• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Dengan Pendekatan Performance Based Contract Pada Agroindustri Udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Dengan Pendekatan Performance Based Contract Pada Agroindustri Udang"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PENGELOLAAN RISIKO RANTAI PASOK DENGAN

PENDEKATAN

PERFORMANCE BASED CONTRACT

PADA

AGROINDUSTRI UDANG

SYARIFUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok dengan Pendekatan Performance Based Contract pada Agroindustri Udang adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Syarifuddin

(4)

RINGKASAN

SYARIFUDDIN. Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok dengan Pendekatan Performance Based Contract pada Agroindustri Udang. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN, KADARWAN SOEWARDI, dan TAUFIK DJATNA.

Kontrak pengadaan bahan baku dalam rantai pasok agroindustri udang

masih terbatas sehingga perlu dilakukan upaya pengembangan model

performance based contract manajemen risiko rantai pasok udang yang berkeadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model

performance based contract manajemen risiko rantai pasok pada agroindustri udang. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa tujuan spesifik dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko, menghasilkan model performance based contract manajemen risiko rantai pasok udang berdasarkan pendekatan revenue sharing, menghasilkan model reward (bonus) dan penalty (denda), dan simulasi model kontrak rantai pasok udang dengan menggunakan dinamika sistem.

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk mencapai tujuan masing-masing tahapan. Studi literatur dan wawancara pakar dilakukan untuk

mendapatkan faktor dan variabel risiko rantai pasok agroindustri udang. Fuzzy FMEA digunakan untuk memilih urutan prioritas tindakan (risiko dominan) yang sesuai dengan faktor-faktor risiko yang telah teridentifikasi. Untuk merancang model performance based contract manajemen risiko rantai pasok berdasarkan

revenue sharing digunakan pendekatan goal programming, sedangkan untuk model bonus dan penalti digunakan dengan pendekatan quantity dan quality level agreement. Sedangkan model simulasi dinamis kontrak rantai pasok digunakan metodologi dinamika sistem.

Konsep performance based contract yang dikembangkan berdasarkan pendekatan revenue sharing berfokus pada transfer risiko antara pemasok-pembeli

dalam rangka mendorong keduanya untuk lebih fokus pada kinerja. Kelengkapan utama dalam pengembangan model performance based contract yaitu indikator kinerja, risk (revenue sharing) dan mekanisme pembayaran reward (bonus) dan

penalty (denda).

Identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok, diperoleh tingkat risiko tertinggi pada pelaku petani adalah risiko kualitas (0,42) dan risiko harga (0,22),

pelaku pengumpul adalah risiko kuantitas (0,34) dan risiko harga (0,29), kemudian pelaku prosesor adalah risiko kuantitas (0,29) dan risiko harga (0,29). Sedangkan, risiko prioritas yang harus dikendalikan berdasarkan risiko dominan pada pelaku petani berupa kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit,

pada pelaku pengumpul berupa kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit, keberadaan dan loyalitas pemasok yang rendah, kemudian pada pelaku

prosesor adalah keragaman mutu pasokan dan adanya kontaminasi antibiotika pada komoditi dan produk udang.

(5)

(pengumpul-industri). Dengan pendekatan goal programming diperoleh bahan baku yang optimal untuk pelaku petani adalah 0,002 kg benur untuk budidaya, 2.117 kg dalam pengumpul dan 1.271 kg di industri. Sedangkan share of revenue dalam

rantai pasok 1 adalah 0,74 dan 0,7 dalam rantai pasok 2.

Mekanisme pemberian bonus atau denda terkait dengan pencapaian kinerja berdasarkan indikator kualitas dan kuantitas. Rancangan model ini dapat menghasilkan besaran bonus dan penalti untuk masing-masing pelaku rantai pasok. Sehingga besaran bonus dapat ditentukan dan penalti berlaku untuk koordinasi antara industri dan pengumpul.

Berdasarkan simulasi model dinamika sistem diperoleh bahwa pendapatan pelaku rantai pasok, khususnya petani dan pengumpul dengan adanya mekanisme

revenue sharing dalam kontrak performance based contract pengelolaan risiko rantai pasok. Sedangkan, prosesor mendapatkan keuntungan berupa pasokan yang memenuhi spesifikasi kuantitas dan kualitas bahan baku untuk diproses menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Kemudian, dengan adanya transparansi antar

pelaku rantai pasok berdasarkan kontrak berbasis kinerja mewujudkan pola hubungan berbasis adanya kesetaraan untuk membangun trust building saat

melaksanakan proses bisnis dalam konteks rantai pasok.

Kontribusi utama dari penelitian ini adalah dihasilkannya model revenue sharing yang berkeadilan berdasarkan share of revenue untuk masing-masing pelaku rantai pasok. Untuk kesepakatan masing-masing pelaku dihasilkan model kesepakatan kuantitas berupa target produksi dan kesepakatan kualitas berupa target kualitas yang harus dipenuhi masing-masing pelaku rantai pasok. Kemudian, dihasilkan model besaran bonus dan penalti berdasarkan pencapaian kinerja kuantitas dan kualitas yang telah disepakati dalam perjanjian.

