• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cabai merah keriting dan cabai merah besar tergolong dalam kelompok cabai besar yang merupakan salah satu jenis sayuran unggulan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari Cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan volume cabai paling besar yang dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati.

Cabai merah keriting adalah cabai yang paling banyak diperjualbelikan di Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata 70 persen dari pasokan cabai yang masuk ke pasar Induk Kramat Jati adalah jenis cabai merah keriting. Sedangkan sisanya adalah cabai merah besar, cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan lain-lain.

Harga cabai merah keriting sangat berfluktuasi. Sepanjang bulan Januari 2006 sampai bulan Februari 2009 diperoleh harga terendah adalah Rp 2.800 sedangkan harga tertinggi mencapai Rp 26.000. Harga terendah tersebut dicabai pada hari ke 210. Hari ke 210 tersebut jatuh pada tanggal 29 Juli 2006. Harga cabai merah keriting pada periode Mei hingga Juli memang selalu tergolong rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut produksi dan pasokan sangat melimpah sehingga harga menjadi jatuh. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani dapat diketahui bahwa pengurangan konsumsi cabai juga terjadi di bulan puasa. Harga tertinggi cabai merah yaitu sebesar Rp 26.000 dicapai pada periode 359 yaitu pada bulan Desember 2006, dimana periode tersebut berada pada akhir tahun dimana banyak hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan analisis ARCH-GARCH dengan menggunakan diperoleh plot data Fluktuasi harga cabai merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati yang dapat dilihat pada Gambar 8.

53 Hari H a rg a ( k g ) 1035 920 805 690 575 460 345 230 115 1 25000 20000 15000 10000 5000 0

Gambar 8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Januari 2006-Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)

Pasokan rata-rata cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah sekitar 5.75 persen dari seluruh jenis cabai yang ada. Harga cabai merah besar terendah dicapai pada harga Rp 3.000 sedangkan harga tertinggi berada pada harga Rp 25.000. Harga terendah terjadi pada titik 247 dan 248 yang berada pada bulan September 2006. Sedangkan harga tertinggi dicapai pada periode 359 yaitu bulan Desember 2006 atau akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan. Pola data harga cabai merah besar dengan periode januari 2006 sampai Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.

54 Hari H a rg a ( k g ) 1035 920 805 690 575 460 345 230 115 1 25000 20000 15000 10000 5000 0

Gambar 9. Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)

Analisis ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan tiga variabel yaitu harga sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan harga sebelumnya serta pasokan sebagai variabel independen (variabel bebas). Sebelum menganalisis dengan metode ARCH-GARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi. Hasil output model regresi cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 5 dan 21. Tabel 11 menunjukkan hubungan regresi antara harga cabai besar dengan pasokan cabai besar.

Tabel 11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar

Jenis Cabai Model Regresi

Cabai Merah Keriting lnPt = 0.291972 +0.976838 lnPt-1 – 0.006853lnS + et Cabai Merah Besar lnPt = 0.339740 +0.964644 lnPt-1 – 0.001893lnS + et

55 Dimana :

Pt = Harga cabai besar pada periode ke t

Pt-1 = Harga cabai besar pada periode sebelumnya S = Pasokan cabai besar

Pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi di atas dapat disimpulkan bahwa pasokan berpengaruh negatif terhadap harga cabai besar. Hal ini berarti ketika pasokan berkurang maka harga akan naik. Melalui persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien pasokan cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa harga cabai merah keriting lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan cabai merah besar.

Berdasarkan uji signifikansi dengan taraf nyata lima persen maka dapat diketahui bahwa harga sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga pada waktu tertentu. Sebaliknya, uji signifikansi model menunjukkan bahwa jumlah pasokan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pada waktu tertentu. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar yang relatif stabil di Pasar Induk Kramat Jati.

Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada residual dalam model persamaan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan menggunakan uji ARCH LM. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 22. Tabel 12 menunjukkan ringkasan hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar.

Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar

Komoditas

Obs*R-Squared

Probability F-Statistic Probability

Cabai Merah Keriting 63.51498 0.000000 67.12439 0.000000 Cabai Merah Besar 16.37071 0.000052 16.57897 0.000050

56 Berdasarkan uji ARCH LM pada kedua model tersebut maka dapat diketahui bahwa Obs*R-Squared memiliki probability yang kecil dibandingkan α yang biasanya dipakai, yaitu lima persen. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa residual diatas mengandung heteroskedastisitas.

