• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam penelitian ini, pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu, tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Langkah- langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut. Dalam persiapan, subyek penelitian dipilih berdasarkan kesesuaian pengalamannya dengan topik dan tujuan penelitian. Peneliti tidak melakukan pendekatan secara pribadi untuk membangun kedekatan dan kepercayaan karena hubunga n subyek dengan peneliti dapat dibilang baik. Informasi mengenai pengalaman tersebut dikonfirmasikan pada subyek melalui tatap muka.

Pada kontak pertama peneliti mengutarakan sekilas maksud dari penelitian dan meminta kesediaan subyek untuk bertemu dan membicarakan topik penelitian yang akan dilakukan. Peneliti melakukan hal ini selain untuk mempermudah jalannya penelitian, juga karena hal yang diteliti merupakan hal yang relatif sensitif dan mendasar secara budaya sehingga kemungkinan subyek akan merasa lebih nyaman dan dapat bersikap terbuka jika mengenal peneliti lebih dahulu melalui beberapa pendekatan kepada subyek terlebih dahulu

Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti berusaha menjalin hubungan baik dengan subyek dan melakukan langkah- langkah sebagai berikut:

1. Memperkenalkan diri

3. Peneliti menanyakan kesediaan calon subyek penelitian. Peneliti juga mengkonfirmasikan bahwa subyek berhak menentukan sendiri apakah identitasnya akan dirahasiakan atau tidak.

4. Menetapkan waktu dan tempat wawancara yang akan disesuaikan dengan kenyamanan subyek penelitian dan kemampuan peneliti.

5. Meminta kesediaan subyek untuk direkam (secara audio) selama proses wawancara dan mencatat hal- hal yang penting selama wawancara dan observasi berlangsung.

B. Hasil Penelitian

1. Identitas Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS. Identitas subyek penelitian sengaja disamarkan, hal ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan subyek.

Table 4.1 Data Subyek

Data Subyek Subyek 1 Subyek 2

Nama Usia

Pendidikan terakhir Pekerjaan

Tempat/tgl lahir Terinfeksi HIV sejak:

IN 24 SMU Suplier sayur 13 juni 1983 November 2005 TN 23 SMU Mahasiswa 15 Mei 1984 Oktober 2005

2. Pelaksanaan dan Perolehan Data

Pada bagian ini disajikan data-data yang diperoleh dari wawancara. Untuk mempermudah dalam menganalisis data, maka data yang disajikan ini sesuai dengan materi atau pokok permasalahan yang hendak dibahas.

Subyek 1 (IN)

Wawancara pokok terhadap subyek dilakukan dua kali dan bertempat di rumah subyek serta di salah satu tempat nongkrong yang digemari subyek. Wawancara dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 3 Juli 2007 dan hari sabtu, 7 juli 2007. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti juga melakukan observasi terhadap subyek untuk melihat perilaku-perilaku subyek yang tidak teramati dalam wawancara dan mendengarkan cerita subyek yang berkaitan dengan hal- hal yang akan diungkap. Berikut hasil wawancara berdasarkan pedoman wawancara umum :

a. Latar Belakang Subyek 1 (IN)

Subyek adalah seorang supplier sayuran di beberapa tempat perbelanjaan di Yogyakarta. Setiap harinya, subyek bekerja dari pukul lima pagi sampai siang hari untuk menyetor berbagai sayuran, kemudian di malam harinya subyek kembali bekerja di pasar untuk membeli sayuran yang diorder dari tampat perbelanjaan tersebut. Hal ini semata-mata dilakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan subyek dan keluarganya. Subyek menikah di

usia yang relatif masih muda, hal itu disebabkan oleh kehamilan pacar subyek atas tindakan mereka melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Pertama kali subyek mengira bahwa dirinya mempunyai kemungkinan terinfeksi HIV/AIDS adalah saat BU (saudara ipar subyek) terdeteksi HIV positif atas penyakit yang sudah dideritanya selama dua bulan lamanya. Baru setelah BU meninggal, subyek memerlukan waktu tiga bulan untuk memutuskan melakukan tes darah untuk mengetahui apakah subyek juga mempunyai kemungkinan yang sama dengan BU. Lamanya waktu subyek memutuskan untuk melakukan tes darah dikarenakan subyek takut untuk menghadapi kenyataan tentang penyakit mematikan tersebut. Namun demikian karena adanya dorongan yang kuat dari diri subyek, maka subyek memberanikan diri untuk melakukan tes darah.

