• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVENUE SHARING

Pendahuluan

Agroindustri udang adalah industri berbasis perikanan yang telah berkembang di Indonesia. Komoditi atau produk udang memiliki nilai jual tinggi yang diperdagangkan diseluruh dunia (FAO, 2010). Saat ini, Indonesia merupakan salah satu eksportir udang dengan tujuan pasar utama meliputi Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Rantai pasok udang, khususnya rantai pasok hulu (pengadaan bahan baku) memiliki tiga pelaku utama, yaitu petani, pengumpul dan prosesor (industri udang).

Saat ini, rantai pasok udang menghadapi masalah pengadaan bahan baku yang tidak berkelanjutan. Masalah ini disebabkan oleh pembagian keuntungan antara petani, pengumpul dan agroindustri yang tidak adil. Ketidakadilan tersebut disebabkan oleh keuntungan terbesar diterima oleh industri, padahal risiko terbesar diterima oleh petani. Sehingga diperlukan suatu kontrak antara industri udang dengan pemasok untuk menjamin kelancaran pasokan bahan baku dari sisi kuantitas maupun kualitas.

Koordinasi rantai pasok melalui mekanisme kontrak bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dari sistem rantai dalam lingkungan stokastik. Beberapa penelitian sebelumnya fokus pada bagaimana jenis kontrak tertentu dapat mencapai koordinasi dalam rantai pasok desentralisasi melalui serangkaian pengukuran (Lee dan Whang 1999). Jenis-jenis kontrak ini diantaranya buy-back contracts (Bernstein 2005), price-discount contracts, revenue-sharing contracts (Dana dan Spier 2001; Cachon dan Lariviere 2005), kuantitas-fleksibilitas, dan/atau campurannya. Desain kontrak ini fokus pada menawarkan skema untuk menyelaraskan insentif dari mitra desentralisasi dalam rantai pasok. Hal ini sesuai dengan keputusan distribusi insentif yang selaras tentang kebijakan penetapan harga, persediaan, dan perencanaan kapasitas untuk pelaku-pelaku dari rantai pasok.

Secara khusus, kontrak revenue sharing menetapkan model bisnis di mana pengecer tidak hanya membayar pemasok berdasarkan harga grosir untuk setiap unit barang, tetapi juga berbagi dengan pemasok persentase dari pendapatan yang dihasilkan pengecer (Cachon dan Lariviere 2005). Cachon dan Lariviere (2005) menunjukkan bahwa kontrak bagi hasil tersebut dapat mengkoordinasikan rantai pasok dan mengalokasikan keuntungan rantai pasok dengan pengaturan tertentu pada harga borongan.

Penelitian ini memecahkan masalah kontrak dengan menggunakan kontrak berbasis kinerja dalam rantai pasok industri udang. Kontrak berbasis kinerja dianalisis berdasarkan rumusan koordinasi rantai pasok dengan kontrak revenue sharing Cachon and Lariviere 2005; Chauhan and Proth 2005; Xu et al. 2013. Penyusunan kontrak revenue sharing didasarkan harga pokok dan pembagian pendapatan (share of revenue). Fungsi

38

keuntungan rantai pasok yang dihasilkan dari keuntungan untuk setiap pelaku dengan pertimbangan pembagian pendapatan. Penentuan bagian keuntungan koordinasi di petani-pengumpul (rantai pasok 1) dan pengumpul-industri (rantai pasok 2). Kemudian, dilakukan trade-off rantai pasok 1 dan 2 menggunakan pendekatan goal programming untuk menemukan nilai kuantitas dan pembagian pendapatan untuk masing- masing pelaku rantai pasok. Pada bagian akhir berupa diskusi tentang total kuantitas dan pembagian pendapatan untuk masing-masing pelaku. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model performance based contract

pengelolaan risiko rantai pasok berdasarkan revenue sharing dan dengan pendekatan goal programming.