Selain itu keberadaan efek ARCH sebagai bukti bahwa data mengandung heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan mengamati beberapa ringkasan data yaitu dengan melihat data apakah data tersebut memiliki nilai yang lebih dari tiga. Gambar 10 merupakan output yang menunjukkan kurtosis data cabai merah keriting dan cabai merah besar

0 50 100 150 200 250 300 -0.50 -0.25 -0.00 0.25 0.50 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147 Mean -3.30e-16 Median -0.001643 Maximum 0.606102 Minimum -0.671945 Std. Dev. 0.092751 Skewness -0.189120 Kurtosis 10.32479 Jarque-Bera 2570.985 Probability 0.000000

Gambar 10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting

Gambar 10 memperlihatkan bahwa cabai merah keriting memiliki kurtosis 10.32479. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga tersebut menunjukkan data mengandung heteroskedastisitas. Hasil uji kurtosis menunjukkan bahwa nilai koefisien kemenjuluran (skewness) adalah sebesar -0,189120 atau kurang dari nol. Nilai skewness model cabai merah keriting yang kurang dari nol tersebut mengindikasikan bahwa harga komoditas cabai merah keriting menumpuk pada tingkat fluktuasi yang tinggi.

57 0 50 100 150 200 250 300 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147 Mean -3.43e-15 Median 0.000389 Maximum 0.592160 Minimum -0.482655 Std. Dev. 0.095256 Skewness -0.060403 Kurtosis 7.588916 Jarque-Bera 1007.102 Probability 0.000000

Gambar 11. Kurtosis Model Cabai Merah Besar

Sebagaimana halnya cabai merah keriting, uji kurtosis juga menunjukkan bahwa cabai merah besar memiliki heteroskedastisitas dengan nilai kurtosis sebesar 7.588916. Berdasarkan nilai skewness yang ditunjukkan oleh Gambar 11 dapat diketahui bahwa model persamaan harga cabai merah besar memiliki distribusi yang miring ke kiri. Hal ini berarti data cenderung menumpuk pada tingkat fluktusi tinggi seperti halnya cabai merah keriting. Kendati memiliki nilai skewness yang sama-sama negatif namun terdapat perbedaan besaran nilai antara cabai merah keriting dan cabai merah besar. cabai merah keriting memiliki nilai skewness negatif yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa kecenderungan model persamaan harga cabai merah keriting untuk menumpuk pada tingkat fluktuasi tinggi lebih besar dibandingkan cabai merah besar.

Untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas tersebut maka data harga dan pasokan dapat dimodelkan dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penentuan model ARCH-GARCH yang tepat dilakukan dengan simulasi beberapa model ragam. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model mengkombinasikan nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 . Pemilihan model ragam terbaik dilakukan dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC terendah dan sudah tidak adanya efek ARCH. Hasil uji coba untuk mendapatkan

58 model ARCH GARCH terbaik pada cabai merah keriting dapat dilihat pada lampiran 7 sampai lampiran 20 sedangkan uji coba model ARCH GARCH cabai merah besar ditunjukkan oleh lampiran 23 sampai lampiran 36. Tabel 13 menunjukkan ringkasan hasil uji coba model ARCH GARCH cabai merah keriting dan cabai merah besar.

Tabel 13. Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar

Model Nilai Error Tidak Ada Efek ARCH Keriting Besar Keriting Besar AIC SC AIC SC ARCH (1) GARCH (0) -1.960378 -1.938387 -1.162954 -1.140962 ARCH (1) GARCH (1) -1.985917 -1.959527 -1.136162 -1.109772 - ARCH (1) GARCH (2) -1.986370 -1.955581 -1.280340 -1.249552 ARCH (1) GARCH (3) -1.993711 -1.958525 -1.070276 -1.035090 ARCH (2) GARCH (0) -1.970268 -1.943877 -1.147375 -1.120985 ARCH (2) GARCH (1) -1.989689 -1.958900 -0.938884 -0.908096 - ARCH (2) GARCH (2) -1.989729 -1.954542 -0.957312 -0.922125 - ARCH (2) GARCH (3) -1.999800 -1.960215 -0.993906 -0.954321 - ARCH (3) GARCH (0) -1.971090 -1.940302 -1.127877 -1.097089 ARCH (3) GARCH (1) -1.990521 -1.955334 -0.954897 -0.919711 ARCH (3) GARCH (2) -1.988802 -1.949217 -0.993596 -0.954011 ARCH (3) GARCH (3) -1.999216 -1.955233 -0.975383 -0.931400 -

Model ARCH GARCH terbaik dipilih melalui kriteria error (AIC dan SC) terkecil serta sudah tidak adanya efek ARCH pada model yang menandakan bahwa model tidak lagi mengandung heteroskedastisitas. Selain itu model juga dipilih berdasarkan tidak adanya variabel yang bernilai negatif pada varian dan volatilitas. Berdasarkan kriteria tersebut model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting dan cabai merah besar adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14.

