• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM MENGENAI RESTRUKTURISASI UTANG

PT. TERBUKA PADA PROSES PERDAMAIAN MENURUT

UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

TESIS

Oleh

YUANITA HARAHAP

047005015 / HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS HUKUM MENGENAI RESTRUKTURISASI UTANG

PT. TERBUKA PADA PROSES PERDAMAIAN MENURUT

UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUANITA HARAHAP

047005015/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM MENGENAI RESTRUKTURISASI UTANG PT. TERBUKA PADA PROSES PERDAMAIAN

MENURUT UNDANG-UNDANG KEPAILITAN Nama Mahasiswa : Yuanita Harahap

Nomor Pokok : 047005015 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum) (Dr. Sunarmi, SH., M. Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D i r e k t u r

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum

2. Dr. Sunarmi, SH. M. Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M. Hum

4. Dr. Mahmul Siregar, SH. M. Hum

(5)

ABSTRAK

Putusnya pernyataan pailit oleh Pengadilan terhadap debitur yang tidak membayar utang nya akan menimbulkan dampak merugikan yang sangat luas tidak hanya bagi debitur namun juga bagi Negara dan masyarakat sehingga menimbulkan putusnya hubungan kerja bagi pegawai dan buruh yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Adakalanya debitur yang di pailitkan oleh minoritas kreditur sesungguhnya masih memiliki prospek usaha yang baik dan dapat kembali menjadi perusahaan yang sehat apabila di berikan beberapa keringanan terhadap utang nya melalui langkah restrukturisasi. Restrukturisasi utang di lakukan sepanjang utang-utang debitur layak untuk di restrukturisasi karena perseroan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu melunasi utang dan akan menjadi perseroan yang sehat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tesis ini berupaya menelaah dan menelusuri lebih jauh perihal bagaimana pengaturan restrukturisasi utang dalam hukum kepailitan di Indonesia, bagaimana pengaturan restrukturisasi utang PT. Terbuka di Indonesia serta bagaimana pelaksanaan restrukturisasi utang PT. Terbuka melalui proses perdamaian.

Dalam penelitian tesis ini di gunakan metode library research (penelitian pustaka) yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap data-data yang di peroleh dari yurisprudensi, buku-buku ilmiah, undang-undang , jurnal hukum, situs internet dan lain-lain. Setelah itu di gunakan metode deskriptif analisis , dimana tesis ini di awali dengan pemaparan data dan kemudian di lanjutkan dengan analisa dan berdasarkan kerangka acuan yang telah di tetapkan.

(6)

Seperti halnya kasus pada PT. Bukit Sentul, Tbk dapat menjadikan konsumen dan pengembang tidak saling merugi. Dan perusahaan dapat kembali menata manajemen perusahaanya dengan baik.

(7)

ABSTRACT

Bankruptcy statement by the commercial court the debtor who unable tp pay his debt will harshly impact not only for debtor ,but also for the society and state, because can influence the amount of national incomes like taxes, up to discharging the employers which can effect to the society’s prosperity. Moreover, the debtor bankrupted by the minority creditor is still have a good prospect of busines and can again become a healthy. Company if given some relief or dispensation to the debt by passing restructuring. Debt restructuring can be implementated if the competent. Debtor is feasible to restructure in related to the good prospect of company business that can bring the company to pay all the debts and become a healty.

Pursuant to the above mentioned, hence this thesis cope the analyze and trace farther as for how is regulation of debt restructuring in law of Bankruptcy in Indonesia, and how is regulation of debt restructuring in PT. Tbk in Indonesia, and how the implementation of the debt restructuring PT. Tbk pass through process of reconciliation.

To solve the problem, it is conduted library reseach methode (resarch by books) that is performed a research to obtained datas fo jurisprudence, erudite books, code/law,law journal, internet situs and others. Is afterwards used by descriptive method of analysis, where this thesis is started with datas presentation and is later, then continued with data analysis pursuant to frame of reference which have been specified.

After using this methode, and supporting by some datas which is accurate, so in writing thesis can be know that debt of restructuring has been regulate in law of Bankruptcy, in part of canceling the duty of debt paid. But, there is a weaknes in law of Bankruptcy which is it is not enough to regulate as a detail what will be regulate in a plan of draft reconciliation, because of ceditor and debitor has free to decide how to finishing the mechanick of debt paid among them. However restructuring is an important action to be take because the company didn’t have potential to fill their duty to creditor, which is it the company didn’t do the in debt restructuring so it will be problem for level of welfare society. Because of that, necessary for information which has enough about debt in perseroan in this case is openness, in information of openness from debitor so the creditor can take action to planning or idea restructuring or likuidasi. Same with in case of PT. Bukit Sentul , Tbk can be made consument and developer didn’t suffer to each other. And the company will be back regulate their management will be better.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “ ANALISIS HUKUM MENGENAI

RESTRUKTURISASI UTANG PT. TERBUKA PADA PROSES

PERDAMAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG KEPAILITAN”, guna

memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Humaniora pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tesis ini, penulis telah banyak menerima bimbingan dan bantuan moril maupun materil yang berupa petunjuk dan nasihat dari berbagai pihak. Penulis pertama kali ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis sampai sekarang, dan dukungan dari kakak serta adik-adik sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H., SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(9)

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran-saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu dan pengarahan dalam materi ataupun teknis penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing III, yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam materi ataupun teknis penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengharapkan tesis ini akan berguna bagi para pembaca dan dapat menambah pengetahuannya.

Medan, September 2008

Yuanita Harahap

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : YUANITA HARAHAP

Tempat/Tgl. Lahir : Medan. 06 Juni 1980 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan

• Sekolah Dasar Alwashliyah No. 1 Medan (Lulus Tahun 1993)

• MTs. Pesantren Modern Al-kautsar Al-Alakbar Medan (Lulus Tahun 1996)

• MAs. Pesantren Modern Al-kautsar Al-Akbar Medan (Lulus Tahun 1999)

• Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (Lulus Tahun 2003)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT………iii

KATA PENGANTAR………....iv

RIWAYAT HIDUP………....vi

DAFTAR ISI……...………...vii

BAB I : PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah……….. 8

C. Tujuan Penelitian……….8

D. Manfaat Penelitian……….. 8

E. Keaslian Penelitian……….. 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsional……….11

G. Metode Penelitian………. 28

BAB II : PENGATURAN RESTRUKTURISASI DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA…...……….32

A. Pengertian Restrukturisasi Utang …………...32

B. Restrukturisasi Utang Dalam Hukum Kepailitan………..…….38

C. PKPU Dalam Hukum Kepailitan…………...49

(12)

