• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

i

RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING

DAN CABAI MERAH BESAR

DI INDONESIA

SKRIPSI

RATNA MEGA SARI H34050720

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii RINGKASAN

RATNA MEGA SARI. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI) Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB 2007. Kendati hanya berada pada urutan ke empat namun laju pertumbuhan PDB sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen. Salah satu komponen yang menjadi penyumbang PDB pertanian adalah subsektor hortikultura. Subsektor ini berkontribusi sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun-tahun.

Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu–waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko harga cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia dan alternatif strategi yang efektif terkait dengan adanya risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia.

Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1147 data yang merupakan data harga harian cabai merah pada periode Januari 2006 hingga Februari 2009 di Pasar Induk Kramat Jati. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko harga cabai merah dengan menggunakan model ARCH GARCH dan perhitungan VaR (Value at Risk). Analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara, diskusi dan observasi.

Hasil analisis risiko terhadap cabai merah keriting dan cabai merah besar menunjukkan bahwa fluktuasi harga tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran di pasar. Harga cabai merah biasanya naik pada akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru. Harga rendah terjadi pada bulan-bulan Mei hingga Agustus dimana pada saat tersebut biasanya terjadi oversupply karena panen serentak yang terjadi pada lahan pertanian cabai Indonesia.

(3)

iii harga cabai merah besar dipengaruhi oleh volatilitas dan varian satu hari sebelumnya.

Berdasarkan perhitungan VaR (Value at Risk) diperoleh bahwa tingkat risiko yang diperoleh oleh petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar 14,68 persen sedangkan untuk cabai merah besar adalah sebesar 4,85 persen. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diterima maka risiko harga yang cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Jika penerimaan petani cabai merah pada lahan seluas satu hektar adalah sebesar Rp 91.800.000,00 maka dalam periode penjualan satu hari tingkat risiko yang diterima petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar Rp 13.476.240,00 dan cabai merah besar adalah sebesar Rp 4.452.300,00. Tingkat risiko cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar dengan pasokan yang lebih berfluktuasi.

Upaya mengatasi risiko harga dapat berjalan dengan efektif bila adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya seperti petani, pedagang dan pemerintah. Usaha mengatasi risiko harga dari sisi petani dilakukan melalui perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai besar pada satu hamparan (diversifikasi tanaman), rotasi tanaman, pembuatan produk olahan cabai dan sistem kontrak. Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai dari produsen (petani) ke konsumen. Strategi pengurangan risiko yang dilakukan oleh pedagang yaitu penjualan cabai pada industri makanan dan pengeringan cabai. Upaya pengurangan risiko harga akan berjalan dengan lebih baik melalui dukungan dari pemerintah. Upaya pengurangan risiko harga oleh pemerintah dilakukan melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi serta penyuluhan dan pembinaan yang intensif terkait dengan budidaya dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi risiko harga.

(4)

iv

RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING

DAN CABAI MERAH BESAR

DI INDONESIA

RATNA MEGA SARI H34050720

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

v Judul : Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia Nama : Ratna Mega Sari

NIM : H34050720

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP. 19640921 199003 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ” Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Madya Dumai Propinsi Riau pada tanggal 16 Agustus 1987 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Yarmi Tanjung dan Ibu Nofriyetti.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 011 Dumai Kota dan SD Negeri 002 Pangkalan Sesai tahun 1993. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 4 Dumai pada tahun 2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Dumai dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis di terima sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Unggul Daerah) Pemerintah Daerah Kota Madya Dumai.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang berkat rahman dan rahimnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar Di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan fluktuasi harga yang dialami oleh petani cabai merah. Adanya ketidakpastian harga tentunya akan berdampak pada ketidakpastian penerimaan. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang dapat menganalisis risiko yang dihadapi oleh petani dan merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna sehinggan saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2009 Ratna Mega Sari

(9)

ix UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT dan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan perhatian yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.

3. Dra. Yusalina, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Mama dan papa tercinta serta adik-adik (Aam, Ayu, Dian dan Uci) yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan kasih sayang pada penulis. 5. Ir. Lukman M Baga, Ma.Ec sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama mengikuti masa perkuliahan di departemen agribisnis.

6. Bapak Khaerul dan Bapak Suminto serta seluruh staf kantor Pasar Induk Kramat Jati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini.

7. Bapak Drs. Raskim Dwi Putra, SMHk dan Bapak-Bapak Kelompok Tani Sumur Lonjong Desa Lelea Kabupaten Indramayu serta Cicin Yulianti yang sangat membantu penulis pada saat pengambilan data di Indramayu.

8. Seluruh staf sekretariat Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis. 9. Novi Herviyani atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil

skripsi yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

(10)

x 11.Saudara-saudaraku se-FEM, I can’t find words to describe how special you

are. I love you because of Allah deeply.

12.Afifah Crew, terima kasih atas semua suka dan duka yang kita bagi bersama. 13.Teman-teman AGB 42 dan adik-adik AGB 43 yang telah mengajari banyak

hal tentang arti persahabatan. Kalian semua adalah orang-orang luar biasa yang memberi warna dan goresan dalam lukisan sejarah hidupku.

14.Bapak dan Ibu staf pengajar bimbingan belajar Nurul Fikri, terimakasih atas dorongan, motivasi dan pengertiannya selama penyusunan skripsi ini.

