• Tidak ada hasil yang ditemukan

Restorative Justice demi Kepentingan Umum dan Harkamtibmas berdasarkan Penilaian Sendir

KORBAN DAN SAKSIKASUS

3. Restorative Justice demi Kepentingan Umum dan Harkamtibmas berdasarkan Penilaian Sendir

Penerapan restorative justice yang dilakukan Polri sebagai upaya penyelesaian tindak pidana demi kepentingan umum dan Harkamtibmas berdasarkan penilaian sendiri telah dirumuskan dalam Surat Telegram (TR) Kabagreskrim Nomor: ST/583/VIII/2012 tanggal 8 Agustus 2012 tentang penanganan kasus yang berkaitan dengan konsep restorative justice, sebagai berikut:

a. Mempertimbangkan proses penegakan hukum sesuai hukum positif yang berlaku dan bila penyelesaian melalui restorative justice merupakan hal yang sangat mendesak dengan melihat psikologis masyarakat di wilayahnya serta atas pertimbangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka keputusan diserahkan masing-masing, sejauh dapat dipertanggungjawabkan dengan upaya ultimum remedium dan koordinasi dengan penegak hukum di wilayah.

b. Agar dalam penanganan kasus yang cenderung akan diselesaikan dengan restorative justice dengan mengutamakan asas kemanfaatan dan keadilan hukum bukan pendekatan kepastian hukum, dilaksanakan tanpa pamrih dan semata-mata untuk keadilan dan tanpa imbalan. c. Gunakan Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yakni

”melakukan tindakan atas penilaian sendiri didasarkan kepada pertimbangan manfaat serta resiko dari tindakan tersebut dan betul- betul untuk kepentingan umum”.

d. Konsep restorative justice tersebut telah diupayakan adanya mediasi untuk damai diantara pelapor dan terlapor agar tidak terjadi komplain dikemudian hari dan menyarankan kepada pelapor untuk mencabut laporan/pengaduannya.

e. Dalam rangka restorative justice, proses penyidikan dengan mengemukakan alasan sebenarnya yaitu karena berdamai, dimaafkan

atau kerugian telah dikembalikan, melalui suatu proses mendiasi, alasan tersebut dapat dimasukkan dalam alasan penghentian yaitu ”demi hukum” karena dengan proses mediasi dalam rangka restorative

justice tujuan hukum yakni kepastian hukum, keadilan dan manfaat

salah satunya telah tercapai.

f. Pencabutan laporan agar diikuti dengan pembuatan BAP yang isinya tentang pencabutan keterangan yang bersangkutan dalam BAP sebelumnya baik oleh pelapor maupun terlapor.

g. Berdasarkan berita acara lanjutan yang mencabut BAP sebelumnya maka pembuktian atas unsur pasal menjadi berkurang (tidak cukup bukti) sehingga penyidikan dapat dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti dan laporan permasalahan tersebut dapat dinyatakan selesai.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepolisian Negara RI Nomor 2 Tahun 2002 memberikan pengertian Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Kepolisian Negara RI Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kepolisian Negara RI Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Undang- Undang mewakili wewenang umum Kepolisian. Dalam ayat (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan penerapan dari ketentuan yang tercantum dalam Ketetapan MPR No.VII/MPR/2002.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia, Kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Ketentuan ini menjelaskan tentang Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan.

Polisi adalah merupakan organ yang mendasar dalam sebuah negara terlebih dalam peradaban yang sangat komplek ini. Tindakan hukum yang berkaitan dengan kriminal, hanyalah sebahagian kecil dari tugasnya. Kepolisian sebagai bagian integral fungsi pemerintahan negara, ternyata fungsi Kepolisian mempunyai tataran luas, tidak sekedar aspek represif dalam kaitannya dengan proses pidana saja, tetapi mencakup pula aspek preventif berupa tugas-tugas yang melakukan yang melekat pada fungsi utama administrasi negara mulai dari bimbingan dan pengaturan sampai dengan tindakan Kepolisian yang bersifat administrasi dan bukan kompetensi pengadilan. Pada dasarnya Kepolisian negara

Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kedudukan Polri saat ini berlangsung di bawah Presiden, berdasarkan perkembangan hukum kepolisian bertitik tolak pada asas-asas atau sendi-sendi pokok yang perlu untuk tugas kepolisian. Polri sangat berperan dan bertanggung jawab dalam membangun supremasi hukum yang berdasarkan kehendak rakyat, penyambung lidah rakyat sebab Polisi berasal dari rakyat. Kewenangan yang diperolehnya berasal dari rakyat, dan itu harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk perlindungan terhadap rakyat dengan memberikan rasa keadilan. Karena sikap dari angota polisi yang bertugas di lapangan sangat menentukan, dan sebagai cermin bagi citra korps kepolisian dalam mewujudkan idaman polisi yang dicintai oleh masyarakat. Asas berarti prinsip atau garis pokok dari mana mengalir kaidah-kaidah atau garis hukum. Hukum Kepolisian adalah Hukum positif yaitu kaidah-kaidah atau garis-garis hukum yang dapat diterapkan secara langsung kepada suatu perbuatan konkrit yang terdapat dalam masyarakat. Sebaliknya, asas sifatnya umum sehingga sukar untuk diterapkan pada sesuatu perbuatan konkrit.