Subyek sempat kaget dan depresi ketika hasil tes darahnya tahun 2005 dinyatakan positif mengandung antibody HIV. Pada awalnya subyek tidak mengira akan terinfeksi HIV karena selama subyek mengkomsumsi narkoba, subyek sangat selektif memilih rekan untuk bergantian alat suntik. Subyek selalu berhati- hati dalam menggunakan alat suntik yang dipakainya, akan tetapi apabila subyek teringat kembali dengan peristiwa yang menimpa BU, subyek akhirnya bisa menerima keadaannya.

Subyek memberanikan diri untuk memberitahu kondisinya kepada istrinya. Meskipun pada awalnya istrinya sempat kaget mendengarnya, namun istrinya kembali memberi dukungan kepada subyek.

Subyek juga mempunyai prioritas unt uk mementingkan kelangsungan hidupnya dan keluarga subyek, dengan begitu sekarang menghabiskan waktunya dengan bekerja, mengurus anak dan keluarganya serta membangun kepercayaan dirinya lagi dengan berkumpul bersama teman-teman dari LSMnya.

Di dalam keluarganya, subyek termasuk anak yang patuh terhadap orangtuanya khususnya ibu, karena ayah subyek sudah meninggal sejak subyek masih duduk di bangku TK. Dalam relasi di keluarganya pun subyek dikenal sebagai anak yang tidak pernah berperilaku negatif. Dalam pergaulannya dengan lingkungan sekitar tempat tinggal, subyek mengaku tidak terlalu dekat. Hal itu dikarenakan subyek bekerja menjadi supplier sejak subyek duduk di bangku SMU dan tinggal bersama saudara iparnya.

Pertama kali subyek mengenal narkoba adalah saat saudara ipar subyek (BU) menjadi bandar narkoba di lingkungan tempat tinggalnya. Saat itu subyek belum termotivasi untuk mencoba mengedar narkoba sampai suatu saat subyek terjepit oleh beban biaya yang ditanggung keluarganya. Subyek adalah bungsu dari

lima bersaudara, dan ibunya sangat membanting tulang agar dapat menghidupi seluruh anggota keluarganya. Faktor itulah yang membuat subyek mulai tergerak untuk menjadi pengedar narkoba. Selain itu, subyek mempunyai harapan agar bisa berdiri dengan kakinya sendiri dengan hasil yang didapatnya dari mengedar narkoba dan bekerja sebagai supplier.

Pada awalnya, subyek merasa tidak tertarik untuk ikut mengkomsumsi narkoba yang diedarkan tersebut, namun karena bujukan dari saudara iparnya dan subyek tidak mau dianggap sok alim oleh teman-temannya. Di samping mudah didapat, narkoba yang tersisa dari hasil penjualan seringkali dibagikan pada pemuda di tempat tinggalnya.

Selain masih aktif bersekolah, subyek juga aktif mengedarkan narkoba bersama saudara iparnya tersebut sehingga pendapatan dari hasil pengedaran obat tersebut dapat mencukupi kebutuhan sehari- hari subyek. Narkoba membuat subyek mengalami banyak perubahan di dalam aspek kehidupannya. Subyek mengakui bahwa ada perubahan pada dirinya sejak mengkomsumsi obat-obatan seperti adanya perubahan pada kepercayaan dirinya, subyek juga menjadi orang yang mudah bergaul.

Menginjak kelas tiga subyek mengalami kesulitan ekonomi dan suplai obat yang digunakannya untuk diedarkan dan dikomsumsinya sendiri lantaran saudara ipar subyek tertangkap polisi dan terbukti sedang membawa ganja. Dengan demikian subyek tidak bisa lagi mengkomsumsi obat-obatan. Tidak mudah bagi subyek untuk melakukan penyesuaian kembali untuk berhenti mengkomsumsi narkoba. Subyek mengalami kesulitan untuk menghilangkan kecanduannya terhadap narkoba dan hal itu membuat subyek sempat menjalani terapi untuk menghilangkan kecanduannya terhadap obat.

