dan prosedur yang hirarkis ketika
anggota-anggota HPTPPK ingin menyampaikan aspirasinya. Anggota
organisasi hanya perlu menyampaikan aspirasi tersebut pada
forum-forum organisasi seperti rapat anggota ataupun dengan menyampaikan
kritik dan sarannya langsung kepada pengurus dari HPTPPK. Dengan
tidak adanya struktur dan prosedur yang birokratik dan mekanistik
memberikan kemudahan kepada HPTPPK sendiri untuk mengetahui
keadaan dan situasi yang ada di dalam organisasi serta dapat
mengontrol perilaku-perilaku anggota-anggota organisasinya. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni, yaitu”
“Peran anggota itu biasane yo mereka hanya menyampaikan
„gendu-gendu rasa‟ atau perasaan-perasaan tidak puas kepada
kami. Kalo anggota pengin menyampaikan „gendu-gendu rasa‟ ya
langsung aja disampaikan ke kita (pengurus HPTPPK) atau pas
nanti rapat anggota. Kami ini kan organisasi informal, jadi tidak
harus mereka datang ke kantor dengan membawa surat resmi,
proposal dan mengajukan minta pendampingan kan endak.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari
HPPK telah diatur mengenai kewajiban dan hak dari anggota
organisasi; tujuan, fungsi dan kegiatan dari himpunan; serta
keanggotaan dan kepengurusan dari himpunan atau organisasi tersebut.
commit to user
himpunan berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakan AD/ART
dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Rapat Umum
Anggota (Musyawarah Anggota) dan pengurus himpunan. Selain itu,
anggota himpunan berkewajiban untuk membayar uang iuran setiap
bulan dan uang iuran terkait dengan kebijakan yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan dan persetujuan anggota himpunan (pasal 7
Anggaran Rumah Tangga HPPK).
Di dalam pasal 7 Anggaran Rumah Tangga HPPK tersebut telah
dijelaskan mengenai kewajiban dari anggota HPPK. Kewajiban anggota
organisasi terkait iuran ini merupakan sumber daya organisasi yang
nantinya dimanfaatkan untuk membiayai semua aktivitas dari HPPK.
Uang iuran yang rutin dibayarkan oleh anggota organisasi merupakan
bentuk kemandirian HPPK dalam mencari sumber pendanaan. HPPK
memanfaatkan anggota organisasi untuk mendapatkan sumber daya
non-manusia yaitu uang. Di dalam AD/ART ini juga dijelaskan
mengenai pengambilan keputusan di dalam HPPK. Pada pasal 23,
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh HPPK adalah dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Cara ini dilakukan untuk menstimulus
anggota organisasi untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini
merupakan salah satu proses informal sosial dalam hal memanfaatkan
commit to user
b. Kemauan belajar dari organisasi
Untuk dapat melakukan pendekatan community governance, suatu
organisasi atau komunitas harus mampu belajar dari pengalaman
sebelumnya. Pengalaman-pengalaman itu nantinya akan digunakan oleh
organisasi untuk mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Kemampuan belajar dari pengalaman tidak hanya berasal
dari pengalaman yang dialami sendiri oleh organisasi melainkan juga
pengalaman yang dialami oleh organisasi lain. Hal ini yang dilakukan
oleh Himpunan Pedagang Pasar Klewer ketika melakukan network
dengan organisasi lain. Dalam melakukan network ini, HPPK belajar
dari pengalaman organisasi lain. HPPK menjadikan pengalaman dari
organisasi lain untuk nantinya dikoreksi dan dijadikan bahan evaluasi
dalam mengambil keputusan sehingga ketika HPPK dihadapkan pada
masalah yang sama, HPPK sudah mempunyai antisipasi. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Kusbani, yaitu:
“ya saling kita koreksi seperti adanya pasar-pasar yang telah
dibangun itu ternyata bisa memetik pengalaman itu. Misalkan dari
pasar-pasar yang telah dibangun Pemkot, itu tidak sesuai dengan
yang dikehendaki pedagang, try out ya. Lha Pemkot memaksa
“pokoke tak bangunke sing koyo ngene”, ternyata tidak sesuai
yang diharapkan oleh pedagang. Lha ini, pengalaman-pengalaman
seperti ini. Kedua, mengetahui bagaimana pangsa pasar itu
diantara pangsa pasar yang lain itu ternyata berbeda sekali. Ini
yang dapat menjadi pengalaman-pengalaman.” (wawancara 2
Agustus 2012)
Kemauan belajar dari HPTPPK ketika dihadapkan pada suatu
commit to user
fokus dan tidak begitu aktif dalam kepengurusan dan
persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh himpunan ini. Menghadapi situasi
seperti itu, Sekertaris HPTPPK langsung mengambil alih pengambilan
keputusan ketika menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan
penanganan secara cepat. Banyak kebijakan-kebijakan yang langsung
diambil oleh Bapak Ahmad Fathoni ketika Ketua dari HPTPPK sendiri
lebih fokus menjadi pengurus KPPK (Komunitas Pedagang Pasar
Klewer). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Fathoni:
“ketua HPTPPK itu sekarang menjadi pengurus KPPK, ketua
kami sibuk disana, kayak vakum gitu lho, akhir-akhir ini. Banyak
kebijakan-kebijakan yang langsung saya ambil alih.” (wawancara
1 Agustus 2012)
Terkait dengan kemauan belajar yang dimiliki oleh PKL bermobil
dalam usaha untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi terutama persoalan dengan pedagang di kawasan pasar
Klewer ini, PKL bermobil cenderung memilih untuk tidak
menanggapi permasalahan yang ada dan memilih untuk tidak peduli.