59 Tabel 14. Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Besar

Jenis Cabai Model ARCH-GARCH Terbaik

Cabai Merah Keriting ARCH (1) GARCH (2)

Cabai Merah Besar ARCH (1) GARCH (1)

Tabel 14 menunjukkan bahwa model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik pada cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (1). Hal ini berarti pola pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada satu hari sebelumnya. Persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik ditunjukkan oleh Tabel 15.

Tabel 15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai Persamaan Model ARCH-GARCH Terbaik

Cabai Merah Keriting ht = 0.000788 + 0.413433ht-1 + 0.420100ht-2 +0.069386ε2 t-1

Cabai Merah Besar ht = 0.000448 + 0.886204 ht-1 + 0.065325 ε2 t-1

Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh petani dengan adanya fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui perhitungan VAR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk penghitungan VAR berasal dari total penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali masa produksi. Berdasarkan perhitungan VAR dengan selang kepercayaan 95 persen dengan besar rata-rata penerimaan satu kali masa produksi dengan luas lahan sebesar satu hektar adalah Rp 91.800.000,00 maka risiko yang ditanggung dalam periode penjualan satu hari,tujuh hari dan tiga puluh hari dapat dilihat pada Tabel 16.

60 Tabel 16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani

Jenis Cabai

Besar Risiko

1 Hari 7 Hari 30 hari

* % * % * %

Cabai Merah Keriting 1,35 14,68 3,56 38,83 7,38 80.38 Cabai Merah Besar 0,45 4,85 1,17 12,82 2,44 26,54

Keterangan : *dalam puluhan jutaan rupiah

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini menunjukkan untuk setiap rupiah penerimaan yang diperoleh oleh petani maka risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan risiko harga cabai merah besar. Tingkat risiko yang dimiliki oleh cabai merah keriting adalah Rp 13.476.240 dari total penerimaan yang diterima sebesar Rp 91.800.000. Sehingga jika terjadi peningkatan penerimaan pada cabai merah keriting maka risiko harga cabai merah keriting juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan risiko harga cabai merah besar, tingkat risiko yang diterima adalah sebesar Rp 4.452.300 dari total penerimaan Rp 91.800.000. Apabila terjadi peningkatan penerimaan maka risiko yang ditanggung oleh petani juga akan mengalami peningkatan.

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah 14,68 persen dari total penerimaan yang diterima oleh petani dengan jangka waktu penjualan satu hari. Hal ini berarti kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko cabai merah keriting sebesar 14,68 persen. Begitu pula dengan cabai merah besar yang memiliki tingkat risiko sebesar 4.85 persen. Kenaikan penerimaan cabai merah besar sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko sebesar 4.85 persen.

Semakin lama periode penjualan setelah panen maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh petani. Hal tersebut dapat dilihat dari risiko harga yang semakin meningkat pada periode penjualan 7 dan 30 hari. Periode penjualan yang semakin lama akan menyebabkan cabai membusuk sehingga harga jual cabai menjadi jatuh.

61 Berdasarkan hasil perhitungan risiko dengan metode ARCH GARCH maka nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Lebih tingginya risiko harga cabai merah keriting dibanding cabai merah besar disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting, sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih besar.

Penggunaan cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini dikarenakan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar. Pembuatan sambal atau makanan dengan cita rasa pedas, biasanya menggunakan cabai merah keriting. Cabai merah besar biasanya hanya digunakan untuk hiasan atau pewarna makanan. Cabai ini dipakai di restaurant sebagai bahan untuk mempercantik makanan. Jika ditinjau dari daya tahan maka cabai merah keriting memiliki daya tahan yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kadar air dimana kadar air cabai merah keriting lebih sedikit dibandingkan cabai merah besar.

Fluktuasi pasokan tidak terlepas dari adanya pengaruh risiko di tingkat produksi. Risiko di tingkat produksi untuk komoditi cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar karena perawatan yang lebih rumit serta masa tanam yang lebih lama. Cabai merah keriting memerlukan perawatan yang lebih intensif dengan tingkat risiko terkena serangan hama yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar akibat masa tanam yang relatif lebih lama.

