• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN GAMBARAN COPING STRES TERHADAP PENDERITA HIV / AIDS DI YOGYAKARTA

KAJIAN PUSTAKA

RINGKASAN GAMBARAN COPING STRES TERHADAP PENDERITA HIV / AIDS DI YOGYAKARTA

Subjek 1 (IN) Subjek 2 (TN) Persamaan

Stressor atau dampak yang dialami subyek Reaksi awal yang dialami Kondisi Kesehatan Biaya pengobatan Sikap lingkungan terhadap status subyek sebagai ODHA Terhadap vonis HIV

• Kesehatan subyek mulai turun.

• Kekebalan tubuh rendah, menjadi rentan terhadap stres.

• Sering merepotkan ibunya karena keuangan menipis akibat biaya pengobatan saat sakit dan kebutuhan keluarga.

• Mendapatkan perubahan sikap dari istrinya

.

• Merasa kaget dan takut terhadap bayangan kematian

• Mempunyai perasaan bersalah terhadap ibu

• Penurunan kesehatan sehingga mudah tertular oleh penyakit lain.

• Kekebalan tubuh

menurun, rentan terhadap tekanan.

• Mendapat perlakuan kasar dari istri teman

• Mendapat perlakuan buruk dari perawat rumah sakit.

• Perasaan marah terhadap pacarnya karena menulari HIV.

• Takut menghadapi penyakitnya sendirian.

• Penurunan kesehatan, kekebalan tubuh menjadi rentan terhadap tekanan.

• Merasa bersalah terhadap keluarga khusunya ibu.

• Mempunyai perasaan takut terhadap bayangan kematian.

94 Reaksi subyek yang diamati significant Other • Menaruh prasangka terhadap orang lain sehingga subyek minder bila bertemu dengan orang lain

• Berpikir bahwa Tuhan tidak adil terhadap kondisinya

• Merasa iri dengan orang lain yang terlihat sehat.

• Tidak mendiskriminasikan lingkungan sesama ODHA.

• Subyek terlihat aneh dan menjadi pendiam, sesaat subyek menjadi sering mabuk

• Ketidakpastian pada hidupnya karena tidak mempunyai pegangan untuk mencurahkan isi hati.

• Mempunyai pandangan yang mengerikan terhadap kematian yang disebabkan oleh HIV

• Menangis karena perasaan bersalah terhadap ibunya. dan takut bayangan kematian,

• Menjadi tidak bergairah untuk hidup dengan mencoba mengakhiri hidupnya.

• Merasa tidak pantas untuk berhubungan lagi dengan orang lain.

• Subyek meminum obat suplemen 3-4 kali sehari untuk mengatasi stres

95 Strategi coping stress Strategi coping yang diamati Significant Others Emotional Focused Coping: Problem Focused Coping

• Mabuk bersama teman sekerja,

• Mengikuti kegiatan di LSM dalam usahanya untuk menerima kenyataan,

• Pasrah kepada Tuhan,

• Berkumpul dengan sesama ODHA untuk mencari dukungan dan menambah semangat,

• Menggunakan waktunya untuk menyendiri dan nonton TV bila sedang stres.

• Mencari dukungan berupa saran dan informasi tentang HIV/AIDS melalui konselor visited dan LSM

• Subyek sering mabuk dan jarang pulang ke rumah

• Subyek terlihat tidak mau diganggu bila sedang nonton TV

• Mengunjungi makam

pacarnya untuk

menyalurkan emosinya.

• Menyangkal atas apa yang sudah terjadi,

• Mencari dukungan dari sesama ODHA dan orang yang mengetahui statusnya,

• Mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menerima kenyataan.

• Mencari dukungan berupa saran dan informasi tentang HIV melalui LSM dan buku pegangan dari rumah sakit tempat ayah bekerja.

• Subyek memilih untuk menghindari relasi dengan lawan jenis

• Mencari dukungan dari orang yang mempunyai pengalaman yang sama dengan subyek

• Adanya usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencoba untuk pasrah dengan kenyataan

• Mencari saran dan informasi tentang HIV/AIDS melalui LSM.

96 Alasan subyek melakukan coping: Kemudahan dan kesulitan penanganan masalah. . • Untuk menambah semangat hidupnya.

• Agar merasa lebih bersyukur dan kuat untuk menjalani hidupnya

• Kemudahan: Adanya dukungan dari orang-orang terdekat membuat subyek tambah semangat.

• Kesulitan: waktu dan biaya kurang

• Lebih mendekatkan diri pada Tuhan untuk mencari ketenangan

• Agar dapat menyikapi permasalahan yang timbul

• Kesulitan: merasa sungkan terhadap keluarga pacar subyek, subyek merasa tidak bisa bertahan untuk terus menutup diri terhadap ibunya

C. PEMBAHASAN

Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS adalah orang yang mempunyai kecacatan kekebalan tubuh akibat suatu penyakit yang didapat dalam perjalanan hidup penderita. Saat seseorang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV, mereka mengalami berbagai macam emosi dan tekanan sehingga status sebagai ODHA membawa dampak psikis maupun fisik yang mana membuat ODHA melakukan sejumlah reaksi untuk mengatasi perubahan yang disebabkan oleh statusnya sebagai ODHA.