(6)

SUMMARY

SYARIFUDDIN. Supply Chain Risk Management Modeling with Performance Based Contract Approach for Shrimp Agroindustry. Supervised by YANDRA ARKEMAN, KADARWAN SOEWARDI and TAUFIK DJATNA.

Contract procurement of raw materials in the supply chain agroindustrial shrimp still limited so necessary to the development of performance-based model of shrimp supply chain risk management contracts equitable. The purpose of this research is to develop performance-based model of supply chain risk management contracts in shrimp agroindustrial. To achieve these objectives some specific purpose of this study was formulated as follows: identify and evaluate risks, resulting in a model of performance-based supply chain risk management contracts shrimp based approach to revenue sharing, produce models of reward

(bonus) and penalties (fines), and the simulation model of the contract shrimp supply chains using system dynamics.

This study uses several techniques to achieve the goal of each stage. The study of literature and expert interviews conducted for get a factor and a variable risk of supply chain agroindustrial shrimp. Fuzzy FMEA is used to select the order of priorities for action (dominant risk) in accordance with the risk factors that have been identified. To design a performance-based model of supply chain risk management contract based revenue sharing goal programming approach

was used, whereas for the bonus and penalty models used to approach the quantity and quality level agreement. While the dynamic simulation model of supply chain contracts used system dynamics methodology.

The concept of performance-based contract that was developed based on revenue sharing approach focuses on the transfer of risk between the supplier-buyer in order to encourage both of them to focus more on performance. The main completeness in model development performance based contract that is an indicator of performance, risk (revenue sharing) and mechanism payments of reward and penalties.

Identification and evaluation of supply chain risk, obtained the highest risk actors farmers are risk quality (0.42) and price risk (0.22), the actors collector is a risk quantity (0.34) and price risk (0.29), then the actors processor is a risk

quantity (0.29) and price risk (0.29). Meanwhile, the priority risks to be controlled based on the dominant risk actors farmers in the form of crop failure

due to pests and diseases, the actors collector such crop failures due to pests and diseases, the presence and supplier loyalty is low, then the actors processor is diversity of supply and the quality of antibiotic contamination in commodities and shrimp products.

Performance-based contract model of supply chain risk management with

revenue sharing approach can solve the problem of a fair contract for each supply chain actors. Contract revenue sharing is analyzed for two actors in the

supply chain 1 (farmer-gatherers) and supply chain 2 (collector-industry). With a goal programming approach was obtained raw materials optimal for farmers actors is 0,002 kg fry for aquaculture, 2,117 kg and 1,271 kg in the collection industry. While the share of revenue in the supply chain 1 are 0.74 and 0.7 in the

(7)

The mechanism of bonuses or penalties associated with the achievement of performance based indicators of quality and quantity. The design of this model can produce the amount of penalties and bonuses for each supply chain actors. So that the amount of the bonus can be determined and the penalty applies to the coordination between industry and collectors.

Based on a simulation model of the system dynamics is obtained that the

revenue supply chain actors, especially farmers and gatherers with revenue sharing mechanism in the contract performance based contract supply chain risk

management. Meanwhile, the processor get the advantage of supply that meets the specifications of the quantity and quality of raw materials for processing into high value-added products. Then, with a lack of transparency between supply chain actors by realizing a performance-based contract-based relationship patterns

equality to build trust building while carrying out business processes in the context of the supply chain.

The main contribution of this research is produced equitable revenue sharing models based on the share of the revenue for each of the supply chain

actors. For each actors agreement produced a model agreement in the form of the target production quantity and quality of the agreement in the form of quality targets that must be met each supply chain actors. Then, the amount of generated models bonuses and penalties based on the achievement of performance quantity and quality that has been agreed upon in the agreement.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

PEMODELAN PENGELOLAAN RISIKO RANTAI PASOK DENGAN

PENDEKATAN

PERFORMANCE BASED CONTRACT

PADA

AGROINDUSTRI UDANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Sukardi

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si

(11)

Judul Disertasi : Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok dengan Pendekatan

Performance Based Contract pada Agroindustri Udang Nama : Syarifuddin

NIM : F361090061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Yandra Arkeman, MEng Ketua

Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi Anggota

Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmad dan karunia-Nya dapat diselesaikan Disertasi Doktor dengan judul Pemodelan Pengelolaan Risiko Rantai Pasok dengan Pendekatan Performance Based Contract pada Agroindustri Udang. Penulis sangat menyadari penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik apabila tidak dibimbing dan didukung oleh berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dengan penuh hormat disampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng sebagai Ketua komisi pembimbing yang selalu bersedia untuk membimbing, berdiskusi, memberikan nasehat dan solusi pada setiap masalah yang dihadapi penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Kadarwan Soewardi sebagai pembimbing disertasi atas semua dorongan dan bimbingannya.

