• Tidak ada hasil yang ditemukan

Responden III a. Hasil Observasi

BAB III : Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL 1. Responden I

3. Responden III a. Hasil Observasi

1) Wawancara I (Jumat, 14 Juli 2017 pukul 15.00 – 18.00 WIB).

Wawancara pertama dilakukan di salah satu cafe yang berada di Komplek Tasbi, Kota Medan. Lokasi cafe tersebut dipilih menjadi tempat pertemuan karena jaraknya yang cukup dekat dari tempat tinggal responden. Luas cafe sekitar 6 m x 20 m dan hanya memiliki 1 lantai saja dengan dekorasi berwarna coklat dan putih.

Cafe tersebut memiliki 2 area untuk spot pelanggan yaitu area dalam ruangan dan luar ruangan. Di luar area cafe terdapat halaman yang cukup luas dan dihiasi oleh beberapa pohon dan tanaman berbagai jenis dedaunan serta bunga. Area luar café tersedia 5 spot tempat duduk untuk pelanggan yang disusun memenuhi area sebelah kiri cafe. Selain itu, terdapat pentas musik sederhana yang menyediakan beberapa alat musik seperti gitar, piano dan drum untuk memeriahkan suasana café. Area sebelah kanan cafe terdapat tempat untuk parkir pelanggan. Pintu

depan cafe terbuat dari kaca tembus pandang sehingga tampak suasana dalam cafe dari luar. Area dalam cafe didominasi warna coklat yang dihiasi berbagai poster gambar pada setiap dinding cafe. Berbeda di area luar cafe, spot yang disediakan dalam ruangan cafe untuk pelanggan sekitar 15 yang disusun secara rapi. Susunan berpola persegi panjang yaitu dengan kolom terdapat 3 spot dan baris terdapat 5 spot. Cafe ini menyediakan berbagai macam makanan dan minuman yang memakai susu sapi sebagai bahan utamanya.

Lokasi pertemuan responden dan peneliti berada di dalam ruangan café yaitu spot 12. Spot tersebut terletak di sudut sebelah kiri dari pintu masuk yang berdekatan dengan jendela. Terdapat 2 buah kursi yang saling berhadap-hadapan dan 1 meja makan yang terbuat dari kayu dan terletak diantara kursi tersebut.

Jarak pandang responden dan peneliti sekitar 50 cm. Di atas meja terdapat kotak tisu dan asbak rokok berukuran kecil. Saat itu suasana cafe masih sepi akan pengunjung, sehingga cukup kondusif untuk melakukan wawancara.

Responden adalah seorang wanita yang berusia 23 tahun. Responden memiliki tinggi kurang lebih 160 cm dan berat badan sekitar 60 kg. Responden memiliki bentuk wajah yang tirus dan hidung mancung. Responden menggunakan hijab yang panjang sampai menutupi perutnya. Wawancara pertama responden memakai baju terusan berbahan katun berwarna hitam yang dipadukan dengan hijab polos berwarna merah muda. Responden memakai jam disebelah kanan tangannya dan membawa tas selempang berukuran kecil yang berwarna hitam.

Sebelum wawancara dimulai, peneliti bersalaman dengan responden dan menanyakan kabar subjek. Responden menyambut salaman dengan senyum di wajahnya. Sekitar 10 menit menjalin rapport dengan responden, peneliti kemudian

mengarahkan pertanyaan terkait dengan mantan kekasihnya tersebut. Tampak responden melirik peneliti dengan senyuman di wajahnya sembari menganggukkan kepalanya. Selang beberapa detik, responden kemudian berbicara dan menjawab pertanyaan peneliti dengan singkat. Awalnya subjek kurang nyaman jika berbicara mengenai mantan kekasihnya tersebut, hal ini ditunjukkan dari jawaban responden yang singkat dengan ekspresi wajah yang datar tetapi tetap mempertahankan kontak mata dengan peneliti ketika berbicara. Ketika berbicara responden tampak duduk santai dengan bersandar pada sandaran kursi.

Responden juga tidak terlalu menunjukkan gesture tubuh yang berlebihan.

Responden hanya menatap peneliti tanpa menggerakkan anggota tubuh yang lain ketika berbicara dan mendengarkan peneliti. Pada wawancara pertama ini, peneliti tidak terlalu banyak menanyakan perasaan dari responden melainkan proses selama responden berpacaran sampai putus dengan mantan kekasihnya tersebut.