Semenjak BU (saudara ipar) menjalani masa hukuman di LP Wirogunan, subyek tidak mempunyai kegiatan lain selain menyelesaikan sekolah dan bekerja sebagai supplier. Pergaulan subyek juga terbatas hanya pada orang-orang di lingkungan sekitar tempat tinggalnya saja.

Selang 1 tahun setelah BU (saudara ipar) subyek bebas dari tuntutan penjara, subyek tidak lagi mengedar maupun mengkomsumsi narkoba lantaran subyek dan BU telah berkomitmen untuk berubah dan menjalani kehidupan yang baru. Selain itu subyek juga berambisi untuk membangun keluarga dengan kekasihnya saat itu.

Setelah subyek mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, kegiatan subyek menjadi berkurang. Subyek memprioritaskan pekerjaan dan keluarganya ketimbang main- main seperti saat subyek masih lajang dan sehat.

b. Stressor atau Dampak yang dialami subyek.

Stressor yang dialami subyek terkait dengan perubahan dalam aspek-aspek kehidupannya maupun relasinya. Saat subyek mulai dinyatakan mengidap HIV/AIDS, subyek langsung mengalami kemerosotan fisik dan mental,( Aishah, jurnal psikologi 16:75).

Secara langsung HIV berdampak pada masalah kesehatan. Dalam hal ini subyek merasakan perubahan pada kesehatannya. Terutama saat subyek terlalu lelah dengan pekerjaannya atau sedang banyak pikiran, subyek langsung jatuh sakit. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Kalau fisik kayaknya tidak ya, dari dulu kurus terus mbak.. Tapi pas aku tahu kalau aku kena HIV, ngga tahu kenapa sekarang kalau tiap sakit pasti mikirnya gara-gara HIVnya..dulu aku jarang sakit lho mbak, tapi sekarang kalau capek sedikit pasti langsung sakit. Apalagi kalau lagi banyak pikiran..pasti langsung ngedrop(W1.S1. 255)

Pernyataan lainnya,

o..iya..ya itu mbak…kalau fisik sih enggak ya, tapi seperti aku bilang kemaren aku jadi gampang sakit aja(W2.S1. 7)

Subyek juga merasa terbebani dengan kondisi dimana subyek selalu merepotkan orangtuanya untuk membiayai subyek berobat ke dokter, hal itu disebabkan penghasilan subyek selama ini selalu habis untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Seperti yang diungkapkannya,

. .repot juga kan mbak kalau sering sakit trus mamah juga yang biasa keluar uang..nggak enak dong..(W1.S1. 263)

Reaksi keluarga ternyata cukup menjadi hal yang menekan subyek. Subyek mendapatkan perubahan sikap dari istrinya yang ditunjukkan saat mengetahui bahwa subyek terinfeksi HIV. Hal ini dapat dilihat melalui pernyataan,

Kaget lah mbak..berapa hari sejak dia ngerti, dia jadi agak pendiam..mungkin mikir ya..tapi habis itu dia biasa-biasa lagi, seperti nggak terjadi apa-apa, dia juga lantas nggak mbeda-mbedain atau bersikap aneh.(W1.S1. 235)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

stressor atau dampak yang dialami subyek 1 terkait dengan adanya perubahan kesehatan yang ditandai dengan penurunan kekebalan tubuh khususnya apabila subyek sedang mengalami masalah sehingga subyek kerap kali terserang penyakit yangmana keadaan itu membuat keuangan subyek habis untuk biaya pengobatan dan kerap kali merepotkan ibunya untuk membiayai pengobatannya. Hal itu dikarenakan kondisi keuangan subyek habis dipergunakan untuk biaya pemenuhan kebutuhan keluarganya. Subyek juga

sempat mengalami reaksi penolakan yang dilakukan istrinya saat mengetahui bahwa subyek terinfeksi HIV.