3. Bapak Dr.Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si sebagai pembimbing disertasi yang telah memberikan ilmu dan waktu bimbingannya setiap minggu serta selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

4. Kepada Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer- Indonesia

Mandiri Bandung disampaikan ucapan terimakasih atas kesempatan, kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti studi

Program Doktor (S3) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan Dekan Sekolah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor,

terimakasih atas Hibah Penelitian Doktor yang telah diberikan.

6. Kepada Ayah H.Abdul Manan Nasution (Alm.), dan Ibu Aslimah (Almh.) tercinta dan Bapak mertua Khoiruddin Nasution dan Ibu mertua Lanna Sari

Rangkuti serta Abang, Kakak, dan Adik yang selalu mendoakan dan mendukung untuk keberhasilan penulis dengan tulus dan penuh rasa hormat,

diucapkan terimakasih atas segalanya.

7. Kepada keluarga tercinta Sriati Nasution dan Thariq Ahmad Syarif Nasution dengan sepenuh hati penulis haturkan terimakasih atas do’a, motivasi, kesabaran dan pengertiannya selama ini.

8. Ucapan terimakasih dengan tulus juga penulis sampaikan kepada dosen dan karyawan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB dan seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian disertasi ini, khususnya rekan-rekan di Laboratorium computer, dan Cigaris.

9. Kepada teman-teman di TIP angkatan 2009, di Laboratorium Komputer, dan di Cigaris terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan pada penulisan disertasi ini sehingga penulis selalu menantikan saran dan kritik yang membangun. Semoga

disertasi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Bogor, Januari 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kebaruan Topik Penelitian 5

2 METODOLOGI 7

Kerangka Pemikiran 7

3 KONSEP PERFORMANCE BASED CONTRACT MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

13

Pendahuluan 13

Metode 14

Hasil dan Pembahasan 15

Kesimpulan 19

4 IDENTIFIKASI DAN EVALUASI RISIKO RANTAI PASOK AGROINDUSTRI UDANG

21

Pendahuluan 21

Metode 22

Hasil dan Pembahasan 26

Kesimpulan 34

5 MODEL PERFORMANCE BASED CONTRACT MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK BERDASARKAN REVENUE SHARING

37

Pendahuluan 37

Metode 38

Hasil dan Pembahasan 40

Kesimpulan 49

6 PEMODELAN BONUS DAN PENALTY DENGAN PENDEKATAN

QUANTITY DAN QUALITY LEVEL AGREEMENT

51

Pendahuluan 51

Metode 52

Hasil dan Pembahasan 57

(14)

7 MODEL SIMULASI DINAMIKA SISTEM EVALUASI KINERJA RANTAI PASOK AGROINDUSTRI UDANG

65

Pendahuluan 65

Metode 66

Hasil dan Pembahasan 71

Kesimpulan 74

8 VALIDASI DAN IMPLIKASI MANAJERIAL MODEL

PERFORMANCE BASED CONTRACT MANAJEMEN

RISIKO RANTAI PASOK

75

Validasi 75

Implementasi 76

9 PEMBAHASAN UMUM 78

10 SIMPULAN DAN SARAN 83

Simpulan 83

Saran 83

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH

85 115

(15)

DAFTAR TABEL

1 Penelitian konsep risiko rantai pasok dengan pendekatan performance

based contract (PBC-SCRM) 3

2 Indikator kinerja 18

3 Gangguan, sebab-akibat risiko rantai pasok udang 28

4 Hasil analisis RFPN pada tingkat petani 30

5 Hasil analisis RFPN pada tingkat pedagang pengumpul 32

6 Hasil analisis RFPN pada tingkat agroindustri 33

7 Hasil olah data menggunakan program solver linier 45 8 Hasil olah data menggunakan program solver linier 2 49 9 Perhitungan short supply quantity antara pengumpul-industri pengolah 59 10 Perhitungan short order quantity industri pengolah-pengumpul 60 11 Validasi performance based contract manajemen risiko rantai pasok

agroindustri udang 75

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 7

2 Tahapan penelitian 10

3 Tahapan proses penelitian pencarian konsep performance based

contract pada agroindustri udang 15

4 Pola permintaan dan pasokan pada agroindustri udang 16

5 Kerangka Pemikiran 23

6 Langkah-langkah identifikasi risiko rantai pasok udang 23 7 Langkah-langkah evaluasi risiko rantai pasok udang 24

8 Fungsi keanggotaan TFN 25

9 TFN untuk variabel severity, occurence dan detectability 26

10 TFN untuk Fuzzy Risk Priority (FRPN) 26

11 Struktur jaringan rantai pasok udang 27

12 Diagram sebab-akibat untuk risiko kontrak rantai pasok udang 29 13 Histogram perbandingan tingkat risiko berdasarkan faktor risiko di

tingkat petani 30

14 Histogram perbandingan tingkat risiko berdasarkan faktor risiko di

tingkat pengumpul 31

15 Histogram perbandingan tingkat risiko berdasarkan faktor risiko di

tingkat agroindustri dan eksportir 32

16 Histogram perbandingan tingkat risiko berdasarkan faktor risiko rantai

(16)