Secara keseluruhan proses wawancara pertama berjalan cukup baik.

Responden menjawab dengan suara dan pengucapan yang jelas walaupun sesekali responden sempat terdiam saat menjelaskan. Responden menjaga kontak mata dengan peneliti selama wawancara berlangsung. Wawancara berjalan tanpa ada hambatan maupun gangguan.

2) Wawancara II (Sabtu, 20 Juli 2017 pukul 16.00 – 18.00 WIB).

Wawancara kedua dilaksanakan di tempat yang sama pada wawancara pertama. Lokasi wawancara yaitu di salah satu cafe yang berada di Komplek Tasbi, Kota Medan. Tidak terlihat ada perubahan dari kondisi cafe. Cuaca yang berawan, membuat kota Medan menjadi teduh dan tidak terlalu panas, sehingga peneliti memilih spot yang berada di luar ruangan cafe. Posisi spot terletak di area

barat dari pintu gerbang masuk cafe yang berdekatan dengan pakriran kendaran cafe. Terdapat 2 kursi yang saling berhadapan dan 1 meja makan di tengah kursi.

Di atas meja terdapat satu vas bunga berwarna putih dan satu asbak rokok yang berukuran kecil. Beberapa menit menunggu, subjek kemudian tiba dan langsung berjalan ke arah peneliti. Responden langsung menjabat tangan peneliti sembari tersenyum. Responden dan peneliti kemudian duduk secara berhadap-hadapan dengan jarak pandang sekitar 50 cm. Kemudian responden dan peneliti memesan dua minuman dingin dan satu porsi nasi goreng.

Wawancara kedua tampak responden memakai baju terusan seperti wawancara pertama tetapi dengan warna yang berbeda, yaitu warna coklat muda yang diselaraskan dengan hijab berwarna coklat tua. Hijab yang di gunakan responden sama dengan wawancara pertama dengan ukuran yang besar dan menutupi perut dan punggungnya. Kali ini subjek menggunakan tas ransel berwarna hitam dan jam tangan berwarna hitam yang dipakainya pada saat wawancara pertama.

Sembari menunggu pesanan, peneliti mulai dengan menanyakan kabar dan membangun rapport kepada responden. Responden tampak tersenyum dan menjawab dengan volume suara yang rendah dan pengucapan yang cukup jelas.

Responden tampak duduk dengan santai di sandaran kursi sembari menatap peneliti ketika berbicara dan mendengarkan pertanyaan. Berbeda dari wawancara sebelumnya, responden tampak lebih ceria saat wawancara berlangsung. Hal ini tampak dari senyum dan tawa responden yang sering tampak ketika berbicara kepada peneliti. Responden juga tampak bersemangat saat bercerita mengenai kegiatannya saat ini. Hal tersebut ditunjukkan responden dari seringnya ia

tersenyum dan tetap mempertahankan kontak mata dengan peneliti, dan juga sesekali menganggukkan kepalanya dengan pelan ketika berbicara untuk meyakinkan peneliti.

Ketika peneliti menanyakan perasaan terkait dengan mantan kekasihnya tersebut, responden sering sekali tersenyum dan menggelengkan kepalanya sembari memejamkan matanya. Responden tampak malu dengan kejadian yang terjadi pada hidupnya tersebut. Tidak ada tanda-tanda munculnya emosi negatif dari responden. Responden tampak sudah bisa menjadikan kejadian tersebut sebagai pengalaman hidup dengan terus mengatakan bahwa ia merasa sangat bodoh pada waktu itu.

Proses wawancara kedua berlangsung cukup baik dan lancar, suasana cafe tenang dan cuaca yang teduh membuat responden tampak cukup nyaman ketika berbicara. Wawancara juga tidak ada hambatan maupun gangguan yang dapat menghentikan proses wawancara.

b. Hasil Wawancara

b.1 Latar Belakang Hubungan Pacaran

Berawal pada tahun 2012, pada saat itu R (nama inisial) berusia 20 tahun dan berstatus mahasiswi semester 6 Fakultas Kedokteran di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Teman dekat R memperkenalkan R dengan seorang laki-laki berinisial LF yang berusia 25 Tahun dan berstatus sebagai Direktur di sebuah perusahaan Swasta milik orangtuanya yang ada di Yogyakarta. LF sudah terbilang sukses di umurnya yang masih 25 Tahun karena LF akan melanjutkan pekerjaan orangtuanya di perusahaan tersebut. Sejak perkenalan dan pertemuan

saat itu, R dan LF sering berkomunikasi sampai pada akhirnya mereka berdua resmi berstatus pacaran.