BAB III : PENGATURAN RESTRUKTURISASI UTANG

PT. TERBUKA DI INDONESIA...………57

A. Pengertian PT. Terbuka………...57

B. Kewajiban Laporan Keuangan PT. Terbuka………..62

C. Restrukturisasi Utang Pada PT. Terbuka………...70

D. Pentingnya Restrukturisasi Utang Dalam Penyelamatan Usaha Debitor Yang Beritikad Baik………... 79

E. Kelemahan Undang-Undang Kepailitan Menyangkut Restrukturisasi……….. 83

BAB IV : PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI UTANG PT.TERBUKA MELALUI PROSES PERDAMAIAN……..91

A. Keterbukaan (Disclosure) Dalam Rencana Perdamaian……….91

B. Persetujuan Perdamaian (Accord)……...103

C. Pengesahan Perdamaian Oleh Pengadilan...108

D. Perdamaian dalam Kepailitan Pada Kasus PT. Bukit Sentul, Tbk…………...110

E. Analisis………116

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……….119

A. Kesimpulan………..119

B. Saran………121

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan lahir karena kebutuhan mendesak terhadap sarana penyelesaian utang swasta setelah runtuhnya perekonomian nasional dan dunia usaha Indonseia akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997.1 Krisis ekonomi itu disebabkan tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan yang sangat besar pada sektor luar negeri, dan kemudian diperparah akibat kelemahan mendasar dalam ekonomi mikro.2 Krisis ekonomi ditandai dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadapa mata uang dolar Amerika Serikat, yang memperburuk kualitas perkreditan bank-bank dan mengakibatkan terbatasnya sumber dana yang tersedia bagi dunia usaha.3 Terbatasnya sumber dana dunia usaha akibat krisis bukan hanya menghambat kemampuan dunia usaha dalam aktifitas produksinya , tetapi kemudian diperparah dengan kesulitan menyelesaikan kewajiban membayar utang kepada kreditur luar negeri.4 Kondisi ini menyebabkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan konglomerat.5

1

Sultan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 29.

2

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Nasabah Bank: Suatu Gagasan tentang Pendirian

Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia, (Jakarta: Program Pasca Sarjana, Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia, 2002), hal. 2.

3

Gunadi, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk Pemajakannya, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 3-4.

4

Sutan Remy Sjahdeini, Log.Cit.

5

(14)

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan swasta mengakibatkan kreditur membutuhkan sarana yang dapat digunakan menagih piutangnya dengan memuaskan, sementara Faillissement Verordening sebagai peraturan kepailitan yang ada pada waktu itu dipandang tidak dapat diandalkan memenuhi kepentingan pengembalian piutang masyarakat kreditur dari perusahaan-perusahaan yang bangkrut tersebut.6 Atas desakan International Monetary Fund (IMF)7, Pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 sebagai sarana penyelesaian utang pengusaha Indonesia kepada kreditur luar negeri. Perpu ini mengubah dan menambah peraturan kepailitan yang terdapat di dalam Faillissement Verordening Stb. 1905 No.217 Jo. Stb. 1906 No. 3488 yang dipandang tidak lagi dapat mengakomodasi kepentingan dunia usaha dimasa krisis.9 Perpu ini kemudian ditetapkan sebagai undang-undang pada tanggal 9 September 1998, yang dituangkan kedalam UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

UU No. 4 Tahun 1998 yang dibuat dalam kondisi krisis dan ditambah adanya tekanan IMF ternyata sarat dengan kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah begitu mudahnya debitur atau kreditur mengajukan permohonan agar suatu

6

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal. 30.

7

IMF sebagai lembaga keuangan dunia yang akan memberikan hutang kepada Indonesia guna mengatasi krisis ekonomi, berpendapat bahwa upaya mengatasi krisis moneter Indonesia tidak dapat terlepas dari keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri dari para pengusaha Indonesia kepada kreditur luar negerinya dan upaya penyelesaian kredit-kredit macet perbankan Indonesia. IMF mengajukan penyelesaian masalah ini sebagai syarat realisasi pengucuran dana pinjaman kepada Indonesia berdasarkan Letter of Intent (LoI) yang telah ditandatangani antara IMF dengan Pemerintah Indonesia. Ibid., hal. 35.

8Uraian lebih lengkap mengenai Faillissement Verordening, baca Sudargo Gautama,

Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru untuk Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998),

hal. 2.

9

(15)

perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut.10 Contohnya , perusahaan Asuransi Pudential (Prudential Life Assurance) sebagai perusahaan yang sangat sehat dengan gampangnya dipailitkan oleh pengadilan pada tahun 2004 berdasarkan tuntutan salah satu agennya yang mendalilkan adanya utang Asuransi Prudential yang tidak dibayar kepada agen tersebut. Ketidakjelasan pendefinisian maupun pembuktian adanya utang atau tidak, juga terjadi dalam kasus PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Financial) vs PT. Darmala Sakti Sejahtera pada tahun 2002.11

UU No. 4 Tahun 1998 seharusnya mengedepankan hukum dan keadilan dalam membatasi dan mengatur kepentingan ekonomi bisnis, dan bukan berpihak kepada kepentingan bisnis.12 Maksud diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan seharusnya adalah untuk mengakomodasi kepentingan para pelaku bisnis akibat krisis ekonomi sehingga dapat berperan dalam membangkitkan kembali kegiatan dunia usaha dan kehidupan perekonomian nasional.13

UU No. 4 Tahun 1998 kemudian direvisi dan digantikan oleh Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

10

Syarat pailit berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 tahun 1998 adalah debitur mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur, dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Lihat Bismar Nasution dan Sunarmi, Dasar-dasar Hukum Kepailitan, Diktat Kuliah Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Medan, 2003.

11

Bismar Nasution, “UU Kepailitan Harus Mengatur Reorganisasi Perusahaan”, Medan Bisnis, Sabtu 8 Mei 2004, hal. 8.

12

“Perpu Kepailitan, Upaya Mendahulukan Hukum”, Suara Pembaharuan , Senin, 4 Mei 1998.

13

(16)

Utang, yang diundangkan pada tanggal 18 Okober 2004. Diberlakukannya UU No. 37 tahun 2004 (selanjutnya disebut UU Kepailitan) bertujuan mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat didalam UU No. 4 Tahun 1998, sehingga lebih mampu memberikan aturan yang cukup bagi kepentingan kreditur dan debitur dalam penyelesaian masalah kepailitan.

UU kepailitan menyediakan sarana Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan perdamaian bagi perusahaan yang berada diambang pailit agar perusahaan tersebut terhindar dari likuidasi akibat kepailitan dan tetap dapat menjalankan usahanya guna memenuhi kewajiban pembayaran utangnya kepada para kreditur. PKPU dan perdamaian merupakan peluang yang diberikan oleh UU kepailitan kepada perusahaan-perusahaan “yang tidak mampu membayar utang-utangnya tetapi masih memiliki prospek usaha yang baik dan pengurusnya beritikad baik serta kooperatif dengan para kreditur untuk melunasi utang-utangnya”.14 Dalam hal ini , PKPU dan perdamaian merupakan upaya restrukturisasi utang perusahaan (debitur) agar perusahaan dapat disehatkan kembali dan sekaligus memungkinkan perusahaan kembali berada dalam keadaan mampu membayar utang-utangnya.15 Jadi, debitur yang berada dalam keadaan pailit masih mempunyai kesempatan melanjutkan usahanya apabila pengajuan PKPU dikabulkan oleh Pengadilan ataupun perdamaian terjadi antara debitur dan kreditur.

14

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 58-59.