c. Reaksi Terhadap Sumber Stres

Subyek sempat kaget dan merasa takut ketika subyek dinyatakan reaktif HIV oleh dokter. Kondisi subyek membuatnya tidak tahu bagaimana harus memberitahukan keluarganya khususnya istrinya mengenai kondisi subyek yang sebenarnya. Subyek lebih tertekan lagi apabila ibunya sampai tahu kalau ia terinfeksi HIV. Hal ini ditunjukkan oleh ceritanya,

Sebenarnya aku nggak kuat setelah dengar hasil pemeriksaan yang dokter sampaikan.. Yang jelas aku syock lah mbak..kayak gimana sih mbak rasanya kalau divonis punyai penyakit yang mematikan.. aku langsung kepikiran mamah sama anak istriku..gimana nasibku nanti kalau aku juga kena? (W1.S1.207)

Pernyataan lainnya,

…..malem aku nggak bisa tidur..takut bayangannya BU.. (W2.S1. 139). udah gitu aku terus-terusan inget pas BU sakit kemaren itu, jadi takut sendiri kalau inget dia sakit sampai segitunya.(W2.S1. 126).

Perubahan sikap subyek setelah mengetahui penyakitnya dirasakan juga oleh istrinya. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan istrinya saat dia mengetahui bahwa subyek telah terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini dapat dilihat melalui pernyataan,

Agak aneh..(WSO1. S1. 15)..dia diam saja, terus aku tanya juga dia malah mau nangis, aneh kok. Tak kirain dia lagi ada masalah di kerjaane ya udah tak diemin dulu. E, malah malam-malam dia pulang mabuk ya sudah kalau dia bikin masalah kayak gitu akhirnya malah

ribut. Nggak ngerti terus dia bilang kalau dia ketularan BU gitu (WSO1. S1. 19).

Subyek berpikir Tuhan bertindak tidak adil terhadap hidupnya sehingga subyek harus merasa kecil dan takut dikucilkan oleh keluarga dan lingkungannya andai mereka tahu dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan,

Kalau dulu pasti mikirnya kenapa sih Tuhan nggak adil? Kenapa nggak orang lain aja yang posisinya kayak gini.. Apalagi kalau lagi kumpul ma keluarga atau temen..adalah perasaan berbeda, kadang ada perasaan takut dikucilkan kalau saja ada yang tahu..pokoknya serba nggak enak lah..(W1.S1. 269)

Subyek kadang merasa menyesal telah melakukan tes VCT karena subyek merasa bersalah terhadap ibunya, selain itu subyek tidak bisa lagi hidup normal seperti sebelum subyek melakukan tes tersebut. situasi tersebut menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dengan status yang disandangnya, yakni sebagai ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Hal ini ditunjukkan dari ungkapannya,

Kalau sekarang mau menyesal sudah ngga ada gunanya..tapi aku jadi ngrasa bersalah aja ma mamahku.. kalau udah gitu kadang aku mikir mendingan kemaren nggak tes aja ya.. (W1.S1. 219)

Ya mungkin kalau aku tetep nggak tahu kalau aku kena HIV, mungkin aku bisa hidup normal..kayak dulu, jadi tetep kayak biasanya aja..nggak terlalu kepikiran dengan penyakit ini..(W1.S1. 223)

Sehingga dalam relasinya, subyek merasa iri terhadap orang lain yang menurutnya sehat dan merasa minder bila bertemu dengan orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Kadang pas aku keluar juga atau lagi jalan sering apa ya..kayak merasa iri aja kenapa aku nggak bisa kayak mereka..sehat..nggak sakit apa-apa..nggak punya beban apa-apa..normallah pokoknya.(W2.S1. 8)

Pernyataan lainnya,

Enggak ya kalau orang yang tahu terus menghindar..tapi aku yang malah jaga jarak (W2.S1. 159).kalau masalah enggak tapi kebanyakan ya dari aku sendiri, apalagi kalau dekat sama orang nanti aku sendiri yang akhirnya mikir yang macem-macem, gek -gek do ngrasani aku yo? padahal kan do ra ngerti nek aku ki asline keno.. .(W2.S1. 161)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan reaksi awal yang ditunjukkan subyek saat subyek menerima hasil tes VCT ditandai dengan perasaan kaget dan takut terhadap hasil yang diterimanya sehingga subyek merasa Tuhan menempatkannya dalam posisi yang tidak adil terhadap subyek, hal ini didukung dengan adanya perasaan tidak nyaman akibat statusnya sebagai ODHA.

