• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

114

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN RATAHAN TIMUR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Priska Pandaleke*, Jean H. Raule*, Marjes N. Tumurang* *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif baik dari segi sosial ekonomi, mental/psikologis, fisik, terutama bagi kesehatan reproduksi sang remaja tersebut. Dampak dari pernikahan usia dini untuk kesehatan reproduksi kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan. Maka dari itu penelitian ini mengenai faktor-faktor mempengaruhi pernikahanusia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Waktu Pelaksanaan penelitian bulan September 2016 – Januari 2017 dengan sampel 64 keluarga. Analisis data untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi pendidikan (p=0,007 <0,05), pengetahuan (p=0,007<0,05), persepsi orang tua (p=0,007<0,05), budaya (p=0,272<0,05), virginitas (p=0,008<0,05), hubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari nilai signifikansi pendidikan (p=0,007 <0,05), pengetahuan (p=0,007<0,05), persepsi orang tua (p=0,007<0,05), budaya (p=0,272<0,05), virginitas (p=0,008<0,05), hubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesimpulannya terdapat hubungan antara pendidikan, pengetahuan, persepsi orang tua dan nilai virginitas dengan pernikahan usia dini sedangkan budaya tidak terdapat hubungan antara dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Maka disarankan tenaga kesehatan di puskesmas dan posyandu termasuk BkkbN hendaknya terus melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan dan memberikan pengetahuan bagi orang tua tentang pernikahan usia dini untuk mencegah pernikahan usia dini.

Kata Kunci: Pernikahan Usia Dini

ABSTRACT

Early marriage in the neighborhood teens tend to have a negative impact in terms of both social and economic, mental / psychological, physical, especially for the adolescent reproductive health. The impact of early marriage for reproductive health are twice as likely to die in childbirth. Therefore this study regarding the factors influencing early in the District Ratahan pernikahanusia Southeast Minahasa Regency East. This research is a quantitative research with cross sectional study conducted in the District of East Ratahan Southeast Minahasa Regency. Execution time studies in September 2016 - January 2017 with a sample of 64 families. Analysis of the data to answer the problem of research conducted univariate, bivariate and multivariate analyzes. The results showed that the value of the significance level (p = 0.007 <0.05), knowledge (p = 0.007 <0.05), the perception of parents (p = 0.007 <0.05), culture (p = 0.272 <0.05 ), virginity (p = 0.008 <0.05), the association with early marriage in the District of Southeast Minahasa Regency East Ratahan. The results showed that the value of educational significance (p = 0.007 <0.05), knowledge (p = 0.007 <0.05), the perception of parents (p = 0.007 <0.05), culture (p = 0.272 <0, 05), virginitas (p = 0.008 <0.05), the association with early marriage in the District of Southeast Minahasa Regency East Ratahan. In conclusion there is a relationship between education, knowledge, perception of parents and the value of virginity with early marriage culture while there was no correlation between the early marriage in the District of East Ratahan Southeast Minahasa Regency. It is therefore advised health workers in health centers and neighborhood health center including BKKBN should continue to conduct promotional measures such as counseling and providing knowledge to parents about early marriage to prevent early marriage.

(2)

115 PENDAHULUAN

Dalam undang-undang perkawinan pasal 2 ayat 7 disebutkan untuk melangsungkan pernikahan, batas minimal usia wanita adalah 16 tahun dan pria 19 tahun. Pernikahan yang berlangsung di bawah itu, disebut dengan pernikahan dini. Konsensus global tentang perlunya penghapusan perkawinan dini, kawin paksa, dan perkawinan usia anak semakin mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merekomendasikan target khusus dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pasca 2015 untuk menghapus perkawinan usia anak. Rekomendasi ini didukung oleh 116 negara anggota, termasuk Indonesia. (Anonim, 2014) Pada tahun 2014, Uni Afrika juga meluncurkan kampanye untuk menghapus perkawinan usia anak di Afrika. (Minchew and Kennedy, 2014)