Masa tanam cabai merah keriting yang lebih lama dibandingkan cabai merah besar membuat petani harus menunggu hingga mencapai masa panen. Hal ini menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk membudidayakan cabai merah besar. Selain itu cabai merah besar dapat dipetik dalam kondisi yang masih hijau. Cabai merah besar yang masih dalam kondisi hijau memiliki permintaan yang cukup besar sehingga petani dapat melakukan pemetikan jika dalam kondisi terdesak secara finansial. Selain itu, sebagian petani memilih untuk memetik cabai merah besar dalam kondisi hijau karena semakin lama waktu penungguan masa panen maka akan semakin besar peluang risiko produksi yang akan ditanggung. Hal ini dikarenakan ketika cabai semakin mendekati masa panen maka akan

62 semakin rentan terhadap hama dan penyakit yang berisiko pada kegagalan panen akibat hama penyakit.

Serangan penyakit pada cabai terjadi pada saat musim hujan yang dapat terjadi dari fase perkecambahan hingga buah terbentuk. Penyakit cabai dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga seratus persen. Beberapa penyakit penting yang umumnya menyerang tanaman cabai yaitu penyakit antraknosa, bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri, penyakit mosaik penyakit mosaik dan penyakit krupuk. Penanggulangan jenis penyakit sangat tergantung pada jenisnya. Secara umum penanggulangan penyakit dapat dilakukan melalui pemilihan lahan yang bebas patogen, pemilihan varietas yang toleran, santasi lahan dan penggunaan bahan kimia. Selain hama dan penyakit, gulma juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman melalui perebutan unsur hara dari dalam tanah dan inang serangga vektor, termasuk patogen penyakit. Menurut Topan (2008) gulma yang menyerang tanaman cabai umumnya adalah pisang (Musa parasdisiaca), teki (Cyperus rotundus, C. compressus dan C. distans), rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa coona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), rumput sendok gangsir (Digitaria ciliaris), gendong anak (Euphorbia hirta), krokot (Portulaca oleracea), bayam duri (Amaranthus lividus), tolod (Alternanthera philoxeriodes), babadaton (Ageratum conyzoides) dan sawi liar (Capsella bursapastoris). Pengendalian gulma dapat dilakukan melalui pengolahan tanah.

Hama menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau. Serangan hama ini mengakibatkan buah dan daun cabai menjadi rusak. Sebenarnya efek serangan hama yang paling merusak disebabkan oleh bakteri atau virus yang disebarkan oleh hama tersebut (vektor). Beberapa serangan hama yang sering mengganggu tanaman cabai menurut Topan (2008) adalah kutu daun persik (Myzus persicae Suiz), thrip (Thrips parvipinus karny), ulat buah (Helicoverpa armigera hubner), Lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel), ulat grayak (spodoptera litura Fabricius) dan Nematoda Bintil Akar (Meloidogyne sp). Beberapa serangan hama dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga 100 persen. Oleh karena itu diperlukan pengendalian yang efektif untuk

63 menanggulangi serangan hama. Pengendalian hama dapat dilakukan melalui kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian secara manual, mekanik dan fisik, pengendalian secara hayati dan penggunaan bahan kimia.

Selain karena faktor hama dan penyakit, risiko produksi juga tidak terlepas dari adanya faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi. Cuaca sangat mempengaruhi kualitas dan daya tahan cabai. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kadar air dalam cabai juga tinggi. Hal ini mengakibatkan cabai mudah busuk. Karakter mudah busuk memiliki sifat menular. Ketika satu buah cabai busuk, maka hal ini akan dengan cepat menyebar pada cabai lainnya. Selain dari sisi risiko produksi, fluktuasi pasokan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti pencurian dan penjarahan, transportasi dan pensortiran.

1. Pencurian dan Penjarahan

Harga jual cabai yang terkadang sangat tinggi membuat sebagian orang berpikiran jahat untuk melakukan pencurian dan penjarahan. Pencurian dan penjarahan ini sering terjadi terutama saat harga cabai sangat tinggi pada tahun 1997-1998. Penjarahan yang dilakukan juga sering diikuti dengan perusakan. Hal ini tentu saja akan merugikan petani dan mengakibatkan berkurangnya pasokan.