Dalam relasi dengan keluarga, subyek mempunyai perasaan bersalahnya terhadap ibu dan keluarganya. Subyek juga mempunyai ketakutan apabila orang lain mengetahui kondisi subyek sebenarnya dan menaruh prasangka terhadap subyek. Dalam hal ini subyek juga merasa iri terhadap kondisi orang lain yang terlihat sehat.

d. Strategi Coping stres yang digunakan subyek

Pada subyek 1, untuk mengatasi stres saat pertama kali subyek menerima hasil dari tes darahnya, subyek cenderung melakukan strategi coping dalam beberapa cara, yaitu melakukan

Emotion Focused Problem Behavioral Disangagement sebagai bentuk pelarian subyek dari masalah dengan cara menghabiskan sebagian waktunya untuk mabuk bersama teman sekerjanya. Dalam hal ini subyek takut berhadapan dengan keluarganya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

…..aku langsung toying sama anak pasar..aku dah mentok bingungnya, mau ngapain sama diapain ni kepala (sambil meremas rambut). Disamping aku ngerasa amit-amit sama nasibnya BU, aku takut ngadepin keluargaku nanti .(W2.S1. 146)

Pernyataan lainnya,

Ada..minum ma anak-anak pasar…kalau enggak ya bareng temen LSM..si heri itu. Tapi ngga sampai mabuk banget koq.. .(W2.S1. 80)

Pernyataan subyek di atas juga dilihat istrinya saat subyek melakukan strategi coping untuk mengurangi tekanan yang diakibatkan oleh status ODHA yang disandangnya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Sekarang ngga pernah pulang rumah sini. Kalau kakaknya tak tanyain mesti jawabane bar mabuk ro Moko.gitu..ya udah to, dibiarkan saja, paling lagi ada masalah(WS01. S1. 28)

Subyek melakukan coping Seeking social for emotional reason dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di LSM, yang dijadikan salah satu usahanya untuk merealisasikan kenyataan yang diterimanya sebagai ODHA. Hal itu dilakukan dengan berkumpul bersama dengan teman – teman di LSM. Upaya tersebut dilakukan untuk men-share-kan pengalaman mereka sebagai ODHA dan usaha mereka untuk menerima keadaan mereka sekarang ini. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Ya kumpul-kumpul bareng, curhat ma anak-anak, ikut event ma penyuluhan di daerah-daerah pelosok..semuanya biar kita nggak stres aja koq..dan yang penting itu bagaimana kita belajar menerima kenyataan yang ada..itu aja.(W2.S1.46)

Pernyataan lainnya,

Kalau enggak ya..kumpul aja ma temen-temen Kembang, kalau nggak curhat biasanya kan ada yang ceritanya lebih berat dari aku, dari situ aku bisa belajar nyantai.. .(W2.S1. 82)

Tindakan tersebut didukung oleh kegiatan subyek saat berkumpul dengan orang – orang LSM agar bisa membantunya untuk menambah semangat hidupnya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Untungnya ada temen-temen yang senasib denganku, kalau udah kumpul sama mereka kan rasanya enak..kalau enggak ya cukup lihat vinsa aja..cuma dia kog yang buat aku semangat pengen sembuh..sembuh dari hongkong?...yaa paling enggak aku punya semangat hiduplah. .(W2.S1. 171)

Pernyataan lainnya,

o.. kalau itu ya wajar kan kalau kita pengen dukungan dari orang yang senasib kayak aku, kadang kalau aku lagi denger atau curhat sama temenku yang ceritanya lebih berat, bukannya tambah ngeri tapi aku jadi makin kuat aja, .(W2.S1. 185)