17 Langkah-langkah pemodelan revenue sharing 38 18 Trade-off share of revenue pelakurantai pasok 43 19 Tahapan penentuan bonusdan penalty berdasarkan pada

quantity-quality level agreement 52

20 Fungsi kualitas udang 63

21 Diagram alir tahapan kajian 66

22 Diagram kausal-loop model 67

23 Efek dari reinforcing dan balancing 68

24 Struktur sistem evaluasi kinerja rantai pasok udang 69 25 Keuntungan prosesor sebelum dan sesudah revenue sharing 71 26 Rasio permintaan-penawaran dan harga udang di tingkat pengumpul 72 27 Keuntungan pengumpul sebelum dan sesudah revenue sharing 72 28 Tingkat pengiriman pengumpul dan biaya total pengumpul 73 29 Keuntungan petani sebelum dan sesudah revenue sharing 73

30 Tingkat penjualan petani 74

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner identifikasi aspek risiko rantai pasok udang dengan

pendekatan kontrak berbasis kinerja 93

2 Kondisi rantai pasok udang saat ini (eksisiting condition), perjanjian

kontrak (agreement contract) 95

3 Basis produksi industri udang (permintaan pasar dan kemampuan

pasokan bahan baku) 100

4 Identifikasi risiko berdasarkan aspek risiko pada masing-masing

pelaku rantai pasok udang 105

5 TFN untuk variabel (a) severity, (b) occurrence, (c) detectability

(d) fuzzy risk priority number 112

6 Hasil output pengolahan data menggunakan goal programming 113

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang merupakan komoditas utama hasil perikanan di Indonesia, karena memiliki nilai jual yang tinggi. Sebagaian besar produk udang Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor seperti Amerika Serikat, Jepang serta negara-negara Uni Eropa. Negara-negara tersebut juga merupakan pasar utama udang dunia dengan kebutuhan lebih dari 1,25 juta ton per tahun atau sekitar 80% kebutuhan udang dunia (FAO 2010). Untuk memenuhi permintaan udang sepanjang tahun, udang harus ditebar, dipanen, diproses, disimpan dalam penyimpanan dingin, dan dikirim ke pelanggan di negara tujuan. Pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok udang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, prosesor, eksportir/importir, pengecer dan akhirnya konsumen.

Selama ini, pemenuhan permintaan buyer (importir) pada prosesor/ eksportir didasarkan pada kontrak dengan spesifikasi kualitas, kuantitas,

size (ukuran udang), waktu kirim dan harga yang telah disepakati sebelumnya. Namun, kontrak antara prosesor dengan pemasok (petani dan

pengumpul) belum ada, seandainya adapun kontrak antara prosesor dengan pemasok hal ini disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku, sementara prosesor mendapatkan pesanan dalam jumlah besar. Sedangkan spesifikasi kontrak masih terbatas pada ketersediaan bahan baku menurut ukuran (size), kuantitas dan harga yang telah disepakati.

Dengan tidak adanya kontrak, prosesor tidak memiliki hubungan jangka panjang dengan pemasok. Jadi, prosesor membeli udang pada saat pemasok memberikan harga terendah. Kadang-kadang prosesor menunggu harga murah, yang menyebabkan pemesanan udang dilakukan pada saat-saat terakhir.

Berdasarkan urairan tersebut maka pada penelitian ini akan diajukan

suatu model performance based contract (kontrak berbasis kinerja) manajemen risiko rantai pasok berdasarkan revenue sharing. Pengembangan

model ini sangat berguna untuk mengidentifikasi variabel dan parameter risiko, penentuan metrik kinerja, penentuan standar minimal pencapaian kinerja, dan penentuan reward (bonus) dan penalti pelaku pada rantai pasok udang berdasarkan quantity dan quality level agreement. Diharapkan dengan adanya model tersebut dapat diperoleh acuan minimal pencapaian kinerja serta kejelasan parameter kinerja yang menjadi pertimbangan. Pemasok yang mempunyai kinerja melebihi standar minimal akan layak memperoleh tambahan imbalan dari yang semestinya, sedangkan pemasok yang mencapai kinerja di bawah acuan akan memperoleh penalti sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

(18)

2

pendekatan menjanjikan yang efektif dan hemat biaya dalam pengadaan barang, layanan bisnis dan produk-layanan yang kompleks. PBC adalah cara inovatif dalam bidang pengadaan (procurement), melalui kontrak di mana pembayaran untuk pengadaan dalam rantai pasok secara eksplisit terkait dengan keberhasilan suppliers dalam memenuhi atau melampaui indikator kinerja minimal yang ditetapkan sebelumnya dalam kontrak (Stakenvich et al. 2005).

Koordinasi rantai pasok berfungsi mengelola ketergantungan antara pelaku rantai pasok melalui manfaat dari kontrak. Kontrak rantai pasok bertujuan sebagai koordinasi melalui resolusi konflik kepentingan dalam proses bisnis baik pada internal organisasi maupun dalam rantai pasok. Mekanisme koordinasi (kontrak) yang dirancang untuk meningkatkan keuntungan seluruh rantai, pengurangan biaya kelebihan dan kekurangan persediaan, pembagian risiko yang adil di antara anggota rantai pasok (Arshinder et al. 2011). Kinerja rantai pasok dapat meningkatkan total keuntungan, mengurangi biaya dan pembagian risiko secara adil diantara anggota rantai pasok (Arshinder et al. 2011). Muculnya risiko menyebabkan perlunya memperhatikan aspek risiko dalam penerapan kontrak. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok terdiri atas identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko (prioritas) dan mitigasi salah satunya koordinasi dengan pertimbangan risiko.