15.The Roller Coaster, sebuah selipan kisah tak terlupakan di negeri asing pada masa-masa penulisan tugas akhir. We are friends forever

16.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk segalanya

Semoga tali persahabatan dan persaudaraan kita tetap terjalin dan hanya Allah SWT yang dapat membalas segala amal kebaikan yang telah diberikan, Amin.

Bogor, Agustus 2009

(11)

xi

3.1.4. Pemodelan Volatilitas Time Series ... 30

(12)

xii

V. GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA ... 43

5.1. Sejarah Penyebaran Cabai Besar di Indonesia ... 43

5.2. Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia 44

5.3. Pemasaran Cabai Besar di Indonesia ... 45

5.4. Pasar Induk Kramat Jati ... 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

6.1. Risiko Harga Cabai Besar ... 52

6.2. Alternatif Strategi Mengurangi Risiko Harga Cabai Besar di Indonesia ... 64

6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani ... 64

6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang ... 68

6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pemerintah ... 69

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

7.1. Kesimpulan ... 72

7.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode

2003-2006 ... 2

2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 ... 2

3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%) ... 4

4. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia Tahun 2003-2006 ... 5

5. Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional ... 11

6. Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum ... 12

7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 17

8. Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia ... 44

9. Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 ... 48

10. Komoditi Buah-Buahan yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 ... 49

11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar ... 54

12. Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar ... 55

13. Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar ... 58

14. Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar ... 59

15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar ... 59

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006-Februari 2009 .... 6

2. Hubungan Antara Variance dan Expected Return ... 19

3. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap ... 20

4. Pergeseran Kurva Permintaan ... 27

5. Pergeseran Kurva Penawaran ... 29

6. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

7. Alur Keluar Masuk cabai Besar di Pasar Induk Kramat jati ... 51

8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ... 53

9. Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ... 54

10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting ... 56

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha ... 77 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar

Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen) ... 78 3. Deskripsi Komponen Biaya Produksi Cabai Besar Menurut

Topan (2008) ... 79 4. Jenis-Jenis ARCH GARCH ... 81 5. Model Regresi Cabai Merah Keriting ... 83 6. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah

Keriting ... 83 7. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ... 84 8. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0)

Cabai Merah Keriting... 84 9. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting ... 85 10. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1)

Cabai Merah Keriting... 86 11. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting ... 87 12. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2)

Cabai Merah Keriting... 88 13. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting ... 89 14. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3)

Cabai Merah Keriting... 90 15. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ... 91 16. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0)

Cabai Merah Keriting... 91 17. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting ... 92 18. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1)

Cabai Merah Keriting... 93 19. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting ... 94 20. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2)

(16)

xvi 24. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0)

Cabai Merah Besar ... 98 25. Model ARCH (1) GARCH (1) ... 99 26. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1)

Cabai Merah Besar ... 100 27. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar ... 101 28. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2)

Cabai Merah Besar ... 102 29. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar ... 103 30. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3)

Cabai Merah Besar ... 104 31. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar ... 105 32. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0)

Cabai Merah Besar ... 106 33. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar ... 107 34. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1)

Cabai Merah Besar ... 108 35. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar ... 109 36. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2)

(17)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pertanian adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB 2007. Kendati hanya berada pada urutan ke tiga namun laju pertumbuhan PDB sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen (BPS 2008). Persentase distribusi dan laju pertumbuhan produk domestik bruto pertanian menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) pada tahun 2004 PDB nasional horikultura adalah sebesar Rp 56,84 triliun, tahun 2005 meningkat sebesar 61,79 triliun dan pada tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 65,88 triliun dengan rata-rata peningkatan sebesar 7,50 persen. Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan produksi dan luas panen disamping nilai ekonomi produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Sejauh ini di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanaman pangan. Kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan, sementara subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen.

(18)

2 Tabel 1. Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB

Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003 – 2006 (%)

2003 2004 2005 2006

1 Buah-buahan 52.40 54.12 50.82 52.45

2 Sayuran 38.18 36.50 37.10 37.26

3 Biofarmaka 10.48 12.71 4.54 2.29

4 Tanaman Hias 8.35 8.11 7.54 8.00

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)

Jika ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka subsektor hortikultura ternyata juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayuran memiliki kontribusi penyerapan tenaga kerja yang paling besar, jauh di atas kelompok komoditas lainnya. Kontribusi penyerapan tenaga kerja mampu menembus angka 50 persen diikuti dengan kelompok komoditas lainnya yaitu buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Persentase penyerapan tenaga kerja masing-masing kelompok komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 (%)

2003 2004 2005 2006

1 Buah-buahan 19.99 19.95 20.92 19.57

2 Sayuran 79.46 79.43 78.30 79.58

3 Tanaman Hias 0.05 0.06 0.05 0.02

4 Biofarmaka 0.51 0.56 0.72 0.83

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)

(19)

3 Cabai adalah produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai besar merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai besar terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan dengan cabai merah besar.

Cabai besar merupakan salah satu produk hortikultura yang menarik. Investor menilai cabai merah sebagai produk yang memiliki harga paling tinggi dan genjah sehingga modal dapat dengan cepat kembali, sedangkan bagi konsumen cabai merah memiliki peran yang cukup penting sebagai bahan rempah, penghias makanan, bahan pewarna, aroma dan pemberi rasa pedas. Selain itu, cabai juga mengandung beberapa zat gizi seperti vitamin A, B, C dan beta karoten.