Metode

Penelitian ini menggunakan model revenue sharing untuk memperoleh total keuntungan untuk setiap aktor dan trade-off dengan menggunakan pendekatan goal programming. Model revenue sharing untuk 2 aktor dalam rantai pasok (petani-pengumpul dan pengumpul-industri), yang disebut dengan rantai pasok 1 dan rantai pasok 2. Langkah-langkah pemodelan

revenue sharing adalah sebagai berikut:

Mulai

Menghitung biaya masing-masing aktor

Menetapkan model revenue sharing

untuk interaksi 2 aktor

Trade Off

Menetapkan kendala sumberdaya dan kendala sasaran

Menghitung revenue sharing menggunakan pendekatan goal programming

Selesai

39

Data yang digunakan berasal dari eksplorasi dari industri udang, Sidoarjo Jawa Timur termasuk jumlah kebutuhan benur, biaya produksi, jumlah kolam, jumlah bahan baku, konversi total bobot benur udang di tambak, dan keseimbangan massa. Data yang diamati untuk menentukan kendala sumber daya dan tujuan dalam industri udang.

Model Kontrak Revenue Sharing

Total kontrak revenue sharing yang dihasilkan berasal dari bagian dari pendapatan, biaya rantai pasok dan biaya pelaku (pengumpul dalam rantai pasok 1 dan industri dalam rantai pasok 2).

wn = ϕnCn-cn+1 (1)

wn : Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok n

ϕn : Bagian pendapatan aktor ke-n

Cn : Harga pokok dalam pasok rantai ke-n

cn+1 : Harga pokok aktor ke- n + 1

Fungsi Keuntungan Rantai Pasok

Keuntungan rantai pasok yang dihasilkan dari total keuntungan pada aktor n + total keuntungan pada aktor n + 1, atau dengan kata lain keuntungan rantai pasok adalah deviasi antara pendapatan dengan biaya dan kontrak revenue sharing untuk kuantitas q (Yang dan Chiang 2008). Rumusan keuntungan rantai pasok didefinisikan sebagai berikut

: Keuntungan rantai pasok

: Keuntungan rantai pasok untuk aktor n dalam rantai pasok n

: Keuntungan rantai pasok untuk aktor n+1 dalam rantai pasok n+1

: Total pendapatan dalam rantai pasok n

: Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok n

: Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok n : Kuantitas produk yang dijual dalam rantai pasok n

p : Harga produk udang

Pendapatan dihasilkan dari perbedaan antara harga borongan dengan kontrak revenue sharing. Rumus pendapatan ( ) adalah

maka S (q,p) kuantitas produk terjual yang diharapkan, berasal dari stockhastik atau deterministik. Dengan asumsi bahwa kuantitas yang

40

diharapkan baik dijual sama dengan harga pokok (q). and adalah total keuntungan dalam rantai pasok n untuk aktor n dan n+1. Fungsi keuntungan untuk masing-masing aktor dalam rantai pasok n didefinisikan sebagai

(5)

Goal Programming

Model goal programming mampu menyelesaikan masalah-masalah pemrograman linier yang memiliki lebih dari sasaran yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode prioritas (Taha 2007), untuk menemukan tujuan yang satisfied. Metode prioritas menentukan fungsi tujuan yang dibentuk sebagai yang mewakili tujuan dari masalah. Formulasi goal programming adalah:

Fungsi tujuan: ∑ s/t Kendala tujuan: ∑ Kendala sumberdaya: ∑ ∑ dimana:

Berdasarkan kendala tujuan dan kendala sumberdaya. Kendala tujuannya adalah untuk menentukan pembagian pendapatan (share of revenue) dan jumlah produk antara petani-pengumpul dan pengumpul- industri. Kendala untuk sumberdaya adalah bahan baku, waktu dan hasil untuk udang olahan. Tujuan diformulasikan untuk menemukan pembagian pendapatan sasaran dan target produk minimum dengan kendala-kendala dalam industri udang.