Untuk mencapai tujuan pengelolaan rantai pasok udang dengan meminimalkan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pelaku diperlukan suatu mekanisme pendistribusian profit dari pelaku rantai pasok yang menerima beban risiko lebih sedikit kepada pelaku dengan bobot risiko lebih besar. Melalui proses transfer profit berdasarkan model yang ingin diberlakukan maka akan memicu keseimbangan risiko (balancing risk) antar setiap pelaku rantai pasok. Menurut Moses dan Seshadri (2000) mekanisme penyeimbangan risiko dapat dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dari keseluruhan pelaku yang terlibat dalam jaringan rantai pasok. He dan Zhang (2008) mengembangkan model mekanisme kontrak distribusi risiko (risk sharing) untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Wu dan Blackhurst (2009) menyempurnakan model dari mekanisme distribusi risiko melalui penetapan harga jual optimal yang dipadukan dengan koordinasi kontrak. Wei dan Tang (2013) mengkaji distribusi risiko dapat dilakukan dengan mekanisme buyback contract. Kemudian, Cachon dan Lariviere (2005); Elahi et al. (2013) mengembangan model revenue sharing pada rantai pasok.

(19)

3

mengembangkan model portofolio PBC dalam strategi pengadaan dengan fokus pada hubungan penyedia- sub-pemasok. Dari penelitian-penelitian tersebut, umumnya membahas masalah PBC pada bidang manufaktur dan jasa (sosial), sedangkan pada bidang pertanian khususnya yang mengkaji risiko rantai pasok udang dengan pendekatan PBC belum ditemukan, oleh karena itu penelitian ini berfokus pada masalah tersebut. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Penelitian konsep risiko rantai pasok dengan pendekatan

performance based contract (PBC-SCRM) Peneliti (Tahun) Tema Penelitian

He Y dan Zhang J (2008) Model pembagian risiko rantai pasok Wu dan Olson (2008) Model simulasi dengan DEA dan MOP Hensher dan Stanley 2008 Model revenue sharing dengan

pendekatan PBC Hannah, Ray, Wandersman dan

Chien (2010)

Pengembangan PBC pelayanan sosial Hypko P, Tilebein M, Gleich R.

(2010)

Model kualitatif ketidakpastian PBC dalam industri manufaktur

Mirzahossinian dan Piplani (2011)

Model antrian untuk efisiensi kontrak PBC

Tamin et al. (2011) Model simulasi PBC manajemen jalan nasional

Guajardo dan Cohen (2012) Model ekonometrika keandalan kontrak PBC

Wei J dan Tang J (2013) Model simulasi menentukan kontrak

buyback maksimal

Kleemann dan Essig (2013) Strategi pengadaan dan layanan dalam PBC

Penelitian yang diusulkan Model risiko rantai pasok dengan pendekatan performance based contract

(20)

4

Tujuan Penelitian

Secara garis besar tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan model performance based contract manajemen risiko rantai pasok berkeadilan pada agroindustri udang, sedangkan secara detail tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko rantai pasok udang berdasarkan kondisi saat ini (eksisting).

2. Mengembangkan model performance based contract manajemen risiko rantai pasok berdasarkan revenue sharing dan pendekatan goal programming

3. Mengembangkan model insentif (bonus dan penalti) berdasarkan

quality dan quantity level agreement.

4. Melakukan simulasi untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok agroindustri udang dengan menggunakan system dynamics.

Ruang Lingkup Penelitian

Guna memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan kendalanya maka penelitian pemodelan risiko rantai pasok dengan pendekatan performance based contract pada agroindustri udang mempunyai ruang lingkup sebagai berikut.

1. Identifikasi dan assessment risiko difokuskan terhadap variabel-veriabel risiko yang berhubungan dengan pemodelan kontrak berbasis kinerja pada rantai pasok udang.

2. Konsep berkeadilan pada penelitian ini dinilai berdasarkan revenue sharing dan mekanisme bonus dan penalti pada masing-masing pelaku rantai pasok.

3. Rantai pasok yang dimaksud pada kajian adalah aliran material bahan (komoditi udang) dari petani sampai ke prosesor/eksportir, dalam bentuk udang beku tanpa kepala (headless).

4. Rantai pasok yang di rancang bangun pada penelitian ini bukan pada strukturnya, tetapi pada aspek manajemen rantai pasok.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari terbentuknya model performance based contract manajemen risiko rantai pasok yang dihasilkan dari penelitian ini:

(21)

5

2. Bagi pemerintah daerah, model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar untuk perumusan kebijakan pengembangan kontrak berbasis kinerja berdasarkan kualitas dan kuantitas.