Untuk mengatasi permasalahan yang timbul, subyek sendiri memilih untuk melakukan coping Turning to Religion dengan pasrah kepada Tuhan atas apa yang telah dialami subyek. Upaya tersebut dilakukannya karena subyek merasa hidupnya tinggal sebentar lagi. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Aku pasrah aja koq mbak..lha mau dibuat gimana lagi, semua orang pada dasarnya akan mati, cuma kapan ma caranya yang beda-beda kan?(W1.S1. 247) Kalau sekarang aku lebih banyak berdoa..pasrah sama yang gawe urip. .(W2.S1. 168)

Pernyataan lainnya:

Kenapa ya… tau-tau gitue mbak… biasanya kalau orang lagi susah baru inget sama Tuhan kan? Ya aku juga kay gitu..pas aku tahu kalau

jatah hidupku nggak panjang otomatis aku pengen deket Tuhan aja, takut nggak masuk sorga..he..he.(W2.S1. 179)

Subyek juga melakukan coping mental Disengagement

yang merupakan usaha subyek untuk mengalihkan perhatian dengan cara melakukan aktivitas seperti nonton TV. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

tapi kalau aku lagi pengen nggak diganggu ya paling cuma nonton TV tempat mamah..pokoknya asal ada TV ntar pasti ilang sendiri….(W2.S1. 175)

Pernyataan subyek di atas dapat dilihat istrinya saat subyek mengambil tindakan menyendiri ketika subyek ingin memiliki waktunya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Dia kalau sudah gitu pasti lagi di rumah mamahe, main PS atau nonton apalah, aku yo masa harus nyusul tiap hari kan ngga pantes(WSO1. S1. 40).

Untuk mengatasi ketakutan tersebut, subyek melakukan

Problem Focused Coping Seeking social support for instrumental reasons dengan mencari dukungan dan saran dari teman sekerjanya yang sekaligus menjadi koselor visited di LSM kembang. Dari

temannya juga subyek mendapat informasi tentang LSM Kembang. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pernyataan,

Aku juga nelpon Heri buat minta solusinya, kebetulan dia saat itu nyambi juga di Kembang trus ngajak aku maen ke LSMnya sekalian dikasih buku pasien berdaya judulnya, ya itu.. aku cari saran dari anak-anak yang udah lama di sana trus baca-baca tentang AIDS. Sekarang lumayanlah.. .(W2.S1. 149)

Pernyataan lainnya

Yang pasti aku jadi lebih ngerti apa itu AIDS yang pertama..lalu, lama-lama aku jadi lebih bisa nerima keadaanku sekarang ini, apalagi kalau lagi kumpul ma anak-anak Kembang (LSM) trus cerita tentang pengalaman mereka itu aku jadi lebih bisa bersyukur atas keadaanku ini. Ada juga yang kisahnya lebih ngenes dari aku lho…kalau udah gitu kita kan bisa mbantu yang lainnya juga..biasanya kalau yang pertama datang mukanya muka orang ngga ada harapan..haha..aku dulu mungkin kaya k gitu juga ya.. .(W2.S1. 35)

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan strategi

Coping yang dipakai subyek meliputi; yang pertama secara

Emotion Focused Problem yang meliputi behavioral disengagement atau pelepasan secara perilaku yang dapat ditunjukkan adanya perilaku mabuk pada subyek saat mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS. Subyek juga melakukan

coping turning to Religion dengan bersikap pasrah kepada Tuhan atas apa yang telah menimpanya. Selain dua hal di atas, subyek juga melakukan copingseeking social support for emotional reason atau biasa diartikan sebagai sikap mencari dukungan sosial untuk alasan emosional dengan berkumpul dengan orang-orang yang mempunyai pengalaman sama denga n subyek, terutama orang

yang terinfeksi HIV sebagai usaha subyek untuk mencari dukungan moral, simpati dan pemahaman dari orang lain, sehingga usaha ini dapat menjadi kekuatan bagi subyek. Subyek juga menggunakan

coping mental disengagement saat subyek menemukan masalah, subyek tidak ingin diganggu oleh orang lain. Hal itu dapat ditunjukkan saat subyek hanya ingin menonton TV tanpa ada yang mengganggunya.

Subyek juga memakai Problem Focused Coping yang dapat

Dokumen terkait