• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN RESTRUKTURISASI DALAM HUKUM

B. Restrukturisasi Utang Dalam Hukum Kepailitan

Pelaksanaan restrukturisasi utang di Indonesia, diatur dalam UUK di bagian PKPU. Undang-undang Kepailitan tidak mengatur rincian apa saja yang diatur dalam suatu rencana perdamaian. Pada dasarnya kedua belah pihak , kreditur maupun debitur, bebas menentukan bagaimana mekanisme penyelesaian pembayaran utang diantara mereka.80 Adanya kelemahan di dalam Undang-Undang Kepailitan yang mana Undang-Undang Kepailitan tidak cukup mengatur mengenai restrukturisasi

79

Hamud M. Balfast, Sedikit tentang “Disclosure” dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Januari-Februari 2003, hal. 100.

80

utang. Belum ada payung hukum yang jelas mengenai perusahaan yang bagaimana yang berhak di restrukturisasi atau bagaimana bentuk-bentuk restrukturisasi yang dapat di tempuh dan hal-hal teknis lainnya.

Sejak tahun 1998 telah di rumuskan suatu Rancangan Undang-Undang tentang Restrukturisasi Perseoran (selanjutnya akan di sebut RUU) yang mengacu pada Chapter 11 Bankruptcy Code Amerika.81 Dengan di undangkannya RUU ini, maka akan menggantikan ketentuan restrukturisasi utang dalam UUK. Sehingga Bab III UUK tentang PKPU di nyatakan tidak berlaku lagi, sepanjang mengenai Perseroan Terbatas.82

RUU terdiri dari 166 pasal yang terinci dalam 23 Bab sebagai berikut : Bab I Ketentuan Umum

Bab II Bentuk-Bentuk Upaya Restrukturisasi Utang Perseroan Bab III Restrukturisasi Akibat Krisis atau Kreditor Ingkar Janji Bab IV Pendaftaran dan Verifikasi Tagihan

Bab V Prakarsa Restrukturisasi Bab VI Kelayakan Restrukturisasi Bab VII Tim Konsultan Restrukturisasi Bab VIII Rapat Para Kreditor

Bab IX Rapat Pertama Para Kreditor

81

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 360.

82

Pasal 165 ayat (1) Draft-10 Undang-Undang tentang Restrukturisasi Utang Perseroan,

http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php/d=ranc+2&f=ruu-restrukturisasi.htm, terakhir diakses pada 20 Juni 2007.

Bab X Komite Kreditor

Bab XI Rencana Restrukturisasi

Bab XII Rencana Restrukturisasi Alternatif Bab XIII Pemberian Utang Baru

Bab XIV Pembuatan dan Pendaftaran Rencana Restrukturisasi Bab XV Keadaan Diam

Bab XVI Implementasi Restrukturisasi Bab XVII Ingkar Janji Debitor dan Kreditor Bab XVIII Kepailitan Debitor

Bab XIX Penyanderaan Debitur dan Penjaminnya Bab XX Sanksi-Sanksi

Bab XXI Restrukturisasi Lintas Batas Negara Bab XXII Ketentuan Peralihan

Bab XXIII Ketentuan Penutup.

Dalam RUU ini, restrukturisasi utang di atur dengan lebih mendetil mulai dari siapa yang memprakarsai rencana restrukturisasi, bentuk-bentuk restrukturisasi utang, studi mengenai kelayakan restrukturisasi83 hingga pada sanksi terhadap pelanggaran-

83

Dalam RUU ini di atur dengan jelas bahwa sebelum restrukturisasi utang di ajukan maupun, terlebih dahulu harus di lakukan studi kelayakan oleh Tim Konsul Restrukturisasi yang dapat di bentuk oleh direksi Perseroan yang setidaknya terdiri atas akuntan publik, konsultan hukum, konsultan manajemen keuangan dan bisnis, konsultan penilai. (Pasal 28 Draft-10 RUU, ibid.)

pelanggaran yang di lakukan dalam rangka restrukturisasi perusahaan seperti adanya

mark up 84 terhadap nilai atau aset perseroan.

Dalam RUU di atur secara tegas bahwa sebelum di ajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur, harus terlebih dahulu dilakukan upaya restrukturisasi atas utang-utang debitur. Permohonan kepailitan yyang diajukan terhadap debitur yang belum menempuh upaya restrukturisasi, wajib di tolak oleh Pengadilan Niaga.85

RUU tentang restrukturisasi utang perseroan di landasi oleh asas-asas sebagai berikut :

a. Proses Restrukturisasi wajib di tempuh terlebih dahulu sebelum Debitor atau Kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor b. Pengadilan wajib menolak permohonan pailit sebelum di tempuh proses

Restrukturisasi Utang

c. Restrukturisasi di lakukan berdasarkan kesepakatan antara debitor dan para kreditor tanpa campur tangan pengadilan

d. Proses kesepakatan restrukturisasi antara debitor dan kreditornya terlaksana dalam waktu singkat.