Lebih dari 700 juta perempuan yang hidup saat ini menikah ketika masih anak-anak, dimana satu dari tiga diantaranya menikah sebelum usia 15 tahun. (Anonim, 2014) Anak-anak perempuan yang menikah muda menghadapi akibat buruk terhadap kesehatan mereka sebagai dampak dari melahirkan dini, peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, gizi

buruk, dan gangguan kesehatan seksual dan reproduksi. Mereka mengalami kondisi yang buruk untuk seluruh indikator sosial dan ekonomi dibandingkan dengan anak perempuan yang menunda usia perkawinan, termasuk tingkat pendidikan yang lebih rendah dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. Dampak buruk ini juga akan dialami oleh anak-anak mereka dan dapat berlanjut pada generasi yang akan datang. (Anonim, 2015)

Menurut WHO (2014), anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun.

Fenomena pernikahan usia dini masih banyak dijumpai pada masyarakat Timur Tengah dan Asia Selatan dan pada beberapa kelompok masyarakat di Sub-Sahara Afrika. Di Asia Selatan terdapat 9,7 juta anak perempuan 48% menikah dibawah 18 tahun, Afrika sebesar 42% dan Amerika Latin sebesar 29%. Penelitian di Bangladesh terdapat 3.362 remaja putri 25,9% menikah pada usia muda. Penelitian di Jeddah Saudi Arabia tentang menikah usia muda dan konsekukuensi kehamilan menunjukan

(3)

116 27,2% remaja menikah sebelum 16 tahun

Pada tahun 2012 di Indonesia, angka perempuan yang menikah usia 10-14 tahun sebesar 4,2 %, sementara perempuan yang menikah usia 15-19 tahun sebesar 41,8 % (Survei BKKBN dalam Indra, 2013). Pada tahun 2013 terjadi peningkatan rasio pernikahan muda pada daerah perkotaan, diabndingkan dengan daerah pedesaan. Adapun jumlah rasio kenaikan tersebut pada daerah perkotaan tahun 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan, rasio itu naik pada tahun 2013 menjadi 32 per 1.000 pernikahan, sedangkan pada daerah pedesaan yang menurun dari 72 per 1.000 pernikahan menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada tahun 2013.Meskipun terjadi peningkatan jumlah rasio pernikahan di perkotaan, tetapi rasio angka pernikahan dini di daerah pedesaan masih lebih tinggi daripada perkotaan (Eko, 2013).

Permasalahan kesehatan reproduksi dimulai dengan adanya pernikahan dini yang hasilnya yaitu pada perempuan usia 10-14 tahun terdapat 2,6 % menikah pada usia kurang dari 15 tahun kemudian 23,9 % menikah pada usia 15-19 tahun (Riskesdas, 2013). Di Sulawesi Utara usia menikah kurang dari 14 tahun sebesar 0,5 %, sedangkan usia menikah antara 15 – 19 tahun sebesar 33,5 % (Survei BKKBN, 2013).

Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif baik dari segi sosial ekonomi, mental/psikologis, fisik, terutama bagi kesehatan reproduksi sang remaja tersebut. Dampak dari pernikahan usia dini untuk kesehatan reproduksi adalah satunya adalah perempuan usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan dibandingkan yang berusia 20-25 tahun, sedangkan di bawah usia 15 tahun kemungkinan meninggal bisa lima kali lipat. (Nad, 2014).Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini adalah pendidikan.Tingkat pendidikan maupun pengetahuan seseorang yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini (Alfiyah, 2010).

Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan buat anaknya, karena di dalam lingkungan keluarga ini, pendidikan seseorang yang pertama dan utama.Peran orang tua terhadap keberlangsungan pernikahan dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orang tua yang dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua (Juspin, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Nandang (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua pada wanita dewasa muda dengan

(4)

117 resiko sebesar 7 kali lipat.Seseorang yang memiliki latar belakang orang tua dengan pendidikan rendah maka memiliki resiko lebih besar untuk menikah dini daripada seseorang yang memiliki latar belakang orang tua dengan pendidikan tinggi.

