• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: HAN ROLIADI

STATUS DAN MASA DEPAN DI INDONESIA

B. REVIEW HASIL LITBANG Hadirin yang saya hormati,

Teknologi pengolahan bahan berserat ligno-selulosa menghasilkan produk bernilai tambah yaitu pulp (sebagai bahan

29 setengah jadi); dan bila diolah lebih lanjut menjadi berbagai macam bahan jadi (produk) seperti kertas, karton, papan serat, dan turunan selulosa lainnya (dissolving pulp, yaitu bahan berderajat kemurnian selulosa tinggi, >93%) yang melalui konversi lebih lanjut dihasilkan viscose-rayon (untuk sutera tiruan);

cellophane (bahan film yang transparan), celluloid (bahan plastik

untuk boneka), selulosa asetat (untuk film, fotografi), selulosa nitrat (bahan peledak dan ramuan pemoles kuku), selulosa fosfat (penghambat nyala api) (1,2,3,4,5). Bahan baku berserat ligno-selulosa utama di dunia (termasuk Indonesia) untuk produk tersebut adalah kayu (±90%), atau disebut serat virgin. Serat virgin lainnya adalah bahan non-kayu (ampas tebu, merang padi, bambu, serat abaka, dan tandan kosong kelapa sawit/TKKS) (6,7). Terdapat serat sekunder yaitu kertas bekas dan produk industri pulp/kertas dianggap tidak memenuhi syarat untuk pemakaian konsumen, seperti broke dan sisa potongan kertas (8,9,10). Kelemahan serat ligno-selulosa adalah proses pembentukan alaminya lama, sehingga menghadapi saingan dari serat sintetis karena produksinya lebih cepat (glass, nylon, dan dacron). Serat sintetis masih dipertanyakan sifat terbarukannya (renewability) dan keramahan prosesnya terhadap lingkungan (11).

Konsumsi pulp/kertas/papan serat/turunan lainnya di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan tingkat kemajuan bangsa dan pertambahan penduduk (8,12). Peningkatan tersebut suatu saat tak dapat dipenuhi oleh hasil olahan bahan serat konvensional (kayu hutan alam) karena potensinya semakin langka dan terbatas. Eksploitasi hutan akan memicu pembalakan liar, mempercepat degradasi hutan, dan kerusakan lingkungan (13). Sebagai usaha mengurangi ketegantungan pada kayu hutan alam adalah mengintroduksi bahan serat alternatif, teknologi baru, dan modifikasi atau penyempurnaan teknologi yang sudah ada.

Aktifitas industri pulp/kertas/produk turunan lainnya paling banyak mengkonsumsi air proses dan energi (200-300 kiloliter air, 400-1000 kWh energi listrik, dan 4-8 GJ energi panas per ton produk), dibandingkan industri lain berbahan baku ligno-selulosa (1,

30

5,14)

. Di Indonesia, hal tersebut dapat menguras segala potensi sumber daya alamnya. Pengolahan pulp/kertas/papan serat juga menghasilkan limbah buangan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan (15,16,17,18,19). Ini juga memerlukan usaha mengatasinya, diantaranya dengan penerapan teknologi yang sesuai.

Dasar pemikiran tersebut mendorong Penyaji Orasi selama aktif sebagai staf Peneliti pada instansi P3KKPHH (Bogor) melakukan usaha terkait. Dari hasil usaha tersebut, Penyaji Orasi Penulis telah menerbitkan sekitar 60 publikasi ilmiah, dan beberapa diantaranya merupakan publikasi ilmiah internasional. Penulis juga telah mengikuti seminar/simposium/diskusi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional, dan hasilnya disajikan dalam kurang lebih dari 65 Buku Proseding Nasional/Internasional. Hasil capaian dari segala usaha tersebut (berikut gagasan terkait) selanjutnya dituangkan dalam bentuk Orasi Purna Tugas, berjudul ”Teknologi Pengolahan Bahan Berserat Ligno-selulosa menjadi Pulp dan Produk Turunannya, Berindikasi Ramah Lingkungan, Hemat Energi, dan Ikut Melestarikan Sumber Daya Alam: Status dan Masa Depan di Indonersia”. Diharapkan materinya bermanfaat sebagai informasi penting dan sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan (khususnya teknologi pengolahan serat berligno-selulosa), yang diharapkan dapat menjadi acuan pelaksanaan penelitian/pengembangan selanjutnya.

Beberapa Review Hasil Litbang adalah sebagai berikut: Teknologi dan Produk Pengolahan Serat Skala Litbang

Semakin terbatasnya potensi sumber daya alam di Indonesia (khususnya serat kayu hutan alam, air proses, bahan pembantu/aditif, dan energi) dan kekhawatiran dampak negatif lingkungan, maka aktifitas litbang pengolahan serat di Pusat Litbang Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH, Bogor) banyak difokuskan pada aspek seperti bahan serat

31 alternatif; peningkatan efisiensi/kecepatan pengolahan, modifikasi proses, penggunaan bahan kimia/pemutih berdelignifikasi lebih intensif/selektif dan berintensitas pencemaran rendah, penggunaan bahan aditif alternatif; dan pencermatan kemungkinan kaitan sifat bahan serat, sifat pengolahan, dengan sifat produk akhir yaitu antara lain pulp, kertas/karton, papan serat, dissolving pulp (melalui analisis/pencermatan konvensional atau berskala nano).