e. Restrukturisasi hanya boleh di ajukan apabila terhadap utang debitor memang layak untuk di lakukan restrukturisasi sebagaimana terbukti dari hasil studi

84

Sanksi ini dapat berupa penyanderaan terhadap debitur atau penjamin, atau berupa pidana penjara paling sedikit 1 tahun paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp. 1 miliar terhadap direksi perseroan yang melakukan mark up atau penggelembungan atau rekayasa mengenai jumlah utang yang di mohon, jumlah nilai pinjaman, maupun terhadap besarnya bagian pembiayaan sendiri (Pasal 120 ayat 3 juncto Pasal 144 Draft-10 RUU, ibid)

85

kelayakan yang di buat oleh Tim Konsultan Restrukturisasi yang independen dan debitor di nilai oleh para kreditornya memiliki itikad baik untuk melunasi utang nya dan memiliki sikap kooperatif terhadap para kreditornya.

f. Restrukturisasi di lakukan berdasarkan asas keseimbangan kepentingan antara debitor dan kreditor yang berlandaskan asas keadialan dan kepatutan.

g. Restrukturisasi mengikat semua kreditor baik kreditor pemegang hak jaminan (kreditor Preferen), kreditor konkuren, kreditor dalam negeri maupun kreditor luar negeri.

h. Restrukturisasi tidak menghapuskan hak kreditor pemegang hak jaminan, kecuali apabila kreditor yang bersangkutan secara sukarelaatau menyetujui usul pihak lain untuk melepaskan hak jaminannya

i. Restrukturisasi hanya dapat di ajukan apabila di nilai layak dan debitor memiliki itikad baik dan bersikap kooperatif kepada para kreditornya.

j. Undang-Undang ini memperhatikan kepentingan pengusaha usaha kecil dan menengah.

k. Undang-Undang ini memperhatikan kepentingan negara sehubungan dengan pembayaran pajak yang belum di bayar oleh debitor.

l. Undang-Undang ini memperhatikan kepentingan pegawai dan buruh yang gaji atau upahnya belum di bayar oleh debitor, dan

m. Restrukturisasi tidak menghapuskan tanggung jawab perdata atau pidana dari pribadi anggota Direksi , anggota Dewan Komisaris dan atau pemegang saham perseroan.

Kepailitan suatu perusahaan menurut Undang-Undang Kepailitan dapat disebabkan oleh berbagai alasan, sebagai berikut :

1. Ketidakmampuan debitor yang dimohonkan pernyataan pailit untuk membayar utang- utangnya yang telah jatuh tempo, yang di sebabkan oleh karena :

a. Krisis moneter yang telah mengakibatkan kesulitan keuangan.

b. Krisis moneter sejak tahun 1997 menyebabkan banyak perusahaan gagal beroperasi. Contohnya adalah PT. Sempati Air yang mengajukan kepailitan untuk diri sendiri, sebagaimana terlihat dari permohonan No. 37/ Pailit/1999/PN. Niaga/Jkt.Pst oleh PT. Sempati Air terhadap PT. Pann Multi Finance dan PT. Freeport Indonesia. Krisis moneter mengakibatkan biaya operasi dan pemeliharaan meningkat 2 s/d 5 kali lipat, sehingga modal dan cadangan perusahaan banyak terkuras sedangkan jumlah penumpang pesawat kian menurun dari hari ke hari. Ini mengakibatkan harta perusahaan tidak sebanding lagi dengan piutang para kreditor.

c. Contoh lainnya adalah Permohonan PKPU oleh PT. Wendy Citarasa dengan Permohonan No. 01/PKPU/2000/PN. Niaga/Jkt. Pst. yang kemudian memperoleh homologasi atas kesepakatan kreditor berdasarkan usulan perdamaian.

d. Secara nyata harta kekayaan (aset) perusahaan tidak mencukupi untuk membayar kewajiban (debt) perseroan, sebagaimana terlihat dalam

Permohonan No. 37/Pailit/1999/PN. Niaga/Jkt.Pst yang dimohonkan oleh PT. Bestindo Tata Industri.

2. Perseroan tidak mau membayar utang-utangnya karena berbagai alasan, antara lain :

a. Pihak lawan juga belum menyelesaikan kewajibannya (exceptionon

adempleti contractus).

Seperti Permohonan Pailit No. 81/Pailit/PN. Niaga/ Jkt. Pst. yang diajukan oleh PT. Kadi Internasional (Pemohon) terhadap PT. Wisma Chalinda (Termohon). Berdasarkan Perjanjian Pembangunan

(Construction Contract), pemohon belum menyelesaikan

pembangunan proyek dan termohon juga belum memenuhi kewajibannya memberikan loan (pinjaman).

b. Pengalihan piutang dianggap tidak sah menurut debitor.

Permasalahan ini banyak diajukan debitor dalam kaitannnya dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Salah satunya adalah Permohonan No. 100/Pailit/1999/PN. Niaga/Jkt. Pst. yang diajukan BPPN terhadap PT. Tirtamas Comexindo. Permohonan pailit oleh BPPN tersebut oleh Majelis Hakim.

c. Direksi yang mewakili perseroan tidak berwenang untuk mengikat perseroan dengan pihak ketiga.