15

(17)

PKPU pada dasarnya merupakan penawaran rencana perdamaian oleh debitur, agar debitur dapat melakukan restrukturisasi “yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren”.16 Restrukturisasi utang debitur melalui proses PKPU hanya dapat dilakukan setelah pengajuan PKPU oleh debitur dikabulkan oleh Pengadilan sebelun jatuhnya putusan pailit,17 yang kemudian diikuti dengan akor (perdamaian) antara debitur dengan kreditur.18

Resrtrukturisasi utang debitur melalui proses perdamaian (akor) antara debitur dengan kreditur disepakati setelah adanya putusan pailit dari pengadilan. Perdamaian (akor) merupakan cara lain di luar PKPU untuk menghindar dari likuidasi terhadap harta kekayaan perusahaan. Bila pengajuan tawaran restrukturisasi utang debitur kepada kreditur diterima maka harta kekayaan debitur tidak jadi dijual. Setelah keluarnya putusan pailit dari pengadilan, perdamaian ditawarkan debitur pada saat rapat verifikasi berdasarkan Pasal 144 dan Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004.19

Saat ini dunia usaha di Indonesia banyak yang sudah berskala nasional dan internasional dengan modal dari dalam maupun dari luar negeri, termasuk yang modalnya berasal dari perbankan. Lingkup usahanya pun sudah demikian kompleks

16

Kartini Muljadi, dalam Sunarmi, Tinjauan Krisis terhadap Undang-undang Kepailtan:

Menuju Hukum Kepailitan yang Melindungi Kepentingan Kreditor dan Debitor, Disertasi, Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hal. 46. Kreditor konkuren adalah kreditor yang sifatnya tidak didahulukan, dan baru akan mendapat pembayaran atas piutangnya apabila ada sisa harta pailit.

17

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.103.

18

Ibid., hal. 111.

19

(18)

dari segi kuantitas dan kualitas. Semua perusaahan tersebut senantiasa berupaya mencapai keberhasilan secara maksimal dalam bidang usahanya dan tidak ingin terhambat oleh berbagai kendala yang sebelumnya tidak terduga, termasuk dalam masalah kesulitan finansial.

Perseroan Terbatas Terbuka (selanjutnya disingkat PT. Terbuka) sebagai perusahaan yang telah go public, sebenarnya tidak terlepas dari kemungkinan ketidakmampuan membayar utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada krediturnya. Sebagai contoh di masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, banyak perusahaan konglomerasi yang pailit akibat ketidakmampuannya membayar utang-utangnya. Juga dapat dikemukakan contoh terjadinya kepailitan pada perusahaan Enron Corp. di Amerika Serikat yang membuat panik para investor karena tidak terdeteksi sebelumnya, padahal Enron Corp. selama ini dipandang publik sebagai perusahaan yang sangat sehat.20 Hal ini menunjukkan betapa pentingnya hukum kepailitan, bukan hanya bagi dunia bisnis dan perekonomian semata-mata, tetapi juga untuk melindungi kepentingan investor yang menanamkan modalnya secara langsung maupun tidak langsung. Hukum kepailitan bagi semua perusahaan, termasuk PT terbuka, merupakan kebutuhan yang besar dan penting untuk mewujudkan sarana hukum yang cepat, adil, terbuka, dan efektif dalam

20

(19)

menyelesaikan utang piutang perusahaan yang mempunyai pengaruh besar terhadap perekonomian nasional.21

Pada umumnya tidak ada satu pun perusahaan yang menginginkan terjadinya ketidakmampuan membayar utang, apalagi hingga terjadi kebangkrutan, termasuk bagi suatu PT Terbuka yang sudah memiliki jumlah modal, pemegang saham dan lingkup usaha yang sudah demikian kompleks dari segi kuantitas dan kualitas. Sebagaimana perusahaan pada umumnya, PT Terbuka pun akan berupaya untuk dapat tetap eksis dalam menjalankan bisnisnya meski telah terjadi keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya. Berdasarkan pengaturan di dalam UU Kepailitan, PT Terbuka hanya dapat menyelamatkan perusahaannya dari putusan pailit melalui proses PKPU dan perdamaian.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia mengenai restrukturisasi utang PT Terbuka melalui proses perdamaian setelah suatu PT Terbuka berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya. Hal ini disebabkan restrukturiasi utang sangat diperlukan oleh PT Terbuka yang dipandang memiliki prospek usaha yang baik di masa depan, sehingga PT Terbuka tersebut tetap dapat menjalankan usahanya sambil memenuhi kewajibannya membayar utang-utangnya kepada kreditur.

21

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan restrukturisasi dalam hukum kepailitan di Indonesia? 2. Bagaimanakah pengaturan restrukturisasi utang PT. Terbuka di Indonesia?

3. Bagaimanakah pelaksanaan restrukturisasi utang PT. Terbuka melalui proses Perdamaian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan restrukturisasi dalam hukum kepailitan.

2. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan restrukturisasi utang PT Terbuka di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan restrukturisasi utang PT. Terbuka melalui proses Perdamaian.

D. Manfaat Penelitian

(21)

dalam ilmu hukum secara normatif mengenai restrukturisasi utang suatu PT Terbuka yang berada dalam keadaan pailit melalui proses Perdamaian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Secara yuridis normatif, penelitian ini diharapkan dapat merupakan masukan atau tawaran berharga bagi pihak pembentuk hukum dalam menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan demi kepentingan dunia usaha dan perekonomian nasional. Secara praktis , penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam menganalisis dan memanfaatkan langkah-langkah restrukturisasi utang PT Terbuka, baik yang berada dalam keadaan pailit maupun yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU), penelitian tesis tentang “Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Ada beberapa hasil penelitian tesis di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang juga membahas mengenai restrukturisasi, tetapi dengan pendekatan yang berbeda karena mempunyai fokus permasalahan yang berbeda antara lain :

1. “Restrukturisasi Kredit Bermasalah pada PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk”, yang di lakukan oleh NATALIE GISTRIAN, dengan permasalahan sebagai berikut :

(22)

b. Bagaimanakah ketentuan restrukturisasi kredit perbankan Indonesia?

c. Bagaimanakah mekanisme restrukturisasi kredit bermasalah pada PT. BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk?

2. “Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan”, yang dilakukan oleh LINDIA HALIM, dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana Pengaturan Restrukturisasi Utang Dalam UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

b. Bagaimana Pengaturan Restrukturisasi Utang Dalam Konteks Kepailitan? c. Bagaimana Pelaksanaan Restrukturisasi Utang Dalam Perbankan Dan Dunia

Usaha?

3. “Restrukturisasi Kredit Ritel (Studi Kasus di PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Cabang Medan Baru)” yang dilakukan oleh PATAR HUTASOIT

4. “Kajian Yuridis Akta Restrukturisasi Perjanjian Al-Murabahah (Studi pada Bank Muamalat Cabang Medan)” yang dilakukan oleh NURHABIBI.

(23)

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

Kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti atau tidak mampu membayar utang kepada kreditor. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yakni :

Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa

debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua utang-utangnya kepada semua kreditur.

Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada

debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya.22 Sejalan dengan itu fungsi dari Undang-Undang Kepailitan adalah selain mengatur bagaimana pembagian harta kekayaan debitor yang telah di nyatakan pailit oleh hukum, juga memberikan perlindungan kepada debitor dari para kreditornya dengan cara memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang debitor tersebut. Hal ini senada dengan yang di katakan Sutan Remy Syahdeini bahwa fungsi hukum kepailitan adalah :

a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara kreditornya.