Beberapa minggu menjalani hubungan, LF mengajak R pergi ke sebuah kota yang hanya berjarak 4 jam dari Jogja yaitu kota Surabaya untuk liburan.

Setibanya di Surabaya, LF hanya mengambil 1 kamar penginapan. Melihat kamar penginapan yang lumayan besar dan ada ruang tamunya, R berfikir bahwa tidak ada masalah karena salah satu diantara mereka bisa tidur di ruang tamu. Tapi saat malam tiba, LF mengajak R untuk tidur di satu ranjang dengan memberi batas bantal guling ditengah-tengah mereka. Tidak ada kecurigaan dibenak R pada saat itu, karena orangtua mereka sudah saling mengetahui bahwa R dan LF sudah berpacaran, sehingga R berfikir bahwa tidak akan terjadi hal-hal yang tidak ia ingingkan. Malam semakin larut membuat mereka semakin terbawa oleh suasana dan pada akhirnya LF mulai berani berbuat sesuatu pada R. Tapi R mengaku bahwa ia tidak mau untuk melakukan hubungan seksual sebelum mereka menikah, sehingga malam itu mereka hanya sebatas kissing dan hugging.

”Hubungan kami baik-baik aja sampai waktu itu setelah beberapa minggu setelah jadian LF ada ngajakin aku pergi liburan itu weekend kalo nggak salah. Aku waktu itu enggeh-enggeh aja diajakin dia. Itu kami cuma berdua doang. Kami pergi ke Surabaya.

(R3.W1/140717/b.54-59/h.33) apartement yang ada ruang tamunya dapur kamar satu gitu. Jadi aku pikir ya udah gitu. Waktu itu aku sama sekali nggak mikir macem-macem.

Awalnya sih aku gak mikir kalau kami berdua bakal tidur di kamar. Aku malah mikir pasti LF ini bakal tidur disofa depan trus aku tidur di kamar, gitu.”

(R3.W1/140717/b.300-305/h.45)

“Akhirnya kami ngelakuin sesuatu yang diluar batas. Padahal ya aku kayak ngerasa ini nggak mungkin terjadi karena orangtua kami itu juga udah saling kenal. Dan aku juga mikir kalau kejadian waktu itu nggak akan pernah terjadi karena dia nggak mungkin berani juga.”

(R3,W3/110717/b.405-409/h.45-46)

“Jadi yang terjadi adalah itu pertama kalinya aku kissing dan peluk-pelukan sama cowok. Kami nggak ngelakuin hubungan seksual dan nggak telanjang-telanjang gitu. Itu kami masih pada pake baju.”

(R3.W3/110717/b.841-850/h.46) Setelah kejadian tersebut, LF rutin mengunjungi R ke kostan tempat tinggal R selama berada di Jogja. LF datang dan menetap di kost R dari siang hingga malam hari dan beberapa kali juga mengulang hal yang sama ketika mereka berdua sedang berada di Surabaya. Ketika melakukan hubungan terebut, LF beberapa kali juga merayu serta memberi harapan kepada R bahwa LF akan mengajak R untuk bertungan pada saat R sudah menjalani skripsi kedepannya.

“Jadi itu awal ceritanya yang bikin LF jadi sering datengin aku ke kostan ku waktu itu.

“Nah itu kami jadi sering ngelakuin hal itu, tapi nggak sampai ke hubungan seksual gitu loh.”

Setelah beberapa bulan mereka berpacaran, R pulang ke daerah asalnya di kota Medan karena sedang libur semester. Selama kurang lebih 1 bulan mereka menjalani hubungan pacaran jarak jauh atau biasa disebut dengan long distance relationship (LDR). Hubungan mereka semakin hari semakin mesra, sampai suatu hari LF mengirimkan R sms yang berisi permintaan kembali seperti sebelumnya untuk mengajak R bertunangan disaat R menjalani skripsi. Pada akhirnya R memberi tahu orangtuanya bahwa LF ingin serius dengan R. Orangtua R memberikan izin kepada R dan LF untuk bertunangan tetapi dengan syarat kuliah

R tidak boleh sampai keteteran dan harus tepat waktu. R mengatakan bahwa ia merasa sangat bahagia pada saat itu. Ia merasa telah menenukan jodohnya.