(20)

4 Tabel 3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%)

2003 2004 2005 2006 2007

1 Bawang Merah 9.64 9.07 8.85 8.85 9.35

2 Bawang Putih 0.69 0.50 0.35 0.31 0.27

3 bawang Daun 4.21 4.68 4.81 5.09 4.74

4 Kentang 7.22 6.69 6.52 5.93 6.23

5 Lobak 0.18 0.25 0.35 0.36 0.32

6 Kol/Kubis 7.06 6.96 6.11 5.73 6.06

7 Petsai/Sawi 4.78 5.80 5.48 5.69 5.49

8 Wortel 2.35 2.47 2.61 2.29 2.37

9 kacang Merah 3.51 3.43 3.66 3.25 2.49

10 Kembang Kol 0.57 0.71 0.93 0.99 0.93

11 Cabai Besar 12.62 11.27 10.96 11.22 10.72

12 Cabai Rawit 6.68 8.64 8.86 9.10 9.65

13 Tomat 5.24 5.39 5.42 5.31 5.14

14 Terung 4.86 4.63 4.80 4.89 4.75

15 Buncis 3.57 3.36 3.41 3.45 3.13

16 Ketimun 5.71 5.15 5.62 5.82 5.65

17 Labu Siam 0.97 1.04 1.01 1.24 1.10

18 Kangkung 3.42 3.86 3.83 4.41 4.69

19 Bayam 3.61 3.52 3.91 4.25 4.37

20 Kacang Panjang 9.14 8.72 8.98 8.41 8.53

21 Jamur 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04

22 Melinjo 1.91 1.84 1.72 1.45 1.42

23 Petai 2.03 1.98 1.78 1.94 2.55

Total Sayuran 100 100 100 100 100

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)

(21)

5 Tabel 4. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia

Tahun 2003-2006

No Komoditi 2003 2004 2005 2006

1 Cabai besar 1.35 1.36 1.51 1.38

2 Cabai rawit 1.20 1.14 1.16 1.16

3 Cabai hijau 0.23 0.24 0.24 0.23

Sumber : Departemen Pertanian (2008)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian (2008) volume ekspor cabaipun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 jumlah cabai yang diekspor adalah sebanyak 1,110,553 kg. Kuantitas ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2004 dimana volume ekspor menjadi 1,879,374 kg. Peningkatan yang cukup drastis terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,617,739 kg. Sedangkan pada tahun 2006 volume ekspor kembali meningkat menjadi 8,004,450 kg.

Cabai merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan fenomenal sehingga dijuluki sebagai emas merah. Berdasarkan data yang diuraikan tersebut maka sebenarnya cabai merah merupakan komoditi yang sangat potensial untuk dibudidayakan. Kendati demikian petani cabai merah tidak selamanya mengalami keuntungan. Ada waktu dimana petani sering mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan risiko yang dihadapi oleh petani terutama dari sisi harga. Harga cabai merah sangat fluktuatif. Hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko harga dan perumusan strategi terkait dengan adanya risiko harga tersebut perlu dilakukan untuk membantu petani serta pihak lain yang menghadapi risiko harga seperti pedagang.

(22)

6 sayuran dan buah-buahan yang ada di tempat ini sebagai salah satu referensi untuk melihat harga komoditi secara nasional termasuk komoditi cabai besar. Dengan demikian, penentuan model risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan berdasarkan data fluktuasi harga yang diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati.

1.2 Perumusan Masalah

Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu – waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dari bulan januari 2006 sampai dengan bulan Februari 2009 dapat dilihat

Gambar 1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006 – Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)

(23)

7 kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000.

Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki karakteristik perishable (mudah rusak). Oleh karena itu, komoditi ini tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Cabai besar yang sudah dipanen harus sesegera mungkin sampai ke tangan konsumen agar langsung diolah sesuai dengan kebutuhan. Cabai besar juga sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan hama penyakit yang berakibat pada ketidakpastian hasil produksi. Selain itu disisi lain permintaan cabai juga bergantung pada waktu-waktu tertentu seperti hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru, pendapatan serta daya beli masyarakat. Hal inilah yang pada umumnya menjadi faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai besar di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia?

2. Bagaimana alternatif strategi dalam mengurangi risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia

(24)

8 1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Petani dan pedagang, sebagai bahan masukan dalam memperoleh hasil atau profit yang optimal

2. Penulis, sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah

3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan hasil penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(25)

9 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Cabai

Menurut Topan (2008) cabai merupakan komoditi hortikultura yang termasuk dalam tanaman terna tahunan. Tanaman ini tumbuh tegak dengan batang berkayu, bercabang banyak, ukuran tinggi mencapai 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Cabai memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menenbus ke dalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm.

Terdapat berbagai macam jenis cabai dengan ciri-ciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantara jenis cabai tersebut adalah cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika dan cabai hias. Masing-masing cabai memiliki tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Dalam perdagangan internasional, cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Pengelompokan tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kepedasan yang dimilikinya, yaitu :

1.Cabai yang sangat pedas

2.Cabai dengan kepedasan pertengahan 3.Cabai dengan tingkat kepedasan kurang 4.Cabai tidak pedas

Kelompok cabai yang sangat pedas diklasifikasikan kembali dalam dua kelompok yaitu kelompok cabai yang sangat pedas yang digunakan sebagai ekstraksi oleoresin cabai dan cabai dengan tingkat kepedasan pertengahan. Secara botanis, cabai yang sangat pedas memiliki ukuran kecil. Beberapa spesies yang tergolong ke dalam kelompok cabai sangat pedas ini adalah Capsicum frutescens, Capsicum baccatum, Capsicum chinense, dan Capsicum annum var. Glabiriusculum.