22

(24)

b. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditornya.

c. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang.23

Salah satu paradigma hukum kepailitan adalah adanya nilai keadilan sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberikan manfaat , kegunaan dan kepastian hukum. Satjipto Rahardjo mengatakan “hukum sebagai perwujudan nilai-nilai mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya”.24

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dapat di tarik kesimpulan tentang syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat di nyatakan pailit yakni sebagai berikut :

1. Adanya Utang

2. Minimal satu utang dari utang sudah jatuh tempo 3. Minimal satu utang dari utang dapat ditagih 4. Adanya debitor

5. Adanya paling sedikit 2 (dua) Kreditor 6. Kreditor lebih dari satu

7. Pernyataan pailit di lakukan oleh Pengadilan khusus yang di sebut dengan Pengadilan Niaga.

23

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 5.

24

(25)

8. Permohonan pernyataan pailit di ajukan oleh pihak yang berwenang yaitu : a. Pihak debitor

b. Salah satu atau lebih kreditor c. Jaksa untuk kepentingan umum d. Bank Indonesia jika kreditornya Bank

e. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

f. Menteri keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di kepentingan publik.

9. Syarat yuridis lainnya yang di sebutkan dalam UUK.

10. Apabila syarat terpenuhi, hakim ”menyatakan pailit” bukan ”dapat menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak di berikan ruang untuk

judgement yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya. Sesungguhnya limited

defence masih dibenarkan mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian

yang sumir (vide Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan).25

UU Kepailitan juga menempatkan kedudukan utang sebagai persyaratan kepailitan dengan rumusan “tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih”. Adanya penambahan kata lunas di dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 dibandingkan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 ayat (1)

25

(26)

UU No. 4 Tahun 1998, mengandung makna bahwa untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitor untuk membayar utang-utangnya akan tetapi juga termasuk ketidakmampuan debitor tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut sebagaimana yang diperjanjikan.26 Esensi dari persyaratan ini adalah bahwa debitor berada dalam keadaan insolven, yaitu debitor tidak “mampu” membayar lunas utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada kreditor. Artinya, hukum kepailitan bukan hanya mengatur kepailitan debitor yang tidak mampu membayar kewajibannya hanya kepada salah satu kreditornya saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven. Keadaan insolven tejadi hanyalah apabila debitor tersebut tidak mampu secara finansial untuk membayar utang-utangnya kepada sebagian besar kreditornya.27

Terjadinya pailit28 yang dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar utang” dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, harus disertai dengan suatu tindakan nyata, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri maupun atas permintaan kreditornya, untuk mengajukan suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga.29 Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan

26

Ricardo Simanjuntak, Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif

Pengacara, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 570.

27

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 72.

28

Disebutkan di dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, pailit atau bangkrut adalah seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan bangkrut, dan yang aktifanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya. Lihat, Munir Fuady, Hukum

Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 8.

29

(27)

tidak mampu membayar seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut kepada Pengadilan Niaga , maka pihak ketiga tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh Hakim Pengadilan, baik merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.30

Kepailitan merupakan sarana hukum yang efektif dan adil untuk menyelesaikan utang-piutang. Kepailitan debitor mencakup seluruh harta kekayaan debitor pada saat dinyatakan pailit serta kekayaan yang diperoleh selama berjalannya proses kepailitan. Semua harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit menjadi harta kepailitan, yang dikuasai dan dikelola oleh kurator. Kurator dalam melanjutkan penguasaan dan pengurusan harta kepailitan akan mengawasi debitor, umtuk kemudian menjual seluruh harta kepailitan tersebut dimuka umum melalui pelelangan umum guna mendapatkan pelunasan atas utang-utang debitor kepada kreditor.

Undang-Undang Kepailitan secara filosofis harus memberikan perlindungan baik terhadap kreditornya maupun debitornya secara seimbang.31 Upaya penyelesaian utang antara kreditor dan debitor tidak harus menempuh jalan dipailitkannya suatu perusahaan, karena UU Kepailitan tidak bertujuan memudahkan dipailitkannya suatu perusahaan debitor yang tidak membayar utang. UU Kepailitan menyediakan suatu

30

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 11.

31

(28)

cara agar debitur terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya meskipun debitur telah atau akan berada dalam keadaan insolven, yaitu dengan dimungkinkannya dilakukan restrukturisasi utang debitor melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan perdamaian sebagai alternatif mengatasi kesulitan debitor membayar utang-utangnya.

Restrukturisasi utang debitor melalui proses PKPU32 (Surseance van Betaling atau Suspension of Payment) hanya dapat dilakukan setelah pengajuan PKPU oleh debitor dikabulkan oleh Pengadilan sebelum jatuhnya putusan pailit,33 yang kemudian diikuti dengan akor (perdamaian) antara debitor dengan kreditor.34 PKPU pada dasarnya merupakan penawaran rencana perdamaian oleh debitor, agar debitor dapat melakukan restrukturisasi yang dapat meliputi seluruh atau sebagian utang kepada kreditor.35 Berdasarkan PKPU yang diikuti dengan perdamaian, pada akhirnya debitor dapat tetap meneruskan usahanya dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Sementara itu berdasarkan Pasal 144 dan Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 restrukturisasi utang debitor melalui proses perdamaian (akor) dilakukan setelah keluarnya putusan pailit dari pengadilan, yaitu dengan cara ditawarkan debitor dan disepakati oleh para kreditor pada saat rapat verifikasi.36

Sebenarnya ada banyak cara dalam melakukan restrukturisasi utang di luar proses PKPU dan perdamaian. Dikatakan oleh Gunadi, restrukturisasi utang

32

PKPU dalam UU No. 4 Tahun 1998 diatur di dalam Bab II Pasal 212 s.d Pasal 279, sedangkan dalam UU No. 37 tahun 2004 diatur di dalam Bab III Pasal 222 s.d 264.

33

Zainal Asikin, Op.Cit., hal. 103.

34

Ibid., hal. 111.

35

Kartini Muljadi, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 46.

36

(29)

perusahaan untuk mengurangi ekuisitas negatif (negative equity) akibat beban utang, dilakukan melalui beberapa tindakan tertentu, seperti misalnya :

“… penjadwalan kembali pelunasan utang (rescheduling), pengurangan utang (hair cut), pembebasan utang (debt remission), konversi utang menjadi ekuitas (debt-equity swap), dan penyitaan barang-barang jaminan utang.”37 Sementara itu, Sutan Remy Sjahdeini menyebutkan restrukturisasi utang dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

1. memberikan moratorium (penundaan pembayaran utang) kepada debitor; 2. melakukan penjadwalan kembali pelunasan pinjaman;

3. melakukan persyaratan kembali perjanjian pinjaman;

4. melakukan restrukturisasi jumlah pinjaman, termasuk mengurangi jumlah pokok utang, menurunkan tingkat suku bunga dan memberikan tambahan utang (kredit injeksi);

5. memasukkan modal baru oleh para pemodal atau pemegang saham baru.38 Adanya restrukturisasi utang dan perusahaan (debt and corporate

restructuring, atau corporate reorganization, atau corporate rehabilization) akan

memungkinkan perusahaan debitor kembali berada dalam keadaan mampu membayar utang-utangnya.39 Restrukturisasi merupakan pemberian kesempatan untuk terus hidup dan berkembang kepada perusahaan (debitor) yang tidak mampu membayar utang-utangnya tetapi masih memiliki potensi dan prospek usaha yang baik di masa

37

Gunadi, Op.Cit.,hal. 93.

38

Sutan Remy Sjahdeini, dalam Sunarni Op.Cit.,hal. 15.