Hasil dan Pembahasan

Dalam bagian ini dibahas model revenue sharing dalam industri udang, model yang dikembangkan berdasarkan Cachon dan Lariviere (2005) untuk kontrak revenue sharing dalam industri udang. Rumusan total

41

keuntungan bagi petani-pengumpul dan pengumpul-industri berdasarkan kontrak revenue sharing dan trade off untuk formulasi revenue sharing dan pendapatan dengan pendekatan goal programming.

Model Kontrak Revenue Sharing dalam Agroindustri Udang Berbasis Budidaya

Model kontrak revenue sharing dalam agroindustri udang berbasis budidaya dikembangkan berdasarkan interaksi antara 2 aktor. Interaksi antara petani dan pengumpul disebut rantai pasok 1 dan pengumpul dan industri disebut rantai pasok 2. Perumusan kontrak revenue sharing berdasarkan formula 1 untuk setiap rantai pasok didefinisikan sebagai berikut:

w1 = ϕ1C1-c2 (7)

w2 = ϕ2C2-c3 (8)

dimana

w1 : Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 1

w2 : Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 2

ϕ1 : Bagian pendapatan (share of revenue) untuk pengumpul

ϕ2 : Bagian pendapatan (share of revenue) untuk industri

C1 : Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 1

C2 : Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 2

c2 : Harga pokok produk yang dijual pengumpul

c3 : Harga pokok produk yang dijual industri

dimana C = biaya pelaku n + biaya pelaku n+1 dalam rantai pasok n dan

{ } atau . Bagian pendapatan aktor petani adalah 1 - ϕ1

(bagian pendapatan pengumpul, ϕ1) dan bagian pendapatan pengumpul

dalam rantai pasok 2 adalah 1- ϕ2(bagian pendapatan industri, ϕ2).

Fungsi Keuntungan Rantai Pasok

Fungsi keuntungan rantai pasok diformulasikan untuk setiap pelaku (petani, pengumpul dan industri). Keuntungan rantai pasok dilakukan secara bertingkat berdasarkan interaksi 2 aktor. Ada petani-pengumpul (rantai pasok 1) dan pengumpul-industri (rantai pasok 2). Fungsi keuntungan bagi masing-masing stakeholder yang dihasilkan dari model 2, adalah:

(9)

(10)

(11)

42

(13)

(14) dimana

: Keuntungan rantai pasok dalam rantai pasok 1

: Keuntungan rantai pasok dalam rantai pasok 2

: Keuntungan rantai pasok untuk petani dalam rantai pasok 1 : Keuntungan rantai pasok untuk pengumpul dalam rantai pasok 1 : Keuntungan rantai pasok untuk pengumpul dalam rantai pasok 2 : Keuntungan rantai pasok untuk industri dalam rantai pasok 2 : Total pendapatan dalam rantai pasok 1

: Total pendapatan dalam rantai pasok 2

: Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 1 : Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 2

: Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 1 : Kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 2 : Kuantitas produk yang dijual dalam rantai pasok 1 : Kuantitas produk yang dijual dalam rantai pasok 2

w = ϕc-ccollectors (15)

w2 = ϕ2c2-cindustry (16)

w1 : Set kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 1

w2 : Set kontrak revenue sharing dalam rantai pasok 2

ϕ1 : Bagian pendapatan pengumpul

ϕ2 : Bagian pendapatan industri

c1 : Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 1

c2 : Harga pokok produk yang dijual dalam rantai pasok 2

ccollectors : Harga pokok produk yang dijual pengumpul

cindustry : Harga pokok produk yang dijual industri

Trade-off Pembagian Pendapatan Menggunakan Pendekatan Goal Programming

Perhitungan pembagian pendapatan (share of revenue) dilakukan secara bertingkat, dimana pelaku petani-pengumpul sebagai rantai pasok 1 dan pelaku pengumpul-industri sebagai rantai pasok 2. Pada rantai pasok 1, pembagian pendapatan pelaku pengumpul adalah sebesar dan pelaku petani adalah sebesar . Demikian juga pada rantai pasok 2, pembagian pendapatan pelaku industri adalah sebesar dan pelaku pengumpul adalah sebesar . Untuk mencari pendapatan yang memuaskan masing-masing pelaku dalam rantai pasok dilakukan trade-off revenue sharing. Trade-off yang dihasilkan dari revenue sharing dalam rantai pasok 1 dan rantai pasok 2 adalah sebagai berikut:

43

Fungsi Tujuan Goal Programming

Rumusan goal programming untuk memperoleh tujuan yang optimal

(satisfied) untuk kuantitas produk yang dijual dan pembagian pendapatan. Kendala tujuan dalam rantai pasok adalah total keuntungan dan pembagian pendapatan. Kendala sumber daya dalam rantai pasok adalah kebutuhan bahan baku untuk setiap aktor dan hasil pengolahan.

Fungsi Kendala Tujuan

Kendala tujuan yang dikembangkan berdasarkan revenue sharing

dalam rantai pasok 1 dan rantai pasok 2. Berdasarkan latihan pada model dengan berbagai nilai revenue sharing, ditargetkan total keuntungan industri adalah Rp 55. 620.000. Sedangkan, target laba untuk industri sebesar 60,59 %. Sehingga diperoleh faktor konversi untuk target nilai keuntungan sebesar Rp 28.750. Sedangkan, target keuntungan untuk pengumpul adalah 9,53% dengan total laba sebesar Rp 7.992.000. Sehingga diperoleh faktor konversi pengumpul adalah 3 775. Jadi rumusan dari tujuan keuntungannya adalah:

Formulasi kontrak revenue sharing untuk goal programming yang dihasilkan dari persamaan (7) dan persamaan (8). Formulasi total biaya dalam rantai pasok 1 sebesar Rp 46.578 dengan total sharing minimum adalah Rp 13.973 dan rantai pasok 2 sebesar Rp 49.852 dengan total sharing sebesar Rp 29. 911. Sehingga diperoleh persamaan:

1-Φ1 Φ1

1-Φ2 Φ2

Trade off

44

Total keuntungan untuk setiap rantai pasok dan trade-off yang dihasilkan dari persamaan (13) dan persamaan (14) untuk target total pendapatan dalam rantai pasok 1 adalah Rp 25.142.400 dan rantai pasok kedua adalah Rp 13.770. 000 dengan pendapatan yang diharapkan dalam rantai pasok 1 adalah Rp 83.808.000 dan dalam rantai pasok 2 adalah Rp 91.800.000 dan biaya dari setiap produk dalam rantai pasok 1 adalah Rp 17.580 dan rantai pasok 2 adalah Rp 39.726,96. maka formulasinya adalah:

Fungsi Kendala Sumberdaya

Berdasarkan pengamatan di industri udang Sidoarjo-Jawa Timur. Diperoleh kebutuhan bahan baku untuk setiap aktor dalam rantai pasok. Petani memerlukan 100 000 ekor benur untuk setiap kolam budidaya dalam satu periode. Kelompok petani memiliki 331 kolam dan bobot benur adalah 10-6 kg per ekor, maka jumlah benur yang dibutuhkan per hari adalah sebanyak 220.667 ekor (bobot benur adalah 10-6 kg/ekor), sehingga diperoleh kebutuhan benur per hari sebesar 0.2 kg. Ketika dipanen berat benur meningkat menjadi 16,9 x 10-3 kg per ekor dengan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) sebesar 0.56. Jadi keseluruhan petani membutuhkan 0,2 kg benur per hari dan dihasilkan panen sebesar 2095 kg. Oleh karena itu, faktor konversi benur adalah perbandingan antara kebutuhan benur per hari dengan jumlah panen yang dihasilkannya. Jadi, faktor konversi panen udang dari benur yang dibudidayakan per hari adalah 10 435. Sedangkan, pengumpul membutuhkan bahan baku minimum sebanyak 2.095 kg per hari, dan industri memerlukan bahan baku sebanyak 2.160 per hari. Jadi formulasi ini adalah:

45

untuk

Total kebutuhan bahan baku untuk industri udang (kg/hari) Total kebutuhan bahan baku untuk pengumpul (kg/hari) Total kebutuhan benur untuk petani (kg/hari)

Hasil pengolahan udang dalam industri menjadi udang beku headless

dengan rendemen sebesar 0,65, sehingga dihasilkan produk udang beku tanpa kepala minimum sebesar 1.404 kg. Pada pengumpul, bobot udang meningkat karena jumlah air diserap oleh udang. Faktor konversinya adalah 1,03. Pengumpul perlu 0,0034 jam untuk memproses setiap kg bahan baku dengan target waktu pemrosesan maksimal 7,2 jam. Jadi formulasi untuk kendala ini adalah

Dengan menggunakan Program solver Linear untuk mencari gap dan . Sehingga diperoleh nilai sebagai berikut Tabel 7 Hasil olah data menggunakan program solver linear (Melnick 2010)

Variabel Nilai x1 x2 x3 ϕ1 ϕ2 1 271 kg 2 117 kg 0.2 kg 0.74 0.7

Berdasarkan hasil pengolahan data (Tabel 7) diperoleh kebutuhan baku untuk memenuhi permintaan konsumen berupa produk udang beku 2160 kg/hari dengan rendemen 0.65 diperoleh produk udang beku headless

sebesar 1404 kg/hari. Berdasarkan kebutuhan tersebut diperoleh bahan baku pada tingkat industri sebesar 1271 kg/hari, pada tingkat pengumpul sebesar 2117 kg/hari dan kebutuhan benur pada tingkat petani sebesar 0,2 kg/hari. Kemudian, benur tersebut dibudidayakan sampai ukuran panen 59 (ukuran 16,9 x 10-3 kg/ekor) dan tingkat kelangsungan hidup sebesar 0,56. Benur sebesar 0,2 kg/hari setara dengan 200.000 ekor/hari (bobot 1 ekor benur = 10-6 kg/ekor). Jadi kebutuhan benur untuk selama satu tahun adalah sebesar 60.000.000 ekor atau 60 kg/tahun (asumsi 1 tahun = 300 hari).

Bagian pendapatan (share of revenue) pengumpul adalah sebesar 0,74 pada rantai pasok 1, sehingga bagian pendapatan petani pada rantai pasok 1 adalah sebesar 0,26. Kemudian, bagian pendapatan (share of revenue) industri adalah sebesar 0,70 pada rantai pasok 2, dengan cara

46

yang sama bagian pendapatan pengumpul pada rantai pasok 2 adalah sebesar 0,3. Jadi bagian industri adalah sebesar 0,7 dikali profit rantai pasok 2, bagian pengumpul adalah sebesar 0,74 dikali profit rantai pasok 1 ditambah 0,3 dikali profit rantai pasok 2, dan bagian petani sebesar 0,26 dikali profit rantai pasok 1.

Kebutuhan Benur untuk Tambak dengan Teknologi Tradsional Plus, Semi Intensif dan Intensif

Kebutuhan bahan baku untuk memenuhi permintaan konsumen diperoleh dari petani tambak yang berada di daerah sekitar lokasi lokasi pabrik (prosesor) di Sidoarjo-Jawa Timur dan dari luar daerah seperti Gresik, Lamongan, Situbondo dan Banyuwangi. Petani tambak mengusahakan tambak udang dengan tingkat teknologi yang berbeda, diantaranya tambak tradisional plus, tambak semi intensif dan tambak intensif.

Tambak tradisonal plus merupakan modifikasi dari pola tradisional. Tebar bibit pada pola ini lebih padat dibanding pola tradisional sekitar 7 sampai 15 ekor/ m2, dengan tebar bibit yang lebih padat maka perlu adanya inputan pakan selama proses budidaya. Pada pola tradisional plus terdapat pompa air atau satu kincir untuk aerasi selama proses budidaya.