1. Aspek bahan baku

a. Pemanfaatan campuran 15 jenis kayu non-komersial (berikut kulit) asal Riau sebagai serat alternatif untuk pembentukan lembaran papan serat (tipe hardboard) dengan cara basah, proses pulping semi-kimia soda panas terbuka, dan menggunakan perekat terbarukan tanin formaldehida (TF)

(56,57)

.

b. Pembuatan pulp sulfat dari campuran 17 jenis kayu tropis non-komersial asal Kalimantan. Sifat jenis kayu non-non-komersial tropis umumnya bervariasi, sehingga menyulitkan pengolahan pulp campuran. Atas dasar itu, sebagai dasar pengelompokan campuran adalah selang koefisien fleksilitas serat, dalam 4 kelompok yaitu 1,00-0,84; 0,83-0,67; 0,66-0,50, dan 0,49-0,33

(68)

.

c. Pemanfaatan limbah kayu karet tua untuk untuk papan serat (hardboard) dengan cara basah, menggunakan proses pulping semi-kimia soda panas terbuka. Sisa lateks pada kayu tersebut banyak menimbulkan masalah pada pengolahan (melekat/lengket pada suhu tinggi) dan terbentuknya noda gelap pada permukaan hardboard. Penambahan sulfur elementer selama pulping dapat mengatasi hal tersebut, karena adanya reaksi vulkanisasi sulfur dengan sisa lateks, dan selanjutnya dapat mempercepat proses (69).

d. Pemanfatan limbah kertas koran untuk kertas, dengan melibatkan tahapan repulping, penghilangan tinta (NaOH, H2O2, Na2SiO3), dispersi (sabun dan minyak biji jarak), dan

32 pemutihan. Sifat kekuatan/optik pulp dari limbah berumur ≤6 bulan lebih baik dibandingkan umur >6 bulan (66).

e. Pemanfaatan limbah kayu hutan tanaman (HTI) jenis eukaliptus telah dicoba untuk pulp rayon. Proses pulping sufat (kraft) diterapkan, diikuti pemutihan menggunakan bahan pemutif ECF secara bertahap, yaitu melibtakan ekstraksi alkali (NaOH) dan penggunaan asam khlorida encer (HCl). Faktor umur pohon HTI mempengaruhi mutu pulp, dan penggunaan bahan permutih ECF (elemental chlorine-free, ClO2) diharapkan mengurangi dampak negatif lingkungan (mengurangi terbentuknya senyawa AOX, yang dicurigai menyebabkan penyakit kanker) (31,37,70).

f. Pemanfaatan limbah ampas tebu untuk sumber serat dan energi. Aktifitas produksi gula di Indonesia menghasilkan limbah ampas tebu (bagasse). Pada bagasse terdapat bahan serat (±40%); dan bahan bukan serat (parenkhim dan pith, ±60%). Hasil penelitian bagasse dari beberapa pabrik gula di Jawa Timur mengindikasikan bagian seratnya berpotensi untuk pulp/kertas, sedangkan bagian bukan serat untuk bahan energi (23).

g. Pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS), kertas bekas, dan sludge (limbah padat industri pulp/kertas) untuk karton. Percobaan dilakukan dengan mencampur pulp semikimia TKKS (tandan kosong kelapa sawit) dengan kertas bekas dan sludge untuk karton. Sifat karton dari campuran (b/b) pulp TKKS (50%), kertas bekas (25%), dan sludge (25%) banyak memenuhi sifat karton komersial (71).

h. Pemanfaatan limbah pelepah nipah (dari pohon induk di mana penyadapan niranya sudah tidak ekonomis lagi) dan sabut kelapa untuk untuk papan serat berkerapatan sedang (MDF). Telah dilakukan percobaan pemanfaatan ke dua macam bahan serat tersebat (bentuk pulp, dengan proses semi-kimia soda panas terbuka) untuk MDF dengan cara basah. Bahan aditif yang digunakan perekat terbarukan TF (tanin formaldehida), alum (tawas), emulsi lilin, dan arang aktif. Hasil pencermatan

33 sifat fisis/kekuatan MDF, serat pelepah nipah lebih berprospek dibandingkan sabut kelapa. Perfomans perekat terbarukan TF menyamai performans perekat fenol formaldehida yang tidak terbarukan. Pencermatan skala nano (X-ray diffraction) berindikasi kekuatan individu serat pelepah nipah lebih tinggi dibandingkan sabut kelapa. Arang aktif menurunkan emisi formaldehida MDF, sedikit menurunkan sifat kekuatan, tetapi memperbaiki sifat kestabilan dimensinya(33).

