• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI SATWA PAN BALANG TAMAK SEBAGAI UPAYA DALAM MENCIPTAKAN REVOLUSI MENTAL ANAK BANGSA. MENCIPTAKAN REVOLUSI MENTAL ANAK BANGSA

6.5 Revolusi Mental Sikap Malas

Sikap malas atau di Bali biasa disebut sifat rajas (Punyatmaja,2010:23), merupakan musuh manusia yang ada di dalam diri. Dalam Kakawin Ramayana, sargah 1bait tiga disebutkan ragȃdi musuh maparȍ, ri hati ya tonggwanya tan madoh ring awak. Artinya; „musuh utama manusia adalah hawa nasu yang berada di dalam diri dan tidak jauh dari badan‟. Salah satu hawa nafsu itu adalah sifat malas. Sifat malas seperti itu perlu diperangi dan dihilangkan dari diri manusia.

Pan Balang Tamak sebagai tokoh sentral dalam cerita ini, diceritakan sebagai sosok tokoh yang sangat malas. Kemalasannya dibungkus dengan rapi melalui

kecerdikan yang diaktualisasikan dengan sikap kritis. Semua aturan yang dikeluarkan pimpinan desa dikritisinya. Dicarinya kelemahan atau pun kelonggaran aturan tersebut. Setelah diperolehnya kelemahan aturan yang dibuat oleh pimpinan desanya, maka ia (Pan Balang Tamak) tidak segan-segan menggugat atau menentangnya. Hal itu terlihat jelas pada seluruh episode dari cerita Pan Balang Tamak.

Dalam episode mencari kayu ke hutan, Pan Balang Tamak berangkat ke hutan setelah hari siang. Ia berdalih pada ayam betinanya yang baru turun dari mengerami telurnya pada waktu siang hari. Kesalahannya tidak diakui karena pemberitahuan yang diperolehnya dari juru arah mengatakan bahwa, warga masyarakat harus berangkat setelah ayam turun dari tempat tidurnya. Kapan ayam turun dari tempat tidurnya, atau jam berapa ayam turun sebagai acuan keberangkatan ke hutan tidak ada. Jadi tidak jelas masalah waktu keberangkatan. Walau pun Pan Balang Tamak berangkat sangat terlambat, namun ia tidak bisa disalahkan. Orang yang bersalah adalah si pembuat aturan atau pimpinan desa. Jadi pimpinan desalah yang patut di denda dengan uang.

Dalam episode lain, yaitu ketika disuruh menyumbang nasi aking (senggawuk) Pan Balang Tamak membawa sanggah wug (sanggah rusak). Dalam hal ini Pan Balang Tamak juga tidak salah, karena ucapan si pembawa berita (juru arah) kurang jelas terdengar. Hal itu disebabkan karena juru arah oadalah orang cadel atau alat ucapnya terganggu. Ketika dicek ulang ternyata ucapan juru arah kabur ketika mengucapkan kata senggawuk yang juga kedengaran sanggah wug.

Pada episode berburu, Pan Balang Tamak pergi berburu dengan membawa anjing kecil yang sangat kurus dan sakit-sakitan. Anjingnya ketika dilemparkan di

semak-semak berduri mengerang kesakitan. Erangan kesakitan itu disebutnya dengan menggonggong. Ia tidak dapat disalahkan, karena dalam perburuan itu aturan besar anjing dan model gonggongan anjing tidak ada. Batasan dari kalimat ; anjing galang ngongkong tidak disebutkan. Pan Balang Tamak mengartikan bahwa anjing galak ngongkong adalah anjing yang bersuara terus tiada henti. Ukuran besar-kecil anjing dalam edaran pemberitahuan atau aturan yang disampaikan tidak ada. Hal itu menyebabkan Pan Balang Tamak tidak bisa disalahkan.

Dalam episode memagari tanah, Pan Balang Tamak memagari tanahnya dengan menggunakan lidi aren yang diikat dengan tali kupas (tali yang terbuat dari otot batang pisang). Hal itu dilakukan karena, aturannya tidak mencantumkan bahan pagar, besar pagar, dan tali pagar harus yang bagimana. Maksudnya adalah, bahan dan besarnya pagar tidak disebutkan dalam aturan yang diedarkan. Bahan atau tali pengikat yang digunakan sebagai pengikat pagar juga tidak disebutkan. Di sisi lain, aturan mendenda orang yang memasuki tanah/pekarangan orang lain yang telah dipagari juga tidak jelas. Aturannya adalah, setiap orang yang memasuki tanah orang lain tanpa ada izin pemiliknya wajib dan harus didenda. Ketentuan seperti untuk apa orang memasuki tanah orang, tidak ada. Alasan apa pun orang masuk ke tanah orang lain, tetap merupakan pelanggaran dan harus didenda dengan uang. Contohnya seperti si pedagang yang memasuki tanah pekarangan Pan Balang Tamak. Ia masuk hanya untuk buang air, atau bukan mencuri. Ia buang air karena di pasar tradisional waktu itu belum ada pasilitas wc atau tempat khusus untuk buang air. Si pedagang waktu itu kebelet, dan kebetulan tanah Pan Balang Tamak sangat luas dan berisi tumbuhan dan perdu yang

sangat rimbun. Jadi sangat baik untuk dijadikan tempat buang air, karena tidak mungkin aka nada orang yang melihatnya. Alasan kebelet untuk buang air dan tidak adanya wc umum aebagai tempat buang air pada waktu itu tidak bisa diterima akal sehat. Dengan kata lain, si pedagang tetap bersalah dan harus membayar denda sebanyak seribu uang kepeng.

Akal kritis seperti yang dijelaskan di atas, sebenarnya merupakan tipu muslihat atau akal bulus sebagai upaya untuk mencari pembenar. Namun dalam kenyataannya terlihat jelas bahwa sikap malas Pan Balang Tamak itulah penyebab lahirnya tipu daya licik. Ia menyembunyikan sikap malasnya melalui cara-cara dengan mencari kesalahan orang lain, atau kelemahan aturan. Kelicikan dan kemalasan itu menyebabkan Pan Balang Tamak dibenci oleh warga masyarakat lainnya, terutama pimpinan desa ( jero bendesa). Kebencian warga masyarakat, merupakan cermin ketidaksenangan mereka terhadap sikap malas dan licik. Masyarakat menginginkan sikap itu tidak ada pada manusia, yang dalam hal ini adalah manusia-manusia warga desa Sunantara. Pan Balang Tamak dipakai sebagai contoh tokoh malas.

Bila ceriteraPan Balang Tamak disimak dengan baik, terdapat makna tersebunyi yang menghimbau dan mengajak warga masyarakat agar tidak memiliki atau melenyapkan sikap malas seperti tokoh Pan Balang Tamak. Sikap atau sifat malas merupakan sifat jelek yang pada akhirnya akan menjerumuskan manusia ke dalam kesengsaraan dan bahkan bisa menyebabkan atau berpahala kematian.

Bertolak dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa siat malas merupakan sifat jelek manusia yang bisa berpahala keburukan. Untuk itu sifat seperti itu perlu

direvolusi. Tujuannya tentu saja agar semua manusia dalam hal ini bangsa Indonesia tidak memiliki sifat malas. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, cerita Pan Balang Tamak mangajak, menyarankan agar anak bangsa selalu bersiat rajin, giat bekerja, mau bergotong royong, dan memiliki kemauan belajar sepanjang hayat. Makna itulah yang merupakan makna tertunda yang bisa didekonstruksi dalam kajian ini.

Dokumen terkait