Pola budidaya udang vannamei semi intensif memiliki ciri padat tebar bibit 20 sampai 50 ekor/ m2. Pola ini memerlukan asupan pakan yang tinggi, kincir yang cukup untuk memenuhi sistem aerasi yang ideal dan manajemen budidaya yang bagus dalam mengelola tambak. Petakan luasan budidaya umumnya kecil biasanya seperempat hektar.

Pola budidaya intensif merupakan pola budidaya dengan teknologi tinggi, modal besar namun jika berhasil keuntungan yang didapatkan juga tinggi. Pola ini juga beresiko terhadap pencemaran lingkungan jika limbah yang dihasilkan tidak ditangani dengan baik

Fungsi Tujuan Goal Programming

Fungsi tujuan adalah meminimasi deviasi pada tambak tradisonal plus, pada tambak semi intensif, pada tambak intensif dan merupakan deviasi target keuntungan dari masing-masing teknologi tambak. Perbandingan prioritas jumlah pasokan bahan baku adalah 6 : 3 : 1 untuk masing-masing tambak tradisional plus, semi intensif dan intensif. Jelasnya, fungsi tujuannya adalah sebagai berikut.

Rumusan goal programming untuk memperoleh tujuan yang optimal

(satisfied) untuk margin usaha budidaya. Kendala tujuan dalam rantai pasok adalah target keuntungan yang diharapkan dari masing-masing teknologi dan harga jual dengan asumsi kualitas yang sama. Kendala untuk sumberdaya adalah jumlah permintaan, harga benih, survival rate dan hasil panen.

47

Fungsi Kendala Tujuan

Kendala tujuan yang dikembangkan berdasarkan target keuntungan yang diharapkan diperoleh dari selisih antara hasil penjualan dari permintaan sebesar 628.500 kg dikali harga jual sebesar Rp 70.000 per kg dengan biaya operasional tambak. Berikut ini adalah persamaan untuk kendala tujuan:

Fungsi Kendala Sumberdaya

Berdasarkan pengamatan di salah satu industri udang Sidoarjo-Jawa Timur, diperoleh kebutuhan bahan baku berdasarkan jumlah permintaan per tahun sebesar 628.500 kg. Untuk memenuhi permintaan tersebut, udang dipasok dari petani Sidoarjo dan dari luar daerah. Umumnya petani tambak di Sidoarjo mengusahakan tambak tradisonal plus dan hanya sebagian kecil mengusahakan tambak semi intensif, sedangkan dari luar daerah didominasi tambak semi intensif dan intensif. Petani ini dalam memproduksi udang berdasarkan teknologi dibagi menjadi tambak tradisonal plus, semi intensif, dan intensif dengan perbandingan 6: 3 : 1 sehingga diperoleh persamaan.

)

Dalam pemeliharaan udang tingkat survival rate (kelangsungan hidup) berbeda-beda antara tingkat teknologi yang digunakan. Survival rate untuk tambak intensif adalah 90% dari jumlah benur yang ditebar atau 1,11 dikali jumlah produk denagn ukuran size panen 66,6 ekor per kg diperoleh jumlah benur sebanyak 1.500.000 ekor, dengan cara yang sama untuk tambak semi intensif dan tradisonal plus diperoleh jumlah benur yang ditebar 600.000 ekor dan 150.000 ekor dengan survival rate 80% dan 74%, sehingga diperoleh persamaan:

Harga benur udang untuk teknologi tradisional plus adalah Rp 40 per ekor, untuk teknologi semi intensif adalah Rp 35 per ekor dan untuk teknologi intensif adalah Rp 25 per ekor. Adanya perbedaan harga benur lebih disebabkan jumlah (kuantitas) pembelian. Semakin banyak benur

48

yang dibeli harga rata-rata per ekor lebih rendah bila dibandingkan dengan pembelian yang lebih sedikit. Sehingga diperoleh biaya untuk benur sebagai berikut.