”Pada ahirnya memang aku ngasih tau mama papa ku kalau LF serius dan mau bertunagan sama aku waktu skripsi kan, aku ceritain semua ke orangtua kan, dan mereka setuju waktu itu. Tapi tetep kuliah tetep harus selesai pada waktunya gitu ya biasalah orangtua kasih wejangan kan”

“Asli ya Mia, yang aku pikirin dulu itu kayaknya bener-bener aku udah pasti nih sama dia, orangtua ku udah ngedukung juga”

Setelah lebih kurang sebulan berada di kota kelahirannya yaitu kota Medan, R kembali ke Jogja untuk kembali ke rutinitasnya sebagai Mahasiswi untuk menuntut ilmu. Saat kembali ke Jogja, R mulai merasakan mala petaka telah mendatanginya. Selama kurang lebih 4 bulan LF jarang mendatangi R ke kostan karena kesibukan pekerjaannya. Setelah selesai dan tidak sibuk lagi dengan pekerjaannya, akhirnya LF mulai kembali rutin mengunjungi R ke kostan yang berjarak 30 menit dari tempat tinggalnya. Suatu hari R dan LF kembali mengulang kejadian yang sama seperti yang mereka lakukan di Surabaya tersebut, kala itu mereka berdua mulai memberanikan diri untuk saling terbuka tanpa sehelai pakaianpun. Saat itulah mereka melakukan hubungan seksual yang sesungguhnya.

Keesokan harinya, LF datang kembali ke kostan R dan kembali melampiaskan nafsunya pada R.

“…akhirnya terjadi lah hubungan seksual yang sebenarnya itu, yang buat hidup bahkan diri aku sendiri hancur. Dan itu terjadi setelah beberapa bulan dia udah jarang lagi datang ke kosan ku. Kami benar-benar ngelakuin itu tanpa aku sadari”

Semenjak hari itu, setiap minggu kurang lebih 3 kali mereka melakukan hubungan seksual tersebut selama 4 bulan berturut-turut. R mengatakan bahwa ia

telah terbiasa melakukan hubungan seksual tersebut setiap minggunya. R merasa seperti kecanduan berhubungan seksual dengan LF.

“….kami jadi terbiasa ngelakuin hubungan itu bisa tuh sampe tiga kali dalam seminggu. Gilak kan? Aku jadi terbiasa dan jadi kepengen terus gitu unutk ketemu sama dia…”

b.2 Peristiwa Putus Cinta

Suatu hari LF harus berangkat ke Korea karena ada pekerjaan yang harus dilakukannya disana. LF tidak memberikan kepastian kapan ia akan kembali ke tanah air karena pekerjaannya yang tidak memiliki waktu yang pasti. Komunikasi mereka semakin banyak berkurang. Tiga bulan berlalu, akhirnya LF kembali ke tanah air. Pada saat LF akan kembali ke Indonesia, kebetulan R sedang berada di Medan karena libur semester. Tetapi R memutuskan kembali ke Jogja agar bisa bertemu dan menjemput LF di bandara. Tetapi tak disangka oleh R, ternyata LF tidak turun di Jogja melainkan di Semarang tempat nenek dan kakeknya tanpa memberitahu R sebelumnya. Hal ini membuat mereka bertengkar kembali tetapi sama seperti sebelumnya tidak lama kemudian mereka kembali berbaikan.

Semenjak kembali ke tanah air Indonesia, mulai ada perubahan pada LF yang tidak di mengerti oleh R, baik sikap maupun perilaku yang biasanya mereka lakukan. Semakin hari mereka semakin jarang untuk berhubungan intim sampai pada akhirnya mereka benar-benar tidak pernah melakukannya lagi.

“…Terus ya semenjak dia balik ke Jogja mulai ada perubahan tu si LF.

Aku nggak ngerti sebenarnya sama dia waktu itu. Sikapnya berubah gitu, lebih cuek, komunikasi juga semakin berkurang. Trus ya yang dulu kami sering ngelakuin hubungan seksual itu, nah waktu itu malah semakin hari mereka semakin jarang sampai pada akhirnya kami benar-benar nggak pernah ngelakuin itu lagi.Untuk ciuman aja nggak ada lagi. Kalau pelukan sih masih biasa kalau ketemu kami pelukan.”