Menurut BPS dalam analisis data pernikahan usia anak di Indonesia,Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 20 - 24 Tahun yang Menikah Sebelum Usia 18 Tahun Menurut Provinsi, 2008-2012 disebutkan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 25,0 %pada tahun 2008, 25,3%pada tahun 2009, 25,4 % pada tahun 2010, 22,9 pada tahun 2011, 25,0 % pada tahun 2012,dengan rata rata 24,7%.Berdasarkan Kabupaten/Kota diperoleh data perkawinan remaja di Bolaang Mongondow 22 % dan Bolaang Mongondow Timur 20%. Berdasarkan kecamatan, diperoleh data perkawinan remaja di Touluaan Selatan 33%, Ratatotok 30%, Passi Timur 27%, Bilalang 26%, Lolayan 26% Sangkub 26%.

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara, pada rentang tahun 2011-2015 didapatkan sebanyak 309 remaja melakukan pernikahan dini yaitu pada usia rentang <20 tahun. Selain itu dari survei awal tersebut diambil 40

responden didapatkan data bahwa 29 orang telah mengalami kehamilan dan persalinan pada usia muda dan 13 orang diantaranya pernah mengalami keguguran, sebanyak 4 orang mengalami berat badan lahir di bawah 2500 gram. Resiko seperti berat badan bayi rendah, keguguran, hamil dan bersalin pada usia muda telah dirasakan dari beberapa remaja yang telah menikah dini. Oleh karena itu, sosialisasi tentang pentingnya kesehatan reproduksi remaja sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak tersebut. Upaya untuk menghapus perkawinan usia anak merupakan respon terhadap semakin banyaknya bukti yang menunjukkan besarnya skala dan cakupan permasalahan tersebut. Maka dari itu penelitian ini mengenai faktor-faktor mempengaruhi pernikahanusia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode survei analitik dan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Waktu Pelaksanaan penelitian bulan September 2016 – Januari 2017 dengan populasi pada penelitian ini adalah 309 keluarga di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa

(5)

118 Tenggara dan sampel 64 keluarga. Analisis data untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan univariat, bivariat dan multivariat dengan bantuan komputer program Statistical Product Service And Solution (SPSS) for Windows versi 21.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Tabel 1. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Pendidikan

Pernikahan Usia Dini

Nilai p Ya Tidak Total n % n % n % Tinggi 10 15,6 2 3,2 12 18,8 0,007 Rendah 21 32,8 31 48,4 52 81,2 Total 31 48.4 33 61,6 64 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 responden (18,8%) yang berpendidikan tinggi yang menjawab menikah di usia dini 10 responden (15,6%) dan yang menjawab tidakmenikah di usia dini 2 responden (3,2%) sedangkan dari 52 responden (81,2%) yang pendidikan rendah yang menjawab menikah di usia dini 21 responden (32,8%) dan yang menjawab tidak menikah di usia dini 33 responden (61,6%). Dilihat dari nilai signifikansi sebesar p=0,007<0,05), maka H1 diterima atau terdapat hubungan antara pendidikan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Peran orangtua dalam menentukan perkawinan anak dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan keluarga, kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga dan kemampuan

yang dimiliki dalam menghadapi masalah remaja.