(26)

10 rasa pedas dan warna pada makanan. Spesies cabai yang umumnya masuk ke dalam kelompok ini adalah Capsicum annum.

Kelompok paprika adalah jenis cabai banyak digunakan sebagai bahan pewarna dan penambah cita rasa makanan. Paprika berukuran besar, berukuran besar, berbentuk lonjong atau bulat dan daging buahnya relatif tebal. Pada umumnya paprika termasuk ke dalam spesies Capsicum annum.

2.2 Jenis-Jenis Cabai Komersial

Menurut Suyanti (2007) secara umum cabai digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Cabai kecil dan cabai besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan di pasar tradisional. Umumnya cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit sedangkan cabai besar dikenal dengan istilah cabai merah.

1. Cabai besar

Cabai besar (Capsicum annum L) dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki permukaan yang halus dan rasa yang kurang pedas sedangkan cabai merah keriting, permukaan kulit buahnya tidak halus, lebih kecil dan rasanya lebih pedas. Cabai besar memiliki panjang antara 6-10 cm dengan diameter 0,7-1,2 cm 2. Cabai kecil atau cabai rawit

Cabai kecil (Capsicum frustescens) atau yang lebih dikenal dengan cabai rawit memiliki rasa yang sangat pedas. Cabai rawit memiliki warna kulit buah yang bervariasi

(27)

11 Tabel 5. Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional

No Kelompok Kepedasan Kandungan

Kapsaisin

Sumber : Abdjad.A.N et al dalam Suyanti (2005)

Setiap petani memiliki perhitungan agribisnis cabai yang berbeda-beda tergantung pada seberapa besar intensitas perawatan. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang tinggi tentunya akan mengakibatkan lebih besarnya biaya produksi dibandingkan dengan budidaya cabai secara sederhana. Hal ini tentunya juga akan sejalan dengan hasil yang akan diperoleh. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi yang lebih besar dan berkualitas.

Topan (2008) melakukan perhitungan agribisnis cabai secara umum dengan menggunakan beberapa asumsi tertentu. Asumsi tersebut terdiri dari aspek-aspek seperti periode produksi, status lahan, populasi tanaman, jenis cabai, jumlah produksi, produktivitas, harga jual dan perhitungan bunga bank. Berikut merupakan beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan agribisnis cabai:

1. Analisis usaha dihitung selama enam bulan (satu kali periode produksi) 2. Lahan penanaman adalah lahan sewa selama enam bulan dengan luas satu

hektar

3. Populasi tanaman 17.000 pohon/ha

(28)

12 5. Buah cabai hibrida dapat menghasilkan antara 0,8 sampai 1,2 kilogram. Jika diambil rata-rata, tiap pohon menghasilkan 1 kg cabai. Dari populasi seluas satu hektare dihasilkan 17.000 kg cabai

6. Produktivitas cabai 90 persen dengan tingkat kegagalan 10 persen sehingga diperoleh total hasil sebanyak 15.300 kg

7. Harga jual cabai Rp 6000/kg

8. Biaya produksi ditambah berupa bunga bank sebesar 15 persen

Total keuntungan dihitung melalui pengurangan total pendapatan dengan total biaya yang terdiri dari total biaya produksi dan biaya tidak terduga. Komponen biaya produksi yang digunakan dikelompokkan menjadi biaya penyiapan lahan, biaya pembibitan dan penanaman, serta biaya pemeliharaan tanaman dan panen. Tabel 6 menunjukkan perhitungan keuntungan yang terdiri dari komponen-komponen tersebut. Deskripsi yang lebih jelas mengenai perhitungan pendapatan yang terdiri dari uraian terperinci biaya produksi dan pendapatan cabai besar dapat dilihat pada Lampiran 3

Tabel 6. Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum

Uraian Nilai (Rp)

Biaya Produksi

a. Total Penyiapan lahan

b. Total biaya pembibitan dan penanaman c. Total biaya pemeliharaan dan panen

16.585.000 2.367.500 17.598.000

Total biaya produksi (a+b+c) 36.550.500

Biaya tak terduga 10 persen 3.655.050

Total biaya 40.205.550

A. Total biaya + bunga bank 15 persen 46. 236.400 B. Pendapatan (Total Produksi x harga jual)

= 15.300 kg x Rp 6.000

91.800.000

C. Keuntungan (B-A) 45.563.600

(29)

13 Berdasarkan komponen-komponen berupa biaya produksi, pendapatan dan keuntungan maka dapat dianalisis bentuk perhitungan ekonomi lainnya seperti nilai benefit cost ratio (B/C ratio) dan Titik impas (BEP), baik BEP harga maupun BEP produksi. Berikut ini merupakan perhitungan nilai B/C ratio serta perhitungan BEP cabai besar.

1. Nilai benefit Cost Ratio (B/C Ratio) B/C Ratio = Pendapatan/Total Biaya

= Rp 91.800.000/Rp 46.236.400 = 1,99

Artinya dengan modal Rp 46.236.400, usaha agribisnis cabai akan memperoleh hasil penjualan sebesar 1,99 kali atau 199 persen dari modal yang dikeluarkan.