Sampai pada akhirnya di penghujung tahun 2014, LF mengajak R untuk berbicara secara empat mata. Dalam perbincangan mereka, kalimat yang paling membuat R terpaku adalah kalimat yang menerangkan bahwa LF ingin hubungan mereka selesai dan memberi alasan bahwa Ibu dari LF ingin LF menikah dengan orang yang sama-sama berasal dari Jawa. R mencoba untuk mempertahankan hubungannya dengan LF. R merasa sangat tidak bisa menerima keputusan sepihak tersebut. Saat itu juga R terus memperjuangkan dan memohon kepada LF untuk bertahan dan tentunya berjuang bersama memberikan pemahaman kepada orangtua LF. Tapi LF tetap bersikeras dengan keputusannya tersebut. R sangat tidak bisa menerima keputusan tersebut. R mengaku bahwa salah satu alasan yang paling berat saat itu adalah karena R sudah memberikan kehormatan atau keperawanannya kepada LF. Di sisi lain, perasaan R yang begitu besar terhadap LF membuat ia sangat berharap LF menjadi suaminya kelak.

“Nah yang terjadi itu rupanya dia mau minta putus, itu akhir 2014 kalau nggak salah. Eh tapi ya nggak bilang putus juga sih seingat aku. Dia cuma bilang Mamanya nggak merestui kami. Mamanya nggak mau kalau LF menikah sama orang yang bukan orang Jawa. Gitu deh. Dulu aku mikirnya, loh, sebelumnya sama Mama dia hubungannya baik-baik aja kok. Trus LF bilang kayak gitu, kan aneh..”

“…aku cuma bilang ke LF kalau hubungan kita itu masih bisa diperjuangkan kalau LF tu juga sayang sama aku. Aku mikirnya dulu itu ya kami sama-sama sayang. Apa salahnya kita coba berusaha memperjuangkan trus dijelasin ke Mama nya LF. Gitu kan. Tapi anehnya LF ni malah kayak bersikeras sama keputusan dia. Aku mikirnya dulu tu sempat kayak, enak aja ni cowok udah bolong dibuatnya anak orang kan, tapi seenaknya aja dia bilang gitu. Tapi disisi lain memang dulu itu aku sayang kali sih sama LF memang nggak aku pungkiri...”

“…aku tetap perjuangin dia dulu mati-matian. Pokoknya aku bujuk-bujuk dia untuk ngomong sama Mamanya untuk perjuangin hubugan kami”

Setelah kejadian tersebut, R tetap berusaha memperjuangkan hubungan mereka dengan mencoba menelfon Ibu LF. R menjelaskan semua perasaannya terhadap LF kepada Ibu LF. Bahkan saat itu juga R memberanikan diri untuk mengatakan bahwa R dan LF sudah melakukan hubungan suami istri. R berharap saat itu Ibu LF mengerti dengan perasaan dan kondisi R yang tidak memungkinkan untuk berpisah. R menjelaskan kepada Ibu LF dengan sangat baik dan sopan, tapi ternyata respon yang didapatkannya tidak sesuai dengan harapan.

Ibu LF bahkan sangat marah kepada R dan tidak percaya bahwa LF sudah melakukan hal tersebut. Semenjak kejadian itu, R tidak berani lagi menghubungi Ibu LF, juga sebaliknya.

“Asli ya sampai aku berani hubungin Mamanya LF. Awalnya aku cuma bilang perasaan aku sama LF kayak apa, LF pun juga punya perasaan yang sama. Tapi aku lupa apa kata Mama waktu itu, intinya tetep bilang semua diserahkan sama LF. Aku bingung kenapa Mamanya bilang gitu anaknya udah berbuat kayak gitulah. Zonk kali sih aku akui waktu itu”

Kejadian tersebut akhirnya diketahui oleh LF. LF pun menemui R dan tentunya memarahai R karena telah mengatakan yang sebenarnya kepada Ibu LF.

Walaupun LF masih memarahi R, tetapi R tetap pada pendiriannya untuk bertahan dan memohon kepada LF. Tetapi beberapa kali LF mengatakan kepada R bahwa LF menginginkan hubungan pertemanan dan meminta R untuk melupakan apapun yang pernah terjadi sebelumnya tetapi tidak menutup diri untuk kembali bersama.