3. Bagi para akademisi dan peneliti, model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk pengembangan bidang keilmuan manajemen rantai pasok.

Kebaruan Topik Penelitian

Kebaruan dari penelitian ini adalah rancangan model performance based contract manajemen risiko rantai pasok berdasarkan revenue sharing,

(22)
(23)

7

2

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran

Agroindustri udang merupakan bagian dari dunia bisnis yang dalam pelaksanaannya sangat erat dengan risiko ketidakpastian (uncertainty risk)

dan kompleksitas, baik risiko yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan yang pada akhirnya berimplikasi pada menurunkan daya saing produk udang itu sendiri. Manajamen rantai pasok sebagai metode baru yang mengintegrasikan proses-proses pada setiap level dalam sistem rantai pasokan yang berguna untuk menjamin kelancaran dari suatu proses produksi sampai ke pengguna akhir. Basis kerangka pemikiran penelitian dimulai dari kondisi terkini (current status) keberlanjutan rantai pasok udang, jika tidak atau kurang berlanjut elemen apa yang belum mencerminkan keberlanjutan serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja keberlanjutan rantai pasok udang.

Objek penelitian ini yaitu komoditi udang yang berasal dari Sidoarjo-Jawa Timur, sampai saat ini masih terlihat jelas bahwa nilai

transaksi bisnis belum optimal bagi petani, sebaliknya nilai terbesar justru berada di pihak prosesor/eksportir. Jika dilihat dari besarnya risiko, maka risiko terbesar berada pada petani akibat dari faktor budidaya dan lingkungan budidaya perairan tersebut seperti serangan hama dan penyakit, dan perubahan iklim global. Selain itu masalah kualitas dan kuantitas pasokan menjadi perhatian karena mempengaruhi daya saing komoditi/ produk udang.

(24)

8

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu konsep yang aplikatif, berupa kontrak berbasis kinerja. Sistem yang dibangun dapat menggeser nilai keuntungan transaksi bisnis, dari pihak prosesor/eksportir ke arah hulu (upstream) yaitu petani dan pedagang pengumpul melalui mekanisme revenue sharing, selain itu pada kajian ini juga mengkaji manajemen insentif (bonus dan penalti) melalui pencapaian kinerja pelaku rantai pasok dari sisi kualitas dan kuantitas pasokan. Secara lengkap ilustrasi kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tata Laksana Penelitian

Tahapan Penelitian

Risiko didefinisikan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan, namun merupakan elemen yang sangat potensial yang akan selalu terjadi

pada manusia, sosial dan peristiwa politik, teknikal, dan kegiatan bisnis, menyebabkan perubahan dalam distribusi hasil-hasil yang mungkin terjadi, nilai probabilitas subjektif, dengan kemungkinan menyebabkan kerusakan atau efek yang tidak dapat diubah. Manajemen resiko adalah bagian penting pada perencanaan bisnis. Proses manajemen resiko didesain untuk mengurangi atau mengeliminasi segala jenis resiko pada satu kejadian yang terjadi atau yang akan berdampak terhadap suatu bisnis.

Fase yang sangat penting dari proses manajemen resiko meliputi identifikasi resiko, analisis resiko, dan respon resiko. Identifikasi resiko dilakukan dengan membuat daftar lengkap, diskusi mengenai resiko dan analisis dokumen-dokumen relevan terkait resiko yang akan dikaji. Respon (pengelolaan) resiko dilakukan dengan mengurangi, mengeliminasi dan mengalokasikan suatu resiko.

Tujuan utama pada manajemen resiko adalah untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi sehingga aktivitas penanggulangan resiko

(25)

9

(26)

10

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan dan wawancara langsung dengan para pakar yang sesuai dengan topik penelitian, alat bantu yang digunakan adalah kuesioner dan alat bantu rekam. Jumlah narasumber yang terlibat 5 orang, dengan kualifikasi akademisi, peneliti dan praktisi. Lembaga asal narasumber antara lain: Institut Pertanian Bogor, PT Agromina Wicaksana, SUPM Tegal. Data sekunder diperoleh dari kajian pustaka, laporan teknis dari dinas terkait, dan lembaga penelitian. Pemilihan lokasi dan pelaku rantai pasok dilakukan secara Purposive. Lokasi pengumpulan data dilakukan di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Jumlah petani yang terlibat 33 orang yang berasal dari Kecamatan Jabon, Sedati, Candi dan Buduran. Agroindustri adalah PT Agromina Wicaksana dan PT ICS Seafoods Sidoarjo-Jawa Timur..

Analisis Data dan Teknik-Teknik yang Digunakan

Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan teknik yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok dengan menggunakan teknik what-if analysis, fishbone diagram dan fuzzy FMEA. Pada analisis ini mencakup tingkat risiko masing-masing masing-masing-masing-masing pelaku rantai berdasarkan faktor risiko kualitas, kuantitas, waktu kirim dan harga. Selain itu juga dilakukan evaluasi risiko dalam memilih tindakan manajemen berdasarkan prioritas sesuai dengan faktor-faktor yang telah teridentifikasi.

