• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Respon Masyarakat

Respon adalah proses pengorganisasian rangsang. Rangsang-rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsang-rangsang proksimal itu. Proses inilah yang disebut respon (Scherer, dalam Sarwono, 1991:93).

Rangsang atau stimulus adalah suatu hal yang rumit. Unsur yang pertama- tama berperan adalah rangsang proksimal (misalnya serangkaian gelombang cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda yang menyentuh retina mata), tetapi yang kita inderakan bukan rangsang proksimal melainkan kesan yang tertangkap oleh alat-alat indera. Jadi, menurut Scheerer, ada 3 macam rangsang, sesuai dengan adanya 3 elemen dari proses penginderaan, yaitu:

1. Rangsang yang merupakan obyek-obyek dalam bentuk fisiknya (rangsang distal).

2. Rangsang sebagai keseluruhan hal yang tersebar dalam lapang proksimal (belum menyangkut proses system syaraf).

3. Rangsang sebagai representasi fenomenal (gejala yang dikesankan) dari obyek-obyek yang ada di luar.

Respon adalah suatu reaksi baik positif atau negatif yang diberikan oleh masyarakat. Respon akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan dilaksanakan, kemudian menginterpretasikan objek yang dirasakan tadi. Berarti dalam hal ini respon pada dasarnya adalah proses pemahaman terhadap apa yang terjadi di lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya, merupakan hubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi.

Orang-orang dewasa telah mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri seorang individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa- peristiwa yang terjadi di luar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah oleh Hunt dinamakan respon (menurut Hunt dalam Sarwono 1991: 93).

Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu:

a. Variabel struktural, yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik

b. Variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Sarwono, 1991:47).

Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu:

a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya.

b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak-tanduk, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.

c. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul pula mendapat perhatian. Situasi merupakan

faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang. (Sarwono, 1991: 35)

Respon merupakan reaksi stimuli dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi pada pengamatan masa lampau, masa sekarang, dan masa akan datang. Respon tidak lahir begitu saja tetapi melalui proses pengambilan keputusan melalui empat tahapan:

1. Kategori primitif, yakni objek atau peristiwa yang diamati dan diisolasi berdasarkan ciri-ciri khusus.

2. Mencari tanda, si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan yang mungkin hanya melakukan kategorisasi yang tepat.

3. Konfirmasi, yakni terjadinya setelah objek mendapatkan penggolongan sementara.

4. Konfirmasi tuntas dimana pencaharian tanda-tanda diakhiri dan respon mulai muncul.

Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Suatu objek respon yang belum jelas atau belum nampak sama sekali tidak mungkin akan memberikan makna.

Seseorang dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari dan membenci objek tersebut. Respon ditegaskan oleh Daryl Beum sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku terwujud.

Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam pembentukan respon masyarakat. Respon-respon teretentu terikat dengan kata-kata, dan oleh karena itu ucapan dapat berfungsi sebagai mediator atau menentukan hierarki mana yang bekerja. Artinya sosialisasi yang mempergunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan media strategis dalam pembentukan respon masyarakat, apakah respon tersebut berbentuk respon positif atau negatif, sangat tergantung pada sosialisasi dari objek yang akan direspon. Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi.

Persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memhami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 1992:138). Persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap dari indera, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan ingatan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Pengolahan ingatan ini mengacu pada suatu kolaborasi, transformasi, dan kombinasi berbagai masukan (Adi, 1999:106).

Persepsi individu akan mempengaruhi sikap individu terhadap suatu program pembangunan. Dalam suatu program pembangunan terkandung ide-ide baru atau cara-cara baru yang disosialisasikan ke dalam suatu masyarakat, dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara bertindak masyarakat yang

terkena program. Perubahan tersebut terproses dan terwujud dalam perubahan sikap.

Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Sarwono, 1991:20). Rangsangan yang dimaksud dapat berupa rangsangan yang berbentuk batiniah seperti aktualisasi diri, dan dapat pula berbentuk fisik seperti halnya hasil-hasil dan usaha-usaha pembangunan.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni mnghindari, membenci suatu objek.

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi adalah suatu proses sikap mental dimana orang- orang atau anggota masyarakat aktif menyumbang kreatifitas dan insiatifnya dalam usaha meningkatkan kualitas hidupnya.

Partisipasi masyarakat menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, yaitu: 1. partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dengan proyek pembangunan

yang khusus

2. partisipasi sebagai individu diluar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan.

Bentuk partisipasi pertama, masyarakat diajak, dipersuasi, diperintah, atau dipaksa dalam suatu proyek khusus, sedangkan dalam bentuk partisipasi yang

kedua, adanya kemauan sendiri berdasarkan kesadaran bahwa jika dia ikut akan mempunyai manfaat.

Bila dilihat dari jenis partisipasi, dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. partisipasi dengan pikiran.

b. partisipasi dengan tenaga.

c. partisipasi dengan pikiran dan tenaga/ partisipasi aktif. d. partisipasi dengan keahlian.

e. partisipasi dengan uang. f. partisipasi dengan jasa-jasa.

Secara umum dapat dilihat rumusan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu: keadaan masyarakat, kegiatan program pembangunan, dan kedaaan alam sekitar.

Ditinjau dari segi motivasinya, partisipasi masyarakat terjadi karena beberapa alasan:

a. Takut terpaksa

Dalam segi motivasi yang pertama, partisipasi dilakukan dengan terpaksa karena takut. Biasanya akibat adanya perintah dari atasan sehingga masyarakat seakan-akan terpaksa untuk melaksanakan rencana yang ditentukan.

b. Ikut-ikutan

Motivasi partisipasi ikut-ikutan hanya didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi diantara sesama masyarakat sebagai perwujudan kebersamaan.

c. Kesadaran

Hal ini timbul dari kehendak pribadi anggota masyarakat, dilandasi oleh keinginan hati nurani. Partisipasi bentuk inilah yang diharapkan dapat dikembangkan dalam masyarakat. Dengan adanya partisipasi yang didasarkan atas kesadaran usaha, masyarakat dapat diajak untuk memelihara dan merasa memiliki objek pembangunan. Banyak kegagalan dalam program-program pembangunan hanya karena tidak merasa memiliki dan kewajiban untuk bersama-sama membangun dan memeliharanya.

Dalam partisipasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya pengetahuan masyarakat tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang dimiliknya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan kegiatan. Pengetahuan ini kemudian mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku. Adanya pengetahuan terhadap manfaat suatu hal akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Sikap yang positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung apakah seseorang memiliki sikap positif terhadap kegiatan tersebut. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan itu benar- benar dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut sikap atau perilaku.

2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Program Pengurangan Risiko Bencana

Dokumen terkait