Hasil ini sesuai dengan Dwinanda (2015) yang meneliti Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dan Pengetahuan Responden Dengan Pernikahan Usia Dini. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang sudah menikah di Kec. Plaosan Kab. Magetan Jawa Timur tahun 2014. Pemilihan sampel dengan perbandingan 1 : 1, dengan kasus sebanyak 76 responden dan kontrol 76 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu (p-value=0,000; OR= 9,821; 95% CI= 4,657-20,714) dengan kejadian pernikahan usia dini. Responden yang memiliki pendidikan yang rendah memiliki risiko untuk terjadinya pernikahan usia dini sebesar 9,281 kali dari pada ibu yang memiliki pendidikan tinggi.Hasil penelitian ini

(6)

119 sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rafidah dkk (2009) di Purworejo, dimana proporsi responden yang memiliki orangtua berpendidikan rendah secara signifikan lebih berisiko 1,25 kali menikah < 20 tahun dibanding responden yang memiliki orangtua yang berpendidikan tinggi. Adanya dukungan keluarga terhadap kelangsungan pernikahan usia dini tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orangtua yang dapat dihubungkan dengan tingkat pendidikan keluarga. Tingkat pendidikan keluarga ini akan mempengaruhi pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga. (Rafidah dkk, 2009)

Menurut Yulianti, (2010), dalam penelitiannya tentang Dampak yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini menemukan bahwa rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orangtua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. Penelitian oleh Uecker and Stokes (2008) di Amerika Serikat, menyatakan bahwa responden yang salah satu orang tua dengan pendidikan terakhir di perguruan tinggi mencegah untuk menikahkan anaknya pada usia dini dibandingkan responden yang memiliki orang tua dengan pendidikan kurang dari perguruan tinggi (p-value = 0,001).

2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Tabel 2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Pengetahuan

Pernikahan Usia Dini

Nilai p Ya Tidak Total n % n % n % Kurang baik 10 15,6 2 3,2 12 18,8 0,007 Baik 21 32,8 31 48,4 52 81,2 Total 31 48.4 33 61,6 64 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 responden (18,8%) yang berpengetahuan kurang baik yang menjawab menikah di usia dini 10 responden (15,6%) dan yang menjawab tidak menikah di usia dini 2 responden (3,2%) sedangkan dari 52 responden (81,2%) yang berpengetahuan baik yang

menjawab menikah di usia dini 21 responden (48,4%) dan yang menjawab tidakmenikah di usia dini 31 responden (61,6%). Dilihat dari nilai signifikansi sebesar p=0,007<0,05), maka H1 diterima atau terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur

(7)

120 Kabupaten Minahasa Tenggara. Pengetahuan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman. (Notoatmodjo, 2014). Pernikahan di usia dini menurut penelitian UNICEF tahun 2005 berhubungan dengan derajat pendidikan yang rendah.

Hasil ini sesuai dengan Dwinanda (2015) yang meneliti Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dan Pengetahuan Responden Dengan Pernikahan Usia Dini. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang sudah menikah di Kec. Plaosan Kab. Magetan Jawa Timur tahun 2014. Pemilihan sampel dengan perbandingan 1: 1, dengan kasus sebanyak 76 responden dan kontrol 76 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan reponden (p-value=0,000;OR= 4,286; 95% CI= 2,082-8,825) dengan kejadian pernikahan usia dini di Kec. Plaosan Kab. Magetan Jawa Timur tahun 2015. Responden yang memiliki pengetahuan rendah mengenai pernikahan usia dini memiliki risiko untuk melakukan pernikahan dini sebesar 4 kali dibanding responden yang memiliki pengetahuan tinggi mengenai pernikahan usia dini. Demikian juga hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khomsatun

(2012) tentang Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Menikah Dini tentang Kehamilan dengan Kecemasan menghadapi Kehamilan di Kecamatan Pulosaari Kabupaten Pemalang dimana secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja putri menikah dini tentang kehamilan dengan kecemasan menghadapi kehamilan (p=0,038).

Bulan dkk (2016) meneliti Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Dini Di Desa Pa'bentengang Kec. Marusu Kab. Maros Tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini 88 wanita usia subur yang diperoleh dari Pos Kesehatan Desa Pa’bentengang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan (p=0,018) dengan pernikahan dini. Berdasarkan penelitian Choe dkk, diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh responden bisa mencegah untuk terjadinya pernikahan usia dini.

Informasi yang kurang dipengaruhi juga oleh antara lain jarak daerah yang jauh dari keramaian atau daerah terisolir menyebabkan kurangnya informasi pada seseorang. Seperti contoh di daerah Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara, dimana daerah tersebut jauh dari pusat kota dan masyarakatnya tidak berusaha menggali informasi sehingga informasi yang

(8)

121 didapat sangat minim diantaranya mengenai bahaya melakukan pernikahan dini pada anaknya. Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi.

Puspita (2014) dalam penelitiannya tentang hubungan pengetahuan remaja putri dengan sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini di Desa Kesesi Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan dengan didapatkan hasil ρ value 0,014 (value > 0.05). Hal tersebut disimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan remaja putri dengan sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja putri tentang pernikahan usia dini, maka akan semakin baik pula sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini. Sebaliknya semakin kurang pengetahuan remaja putri tentang pernikahan usia dini, maka semakin kurang juga sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini.

3. Hubungan Antara Persepsi Orang Tua Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Tabel 3. Hubungan Antara Persepsi Orang Tua Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Persepsi Orang Tua

Pernikahan Usia Dini

Nilai p Ya Tidak Total n % n % n % Kurang Baik 18 28,1 11 17,2 29 45,3 0,047 Baik 13 20,3 22 34,4 35 54,7 Total 31 48,4 33 51,6 64 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden (45,3%) yang Persepsi Orang Tua kurang baik yang menjawab menikah di usia dini 18 responden (28,1%) dan yang menjawab tidakmenikah di usia dini 11 responden (17,2%) sedangkan dari 35 responden (54,7%) yang Persepsi Orang Tua baik yang menjawab menikah di usia dini 13 responden (20,3%) dan yang menjawab tidakmenikah di usia dini 22 responden (34,4%). Dilihat dari nilai signifikansi sebesar p=0,007<0,05), maka H1 diterima atau terdapat hubungan antara

persepsi orang tua dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian yang dilakukan oleh Haque dkk, didapatkan bahwa sebagian besar responden (99%) pertama kali mendapatkan informasi mengenai pernikahan usia dini dari petugas kesehatan dan pegawai keluarga berencana dan juga dari televisi, radio, koran, lembaga pendidikan, anggota keluarga dan lainnya juga membantu mereka untuk mendapatkan pengetahuan dimana 84,7% responden menonton

(9)

122 televisi, 5,7% responden mendengarkan radio, dan 5,33% responden membaca koran secara teratur (13). Sebagian besar dari responden (92,3%) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai

pernikahan usia dini bahkan 15,38% memiliki pengetahuan yang baik dan 84,61% memiliki pengetahuan cukup mengenai umur yang sesuai untuk hamil.

4. Hubungan Antara Budaya Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Tabel 3. Hubungan Antara Budaya Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Budaya

Pernikahan Usia Dini

Nilai p Ya Tidak Total n % n % n % Kurang Baik 3 4,7 1 1,6 4 6,2 0,272 Baik 28 43,8 32 50,0 60 93,8 Total 31 51,6 33 51,6 64 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 responden (6,2%) yang Budaya kurang baik yang menjawab menikah di usia dini 3 responden (4,7%) dan yang menjawab tidak menikah di usia dini 1 responden (6,2%) sedangkan dari 60 responden (93,8%) yang Budaya baik yang menjawab menikah di usia dini 28 responden (43,8%) dan yang menjawab tidak menikah di usia dini 33 responden (51,6%). Dilihat dari nilai signifikansi sebesar p=0,272>0,05), maka H0 diterima atau tidak terdapat hubungan antara budaya dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara.