2. Titik Impas (BEP) a. BEP harga

BEP = Total Biaya/Total Produksi BEP = Rp 46.236.400/15.300 BEP = Rp 3.201,99

Artinya, jika modal usaha Rp 46.236.400 dan total produksi 15.300 kg, dengan harga jual cabai Rp 3.021,99/kg perhitungan usaha sudah mencapai titik impas.

b. BEP Produksi

BEP = Total Biaya/Harga jual BEP = Rp 46.236.400/6000 BEP = 7.706,07 kg

(30)

14 2.3 Penelitian Terdahulu

2.3.1 Studi Terdahulu Mengenai Risiko

Penelitian mengenai risiko komoditi yang berfokus pada risiko produksi dilakukan oleh Safitri (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas ASRI, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko produksi pada usaha daun potong disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama dan penyakit. Risiko produksi berdasarkan produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daun potong Philodendron marble, sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan bersih, daun potong Asparagus bintang mengalami risiko yang paling tinggi. Selain melakukan kegiatan spesialisasi, risiko produksi dapat dikurangi dengan diversifikasi.

Selain analisis terhadap risiko produksi, penelitian mengenai risiko harga juga telah pernah dilakukan. Analisis risiko harga terhadap komoditi agribisnis dilakukan oleh Siregar (2009) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor”. Penelitian ini menganalisis risiko harga DOC dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya. Sedangkan risiko harga DOC Layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya.

Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko lebih banyak diaplikasikan terhadap harga saham. Hal ini seperti dilakukan oleh Ramadhona (2004). Penelitian ini menyimpulkan bahwa model dugaan terbaik untuk peramalan volatilitas saham AALI adalah GARCH (1,1), saham GGRM adalah ARCH (1), dan saham INDF adalah ARCH (1). Analisis risiko dengan model VaR menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat risiko yang tertinggi dan terendah adalah saham AALI.

(31)

15 ARCH (1) dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH (1,1) dimana tingkat risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari sebelumnya.

2.3.2 Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar

Penelitian mengenai cabai merah dilakukan oleh Muharlis (2007) terkait dengan peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktusi harga cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup besar akibat adanya ketidakstabilan harga. Fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar Jawa dan Bali di pengaruhi oleh faktor harga jual cabai merah di PIKJ dan harga cabai merah di tingkat produsen.

Darmawan (2007) menganalisis proses keputusan petani dalam pembelian benih cabai merah keriting varietas TM 999. Proses keputusan pembelian menunjukkan bahwa motivasi utama petani dalam membeli benih cabai merah keritng varietas TM 999 karena kualitas yang telah terjamin dan keuntungan usaha yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan harga benih yang yang relatif mahal, tetapi walaupun demikian petani merasa puas dengan hasilnya dan akan melakukan pembelian ulang selama kenaikan harga benih TM 999 masih berada dalam taraf wajar.

(32)

16 Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian-penelitian Safitri (2009) dalam hal kajian terhadap risiko namun berbeda dalam hal jenis risiko dan komoditi yang dikaji. Penelitian ini menggunakan ARCH-GARCH sebagai alat yang digunakan dalam menganalisis risiko harga. Hal ini memiliki kesamaan dengan penelitian Ramadhona (2004), Iskandar (2006) dan Siregar (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut terletak pada komoditi yang dikaji. Penelitian ini mengkaji objek yang sama dengan penelitian Muharlis (2007), Darmawan (2007) dan Rachma (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti.

(33)

17 Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis

Ramadhona 2004 Merah di Enam Kota Besar Di Jawa dan Bali Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Kabupaten Bogor,

Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor

(34)

18 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko

Menurut Harwood (1999) risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut Kountur (2004), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman. Risiko juga menunjukkan peluang terjadinya peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau dibawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan.

Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara tidak terduga. Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko atas:

a. Risiko murni dan spekulatif

Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk menguntungkan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan.

b. Risiko sistematik atau spesifik

Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan penggabungan berbagai risiko. Risiko spesifik adalah risiko yang dapat didiversifikasi melalui proses penggabungan (pooling)

(35)

19 Expected

Return

Variance Return Gambar 2. Hubungan Antara Variance dan Expected Return

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara variance return, yang merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang diharapkan, yang merupakan tingkat kepuasan pembuat keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan

jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya

kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.

2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan

maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.

U1

Risk Averter

U3

Risk Taker/Lover U2

(36)

20 3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan

maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaanya menerima return yang diharapkan lebih rendah.

Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan kepuasan individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan.

Keterangan

U = utilitas (tingkat kepuasan) Y = Pendapatan

Gambar 3. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap

Sumber: Debertin (1986)

Berdasarkan Gambar 3 individu yang digambarkan pada kurva U(y)1

termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utility yang semakin menurun (diminishing marginal utility) dari pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, namun demikian kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan

U(y)1

U(y)2

Y U(y)3

(37)

21 yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena kenaikan pendapatan berikutnya. Analog dengan risk averter, pada risk lover, kepuasan marginal utility yang semakin meningkat (increasing marginal utility) dari pendapatan. Sedangkan pada risk neutral, kepuasan marginal utility yang tetap (constan marginal utility).

3.1.2 Risiko Pertanian

Sektor pertanian tidak terlepas dari kondisi risiko yang disebabkan oleh beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber risiko pertanian menurut Anderson et al. (1977) dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Ketidakpastian hasil produksi

Ketidakpastian hasil produksi ini disebabkan oleh sektor pertanian yang sangat tergantung kepada alam seperti cuaca dan iklim, hama dan penyakit, temperatur udara, pergantian musim dan sebagainya. Adanya risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan penerimaan.