Pada analisis model performance based contract berdasarkan revenue sharing menggunakan teknik heuristik dan goal programming. Pada analisis mencakup keuntungan rantai pasok, kebutuhan bahan baku masing-masing pelaku serta pembagian keuntungan (share of revenue) masing-masing pelaku rantai pasok. Pada analisis penentuan insentif (bonus dan penalti) menggunakan teknik heuristik dan interpolasi polinomial. Penentuan insentif berdasarkan quantity dan quality level agreement. Data yang digunakan diperoleh dari data lapangan.

Evaluasi rantai pasok udang untuk perbaikan dilakukan simulasi perilaku dengan menggunakan dinamika sistem. Data yang digunakan

berdasarkan data sekunder agroindustri udang. Selanjutnya, verifikasi model dilakukan dengan pengujian logika konseptual dan komputasi, sedangkan validitas model dengan teknik face-validity (Sargent 1999), yaitu evaluasi berdasarkan pendapat para pakar yang memiliki pengetahuan mumpuni bidang manajemen rantai pasok agroindustri udang.

Verifikasi dan Validasi Model

(27)

11

untuk membuktikan kebenaran model dan penerimaan pengguna terhadap kemampuan dari model. Proses ini mencakup seluruh rangkaian dalam menghasilkan model yaitu mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan penulisan program komputer dengan bahasa pemrograman tertentu diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan (Sargent 2010).

Verifikasi dan validasi adalah sebuah metode untuk mengetes sistem informasi (model) yang telah dikembangkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah menjamin bahwa model memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya (Carson 2002).

Sargent (1999) dan Carson (2002) menjelaskan beberapa teknik validasi model yang dapat digunakan, di antaranya dan dalam penelitian ini menerapkan menerapkan teknik face validity. Teknik face validity ini memungkinkan penelusuran model secara menyeluruh dan utuh sehingga konsistensi konsep dan kebutuhan pemangku kepentingan dapat dievaluasi

(28)
(29)

13

3 KONSEP

PERFORMANCE BASED CONTRACT

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

Pendahuluan

Dalam agroindustri udang, pemasok menyediakan bahan baku dengan standar tertentu (seperti kualitas, kuantitas, ukuran udang, waktu kirim dan kontinuitas). Sedangkan prosesor membeli bahan baku dari pemasok dan setelah diolah (proses) menjadi produk udang yang bernilai tinggi (value added), kemudian menjualnya ke pasar. Sebagian besar pemasok adalah petani udang berukuran kecil. Oleh karena itu, sebuah prosesor mungkin harus bekerja sama dengan lebih dari seribu petambak dalam rangka memenuhi pesanan pelanggan. Sementara, dalam industri udang bahan baku dapat setara sampai 80% dari biaya produk (Pathumnakul et al. 2009). Namun, proses budidaya udang yang sangat rentan terhadap faktor lingkungan (Tian et al. 1993), sifat komoditas perishable (mudah rusak) menyebabkan ketidakpastian dalam pengadaan bahan baku. Dalam kondisi seperti ini, koordinasi (kontrak) antara pelaku rantai pasok memainkan peran yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja rantai pasok (Arshinder et al. 2008).

Mekanisme koordinasi (kontrak) yang dirancang untuk meningkatkan keuntungan seluruh rantai, pengurangan biaya kelebihan dan kekurangan persediaan, pembagian risiko yang adil di antara anggota rantai pasok (Arshinder et al. 2011). Kinerja rantai pasok dapat meningkatkan total keuntungan, mengurangi biaya dan pembagian risiko secara adil diantara anggota rantai pasok (Arshinder et al. 2011). Risiko yang muncul menyebabkan perlunya memperhatikan aspek risiko dalam penerapan kontrak. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok terdiri atas identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko (prioritas) dan mitigasi salah satunya koordinasi dengan pertimbangan risiko.

Pendekatan performance based contract (PBC) muncul sebagai pendekatan menjanjikan yang efektif dan hemat biaya dalam pengadaan barang, layanan bisnis dan produk-layanan yang kompleks. PBC adalah cara inovatif dalam bidang pengadaan (procurement), kontrak di mana pembayaran untuk pengadaan (procurement) dalam rantai pasok secara eksplisit terkait dengan keberhasilan suppliers dalam memenuhi atau melampaui indikator kinerja minimal yang ditetapkan sebelumnya dalam kontrak (Stakenvich et al. 2005).