Laporan dipublikasikan oleh Plan Nepal Save the Children dan World Vision International Nepal (2012), menyatakan bahwa pengetahuan tentang hukum usia pernikahan merupakan

faktor penting yang menentukan bahwa pernikahan terjadi pada usia yang tepat. Bila orang tidak mengetahui informasi ini, mereka akan menerapkan kebudayaan mereka dan melakukan pernikahan anak mereka pada usia yang sangat muda. Alasan kepala keluarga untuk tidak menikahkan anaknya pada usia muda diantaranya yaitu sebanyak 42,4% untuk membiarkan mereka tetap belajar, sebanyak 42,2% untuk mempersiapkan anak penghidupan yang layak, sebanyak 35,3% responden untuk mencegah kesehatan, 13,9% menyatakan belum pada usia yang tepat untuk menikah dan 5% karena alasan kemiskinan. Selain itu akibat dari pernikahan usia muda dijelaskan juga mempengauhi aspek kesehatan diantaranya kehamilan dini, kanker payudara, stillbirth, kematian ibu dan

(10)

123 anak, tekanan mental bahkan hingga bunuh diri.

Sardi dkk (2016) meneliti Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya Di Desa Mahak Baru Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Penelitian ini menggunanakan metode penelitian kualitatif, dengan informan 5 anak yang menikah dini dan 5 orang tua yang menikahkan anaknya pada usia dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor pendorong pernikahan dini di Desa Mahak Baru adalah faktor adat istiadat. Pernikahan dini juga mempunyai dampak bagi pasangan suami isteri yakni sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah, masalah anak dan suami yang tidak bekerja, dan dampak bagi orang tua masing-masing adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua masing-masing menjadi tidak harmonis, sedangkan dampak positifnya adalah akan mengurangi beban ekonomi orang tua, mengindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan belajar bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga.

Hasil penelitian ini berbeda dengan Rahma (21014) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pernikahan usia dini pada wanita umur di bawah 20 tahun di Kecamatan

Kubung Kabupaten Solok tahun 2013. Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain case control study. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan (p-value=0,321) antara budaya dengan pernikahan dini.

Menurut adat-istiadat pernikahan sering terjadi karena sejak kecil anak telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Bahwa pernikahan anakanak untuk segera merealisir ikatan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan yang memang telah lama mereka inginkan bersama, semuanya supaya hubungan kekeluargaan mereka tidak putus. Selain itu adanya kekhawatiran orang tua terhadap anak perempuannya yang sudah menginjak remaja, sehingga orang tua segera menyarikan jodoh untuk anaknya. Orang tua yang bertempat tinggal di pedesaan pada umumnya ingin cepat-cepat menikahkan anak gadisnya karena takut akan menjadi perawan tua. (BKKBN, 1993)

Beban ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya dengan harapan beban ekonomi keluarga akan berkurang, karena anak perempuan yang sudah nikah menjadi tanggung jawab suami (BKKBN, 1993). Hal ini banyak dijumpai di pedesaan, tanpa peduli umur

(11)

124 anaknya masih muda, apalagi kalau yang melamar dari pihak kaya, dengan harapan dapat meningkatkan derajatnya. Beberapa bukti pengaruh budaya menunjukkan karena orang tua takut jika menolak lamaran seseorang dari pihak pria, maka anaknya akan mendapatkan

sebuak karma yaitu menjadi perawan tua atau tidak akan laku lagi, sehingga walaupun anak masih dibawah umur, jika sudah ada yang melamar untuk mengajak menikah, maka orang tua akan menerimanya dengan cara menaikkan umur anaknya sehingga dapat menikah.

5. Hubungan Antara Nilai Virginitas Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Tabel 4. Hubungan Antara Nilai Virginitas Dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

Nilai Virginitas

Pernikahan Usia Dini

Nilai p Ya Tidak Total n % n % n % Kurang Baik 6 9,4 0 0 6 9,4 0,008 Baik 25 39,1 33 51,6 58 90,6 Total 31 48,4 33 51,6 64 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 responden (9,4%) yang nilai virginitas kurang baik yang menjawab menikah di usia dini 6 responden (9,4%) dan tidak ada menjawab tidak menikah di usia dini, sedangkan dari 58 responden (90,6%) yang nilai virginitas baik yang menjawab menikah di usia dini 25 responden (39,1%) dan yang menjawab tidak menikah di usia dini 33 responden (51,6%). Dilihat dari nilai signifikansi sebesar p=0,008<0,05), maka H1 diterima atau terdapat hubungan antara nilai virginitas dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Seringkali perkawinan terjadi karena sejak kecil anak telah dijodohkan oleh

kedua orang tuanya. Bahwa perkawinan anak-anak untuk segera merealisir ikatan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan yang memang telah lama mereka inginkan bersama, semuanya supaya hubungan kekeluargaan mereka tidak putus.

Selain itu adanya perjanjian atau kesepakatan untuk menjodohkan anak juga merupakan faktor pendorong adanya pernikahan dini. Jika sang anak sudah beranjak besar dan sudah mengenal istilah pacaran, maka orang tua akan kawatir apabila anaknya nanti akan suka dengan orang lain, maka orang tua segera menikahkan dengan anak yang sudah dijodohkan, meskipun usia sang anak masih dini.

(12)

125 Sardi (2016) dalam penelitian kualitatif tentang Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya Di Desa Mahak Baru Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau menyimpulkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat tentang pernikahan masih kurang, hal ini dapat dibuktikan bahwa sampai sekarang mereka kurang memahami arti dari pernikahan yang sesungguhnya, bahkan untuk usia pernikahan mereka hanya tahu jika belum mencapai usia 17 tahun maka harus menaikkan umur agar dapat menikahkan anaknya. Sebenarnya aparat desa telah sering memberikan pengetahuan mengenai adanya larangan untuk menikahkan anaknya dalam usia yang masih muda dengan menjelaskan apa akibatnya. Menurut peneliti, pengetahuan itu diberikan setiap waktu ada pertemuan rutin dan juga bagi ibu-ibu posyandu, tetapi karena rendahnya pemahaman masyarakat Desa Mahak Baru maka mereka kurang mengerti hal tersebut. Untuk menghindari atau mengurangi adanya pernikahan dini, maka diperlukan kerjasama antara masyarakat, orang tua, aparat desa dan Pemerintah.

Menurut The Convention on the Rights of the Child, Article 36, p. 10, perkawinan usia anak seringkali terjadi tanpa persetujuan anak atau melibatkan pemaksaan yang menghasilkan

keputusan yang ditujukan untuk mengambil keuntungan dari mereka atau merugikan mereka daripada memastikan bahwa kepentingan terbaik mereka terpenuhi. Perkawinan usia anak memisahkan anak perempuan dari keluarga mereka dan menempatkan mereka dalam hubungan dan lingkungan yang asing dimana mereka mungkin tidak dirawat atau dilindungi, dan dimana mereka tidak memiliki suara atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan atas kehidupan mereka sendiri.

Perkawinan usia anak pada dasarnya melanggar hak anak perempuan atas kesetaraan dan menghambat kemampuan anak perempuan untuk hidup setara dalam masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh pernikahan dini akan membatasi pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, kesempatan untuk memperoleh penghasilan di masa yang akan datang, keamanan, aktivitas dan kemampuan anak perempuan, serta status dan peran mereka baik di dalam rumah maupun di masyarakat. (Abidin dan Maslichah, 2016).

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

(13)

126 2. Terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara 3. Terdapat hubungan antara persepsi

orang tua dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara 4. Tidak terdapat hubungan antara

budaya dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara 5. Terdapat hubungan antara nilai

virginitas dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara 6. Terdapat hubungan bersama-sama

dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

SARAN

1. Bagi tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan di puskesmas dan posyandu termasuk BkkbN hendaknya terus melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan dan memberikan pengetahuan bagi orang tua tentang pernikahan usia dini untuk mencegah pernikahan usia dini. 2. Bagi pemerintah, tokoh agama dan

organisasi kewanitaan

Pemerintah, toloh agama termasuk organisasi kewanitaan (PKK,

Dharma Wanita Persatuan)agar melakukan tindakan preventif promotif di lingkungan organisasi dan memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang pernikahan usia dini untuk mencegah pernikahan usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. Z., dan Maslichah. 2016. Studi Fenomenology Kesehatan Reproduksi Pada Wanita Dengan Usia Pernikahan Dini. STIKES Insan Cendekia Husada Bojonegoro. Vol. 2 No.

Anonimous. 2015a. Profil Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara

_________. 2015b. Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Unicef

__________.2014a.Child Marriage. UNICEF. Tersedia pada akses : http//www.unicef.org/protection/57 929-58008.html. diakses pada tanggal Oktober 2016.

__________ 2014d. World Health Statistics. Geneva, Switzerland: World Health Organization

Dwinanda, A. R., A. C. Wijayanti and K. E. Werdani. 2015. Hubungan Antara Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Responden dengan Pernikahan Usia Dini. Jurnal

(14)

127 Kesehatan Masyarakat Andalas Vol. 10 No. 1 Hal: 76-81.

Minchew, T. and Kennedy. 2014. The Summer of the Summit – Now what for child, early and forced marriage? Girls Not Brides.

Available from:

http://www.girlsnotbrides.org/sum mer-summit-now-child-early-forced-marriage/, Accessed 28 Oktober 2016.

Notoatmojo, S. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Puspita, R. 2014. Hubungan

Pengetahuan Siswa Putri dengan Sikap Siswa Putri Terhadap Perkawinan Usia Dini di Desa Kesesi tersedia dalam: http://www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id (diakses 17 Nopember 2016)

Rafidah, E., O. Emilla, dan B. Wahyuni. 2009. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia Pernikahan Dini Di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat.Volume 25 No. 2 Juni

Rahma, E. F. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Pernikahan Usia Dini Pada Wanita Umur Di Bawah 20 Tahun Di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok Tahun 2013. Thesis, Universitas Andalas.

Sardi, B. 2016. Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya Di Desa Mahak Baru Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. Ejournal Sosiatri-Sosiologi 2016, 4(3): 194-207 Uecker, J. E and C. E. Stokes. 2008.

Early Marriage in the United States. Departemen of Sociology, University of Texas at Austin, 1 University Station A1700, Austin, TX 78712-0118.

Yulianti, 2010. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini. Pamator, Volume 3, Nomor 1, April 2010.

Referensi

Dokumen terkait

1 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif dan alumni di jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin angkatan

Hasil analisis Principal Component Analysis (PCA) menunjukkan bahwa gugusan sensor gas (electronic nose) dapat digunakan untuk membedakan antara cumi-cumi yang

H373 dapat menyebabkan kerusakan pada organ melalui paparan yang lama atau berulang H400 sangat toksik pada kehidupan perairan. H410 sangat toksik pada kehidupan perairan dengan

Pengujian kedua menggunakan turbin aliran silang dengan busur sudu 74 o dan jumlah sudu 24 yang dibuat dari pipa dibelah, runner yang digunakan ini adalah runner yang dibuat

Dalam kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi seorang guru dapat dijelaskan oleh (Sanjaya, 2006 : 18 ) yaitu :Pertama, kemampuan untuk menguasai

Pada Tabel 3 terlihat bahwa ransum yang tertampung dalam tempat minum untuk bentuk tempat pakan yang relatif letaknya jauh dari tempat minum dengan jenis rasum kering (Tipe I vs

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui elevasi arus balik air akibat pertemuan Sungai Baki dengan Bengawan Solo, kemampuan saluran Sungai Baki dalam menampung

Cara melatih ilmu seperti ini sangat aneh dan berbahaya sekali karena tubuh mereka tidak bergerak dan tidak makan hanya pikiran mereka yang berkerja sesuai dengan arahan-arahan