39

(30)

depan, sehingga kreditor menyetujui untuk merestrukturisasi utang-utang debitor. Pengurus perusahaan yang direstrukturisasi juga mempunyai itikad baik serta kooperatif dengan para kreditor untuk melunasi utang-utangnya. Karena restrukturisasi utang “bertujuan utama untuk menyehatkan kembali kondisi keuangan perusahaan”40 dengan melanjutkan kegiatan usahanya, maka sebelum restrukturisasi dilakukan seharusnya terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan yang bertujuan untuk menyimpulkan apakah utang debitor layak atau tidak layak untuk direstrukturisasi.41

Seperti halnya pertimbangan Majelis Hakim Peninjauan Kembali dalam Putusan Nomor 024/PKN/1999 dalam perkara antara PT. Citra Jimbaran Indah Hotel melawan Sangyong Engineering & Construction Co. Ltd, yang dalam mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali mengemukakan sebagai berikut :42

”Potensi dan prospek dari usaha debitur harus pula di pertimbangkan secara baik. Jika debitur masih mempunyai potensi dan prospek, sehingga merupakan tunas-tunas yang masih dapat berkembang seharusnya masih di beri kesempatan untuk hidup dan berkembang. Oleh karena itu penjatuhan pailit merupakan ultimum remedium.”

40

Suad Husnan, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE, 1988), hal. 168.

41

Syamsudin Manan Sinaga, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Restrukturisasi Utang

pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional,

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2000),hal. 9. Dikatakan oleh Syamsudin Manan Sinaga, restrukturisasi pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dimaksudkan hanya restrukturisasi terhadap pembayaran utang-utang debitor dengan tujuan agar perusahaan debitor dapat sehat kembali.

42

(31)

Lebih lanjut Majelis Hakim Peninjauan Kembali dalam menolak putusan pernyataan pailit dalam perkara tersebut mengemukakan alasan penolakannya:43

“… dan bahkan terhadap utang debitur/Termohon Pailit telah diadakan restrukturisasi menunjukkan bahwa usaha debitur masih mempunyai potensi dan prospek untuk berkembang dan selanjutnya dapat memenuhi kewajibannya kepada seluruh kreditur di kemudian hari dan oleh karena itu debitur/Termohon Pailit bukan karena a Debtor is hopelessly in debt.”

Dengan kata lain, Majelis Hakim dalam Peninjauan Kembali perkara tersebut berpendirian bahwa adalah tidak di benarkan untuk mengabulkan suatu permohonan pernyataan pailit terhadap debitur yang masih memiliki potensi dan prospek usaha untuk berkembang sehingga di kemudian hari akan dapat melunasi utang-utang kepada para krediturnya.44

Restrukturisasi merupakan langkah strategi yang universal. Tindakan restrukturisasi menjadi jalan keluar yang berlaku dalam lingkup internasional, di mana pun dan kapan pun setiap kali unit-unit usaha (termasuk perbankan dan lain-lain) mengahadapi finansial yang berat. Debitur yang mengalami kesulitan keuangan dapat mengajukan permohonan keringanan pada para krediturnya.45 Bila restrukturisasi ini berhasil di laksanakan , sehingga akhirnya debitur berhasil

43

Ibid.,

44

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 59.

45

(32)

melunasi seluruh utang-utang nya. Maka tindakan ini jauh lebih menguntungkan di banding tindakan kepailitan yang mematikan usaha debitor.

Sayangnya, UU Kepailitan tidak memuat ketentuan mengenai restrukturisasi perusahaan dan ketentuan restrukturisasi utang diluar PKPU dan perdamaian, sehingga kurang dapat menyahuti kepentingan perlindungan bagi kreditor dan debitor. Namun demikian, kelemahan ini sebenarnya dapat ditutupi melalui penemuan hukum oleh hakim. Sebagaimana dinyatakan oleh Paulus Effendi Lotulung, bahwa :

“Kelemahan di dalam UU Kepailitan terjadi karena segala ketentuan hukum dituntut untuk ditentukan secara pasti dan “expresis verbis” di dalam undang-undang sebagai konsekuensi sistem hukum “statutory law” yang dianut Indonesia. Sering diabaikan bahwa sumber hukum bukanlah hanya undang-undang saja, melainkan juga doktrin ilmu pengetahuan hukum (teori) dan yurisprudensi atau putusan-putusan hakim yang telah berulangkali diikuti dan menjadi tetap (standar). Lebih lanjut dikatakan Paulus Effendi Lotulung, sebenarnya melalui pendekatan teoritis dan penyusunan penalaran hukum

(legal reasoning) yang sistematis dan runtut akan dapat diketemukan

pemecahan hukumnya (rechtsvinding) tentang berbagai pengertian hukum yang diperdebatkan, yang kemudian dituangkan di dalam Putusan Hakim.46 Sehingga beberapa asas dalam hukum kepailitan yang penting dalam penulisan tesis ini antara lain :

1. Asas Keseimbangan

UUK memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditur dan debitur. Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, di lain

46

(33)

pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah gunaan tersebut oleh kreditur yang beritikad tidak baik.47

2. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam UUK , terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektip tetap di langsungkan.48 UUK tidak semata-mata bermuara pada kepailitan dan tindakan eksekusi aset debitur, terdapat alternatif lain yaitu berupa pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak membayar utang nya namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan pengurusnya beritikad baik serta kooperatif untuk melunasi utang-utangnya, maka dapat di upayakan restrukturisasi atas utang-utangnya dan penyehatan kembali perusahaan nya, sehingga kepailitan merupakan ultimum

remedium.49

3. Asas Keadilan

Asas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditur yang mengusahakan pembayaran atas tagihannya tanpa memperhatikan kepentingan kreditur lainnya dan kepentingan debitur, misalnya dengan penagihan yang sewenang-wenang, bagaimana kelangsungan usaha debitur dan bagaiaman pelunasan terhadap kreditur yang lain.50

4. Asas Putusan yang di dasarkan pada persetujuan Kreditur Mayoritas.

Sutann Remy Sjahdeini , Op. Cit., hal. 58-59.

50

(34)

Permohonan pernyataan pailit yang hanya di ajukan oleh kreditur minoritas dan tidak di setujui oleh kreditur mayoritas, tidak akan di kabulkan oleh Majelis Hakim. Sebab pengabulannya akan membawa kerugian bagi kreditur mayoritas. Demikian pula rencana perdamaian dalam PKPU hanya akan di kabulkan apabila disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren yang haknya di akui yang hadir pada rapat kreditur yang jumlah tagihannya mewakili paling sedikit 2/3 dari seluruh jumlah tagihan dari kreditur yang hadir pada rapat.

Perseroan Terbatas (PT) yang tidak mampu membayar lunas utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada kreditor, dinyatakan pailit dan dilikuidasi.51 Sebagai badan hukum, perseroan terbatas merupakan pendukung hak dan kewajiban yang memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya.52

Pt yang telah go public dan terdaftar di pasar modal disebut sebagai Perseroan Terbatas Terbuka (PT. Tbk). PT. Tbk merupakan organisasi perusahaan publik yang

51

Rachmadi Usman, dalam Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 2001), hal. 167, mengatakan bahwa likuidasi adalah pembubaran perusahaan dengan penjualan harta perusahaan, penagihan dan pelunasan utang serta penyelesaian sisa harta atau utang antara para pemilik. Lebih lanjut Munir Fuady, dalam Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis

Modern di Era Global,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 86, mengatakan bahwa dengan

likuidasi, suatu perusahaan dibubarkan, ditutup, dan dihentikan semua kegiatan usahanya dan membereskannya serta membagi-bagikan aktivanya kepada pihak kreditur dan pemegang saham.

52

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas

(35)

bertujuan mencari laba secara terus menerus melalui pengorganisasian faktor-faktor produksi, termasuk memprodusir barang atau jasa dan menjualnya dengan laba.53

Adanya utang bukanlah hal buruk bagi suatu PT. Tbk yang telah menjadi perusahaan publik atau emiten di pasar modal, asalkan perusahaan tersebut dapat membayar kembali utangnya kepada kreditor. Perusahaan yang seperi ini merupakan perusaahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar utang-utangnya, dan sebaliknya, suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya lagi disebut insolvensi.54

PT. Tbk sebagai perusahaan publik atau emiten berkewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai posisi keuangannya kepada publik berdasarkan hasil audit. Dengan keterbukaan informasi ini, investor bukan hanya dapat menilai pertumbuhan perusahaan dan kemampuan keuangannya, tetapi juga dapat mengetahui sejak awal apakah perusahaan akan mengalami kemunduran usaha atau bahkan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan keterbukaan informasi ini, investor dapat menentukan sikap apakah menjual, menahan atau membeli saham perusahaan tersebut. Keterbukaan (disclosure)55 ini merupakan salah satu prinsip good corporate

53

John A. Subin dalam Wasis, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 4.

54

Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 1. Istilah insolvensi menurut J.B. Huizink, alih bahasa Linus Doludjawa, Insolventie, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 21, menunjuk pada suatu kumpulan dari aturan-aturan yang mengatur hubungan debitor (yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat ketidakmampuan finansial) dengan para kreditornya.

55

(36)

governance (GCG) yang telah diwajibkan kepada seluruh PT. Tbk (perusahaan publik

dan emiten) di pasar modal untuk menerapkannya, dan diawasi pelaksanaannya oleh Pemerintah melalui Kantor Kementerian BUMN maupun Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) selaku otoritas pasar modal dan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Keterbukaan menjadi prinsip yang sangat penting dan bersifat fundamental dalam hukum pasar modal. Keterbukaan tentang fakta materil sebagai jiwa pasar modal memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.56 Keterbukaan berarti keharusan emiten dan semua pihak yang terlibat dalam pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi/fakta materil mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan investor atau harga dari efek tersebut.57 Kewajiban melaksanakan prinsip keterbukaan adalah untuk menghindari perilaku PT. Tbk yang bersifat defensif dan tidak informatif terhadap semua fakta materil.

Hukum pasar modal memuat penegasan mengenai keharusan keterbukaan informasi bagi emiten dan perusahaan publik yang dimohonkan pernyataan pailit, sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Bapepam No. X.K.5. tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan

Investor Relations, Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan Berbasis Kepatuhan, (Jakarta:

Grafiti Press, 2001), hal. 16.

56

Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001), hal. 1.

57

(37)

Pailit.58 Restrukturisasi perusahaan PT. Tbk juga harus didasarkan atas efektifitas dilaksanakannya prinsip good corporate governance (GCG) dengan terjaganya iklim yang kondusif bagi bergeraknya sektor riil dalam menghadapi tantangan era perdagangan global.59 Prinsip transparansi sangat penting dilaksanakan pada setiap perusahaan, terlebih lagi pada PT. Terbuka maupun perusahaan multinasional.

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan tersebut diatas, maka perlu diuraik

kekayaan debitor pailit yang pengur

an kembali keuangan perusah

alah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanj

beserta peraturan pelaksanaannya.62

an definisi operasional untuk menghindari perbedaan penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

Kepailitan adalah sita umum atas semua harta

usan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalam Undang-undang ini.60

Restrukturisasi Utang diartikan sebagai menstrukturk aan dalam kebangkrutan.61

Perseroan Terbatas (PT) ad

ian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

58

I Nyoman Tjager, Pasar Modal Indonesia dan Wewenang Bapepam dalam Kepailitan, dalam R

n Bank,

Artikel U

Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, (Jakarta:

PT. Elex

No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. udhi A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto (ed.), Penyelesaian Utang-Piutang, Melalui

Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 590.

59

Zulkarnain Sitompul, Memberantas Kejahatan Perbankan: Tantangan Pengawasa tama, Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 No. 1 Tahun 2005, hal. 7.

60

Pasal 1 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.

61

Jhon Downes & Jordan Elliot Goodman, Media Komputindo, 2001), hal. 102.

62

(38)

Perseroan Terbatas Terbuka (PT. Tbk)63 adalah emiten yang melakukan penawaran umum di pasar modal sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasar modal,

apat ditagih

an bahwa debitor sebagai

dan atau perusahaan publik yang sahamnya telah dimiliki oleh kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya tiga milyar rupiah atau yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.64

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah debitor yang tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan d

, dapat memohon penundaan pembayaran kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.65

Perdamaian, dalam hal terjadinya kepailitan , adalah suatu perjanjian antara debitor dengan para kreditor, dimana diadakan suatu ketentu

63

Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa perseroan terbatas terbuka harus diberi singkatan “Terbuka” dibelakang nama perseroan.

Pasal 1 angka 6 UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian emiten, yaitu “pihak yang melakukan penawaran umum”.

Pasal 1 angka 22 UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian perusahaan publik, yaitu “perseroan yang sahamnya telah dimilikinya sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan memiliki modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

64

Dikatakan dan atau oleh karena tidak semua emiten dapat menjadi perusahaan publik selama jumlah pemegang saham dan modal disetor perseroan tidak memenuhi syarat perusahaan publik, dan tidak semua perusahaan publik melakukan penawaran umum sebagai emiten di pasar modal. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan suatu PT. Terbuka sekaligus merupakan perusahaan publik dan emiten di pasar modal. Lihat, Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan

Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 16.

65

(39)

si pailit dengan membayar suatu persentase tertentu dari utangnya maka ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya.66

Kekayaan adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat diuangkan.67 Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau karena undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.68

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.69

Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.70

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.71

66

H.F.A. Vollmar, dalam Zainal Asikin, Op.Cit., hal. 87.

67

Fred B.G. Tumbuan, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 45.

68

Pasal 1 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004.

69

Pasal 1 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004.

70

Pasal 1 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004.

71

(40)

G. Metode Penelitian

Rangkaian kegiatan penelitian tesis ini dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah, sejak dari pengumpulan data sampai pada analisis data.

1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan karakteristik rumusan masalah dalam penelitian ini, penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang berlaku dalam hukum kepailitan di Indonesia. Yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah melakukan pendekatan terhadap norma-norma hukum dalam menganalisis permasalahan yang ada, baik yang tetulis di buku (law in written in book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge

through judicial process).72 Penelitian ini dikatakan bersifat deskriptif analitis karena tidak hanya bertujuan mendeskripsikan ketentuan-ketentuan dan fenomena-fenomena hukum dalam restrukturisasi utang PT. Terbuka yang berada dalam posisi tidak mampu membayar utang-utangnya, akan tetapi ditujukan pula untuk menganalisis ketentuan-ketentuan dan fenomena-fenomena hukum tersebut.

72

Ronald Dworlin, dalam Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan

Perbandingan Hukum" makalah pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan

(41)

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Lazimnya sebuah penelitian hukum normatif, sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan (library research), baik dalam bentuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier sebagai data utama atau data pokok penelitian.73 Bahan-bahan hukum tersebut diperoleh dari perpustakaan, yang terdiri dari :

a. bahan hukum primer, terdiri dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. b. Bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku teks dari para ahli hukum,

jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, majalah, surat kabar, situs internet dan lain-lain.

c. Bahan hukum tertier, terdiri dari kamus-kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia, ensiklopedi, dan lain-lain.

Keseluruhan data sekubder yang diperoleh ditujukan untuk mendapatkan norma-norma hukum, konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual.

73

(42)

3. Tehnik Pengumpulan Data

Seluruh data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan berdasarkan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data terhadap bahan pustaka yanga ada, termasuk melalui penelusuran data yang tersedia di Perpustakaan Pusat USU dan surfing di internet. Pengumpulan data didasarkan pada literatur dan peraturan perundang-undangan yang relevan guna memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah dan bahan-bahan yang bersifat yuridis normatif sebagai perbandingan dan pedoman menguraikan permasalahan yang dibahas. Pengumpulan data juga akan dilengkapi dengan putusan-putusan hakim (yurisprudensi) mengenai perkara-perkara kepailitan yang berkaitan dengan restrukturisasi utang PT Terbuka.

4. Analisis Data

Data yang akan dikumpulkan melalui studi dokumen, dianalisis dengan metode analisis kualitatif berdasarkan logika berpikir deduktif. Penggunaan metode analisis kualitatif didasarkan pada berbagai pertimbangan, yakni: pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan, kedua, data yang dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan

(43)

merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), yang menuntut tersedianya informasi yang mendalam (indepth information).74

Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, dan kemudian dianalisis secara deskriptif, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi, sekaligus diharapkan akan dapat memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

74

Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal; Studi Kesiapan

Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas

(44)

BAB II

PENGATURAN RESTRUKTURISASI DALAM

HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

A. Pengertian Restrukturisasi Utang

Restrukturisasi perseroan adalah tata kelola atau pengelolaan perusahaan yang baik yang pada dasarnya merupakan konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab masing-masing organ perseroan. Restrukturisasi juga merupakan proses yang memperhatikan cara perusahaan di kelola, pengelolaan manager, pertanyaan-pertanyaan yang akan di hadapi oleh direksi, dan akuntabilitas yang perlu dilakukan perseroan terhadap para pemegang saham.75

Restrukturisasi utang adalah pembayaran utang dengan syarat yang lebih lunak atau lebih ringan dibandingkan dengan syarat pembayaran utang sebelum di lakukannya proses restrukturisasi utang, karena adanya konsesi khusus yang di berikan kreditur kepada debitur. Konsesi semacam ini tidaklah di berikan kepada debitur apabila debitur tersebut tidak dalam keadaan kesulitan keuangan.

Kesulitan keuangan yang di hadapi oleh perusahaan bisa bervariasi antara kesulitan likuiditas, dimana perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan

75

Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, Implementasi Good Corporate Governance

dalam Menyikapi Bentuk-Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan ,

(45)

sementara waktu, sampai kesulitan yang sangat parah (bangkrut), di mana kewajiban keuangan perusahaan sudah melebihi kekayaannya.

Restrukturisasi dalam dunia bisnis terutama pada perusahaan di Indonesia sangat vital karena dapat membantu perusahaan keluar dari krisis ekonomi maupun dari keadaan insolvensi. Restrukturisasi juga bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang harus mengahadapi era globalisasi, mengikuti perkembangan ekonomi global dan pasar dunia yang sangat kompetitif.

Restrukturisasi utang merupakan suatu tindakan yang perlu di ambil sebab perusahaan tidak lagi memiliki kemampuan atau kekuatan untuk memenuhi commitment nya kepada kreditur. Commitmen yang di maksud adalah di mana debitur tidak lagi memenuhi perjanjian yang telah di sepakati sebelumnya dengan kreditur, sehingga mengakibatkan gagal bayar. Dan apabila perusahaan tidak melakukan restrukturisasi utangnya, maka akan timbul wanprestasi atau cacat yang dapat mengakibatkan masalah besar bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dampak yang akan timbul tersebut, antara lain :

1. Pihak debitur akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dana di masa yang akan datang nantinya.

2. Nilai saham yang di miliki oleh pihak debitur akan mengalami penurunan, disamping itu nilai usaha yang dimilikinya pun juga akan mengalami penurunan nilai

(46)

4. Beban dan biaya yang dikeluarkan oleh pihak debitur akan dapat membengakak atau lebih besar daripada biasanya di dalam memperoleh dana di masa yang akan datang.

5. Pihak debitur akan memiliki reputasi yang jelek di dalam dunia usaha. Berdasarkan dampak yang ada ini, pihak debitur yang bermasalah sangat di arahkan untuk mengambil langkah atau melakukan restrukturisasi utangnya, guna menghindari masalah-masalah yang mungkin bakal terjadi.

Restrukturisasi utang dilarang dilakukan untuk tujuan tertentu yang merugikan para kreditur, misalnya hanya untuk mengulur-ulur waktu pengembalian kredit, atau untuk menghindari penurunan penggologan kualitas kredit. Restrukturisasi utang hanya dilakukan apabila terhadap debitur terdapat alasan-alasan utama sebagai berikut :

a. Debitur merupakan asset nasional atau terlalu banyak kepentingan publik didalamnya sehingga harus di pertahankan.

b. Penyelesaian utang debitur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari skema penyelesaian utang negara dan swasta Indonesia yang di sepakati oleh negara dan lembaga donor atau kreditur.

c. Kelangsungan usaha (business sustainability) debitur masih bisa menjanjikan pengembalian utang di masa mendatang.

(47)

e. Dalam hal terdapat banyak kreditur dengan berbagai macam fasilitas pinjaman, terdapat kesepakatan mayoritas kreditur untuk menyamakan persepsi dalam merestrukturisasi utang debitur.

f. Kreditur ikut berkontribusi dalam masalah-masalah yang di hadapi oleh debitur atau turut serta menjadikannya tidak mampu untuk mengembalikan utang.

g. Dokumentasi transaksi pembiayaan mengandung banyak kelemahan sehingga sulit untuk menjamin tingkat pengembalian (recovery rate) yang wajar.

h. Di perolehnya komitmen dari pemegang saham pengendali dan manajemen debitur untuk melakukan restrukturisasi utang yang bisa di terima oleh kreditur

i. Dukungan pemerintah Indonesia.

j. Litigasi atau penyelesaian sengketa tidak menjamin tingkat pengembalian yang tinggi dan proses yang cepat76

Restrukturisasi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan mulai mendapatkan perhatian yang sangat besar dari pemerintah dan masyarakat sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Ada anggapan yang kuat bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia yang secara langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter adalah akibat kurang

76

Arief T. Surowidjojo, Restrukturisasi Utang : Pelajaran Dari Krisis Moneter Indonesia, dalam Emmy Yuhassarie, edt., Kredit Sindikasi Dan Restrukturisasi : Prosiding Rangkaian Lokakarya

(48)

diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance) di dalam banyak perusahaan di Indonesia. Tuntutan atas

terselenggaranya GCG di dalam pengelolaan setiap perusahaan juga telah menjadi isu yang dikemas untuk menarik minat investor memasuki pasar modal atau menanamkan investasinya di Indonesia. Penerapan GCG yang semakin baik bukan hanya merupakan kepentingan perusahaan untuk mampu tetap hidup dan berkembang dalam menjalankan usahanya, melainkan telah pula merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap investor.