Harga jual udang hasil panen, diasumsikan kualitas sama adalah

Rp 70.000 per kg, sehingga diperoleh target penjualan sebesar Rp 43.995.000.000, sehingga diperoleh persamaan.

Volume produksi tambak dipengaruhi oleh produktifitas masing- masing pola budidaya yang digunakan. Hasil analisis dilapangan menunjukkan produktifitas pola tradisional plus tingkat produktifitasnya berkisar 350 sampai 400 kg/ha. Pola semi intensif budidaya udang mempunyai tingkat produktifitas dikisaran 2000 kg/ha, kisaran ini mengacu ke penelitian yang dilakukan Adiwidjaya et al. (2008) dengan tebar bibit 25 ekor/m2. Produktifitas pola intensif mengacu ke penelitian yang dilakukan oleh Syah et al. (2008), dengan tebar bibit 50 ekor/m2 mampu memproduksi 5000-6000 kg/ha.

Hasil panen yang diperoleh untuk masing-masing tambak dengan tingkat teknologi tradisional plus, semi intensif dan intensif adalah sebagai berikut.

dimana

Jumlah benur yang dibutuhkan untuk teknologi tradisional plus (ekor)

Jumlah benur yang dibutuhkan untuk teknologi semi intensif (ekor)

Jumlah benur yang dibutuhkan untuk teknologi intensif (ekor)

Dengan menggunakan Program Solver Linear untuk mencari gap

49

Tabel 8 Hasil olah data menggunakan program solver linear (Melnick 2010)

Variabel Nilai x1 x2 x3 8.395.513 ekor/tahun (8,39 kg/tahun) 33.516.428 ekor/tahun (33,52 kg/tahun) 5.225.558 ekor/tahun (5,23 kg/tahun)

Berdasarkan Tabel 8, diperoleh kebutuhan benur untuk tambak tradisonal plus 8.395.513 ekor per tahun, untuk tambak semi intensif 33.516.428 ekor per tahun dan untuk tambak intensif 5.225.558 ekor per tahun. Kebutuhan benur untuk petani tambak (tradisional plus, semi intensif dan intensif) merupakan respon untuk memenuhi permintaan udang dari konsumen sebesar 628.500 kg per tahun.

Penelitian pada tahap ini telah menghasilkan rancangan model kontrak

revenue sharing yang lebih berkeadilan melalui share of revenue untuk masing-masing pelaku rantai pasok. Model ini kemudian digunakan pada penentuan bonus dan penalti. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan model penentuan bonus dan penalti kontrak berbasis kinerja dengan pendekatan quantity dan quality level agreement pada Bab 5.

Simpulan

Rancangan model performance based contract pengelolaan risiko rantai pasok menghasilkan pembagian pendapatan yang adil berdasarkan pembagian pendapatan (share of revenue) sebesar 0,74 untuk pelaku pengumpul dari rantai pasok 1 dan dan 0,7 untuk pelaku industri dalam rantai pasok 2. Kemudian, model juga menghasilkan kesepakatan target pasokan (kebutuhan) untuk masing-masing pelaku rantai pasok yaitu pelaku petani membutuhkan benur sebesar 0,2 kg/hari untuk budidaya, pelaku pengumpul membutuhkan bahan baku sebesar 2117 kg/hari dan kebutuhan produksi industri (udang headless) sebesar 1.271 kg/hari. Bila kebutuhan benur untuk satu tahun dengan tingkat teknologi tambak tradisional plus, semi intensif dan intensif dengan perbandingan 6 : 3 : 1 adalah kebutuhan benur untuk tambak tradisonal plus 8.395.513 ekor, untuk tambak semi intensif 33.516.428 ekor dan untuk tambak intensif 5.225.558 ekor per tahun.

51

6 PEMODELAN BONUS DAN PENALTI DENGAN PENDEKATAN

Dokumen terkait