2. Ketidakpastian harga

Fluktuasi harga pada produk pertanian disebabkan oleh faktor alam dan permintaan dan penawaran. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian semakin berfluktuasi harga maka risiko harga semakin besar.

3. Ketidakpastian keuntungan

(38)

22 beberapa strategi yang dapat mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam kondisi yang tidak menguntungkan petani. Demikian pula sebaliknya, dengan menerapkan strategi ini maka keuntungan yang akan dimiliki petani akan berkurang ketika kondisi alam dan pasar sedang menguntungkan. Strategi-strategi tersebut adalah

1. Asuransi Pertanian

Asuransi pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi yang dapat mengurangi risiko dengan cara pembelian policy asuransi. Jika petani membeli policy asuransi kebakaran bukan berarti petani berharap terjadinya kebaran. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi lebih kecil dibandingkan kemungkinan biaya risiko yang akan ditanggung jika kebakaran benar-benar terjadi. Asuransi yang baik adalah asuransi yang diberikan pada peristiwa yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Asuransi digunakan pada peristiwa yang mengakibat kerugian besar namun memiliki probabilitas yang rendah

Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan petani berkurang akibat membayar premium asuransi. Premium asuransi mengurangi keuntungan potensial dalam satu tahun dimana tidak terjadi peristiwa yang merugikan pada tahun tersebut.

2. Kontrak

Future market merupakan suatu sistem dimana petani melakukan kontrak penjualan pada komoditi dan harga tertentu. Oleh karena itu, sistem kontrak merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam menghadapi risiko harga. Future market adalah suatu mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Walaupun harga dan pendapatan akan dikurangi, petani akan membatasi keuntungan potensial jika harga ditentukan di awal musim produksi.

(39)

23 menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditi seperti broiler dan hortikultura. Kontrak harga dapat bekerja dengan baik dalam sebuah model analisis marjinal yang mempresentasikan kepastian harga.

3. Peralatan dan Fasilitas yang Fleksibel

Jika petani dapat mengatur perubahan produk dan harga input maka petani juga dapat menyesuaikan bangunan dan peralatan yang dapat digunakan lebih dari satu kali musim produksi dan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas khusus akan memungkinkan petani untuk memiliki perencanaan jangka panjang. Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga dengan pembelian bangunan dan mesin yang adaptable dengan berbagai penggunaan tentunya akan lebih memiliki elastisitas yang besar.

4. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan output. Strategi diversifikasi pada intinya menjadikan keuntungan dari suatu tipe usaha peternakan atau pertanian untuk menutupi kerugian dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi juga membuat penggunaan tenaga kerja dan input yang lebih efektif sepanjang tahun. Dengan demikian, pendapatan tetap baik walaupun berada pada kondisi yang menguntungkan dan merugikan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang lebih efektif maka diversifikasi hendaknya dilakukan komoditi yang memiliki karakter yang berlawanan.

5. Program Pemerintah

(40)

24 3.1.3 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang

1. Permintaan

Menurut McConnel dan Brue (1990) permintaan didefinisikan sebagai suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar

Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka akan semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri.

Menurut McConnel dan Brue (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga yaitu

a. Selera dan Preferensi Konsumen

Perubahan selera konsumen dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklan dan perubahan tren atau fashion. Ketika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Faktor teknologi juga mempengaruhi perubahan selera masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik berkurang ketika ditemukan teknologi komputer.

b. Jumlah penduduk

(41)

25 akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan (Sukirno 1985).

c. Pendapatan

Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap permintaan suatu barang. Perubahan pendapatan akan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua golongan yaitu barang normal dan barang inferior.

Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang ini justru akan menurun.

d. Harga barang-barang lain

Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantug pada harga barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut. Barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling melengkapi.

(42)

26 permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi ini adalah pulpen dengan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, Misalnya saja hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil.

e. Harapan di masa yang akan datang

Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini akan mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun.

Lipsey et al. (1995) mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintaan secara sekaligus dalam waktu yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya. Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami.

(43)

27 Gambar 4. Pergeseran Kurva Permintaan

Sumber : McConnel dan Brue (1990)

Hipotesis ekonomi dasar menyebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta.

2. Penawaran

(44)

28 Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut McConnel dan Brue (1990) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a. Harga sumber daya atau harga input

Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat. Peningkatan harga input akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga penawaran dapat ditingkatkan.

b. Teknologi

Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumberdaya atau input menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan penawaran.

Sukirno (1985) menyatakan bahwa Tingkat teknologi sangat berperan dalam menentukan tingkat penawaran. Kemajuan teknologi akan menimbulkan dua akibat yaitu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi lebih banyak barang dan meningkatkan keefisienan produksi. Dengan demikian, kemajuan teknologi cenderung meningkat penawaran yang dilakukan perusahaan. c. Pajak dan Subsidi

(45)

29 d. Harga barang-barang lain

Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi.

e. Ekspektasi

Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan mempengaruhi keinginan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini.

f. Jumlah produsen

Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran.

Gambar 5. Pergeseran Kurva Penawaran

(46)

30 Hipotesis ekonomi mendasar mengenai penawaran adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan.

3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar

Harga dan jumlah suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut. Keadaan pasar dikatakan ekuilibrium atau seimbang apabila jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta pada harga tersebut. Kelebihan penawaran akan menyebabkan turunnya harga sedangkan kelebihan permintaan akan menyebabkan naiknya harga barang.