Adapun penyebab dari terinfeksi HIV/AIDS adalah penularan secara seksual seperti hubungan seksual yang dilakukan oleh penderita HIV yang menulari pasangannya, dan secara non-seksual yaitu suatu penularan melalui darah atau produk darah yang tercemar HIV dan penularan secara transpasental yaitu penularan dari ibu hamil mengidap HIV kepada bayi kandungannya. Bayi itu kesakitan ketika masih dalam kandungan atau ketika sedang dilahirkan. Ada juga resiko tertentu penularan melalui pemberian air susu ibu. Hal ini dialami oleh subyek IN dimana dia terinfeksi HIV/AIDS dari aktifitas mengkomsumsi narkoba suntik. Sedangkan subyek TN terinfeksi HIV/AIDS dari hasil hubungan intim dari kekasihnya yang sudah terinfeksi HIV/AIDS.

Pertama kali seseorang mengetahui bahwa dirinya menderita HIV/AIDS, maka akan terjadi kekacauan pada seluruh aspek kehidupannya. Stressor atau dampak yang dialami para subyek dapat digambarkan melalui perubahan-perubahan yang dialami subyek setelah mereka menyandang status HIV. Reaksi yang muncul pada diri seseorang yang mengetahui bahwa tes HIVnya positif,

banyak dipengaruhi oleh suatu kesadaran akan perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi dalam kehidupannya dan bukan hanya pada kematian yang akan dihadapi. Secara umum telah diketahui sumber-sumber stres pada ODHA adalah; sikap diskriminatif dari masyarakat, harga obat-obatan yang mahal, komentar-komentar dari lingkungan yang mengabaikan perasaannya, dan perubahan-perubahan fisik ( Aishah, jurnal psikologi 16:75)

Adanya perubahan dalam kesehatan mereka yang mengalami penurunan membuat kekebalan tubuh mereka menjadi rentan terhadap segala bentuk tekanan psikis yang akhirnya dapat menggerogoti kekebalan tubuh mereka. Dalam faktor ekonomi juga terpengaruh akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai pengobatan subyek IN sehingga kondisi tersebut menyulitkan IN untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri. Meskipun mereka tidak didiskriminasikan oleh orang-orang terdekat, namun mereka sempat mendapat perubahan perlakuan dari lingkungan seperti yang dialami subyek IN saat dia mendapat perubahan sikap dari istrinya. Demikian juga subyek TN yang mendapat perlakuan buruk dari perawat Rumah Sakit dan istri IN.

Secara psikologis, stigma dan diskriminasi sangar berpengaruh pada penderita HIV/AIDS terutama bagaimana mereka me lihat dan menilai dirinya sendiri. Dan ditambah lagi prasangka buruk yang muncul dari lingkungannya membuat mereka merasa tertekan karena sampai saat ini masyarakat masih menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang negatif karena telah melanggar aturan, moral, agama dan sosial, serta memandang penyakit ini adalah

mencacatkan, berjangkit, membawa maut dan dipandang hina oleh masyarakat (Aishah, jurnal psikologi 16:75).

Reaksi awal pada kedua subyek dapat ditunjukkan melalui respon saat mereka mengetahui bahwa mereka mengidap penyakit HIV/AIDS seperti mempunyai perasaan takut terhadap bayangan kematian, keadaan ini kemudian secara berangsur diikuti oleh perasaan bersalah terhadap keluarga khususnya ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat Richardson, (2002) ketika seseorang diberitahukan bahwa hasil tes HIV- nya positif, mereka dikonfrontasikan pada kenyataan bahwa mereka berhadapan dengan suatu keadaan terminal. Kenyataan ini akan memunculkan perasaan kaget, penyangkalan, tidak percaya, depresi, kesepian, rasa tak berpengharapan, duka, marah, dan takut akan bayangan kematian.

Secara psikis mereka mengalami reaksi awal yang terwujud dalam aneka macam bentuk seperti menangis atau merasa marah terhadap pacarnya karena telah menulari HIV/AIDS. Dalam hal ini subyek 2 merasa kemarahan tersebut terjadi karena dia merasa ketidaktahuannya resiko berhubungan seksual dengan pacarnya yang telah terinfeksi memungkinkan dirinya mempunyai status HIV positif sehingga status sebagai ODHA membuat subyek menjadi tidak bergairah untuk meneruskan hidupnya lagi dan merasa tidak pantas berhubungan dengan orang lain. Sekalipun ada perbedaan-perbedaan reaksi dalam menghadapi fenomena tentang HIV/AIDS, orang yang mengetahui atau diberi tahu bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi maka akan mengalami fase- fase

perkembangan emosi seperti fase pengingkaran atau penolakan, fase kemarahan, fase tawar menawar, fase depresi, dan fase penerimaan (Rachimhadhi, 1996).

Status HIV mempengaruhi sikap iri terhadap orang lain yang berkesempatan menikmati hidup. Hal ini dialami oleh subyek IN yang mana subyek berpikir Tuhan tidak adil dalam menempatkan posisinya sehingga subyek menaruh prasangka terhadap orang lain dan minder bila bertemu dengan orang lain. Hal itu didukung dengan pendapat Rachimhadhi, (1996) bahwa kondisi tersebut menimbulkan berbagai perasaan dan perilaku yang tidak terduga saat mereka mengetahui dirinya terinfeksi HIV sehingga mereka mulai merasakan kesedihan yang sangat mendala m, kenyataan dan realita sudah tidak dapat diubah dan berubah.

Seperti yang sudah diketahui bahwa HIV/AIDS belum ada pencegahannya dan belum ada obat yang menyembuhkan, disamping itu HIV/AIDS di mata masyarakat mempunyai muatan moral, di mana masyarakat umumnya masih memandang bahwa AIDS penyakit yang diderita oleh pelacur, kaum homoseks atau penyakit orang yang kotor, membuat tidak mudah bagi mereka yang hidup dengan status HIV.

Strategi coping yang digunakan oleh para subyek menunjuk pada berbagai upaya, baik mental ma upun perilaku, untuk menguasai, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Strategi tersebut merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang muncul akibat status yang disandang subyek sebagai ODHA dengan melakukan perubahan

kognitif maupun upaya guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

Dalam menghadapi atau mengatasi masalah yang muncul saat mereka menyandang status sebagai ODHA, pada subyek menggunakan baik Emotional Focused Coping dan Problem Focused Coping. Jenis coping yang pertama kali digunakan adalah Emotional Focused Coping atau yang biasa disebut strategi dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh status HIV membuat subyek IN dan TN mencoba mencari dukungan dari orang yang mempunyai pengalaman yang sama dengan mengunjungi LSM sehingga mereka mempunyai pandangan baru tentang motivasi untuk bertahan hidup dan mencoba menerima kenyataan bahwa mereka terinfeksi HIV/AIDS. Mereka juga mengembangkan religiusitas seperti mendekatkan diri pada Tuhan untuk mengatasi perasaan bersalahnya terhadap keluarganya,

Pada subyek IN mencoba mengatasi perasaannya dengan menghabiskan waktunya dengan mabuk bersama teman-temannya dan menghabiskan waktu untuk menonton TV saat dia tidak ingin dingganggu oleh siapapun. Sedangkan subyek TN mengunjungi makam pacarnya dan menyalurkan emosinya saat TN merasa tertekan karena selama ini subyek TN selalu melakukan coping denial

untuk mengatasi stressor yang muncul.

Tindakan di atas didukung dengan upaya subyek IN dan TN mengatasi permasalahan yang kerap muncul dengan mencari informasi atau saran tentang HIV melalui media tertentu seperti buku, brosur dan konselor visited di LSM. Hal

itu biasa disebut Problem Focused Coping, yang juga diartikan yaitu strategi yang mencoba untuk menghadapi dan menangani langsung tuntutan dari situasi atau upaya untuk mengubah situasi.

Upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut membawa dampak terhadap subyek. Sehingga mereka belajar hidup dengan virus di dalam tubuhnya. Mereka mencari berbagai cara hidup sehat, berusaha mengikuti kemajuan obat-obatan, dan dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri. Strategi coping yang sudah mereka lakukan membawa perubahan pada subyek dalam hal penerimaan atas kondisinya selama ini. Di samping itu mereka memilih strategi coping di atas dilakukannya agar dapat lebih pasrah kepada Tuhan dan mencoba menyerahkan hidup mereka agar dapat membantu mereka mengatasi problem yang akan dihadapinya, baik dari dalam diri sendiri, keluarga, dan masyarakat (Rachimhadhi, 1996).

Menurut Lazarus ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba beradaptasi, mekanisme coping dalam diri individu tersebut akan mulai berperan. Pada tahapan ini, mereka merasakan faktor yang ikut mempengaruhi strategi coping yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah yang sering muncul akibat status yang disandangnya. Faktor inilah yang dirasakan subyek IN dalam menentukan keberhasilan penanganan masalah yang muncul, yaitu adanya dukungan dari orang-orang terdekat subyek membuat subyek termotivasi untuk hidup lebih lama lagi. Namun subyek terbentur dengan biaya dan waktu yang terbatas. Berbeda dengan subyek TN yang mana dia kurang mendapat dukungan dari orang terdekatnya karena subyek tidak ingin lingkungan

mengucilkannya sehingga seringkali subyek merasa tidak bisa terus-terusan merepotkan keluarga pacarnya untuk digunakan sebagai tempat curhat.

Pengalaman penderita HIV/AIDS akan melihat beberapa kemungkinan akan kemajuan yang diperolehnya dengan melakukan berbagai usaha pengurangan tekanan yang mana hal tersebut akan mengasilkan sikap optimis dan harapan untuk hidup pada ODHA (Rachimhadhi, 1996).

104 BAB V

Dokumen terkait