PKL bermobil memilih bersikap acuh terhadap berbagai protes dan
keluhan dari pedagang pasar dan memilih untuk tetap melakukan
jual-beli di lahan parkir kawasan pasar Klewer. PKL bermobil juga lebih
memilih untuk kucing-kucingan dengan Satpol PP dan satpam pasar
dalam menjajakan barang dagangannya. Mereka tidak ambil pusing
dan tidak terlalu memikirkan dampak dari aktivitas yang mereka
lakukan. Hal ini diakui oleh salah satu PKL bermobil asal Pekalongan
commit to user
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang
mbak nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari
Surabaya. Kalo di luar kan banyak yang beli, yang belanja dari
luar kan banyak mbak. Yang protes sih tetep ada, yang protes
terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak usah
marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus
mengambil sikap yang bijak. Dilihat, kalo sini gak jualan kan
orang-orang pasti larinya ke sana tapi kan setelah ada yang jualan
di sini kan orangnya ndak langsung ke sana, ke sini dulu.
Masalahe kasihan sono ik yo.” (wawancara 17 September 2012)
Bagi PKL bermobil, apa yang mereka lakukan tersebut tidak
melanggar peraturan karena bagi PKL bermobil, mereka hanya
melakukan bongkar muat barang yang akan dikirim ke pasar Klewer
dan pasar Cinderamata. Dan PKL bermobil hanya menjual dagangan
karena pembeli atau bakul tersebut memang memilih untuk
mengambil barang dari mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
PKL bermobil asal Pekalongan, yaitu:
“kita kan di sini cuma bongkar muat barang dagangan yang
nantinya akan kita kirim ke dalam pasar. Pembeli juga lebih
memilih untuk membeli di sini ketimbang di dalam pasar.”
(joglosemar.com, 7 Agustus 2012)
Aspek kedua dari community governance ini tidak diterapkan oleh
PKL bermobil karena komunitas ini kurang responsif dan tidak
tanggap terhadap persoalan yang sedang membelitnya. Komunitas
PKL bermobil ini lebih memilih untuk mengabaikan dan tidak peduli
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan
konflik di kawasan pasar Klewer sampai saat ini belum menemukan
solusi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Batik Najwa yang
commit to user
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene. Yang protes sih tetep ada, yang
protes terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak
usah marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus
mengambil sikap yang bijak.” (wawancara 17 September 2012)
Unsur kedua dalam community governance yaitu kemauan belajar
dari organisasi tidak dapat diterapkan oleh PKL bermobil karena para
PKL bermobil tidak berusaha untuk menggali kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki untuk dapat membuat suatu keputusan ketika
mereka menghadapi situasi yang kompleks dan uncertain. Selain itu,
kemauan belajar juga belum sepenuhnya ditunjukkan oleh HPPK
maupun HPTPPK ketika dihadapkan pada persoalan dengan PKL
bermobil. Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah
terjadi lebih dari 9 tahun dan selama kurun waktu itu, HPPK maupun
HPTPPK tidak berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini sendiri.
HPPK dan HPTPPK lebih cenderung untuk menyerahkan semua
penyelesaian konflik ini kepada Pemerintah Kota Surakarta. Mereka
tidak mencoba untuk melakukan dialog dengan PKL bermobil untuk
mencari solusi terbaik tetapi mereka justru ingin agar PKL bermobil
disterilkan atau ditertibkan. Ini sesuai dengan pendapat dari Bapak
Ahmad Fathoni, yang mengatkan bahwa:
“tidak ada kesepakatan untuk hal yang melanggar aturan. Mereka
kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar itu Perda No 1
Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar
tradisional. Yang kedua, Perda No 7 Tahun 2004 tentang
penyelenggaraan tempat khusus parkir, kemudian Undang-undang
No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Sekarang tinggal bagaimana Pemkot Surakarta, DPP, UPTD
commit to user
Parkir dan Satpol PP menertibkan mereka.” (wawancara 1
Agustus 2012)
c. Bekerja dalam network (social capital)
Network merupakan salah satu aspek penting dalam kaitannya
dengan community governance. Dengan adanya network yang terjalin,
maka komunitas akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi. Network juga menjadi salah satu sarana untuk
melakukan koreksi dan evaluasi terhadap permasalahan-permaslahan
yang terjadi di luar sana. Selain itu, dengan adanya network ini,
komunitas atau organisasi dapat lebih siap dalam menghadapi
perubahan iklim pasar dan dapat mengetahui pekembangan iklim pasar
                        Dalam dokumen
                        
    RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)
                        (Halaman 116-153)