Perubahan variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran baik kurva permintaan maupun penawaran. Terdapat empat kemungkinan pergeseran yang terjadi:

1. Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan) 2. Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri) 3. Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan) 4. Penawaran berkurang (kurva penawaran bergeser ke kiri) 3.1.4 Pemodelan Volatilitas Time Series

Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. Biasanya volatilitas diestimasi dengan cara menghitung deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya.

(47)

31 dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai nilai variasi dari data fluktuasi (data return).

Terdapat dua pendapat besar mengenai variansi yaitu homoskedastisitas dan heterokedastisitas. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1983) homoskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang konstan sedangkan heteroskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang selalu berubah berdasarkan waktu.

Pendapat pertama dimodelkan melalui kombinasi antara autoregressive (AR) dan moving-average (MA) atau yang dikenal dengan ARMA. Sedangkan pendapat kedua diwakili oleh metode ARCH (autoregressive conditional heterokedastic) yang digeneralisasi menjadi GARCH (generalized autoregressive conditional heterokedastic). Untuk data harga komoditi cabai merah dengan tingkat fluktuasi yang tinggi, model otokorelasi dengan variansi berubah adalah model yang lebih relevan untuk diterapkan dibanding model otokorelasi dengan variansi konstan, sehingga model ARCH merupakan model yang lebih realistis untuk memodelkan nilai volatilitas data harga dibandingkan model AR, MA, dan ARMA.

3.1.5 ARCH Error

(48)

32 3.1.6 Model ARCH-GARCH

Pemodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan asumsi ragam sisaan yang konstan (homoskedastisitas). Namun kenyataannya banyak data deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan (heteroskedastisitas), khususnya untuk data deret waktu di bidang ekonomi. Oleh karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas tidak dapat digunakan.

Model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) merupakan model yang memperhitungkan adanya heteroskedastisitas dalam analisis deret waktu. Model ini pertama kali dipopulerkan oleh Engle pada tahun 1982 yang dipakai untuk memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan pada periode sebelumnya secara autoregresi (regresi diri sendiri).

Model ARCH ini kemudian disempurnakan oleh mahasiswa bimbingan Engle, Tim Bollerslev, menjadi GARCH (generalized autoregressive conditional heteroschedastic) yang lebih baik dibandingkan ARCH. Volatilitas berdasarkan model GARCH (p,q) mengasumsikan bahwa variansi data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah p data fluktuasi sebelumnya dan q data volatilitas sebelumnya. Secara umum model ini seperti Autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya.

Variansi terdiri atas dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas diperiode sebelumnya. Jika volatilitas pada periode sebelumnya besar (baik positif maupun negatif), maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan.

Bentuk umum model ARCH (m) :

ht = ξ + ε2t + 1ε2t-1 + 2ε t-2 +...+ mε2t-m dimana

ht = variabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t ξ = variabel yang konstan

ε2

t-m = Suku Arch / volatilitas pada periode sebelumnya

(49)

33 Dalam metode OLS, error diasumsikan homoskedastis, yaitu variansi dari error konstan dan terdistribusi normal dengan rata-rata nol. Varians tergantung dari varians di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan varians diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model ARCH.

Kondisi yang sering terjadi adalah bahwa varians saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh karena itu, Bollersley (Surya, 2003) memperkenalkan metode GARCH (Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity) guna menghasilkan model parsimony (menggunakan parameter yang lebih sedikit).

Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari kuadrat residual lag kedua hingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas. Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH (r,m) mengasumsikan bahwa variansi dari data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Ide dibalik model ini seperti dalam model autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya.

Varians terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians yang konstan. Komponen kedua adalah volatilitas pada periode sebelumnya, ε2

t-m

(suku ARCH) dan komponen ketiga adalah varians pada pada periode sebelumnya,

ht-r. Sehingga model GARCH dapat dirumuskan :

Bentuk umum model GARCH (r,m) :

ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 + ...+ rht-r + 1ε2t-1 + 2ε2t-2 +...+ mε2t-m dimana :

ht = Varaiabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t

К = Varians yang konstan ε2

(50)

34

1,2,... m = Koefisien orde m yang diestimasikan

1, 2,... r = Koefisien order r yang diestimasikan

ht-r = Suku Garch / varians pada periode sebelumnya

ARCH dan GARCH memiliki beberapa jenis. Masing- masing jenis ARCH dan GARCH memiliki karakteristik masing-masing dengan penggunaan yang berbeda-beda. Jenis-jenis ARCH GARCH dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.1.7 Value at Risk (VaR)

Value at Risk (VaR) merupakan ringkasan peluang kerugian maksimum selama horizon waktu tertentu dengan selang kepercayaan tertentu (Jorion, 2002). Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut :

VAR = (σt+1 x √b ) x Z x W

dengan :

VAR = Besarnya risiko b = Periode investasi

Z = Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5% W = Besarnya biaya investasi

σt+1 = Volatility yang akan datang dimana σt = √ht

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Cabai merah besar termasuk komoditi hortikultura penting di Indonesia. Cabai merah besar memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu komoditi ini memiliki berbagai macam khasiat dan zat gizi serta tidak bisa dilepaskan dari aneka masakan nusantara yang sangat beragam.