i. Pemanfaatan bahan serat alternatif (rumput gelagah, TKKS, dan bambu). Telah dilakukan percobaan pemanfaatan ke tiga macam bahan serat tersebat (juga bentuk pulp semi-kimia soda panas terbuka) untuk papan serat berkerapatan tinggi (hardboard), dengan aditif (alum, perekat TF, dan emulsi lilin). Sisa lemak/minyak pada TKKS menimbulkan kesulitan pada pembentukan hardboard dan menimbulkan warna gelap pada permukaannya. Penggunaan konsentrasi alkali lebih tinggi berindikasi diperlukan untuk mengatasinya (105).

j. Bahan serat alternatif selain berupa alami (seperti disebutkan sebelumnya), bisa merupakan produk biosintesa oleh mikroorganisme menggunakan substrat bersenyawa karbohidrat sederhana menjadi kumpulan rantai polimer selulosa (selulosa mikrobial). Percobaan pemanfaatan selulosa mikrobial dilakukan untuk pulp/kertas. Substrat yang digunakan limbah air kelapa (Nata de coco) dan limbah cair pengolahan tapioka (Nata de cassava). Selulosa mikrobial kurang sesuai untuk kertas, tetapi agaknya lebih sesuai untuk produk berkemurnian selulosa tinggi (dissolving pulp)

(48,72,73,106)

.

2. Aspek pengolahan serat hingga produk akhir

a. Pengolahan kertas koran memerlukan pasokan sumber serat berlimpah, rendemen tinggi, dan tidak korosif pada peralatan logam. Percobaan proses pulping semikimia sulfit netral (NSSC) untuk pulp kertas koran dilakukan menggunakan serat

34 limbah pembalakan 4 jenis kayu daun lebar non-komersial dari hutan alam Kalimantan, dengan hasil layak teknis (68,74). b. Operasi pengolahan pulp/kertas selain menghendaki

rendemen dan mutu produk tinggi, juga harus berdampak negatif lingkungan minimal (tidak beracun dan korosif). Modifikasi proses pulping sulfat dicoba dengan menambahkan polisulfida (PS) dan antrakinon (AQ) pada larutan pemasaknya. Serat yang digunakan kayu hutan tanaman Eucalyptus grandis. Pengolahan pulp sulfat-AQ/PS berindikasi dapat memenuhi hal tersebut (43).

c. Kondisi yang mempengaruhi mutu produk pulp sulfat diantaranya suhu dan waktu pemasakan, di mana 2 kondisi (faktor) tersebut saling berkaitan (interdependent). Untuk kepraktisan, dua faktor tersebut perlu dinyatakan menjadi satu (faktor H). Percobaan pulping sulfat dengan menerapkan faktor H dilakukan pada 4 jenis kayu hutan tanaman (sengon, gmelina, meranti kuning, dan kapur). Faktor H dapat menelaah tingkat delignifikasi dan peranan sifat bahan serat (rasio siringil/vanilin pada lignin dan berat jenis) (13).

d. Papan isolasi merupakan salah satu tipe papan serat. Percobaan pulping semi-kimia soda panas terbuka untuk papan isolasi dilakukan menggunakan bahan serat limbah pembalakan HTI, dan bahan aditif cangkang (kulit) udang dan arang aktif. Sifat kekuatan papan isolasi dengan aditif kulit udang (5%) dapat menyamai sifat papan isolasi dengan bahan perekat konvensional tapioka (5% pula). Arang sedikit menurunkan sifat kekuatan tetapi memperbaiki kestabilan dimensinya (35).

e. Pembuatan karton seni merupakan satu usaha meningkatkan nilai kegunaan karton. Percobaan terkait dilakukan dari campuran bahan serat lignoselulosa non-kayu (bentuk pulp) yang berpotensi besar tetapi pemanfaatannya masih terbatas yaitu TKKS, sludge industri pulp/kertas, dan batang pisang. Peningkatan proporsi pulp batang pisang berakibat penurunan rendemen pulp dan sifat fisis/mekanis karton. Porsi campuran

35 pulp batang pisang yang bisa ditolerir adalah <15% (bila kekuatan dipermasalahkan) atau 15-30% (kekuatan tidak dipermasalahkan) (75).

f. Kertas bungkus merupakan salah satu produk komersial kertas. Pertimbangan operasi produksinya antara lain potensi bahan serat berlimpah/murah, dan teknologi sesuai. Percobaan terkait dilakukan dari campuran pulp jenis kayu pionir berpotensi untuk HTI (jabon, terentang,), pulp limbah pembalakan kayu HTI (sengon), sludge, dan pulp serat daun nenas(6). .

g. Bahan serat seperti kayu hutan tanaman, kulit kayu, dan non-kayu umumnya lebih rentan pada kondisi pengolahan pulp konvensional (yang umumnya lebih sesuai untuk kayu hutan alam), sehingga menurunkan mutu produk serat. Diantara modifikasi proses adalah pulping bermedia pemasak alkohol sebagai alternatif/substitusi parsial media pemasak konvensional (air). Percobaan pulping kulit kayu dadap dilakukan menggunakan proses kimia soda bermedia campuran air dan etanol. Peningkatan porsi etanol mengakibatkan delignifikasi lebih intensif, dan rendemen/sifat kekuatan pulp meningkat; dan porsi etanol optimum etanol adalah 20-30% (20,76).

Dokumen terkait