GCG telah menjadi suatu konsep yang menunjukkan bagaimana seharusnya fiduciary mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder.77 Berdasarkan konsep GCG, diciptakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan akhir meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya. Sebaik apapun suatu struktur

corporate governance namun jika prosesnya tidak berjalan sebagaimana

mestinya maka tujuan akhir melindungi kepentingan pemegang saham dan

stakeholder tidak akan pernah tercapai.78

77

Herwidayatmo, Implementasi Good Corporate governance untuk Perusahaan Publik di Indonesia, dalam tulisan utama Usahawan No. 10 TH XXIX Oktober 2000.

78

(49)

Ada beberapa prinsip penting dari GCG, yakni sebagai berikut :

1. The Right of Share Holders, yakni yang berkaitan dengan hak-hak pemegang

saham.

2. The Equitable of Treatment of Share Holders, yakni yang berhubungan

dengan konsepsi perlakuan yang sama.

3. The Role of Stakeholders in Corporate Governance, yang berkaitan dengan

peraturan tentang penerapan Corporate Governance.

4. Disclosure and Transparancy, yang berhubungan dengan penerapan prinsip

keterbukaan dan transparansi.

5. Responbility of The Board, yang berhubungan dengan tanggung jawab dari

pengurus perseroan.

Prinsip-prinsip tersebut di atas secara keseluruhan mencakup 4 (empat) bidang utama, yaitu :

1. Fairness (keadilan); menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,

termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

2. Transparency (transparansi); mewajibkan adanya suatu informasi yang

terbuka, tepat waktu serta jelas dan dapat di perbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. 3. Accountability (akuntabilitas); menjelaskan peran dan tanggung jawab serta

(50)

4. Responsibility (pertanggungjawaban}; memastikan di patuhinya peraturan

serta ketentuan yang berlaku sebagaimana cerminan di patuhinya nilai-nilai sosial.79

Keseluruhan prinsip-prinsip ini merupakan landasan dalam pengelolaan perusahaan yang baik. Penerapan prinsip-prinsip ini akan menjamin bahwa perusahaan akan senantiasa mempertahankan kelangsungan usaha, stabilitas serta kesejahteraan bagi semua stakeholders, termasuk tentunya keuntungan para pemegang saham. Peranan GCG akan semakin penting dan di tuntut di masa yang akan datang, termasuk merupakan tuntutan dalam restrukturisasi perusahaan dan restrukturisasi utang perseroan dalam kepailitan, oleh karena dengan GCG tujuan dan kegiatan usaha perseroan akan lebih mungkin tercapai tanpa perlu mengorbankan kelangsungan usaha.

B. Restrukturisasi Utang Dalam Hukum Kepailitan

Pelaksanaan restrukturisasi utang di Indonesia, diatur dalam UUK di bagian PKPU. Undang-undang Kepailitan tidak mengatur rincian apa saja yang diatur dalam suatu rencana perdamaian. Pada dasarnya kedua belah pihak , kreditur maupun debitur, bebas menentukan bagaimana mekanisme penyelesaian pembayaran utang diantara mereka.80 Adanya kelemahan di dalam Undang-Undang Kepailitan yang mana Undang-Undang Kepailitan tidak cukup mengatur mengenai restrukturisasi

79

Hamud M. Balfast, Sedikit tentang “Disclosure” dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Januari-Februari 2003, hal. 100.

80

(51)

utang. Belum ada payung hukum yang jelas mengenai perusahaan yang bagaimana yang berhak di restrukturisasi atau bagaimana bentuk-bentuk restrukturisasi yang dapat di tempuh dan hal-hal teknis lainnya.

Sejak tahun 1998 telah di rumuskan suatu Rancangan Undang-Undang tentang Restrukturisasi Perseoran (selanjutnya akan di sebut RUU) yang mengacu pada Chapter 11 Bankruptcy Code Amerika.81 Dengan di undangkannya RUU ini, maka akan menggantikan ketentuan restrukturisasi utang dalam UUK. Sehingga Bab III UUK tentang PKPU di nyatakan tidak berlaku lagi, sepanjang mengenai Perseroan Terbatas.82

RUU terdiri dari 166 pasal yang terinci dalam 23 Bab sebagai berikut : Bab I Ketentuan Umum

Bab II Bentuk-Bentuk Upaya Restrukturisasi Utang Perseroan Bab III Restrukturisasi Akibat Krisis atau Kreditor Ingkar Janji Bab IV Pendaftaran dan Verifikasi Tagihan

Bab V Prakarsa Restrukturisasi Bab VI Kelayakan Restrukturisasi Bab VII Tim Konsultan Restrukturisasi Bab VIII Rapat Para Kreditor

Bab IX Rapat Pertama Para Kreditor

81

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 360.

82

Pasal 165 ayat (1) Draft-10 Undang-Undang tentang Restrukturisasi Utang Perseroan,

(52)

Bab X Komite Kreditor

Bab XI Rencana Restrukturisasi

Bab XII Rencana Restrukturisasi Alternatif Bab XIII Pemberian Utang Baru

Bab XIV Pembuatan dan Pendaftaran Rencana Restrukturisasi Bab XV Keadaan Diam

Bab XVI Implementasi Restrukturisasi Bab XVII Ingkar Janji Debitor dan Kreditor Bab XVIII Kepailitan Debitor

Bab XIX Penyanderaan Debitur dan Penjaminnya Bab XX Sanksi-Sanksi

Bab XXI Restrukturisasi Lintas Batas Negara Bab XXII Ketentuan Peralihan

Bab XXIII Ketentuan Penutup.

Dalam RUU ini, restrukturisasi utang di atur dengan lebih mendetil mulai dari siapa yang memprakarsai rencana restrukturisasi, bentuk-bentuk restrukturisasi utang, studi mengenai kelayakan restrukturisasi83 hingga pada sanksi terhadap

83

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Munawir (2010), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan (profit) yang berhubungan dengan total aktiva (total assets),

Dan juga bila terdapat gangguan di suatu jalur kabel maka gangguan hanya akan terjadi dalam komunikasi antara workstation yang bersangkutan dengan server,

al., 2016; Agussalim dan Hartoni, 2014). Lokasi stasiun pengamatn dan pengukuran ekosistem mangrove di taman wisata mangrove klawalu. Pola zonasi pertumbuhan mangrove

Metode yang digunakan dalam penyusunan Tafsir al-Qur’an Tematik Kementerian Agama RI ini adalah metode tematik, atau dikenal juga dengan istilah maudhu’i..

KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dari Madu yang berasal dari bunga tanaman randu (Ceiba pentandra) terhadap bakteri Salmonella thypi adalah 6% dengan besar

Penelitian oleh Uecker and Stokes (2008) di Amerika Serikat, menyatakan bahwa responden yang salah satu orang tua dengan pendidikan terakhir di perguruan tinggi

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemantauan jentik rutin oleh jumantik dari kalangan ibu rumah tangga tidak berjalan optimal, sehingga dilakukan

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui lebih dalam proses pembel- ajaran SBK, baik seni rupa dan keterampilan maupun seni musik di kelas V SD Singapore