(51)

35 momen-momen tertentu seperti hari besar keagamaan sedangkan penawaran dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan hama penyakit yang mempengaruhi proses budidaya. Harga yang sangat fluktuatif ini tentu saja menyebabkan cabai merah besar merupakan komoditi yang berisiko terhadap harga di pasaran termasuk pada Pasar Induk Kramat Jati.

Kondisi cabai merah besar sebagai komoditi yang berisiko dari segi harga merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang baik agar kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Untuk itu diperlukan adanya pengukuran risiko harga cabai merah besar ini melalui penghitungan deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu, yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya yang kemudian lebih dikenal dengan istilah volatilitas.

(52)

36 Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi Harga dan Pasokan Cabai Besar

Risiko Harga Cabai Besar

Penerimaan Petani Alternatif Strategi yang Tepat Dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Besar

(53)

37 IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan melalui pengambilan data di Pasar Induk Kramat Jati yang beralamat di jalan raya Bogor KM 17 Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dipilih karena Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar komoditi hortikultura terbesar di Indonesia yang menjadi patokan penentuan harga komoditi di daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, harga komoditi di Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh Departemen Pertanian RI dalam penentuan kebijakan. Penelitian dilakukan selama lima bulan yaitu dari bulan Februari 2009 – Juni 2009.

4.2 Data dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan dua orang pedagang, dua orang pegawai kantor Pasar Induk Kramat Jati dan petani budidaya sebanyak enam orang. Data sekunder diperoleh berdasarkan data harga dan pasokan yang sudah ada di Pasar Induk Kramat Jati, Departemen Pertanian dan literatur-literatur yang terkait lainnya.

4.3. Metode Pengumpulan Data

(54)

38 4.4 Pengolahan dan Analisis Data

Pengukuran risiko harga cabai besar dalam penelitian ini menggunakan metode ARCH GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas pada periode selanjutnya. Volatilitas hasil peramalan tersebut kemudian digunakan untuk mengukur risiko harga cabai besar dengan menggunakan perhitungan VaR (Value at Risk).

4.5 Peramalan Tingkat Risiko (Value at Risk-VaR) 4.5.1 Analisis ARCH-GARCH

1. Tahap Identifikasi

Pemodelan ARCH-GARCH didahului dengan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Ini dapat dilakukan antara lain dengan mengamati beberapa ringkasan statistik dari data. Pengujian keberadaan heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat nilai keruncingan (kurtosis) data. Jika data tersebut memiliki nilai kurtosis yang lebih dari tiga maka data tersebut memiliki sifat heteroskedastisitas (Davidson and MacKinnon, 2004 dalam Firdaus, 2006). Kemudian, dilanjutkan dengan pengujian pengidentifikasian efek ARCH melalui fungsi autokorelasi kuadrat return. Suatu data memiliki efek ARCH apabila nilai autokorelasi pada data kuadrat return signifikan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam menguji ARCH error ini adalah melalui uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan pada hipotesisi nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error.

2. Estimasi Model

(55)

39 kebaikan model adalah AIC (Akaike Information Criterion) dan SC (Schwarz Criterion)

a. AIC = Ln (MSE) + 2*K/N

b. SC = Ln (MSE) + [K*log (N)]/N Keterangan :

MSE = Mean Squared Error

K = jumlah parameter yang diestimasi n = jumlah observasi

AIC dan SC adalah standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menemukan keseimbangan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model yang terlalu hemat. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SC yang terkecil dengan juga melihat signifikansi model. 3. Tahap Pemeriksaan Model ARCH-GARCH

Untuk memastikan bahwa apakah model yang diperoleh sudah memadai maka dilakukan pemeriksaan model. Jika ternyata model yang ditemukan tidak memadai maka kembali dilakukan identifikasi. Pemeriksaan model dapat dilakukan melalui analisis residual yang telah distandarisasi melalui sebaram residual, kebebasan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat residual, serta pengujian efek ARCH-GARCH dari residual.

Model ARCH-GARCH menunjukkan kinerja baik jika dapat menghilangkan autokorelasi dari data, yaitu bila residual baku merupakan proses ingar putih. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien autokorelasi residual baku dengan uji statistic Ljung-Box.

4. Peramalan Tingkat Risiko Harga

Gambar

Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 (%)
Tabel 3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%)
Gambar 1. Plot Harga Cabai Besar  Bulan Januari 2006 – Februari 2009   Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Tabel 5.  Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui kemampuan menulis puisi siswa kelas VII SMP Swasta Istiqlal Delitua Tahun Pembelajaran 2015/2016 setelah menggunakan kegiatan membaca kritis sastra.. Untuk

Kesimpulan hasil penelitian ini, pertama ; terdapat hubungan positif antara keadilan distributif dengan komitmen normatif Widyaiswara pada Balai Pelatihan Kesehatan, Kemenkes RI.

Penelitian mengenai pertumbuhan dan hasil tanaman kenikir yang dilakukan oleh Lestari (2008) memperoleh hasil bahwa perlakuan jenis pupuk antara pupuk organik dan

Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan solusi yang dilakukan Polisi Pamong Praja dalam rangka Melakukan Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kota Kediri Pilihan tema

Seiring, dengan berubahnya status dari Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo di Pekalongan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan pada tahun 1997,

pesan teks yang terdapat pada kelas ini akan digunakan oleh MessageSender untuk melakukan pengiriman pesan... 4.1.5

a) Kepala fungsi gudang berwenang mengajukan permintaan pembelian dengan surat permintaan pembelian yang ditujukan kepada fungsi pembelian. b) Kepala fungsi pembelian

Rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah (1) Modul IPA berbasis Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah