• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI SATWA PAN BALANG TAMAK SEBAGAI UPAYA DALAM MENCIPTAKAN REVOLUSI MENTAL ANAK BANGSA. MENCIPTAKAN REVOLUSI MENTAL ANAK BANGSA

6.6 Revolusi Aturan yang Tidak Tegas

Revolusi pada aturan yang tidak tegas atau ketidaktegasan aturan, sebenarnya telah tergambar dalam uraian revolusi sikap malas dan juga pada uraian tentang kritik sosial. Seperti yang telah diuraikan dalam uraian terdahulu, bahwa hampir seluruh episode yang ada dalam cerita Pan Balang Tamak, memuat aturan yang tidak jelas atau tidak tegas. Semua aturan yang dibuat oleh pimpinan desa (jero bendesa), memiliki pemahaman yang kabur, karena tidak jelasnya batasan-batasan aturan yang dibuat itu. Ketidakjelasan batasan aturan itu membuat aturan tersebut sangat lemah sehingga bisa diakali oleh Pan Balang Tamak. Pan Balang Tamak yang merupakan tokoh cerdik, kritis namun sangat malas mampu menunjukkan kelemahan aturan yang dibuat oleh pimpinan desa. Seharusnya setiap aturan dibuat setegas dan sejelas mungkin. Ketegasan dan kejelasan batasan sebuah aturan yang dibuat tentu tidak akan memberi peluang untuk menafsirkan lain atau menentang aturan tersebut.

Di sisi lain, aturan yang dibuat oleh pimpinan desa (jero bendesa) tidak berdasarkan musyawarah mufakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, aturan

tersebut dibuat sendiri oleh jero bendesa. Sebuah aturan yang dibuat sendiri atau merupakan hasil pikiran sendiri tentu saja banyak kelemahan dibandingkan aturan yang dibuat berdasarkan hasil pikiran orang banyak. Lebih-lebih lagi bila aturan yang dibuat sendiri itu bertujuan untuk mencari kelemahan/kekurangan orang lain agar orang tersebut terkena sangsi berupa denda uang. Contohnya seperti dalam episode adu sapi/banteng. Aturan itu dibuat untuk mencari kelemahan atau kesalahan Pan Balang Tamak agar bisa didenda. Waktu itu Pan Balang Tamak tidak mempunyai sapi besar/banteng untuk diadu. Ia hanya mempunyai sapi betina yang sedang menyusui anaknya. Mengetahui bahwa Pan Balang Tamak tidak mempunyai sapi besar untuk aduan maka jero bendesa mengadakan lomba adu sapi. Namun sayang aturan yang dibuatnya tidak menyebutkan bahwa sapi yang layak untuk diadu adalah, sapi yang sudah besar, galak, dan jantan. Ketentuan lain seperti; batasan kalah-menang yang tidak jelas. Sapi yang menang adalah sapi yang mengejar sapi musuhnya. Sapi yang kalah adalah sapi yang ke luar dari arena pertandingan. Kalah-menang karena bertarung juga tidak disebutkan. Yang penting, asal salah satu sapi yang diadu itu ke luar arena, maka dinyatakan kalah.

Pan Balang Tamak mengetahui bahwa lomba adu sapi itu di buat untuk mendenda dirinya karena ia tidak memiliki sapi aduan. Ia tahu bahwa sapi aduan adalah sapi besar, kuat, jantan, dan galak. Tetapi karena aturannya tidak jelas maka ia mengadu anak sapinya yang masih kecil dan masih menyusu. Sebelumnya ia mempersiapkan susu induk sapinya dengan memerahnya lalu mewadahinya dengan kain tebal. Susu induk sapi yang melekat pada kain itu lalu dibawanya ke arena adu sapi. Ketika giliran

sapinya beradu maka kain yang berisi cairan susu sapi itu dioleskannya pada sapi jantan yang merupakan musuh sapinya. Ketika kedua sapi aduan dilepas, tentu saja anak sapi Pan Balang Tamak akan mengejar sapi musuhnya yang berbau susu karena, disangka sapi itu adalah induknya. Ssegede dan segalak apa pun seekor sapi, tidak mungkin akan tahan bila ada anak sapi yang meminta susu padanya. Sapi itu akan menghindar agar tidak disusui oleh anak sapi. Itulah yang menyebabkan sapi besar, musuh sapi Pan Balang Tamak lari ke luar dari arena perlombaan karena, tidak tahan kemaluannya dikira susu induk sapi. Ke luarnya sapi tersebut dari arena adu atau lomba sapi maka dinyatakan kalah. Pemilik sapi yang kalah harus membayar taruhan sebesar seribu keping uang bolong kepada pemilik sapi pemenang. Kebetulan sapi yang kalah itu milik jero bendesa. Maka jero bendesa harus membayar kekalahan sapinya sebesar seribu kepeng.

Bertolak dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa, aturan yang tidak jelas, terlebih lagi aturan itu tidak berdasarkan musyawarah mufakat tentu sangat jelek. Aturan untuk sebuah kegiatan yang bertujuan menjatuhkan teman atau orang lain tentu tidak perlu dibuat dan dilaksanakan. Seorang pimpinan seyogyanya membuat kegiatan demi kemaksuran dan kesejahteraan warganya, dan bukan untuk mencelakakan. Dalam ceritera disebutkan bahwa pimpinan desa (jero bendesa) sengaja membuat lomba adu sapi karena mengetahui Pan Balang Tamak tidak memiliki sapi besar sebagai sapi aduan. Di samping itu, jero bendesa sengaja memilih sapi Pan Balang Tamak sebagai lawan sapinya. Jero bendesa menyangka sapinya pasti menang. Itu berarti ia pasti mememenangkan dan memperoleh uang taruhan yang sangat banyak. Adanya tujuan

yang tidak baik dalam lomba adu sapi, adanya sifat serakah jero bendesa yang ingin memperkaya diri sendiri, menyebabkan jero bendesa tidak cermat dalam membuat aturan dalam lomba adu sapi. Ketidakcermatan dalam membuat aturan, terlebih lagi pembuatan aturan tersebut bertujuan mencari kesalah orang lain, dan juga demi memperkaya diri sendiri, menyebabkan aturan tersebut tidak kritis, logis, dan tidak tegas. Tidak tegas, logis, dan tidak kiritisnya aturan sangat perlu untuk decermati. Pencermatan seperti itu dalam membuat sebuah aturan sangat perlu ditegakkan. Lebih-lebih lagi lahirnya sebuah aturan haruslah berdasakan hasil pemikiran orang banyak yang sudah disetujui bersama (berdasarkan musyawarah mufakat). Aturan seperti yang ada di dalam ceritera Pan Balang Tamak sangat perlu direvolusi. Perubahan mendasar yang dihasilkan dengan merevolusi aturan yang tidak jelas, tegas, logis, dan kritis pasti akam membawa masyarakat pada kehidupan yang man, tentram, dan sejahtera.

Bertolak dari uraian di atas maka merevolusi mental aturan yang tidak tegas, jelas, logis, dan tidak kritis sangat perlu dilakukan. Hal itu bertujuan demi kepentingan sikap mental atau karakter anak bangsa pada masa mendatang.

Dokumen terkait