“…akhirnya si LF tau tu kan. Dan dia datangin aku trus malah marah-marahin aku juga. Pokoknya dia marah kali tu karna aku bilang semuanya ke Mamanya..”

Kejadian ini sangat menguras emosi dan pikiran R. R harus fokus pada kuliahnya dimana ia sedang manjalani skripsi, tapi di sisi lain R selalu memikirkan kejadian yang menimpanya. Pada awalnya R tidak ada berfikiran untuk bangkit dari emosi yang ia rasakan karena ia masih sangat berharap bahwa LF bisa kembali bersamanya. Sampai pada akhirnya ia dikejutkan dengan kabar yang diberitahu oleh kakak laki-laki LF bahwa LF akan segera melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. Sontak hal ini membuat R menjadi sangat terkejut.

Ketika R mendengar kabar tersebut, ia langsung mendatangi LF untuk minta klarifikasi. Sebelumnya mereka sudah lama tidak bertemu dan komunikasi dan ketika R mendatangi kediaman LF, ia menangis dengan sangat kuat dihadapan LF.

R menjelaskan perasaannya kepada LF. Tetapi LF tidak memberikan respon yang baik. LF hanya diam tanpa menenagkan R. LF hanya berusa menjelaskan bahwa mereka bukanlah jodoh yang telah direncanakan Tuhan. Setelah R banyak berbicara tetapi merasa tidak ada penjelasan dari LF, R meninggalkan kediaman LF dan kembali ke kostan nya.

“…terus akhirnya aku di kabarin abang LF kalau LF bakal nikah. Itu tuh yang bikin aku makin terpuruk lagi. Karena terkejut dan nggak terima juga, akhirnya aku datangin tu si LF. Minta klarifikasi lah kan ya. Dan ternyata benar dia mau nikah. Aku disitu bodohnya memang tetap menjelaskan perasaan aku ke dia trus berharap sama dia ya gitulah. Tapi ya memang respon dia tetap sama malah lebih dingin gitu…”

Hal ini membuat R semakin terpuruk. Semenjak kejadian tersebut, ia semakin sering menyendiri di kamar kostnya dan jarang untuk keluar maupun

membeli keperluan serta kebutuhannya. R juga semakin jarang makan karena ia mengatakan bahwa tidak ada nafsu makan sama sekali. Seharusnya R memang di haruskan untuk menjaga pola makannya karena ia mempunyai riwayat penyakit lambung. Jika ia tidak menjaga pola makan, maka penyakitnya akan kambuh kembali. Tetapi hal yang tidak di inginkan pun terjadi. Penyakit nya kambuh kembali karena pola makan dan pola hidupnya yang kacau dan tidak sehat. R merasakan sakit yang sangat luar biasa, tetapi tidak satupun ada yang mengetahui keadaannya tersebut.

R mengatakan bahwa yang teringat olehnya saat itu adalah sepupu perempuannya yang bernama R. RI saat itu sedang berada di Kota Medan yang jauh dari R berada. Saat itu R mengatakan sudah tidak bisa memikirkan apapun kecuali rasa sakitnya tersebut. Pada akhirnya ia menghubungi RI melalui telefon genggam. Saat itu R mengatakan kepada RI kalau merasakan sakit yang luar biasa, R ingin RI tersebut menghubungi temannya, karena kebetulaan RI juga sangat dekat dengan teman-teman R yang berada di Jogja. R juga mengatakan bahwa ia tidak mau orangtua dan adiknya tau kalau penyakitnya kambuh kembali.

R mengatakan bahwa yang teringat olehnya saat itu adalah sepupu perempuannya yang bernama R. RI saat itu sedang berada di Kota Medan yang jauh dari R berada. Saat itu R mengatakan sudah tidak bisa memikirkan apapun kecuali rasa sakitnya tersebut. Pada akhirnya ia menghubungi RI melalui telefon genggam. Saat itu R mengatakan kepada RI kalau merasakan sakit yang luar biasa, R ingin RI tersebut menghubungi temannya, karena kebetulaan RI juga sangat dekat dengan teman-teman R yang berada di Jogja. R juga mengatakan bahwa ia tidak mau orangtua dan adiknya tau kalau penyakitnya kambuh kembali.

Dokumen terkait