Polisi yang diberi wewenang untuk bertindak berdasarkan penilaiannya sendiri, tidak berarti bahwa dapat berbuat sewenang-wenang. Mengenai wewenang untuk bertindak dalam rangka asas Plichnatigheid, ada juga batas- batasnya. Oleh karena asas Plichnatigheid ini merupakan kelanjutan dari asas legalitas maka tindakan yang dilakukan oleh Polisi dibatasi, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Dengan perkataan lain ialah bahwa tindakan polisi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau setidaknya tindakannya itu harus sesuai dengan jiwa dari undang-undang sehingga seandainya hal tersebut sempat dibuat peraturan/undang-undangnya oleh badan pembuat undang-undang, peraturan ini akan membenarkan tindakan polisi tersebut.

Memang sulit sekali diadakan pembatasan oleh karena penilaian masing- masing tentang tindakan yang dilakukan selalu berbeda-beda. Akan tetapi sebegitu jauh masih didapat diadakan ukuran bagi tindakan Polisi yang didasarkan atas Plichnatigheid ini, yaitu:

a. Tindakan itu harus noodzakelijk artinya secara obyektif menurut pandangan umum, betul-betul perlu dan tindakan tidak boleh kurang tidak boleh lebih. Contohnya: Pemasangan papan reklame dipinggir jalan harus sedemikian rupa sehingga tak menghalangi pemandangan dari pengendara kendaraan. Kalau menghalangi pemandangan maka Polisi bisa memerintahkan memindahkan ke tempat lain walaupun penempatannya ditempat itu sudah mendapat izin.

b. Zakelijk, artinya tidak bersifat pribadi, tidak terikat pada kepentingan

perorangan. Yang dianggap zakelijk ialah tindakan yang benar-benar diharapkan untuk kepentingan tugas kepolisian, sehingga wewenang Kepolisian itu tidak bisa dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

c. Doelmatig, ialah tindakan yang sesuai atau yang bisa mencapai sasaran.

Yang dianggap tindakan yang doelmatig yaitu bahwa tindakan itu merupakan tindakan/jalan yang paling tepat untuk mengelakkan gangguan secara sempurna dan tepat, atau tindakan yang paling tepat agar kerugian bagi perorangan itu dapat diperkecil atau juga segala tindakan yang sesuai dengan kepentingan hukum, terutama mengenai hak-hak manusia yang menurut pendapat umum tidak berlebih-lebihan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan usul-usul orang yang bersangkutan.

d. Evenredig, ialah harus ada keseimbangan antara tindakan Polisi dengan

berat ringannya kesalahan, artinya dalam mengambil tindakan dengan alat-alat itu tidak terlalu berlebih-lebihan sehingga menghambur- hamburkan tenaga atau sampai melanggar hak-hak asasi. Contoh: terhadap seorang pengendara sepeda yang salah jalan maka Polisi itu perlu menahan orang tersebut atau menyita sepedanya tetapi cukup dengan memberikan peringatan bahwa jalan itu terlarang dan kemudian itu menunjukkan jalan yang bisa dilalui.

e. Asas Subsidiaritas, merupakan asas yang mewajibkan pejabat Polisi untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu sebelum pejabat yang berwenang untuk itu hadir. Asas ini sebenarnya bersumber dari kewajiban umum Polisi untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum.92

Pada dasarnya setiap anggota polisi yang bertugas di lapangan merupakan penterjemah-penterjemah hukum yang hidup, dan paling mudah ditemui oleh masyarakat untuk menanyakan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum yang menyangkut pribadinya. Adapun tugas dan wewenang Kepolisian Republik Indonesia diatur pada Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 14 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002

92

menyatakan dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian RI juga memiliki kewenangan di samping tugas yang harus diembannya. Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyatakan kewenangan Polri adalah:

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang:

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kewenangan lain diatur pada Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang mengatur:

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:

b. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; c. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

d. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

e. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

f. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

k. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

l. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

m. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah

tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia.

Dokumen terkait