Dalam Permohonan No. 62/Pailit/1999/PN. Niaga/Jkt. Pst. PT. Ometraco Corporation (Termohon) menyatakan utang yang harus dibayar kepada Royal Bank of Canada (Asia) Ltd. Belum jatuh tempo. e. Telah diadakan penjadwalan kembali utang.

f. Dalam Permohonan No. 77/Pailit/1999/PN. Niaga/Jkt. Pst., Termohon PT. Pudjiadi Prestige Limited, Tbk. Menyatakan bahwa telah diadakan penjadwalan ulang atas bunga yang telah jatuh tempo. Pengadilan menerima dalil ini dan menolak permohonan Pemohon PT. Nikko Securities Indonesia

g. Utang dianggap telah dibayar oleh debitor.

h. Dalam Permohonan No. 07/Pailit/1999/PN. Niaga/ Jkt. Pst., PT. Indonesia Sentosa Lestari (Termohon) mendalilkan bahwa utang telah dibayarkan kepada PT. Danamon Finance (Pemohon).

Perseroan terbatas sebagai badan hukum yang mempunyai harta kekayaan terpisah dari kekayaan perseronya dapat dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan. Adanya pernyataan pailit oleh pengadilan mengakibatkan badan hukum tersebut akan kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, karena hak pengurusan harta kekayaan perseroan beralih kepada kuratornya. Menurut Pasal 26 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, gugatan hukum yang bersumber kepada hak dan kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan kepada kuratornya.

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitor. Pasal 19 Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 jo. Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat pernyataan pailit itu dilakukan, beserta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.86 Akibat hukum lain bagi perseroan adalah bahwa debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan kedalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan terhitung sejak saat putusan pailit diucapkan.87

Akibat hukum putusan pailit mempunyai konsekuensi terhadap harta pailit perseroan (debitor). Semua perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali jika perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.88 Gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan.89 Dalam hal pencocokan tidak disetujui , pihak yang tidak menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih kedudukan debitor pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung.90 Gugatan tersebut hanya mempunyai akibat hukum dalam bentuk pencocokan, namun hal ini sudah cukup untuk menjadi

86

Bismar Nasution dan Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, Program Magister Kenotariatan Pascasarjana USU, Medan, 2003, hal. 54.

87

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 85

88

Pasal 23 UU No. 4 Tahun 1998 jo. Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004.

89

Pasal 23 UU No. 4 Tahun 1998 jo. Pasal 27 UU No. 37 Tahun 2004.

90

salah satu bukti yang dapat mencegah berlakunya daluarsa atas hak dalam gugatan tersebut.91

Khusus terhadap perseroan terbatas terbuka yang merupakan perusahaan efek, permohonan kepailitan tidak dapat diajukan oleh debitor atau kreditor, melainkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Pasal 2 angka 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menrgaskan bahwa dalam hal menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pasal 94 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan atau manajer investasi.

Guna menyediakan informasi atau fakta materil bagi investor dalam mengambil keputusan investasi, Ketua Bapepam telah mengeluarkan keputusan No. Kep-46/PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang dimohonkan pernyataan pailit.

Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 memuat ketentuan sebagai berikut :

1. Emiten atau perusahaan publik yang gagal atau tidak mampu menghindari kegagalan untuk membayar kewajibannya terhadap pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi, maka emiten atau perusahaan publik wajib menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa Efek dimana efek emiten atau perusahaan publik tercatat secepat mungkin, paling lambat akhir

91

hari ke-2 (kedua) sejak emiten atau Perusahaan Publik mengalami kegagalan atau mengetahui ketidakmampuan menghindari kegagalan dimaksud.

2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib memuat antara lain rincian mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan pinjaman dan alasan kegagalan atau ketidakmampuan menghindari kegagalan.

3. Dalam hal emiten atau perusahaan publik diajukan ke pengadilan untuk dimohonkan pernyataan pailit, maka emiten atau perusahaan publik wajib menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa Efek dimana efek emiten atau perusahaan publik tercatat secepat mungkin, paling lambat akhir hari ke-2 (kedua) sejak emiten atau Perusahaan Publik mengetahui adanya permohonan pernyataan pailit dimaksud.

4. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib memuat antara lain nama pemberi pinjaman yang mengajukan pailit, ringkasan permohonan pernyataan pailit dan jumlah pinjaman lainnya.

5. Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan terhadap emiten atau perusahaan publik wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan Bursa Efek emiten atau perusahaan publik tercatat mengenai hal tersebut secepat mungkin, paling lambat akhir hari ke-2 (kedua) pengajuan permohonan pernyataan pailit.

6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini merupakan dokumen publik yang tersedia bagi masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal sesuai dengan Peraturan Nomor II.A.2 tentang Prosedur Penyediaan Dokumen Bagi Masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal.

7. Bursa efek wajib mengumumkan informasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini di Bursa Efek pada hari yang sama dengan diterimanya informasi tersebut oleh Bursa Efek.