Pencurian dan penjarahan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar yang diikuti dengan perusakan tanaman, sehingga menyebabkan kerugian dapat mencapai seratus persen. Pencurian dan penjarahan dapat diatasi dengan mempekerjakan masyarakat lokal pada lahan perkebunan dan membagikan hasil panen pada masyarakat sekitar jika memungkinkan.

2. Transportasi

Selain akibat kondisi alam dan lahan pertanian, fluktuasi pasokan ternyata juga disebabkan oleh kondisi transportasi yang mengangkut cabai yang akan dipasarkan. Transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengangkut hasil pertanian dari petani ke pedagang. Kendaraan yang biasa dipakai dalam lingkup pulau Jawa adalah truk atau mobil. Sedangkan untuk lingkup daerah di luar Pulau Jawa dan jauh dari daerah pusat pemasaran, alat transportasi yang digunakan adalah pesawat terbang. Pengaturan dan penyusunan cabai di didalam

64 alat transportasi sangat mempengaruhi kondisi komoditi tersebut ketika sampai di pasar. Cabai yang diletakkan secara sembarangan akan mengakibatkan turunnya kualitas. Hal ini tentunya berhubungan positif dengan harga cabai. Ketika kualitas cabai menurun maka harga cabai juga akan turun.

3. Pensortiran

Pensortiran adalah kegiatan mengelompokkan komoditas cabai besar berdasarkan kualitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko harga. Selain itu kegiatan pensortiran juga dilakukan pada saat penyusunan barang sebelum dibawa ke daerah lain. Pensortiran dilakukan dengan sederhana yaitu memisahkan antara cabai yang terindikasi membusuk dengan cabai yang masih berkualitas bagus. Pensortiran harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati. Walaupun hanya ada satu cabai busuk yang tertinggal dalam pengemasan menjelang transportasi maka hal itu akan berpengaruh pada cabai-cabai lainnya. Satu cabai yang membusuk akan dengan cepat menyebar pada cabai-cabai lain. 6.2 Alternatif Strategi dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Merah Keriting

dan Cabai Merah Besar

6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani

Petani cabai besar umumnya tidak langsung menjual hasil panen kepada konsumen ataupun pedagang besar. Cabai besar hasil panen terlebih dahulu dijual pada pengepul yang mengumpulkan hasil panen dari banyak petani. Pengepul biasanya juga merupakan orang yang satu desa dengan petani. Kerja sama antara petani dan pengepul biasanya sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang petani akan selalu mengumpulkan hasil panennya pada pengepul yang sama. Hasil panen yang sudah terkumpul pada pengepul dibawa pada pedagang besar yang kemudian mendistribusikannya pada industri makanan dan pasar induk di berbagai daerah.

Awal mula penentuan harga ditingkat petani dilakukan oleh pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk akan mematok harga tertentu pada pedagang besar di daerah. Demikian seterusnya, pedagang besar akan memberikan harga tertentu pada pengepul dan pengepul juga menentukan harga

65 pada petani. Margin harga yang diambil antara elemen tataniaga biasanya tidak terlalu besar. Masing-masing komponen biasanya berusaha bersikap seadil mungkin. Kerjasama yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun serta adanya pemikiran jangka panjang terhadap usaha yang dilakukan menyebabkan semua pihak bersikap sebaik mungkin dalam menjalin kerja sama.

Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pengepul dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada besarnya hasil panen. Sistem pembayaran yang dilakukan pada petani besar tidak dilakukan secara langsung ketika barang diterima. Namun terdapat selang waktu antara diterimanya barang dengan pembayaran. Hal ini berbeda pada petani dengan skala kecil. Petani skala kecil biasanya langsung menerima pembayaran pada saat penerimaan barang secara tunai.

Petani merupakan pihak yang paling merasakan dampak adanya fluktuasi harga dalam sistem tataniaga suatu produk pertanian. Seringkali petani sebagai produsen tidak dapat berbuat apa-apa ketika harga di pasaran jatuh. Namun demikian terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh petani terkait dengan adanya risiko harga ini.

1. Perhitungan yang Cermat dalam Penentuan Masa Tanam Cabai

Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas. Namun secara umum, umur panen cabai adalah tiga bulan atau 90 hari. Dalam satu kali penanaman cabai dapat dipanen hingga sembilan kali dengan interval lima hari. Jumlah cabai yang dapat dipanen pada masing-masing periode sangat bervariasi. Riwayat panen cabai besar menyerupai kurva sebaran normal dimana hasil panen sangat sedikit di awal dan kemudian mencapai puncaknya pada

Dokumen terkait