(30)

14

mendefinisikan PBC yang berfokus pada output, kualitas dan hasil dari penyediaan layanan dan dapat mengikat pembayaran serta ekstensi kontrak berdasarkan kinerja. Logika yang mendasarinya adalah penekanan pada menentukan hasil dan kinerja (apa yang ingin dicapai) daripada input, sumber daya, kegiatan atau proses yang diperlukan untuk mencapai hasil (apa yang dibutuhkan dan bagaimana melakukannya). Definisi ini umumnya telah diterima dengan baik di pekerjaan sosial, pelayanan sosial, administrasi publik dan literatur pengadaan pemerintah. Definisi ini juga telah digunakan dalam beberapa penelitian dari PBC (untuk layanan sosial dan layanan non-sosial).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan desain dan manajemen PBC diantaranya: Kleeman dan Essig (2013), mengkaji beberapa isu penting dalam pengelolaan risiko PBC, di mana penyedia layanan (provider) dapat berbagi risiko dengan sub-kontraktornya, menanggung peningkatan risiko, atau menolak PBC dan risiko yang ditransfer oleh pelanggan. Sedangkan, menurut Martin (2007), peningkatan risiko dalam PBC dapat diakibatkan oleh kurangnya pembayaran atau kerugian atas investasi peningkatan kinerja yang terkait. Sistem pembayaran berbasis kinerja dalam PBC membentuk tingkat keselarasan insentif antara bonus dan denda yang terkait dengan standar kinerja maksimum dan minimum (Kim et al. 2007). Jadi, dalam desain dan manajemen PBC ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya: kinerja (performance), risiko dan skema rewards and punishment (Selviaridis 2011).

Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan dalam PBC menyangkut kontrak pada sektor publik (pertahanan dan kesehatan), kemudian berkembang dalam bidang lain seperti transportasi (Hensher et al. 2008) dan layanan rantai pasok (Selviaridis 2011), sedangkan pada penelitian ini dikembangkan model PBC-SCRM pada agroindustri udang. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan gambaran mengenai konsep PBC-SCRM berdasarkan studi literatur.

Metode

Konsep risiko rantai pasok dengan pendekatan performance based contract dilakukan melalui studi pustaka (literatur). Diagram tahapan proses penelitian konsep risiko rantai pasok dengan pendekatan

performance based contract dapat dilihat pada Gambar 3.

Tahapan proses penelitian melalui serangkaian kegiatan sebagai berikut:

1. Studi pustaka mengenai koordinasi (kontrak) dalam manajemen (risiko) rantai pasok, dan kontrak berbasis kinerja (performance based contract).

2. Konsep performance based contract manajemen risiko rantai pasok agroindustri udang

(31)

15

4. Tantangan dan kelengkapan Performance Based Contract Manajemen Risiko Rantai Pasok pada agroindustri udang

Hasil dan Pembahasan

Pengadaan Bahan Baku pada Agroindustri Udang

Permintaan dan pasokan pada rantai pasok udang dimulai dari permintaan konsumen seperti terlihat pada Gambar 4. Pola ini disebut

pull-system, dimana keputusan hasil panen, pengiriman dan persediaan berdasarkan permintaan yang sudah terdefinisi dengan jelas. Secara umum, ketika ada permintaan udang, prosesor harus memutuskan dimana untuk membeli udang. Ada dua saluran yang biasa dilakukan oleh industri udang Gambar 3 Tahapan proses penelitian dalam pencarian konsep performance

(32)

16

yaitu, petani mandiri dan pembelian dari broker (termasuk pasar). Dua saluran ini masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. Pembelian langsung udang dari petani mandiri memungkinkan prosesor untuk meminimalkan waktu pasca panen, yang menghasilkan kualitas yang lebih baik daripada membeli dari broker. Dengan cara yang sama, pembelian udang dari broker memiliki keunggulan dalam pilihan ukuran udang. Ini merupakan trade off antara kualitas dan pilihan ukuran yang prosesor perlu tanggung. Karena udang dipanen oleh broker membutuhkan waktu pascapanen lebih panjang sebelum dikirim ke prosesor udang. Sebagai pelanggan lebih menuntut kualitas, prosesor harus mengambil pesanan dengan ukuran lebih besar dengan pembelian langsung dari petani mandiri.

Keputusan permintaan dan pasokan dalam rantai pasok dimulai dari permintaan konsumen (dalam dan luar negeri). Permintaan konsumen menjadi pertimbangan prosesor (industri pengolahan) untuk melakukan pesanan kepada pemasok dalam hal ini pedagang pengumpul dan petani yang menjalin kerjasama dengan prosesor. Keputusan industri pengolahan dipengaruhi oleh pertimbangan rata-rata penyusutan penanganan pasca panen dan pasokan yang diperoleh dari pemasok. Pihak petani juga perlu mempertimbangkan kondisi alam dan faktor gangguan penyakit dan hama udang yang mempengaruhi produktivitas dan pasokan komoditas yang dihasilkan.

(33)

17

Namun, bila permintaan pasokan tidak dapat dipenuhi oleh mitra industri pengolahan udang, maka akan dicari alternatif lain untuk memenuhi permintaan konsumen. Permintaan konsumen yang tidak terpenuhi akan berpengaruh pada prosesor karena berkurangnya service level atau standar pelayanan konsumen. Kekurangan pasokan akan menyebabkan kerugian dari sisi permintaan yang tidak dapat terpenuhi. Prosesor harus mempertimbangkan dengan baik antara permintaan konsumen dan pasokan. Evaluasi Penerapan Performance Based Contract

Penerapan PBC dapat menghasilkan hasil yang beragam dan realisasi manfaat yang diperoleh sangat tergantung pada bagaimana perencanaan dan pengelolaan dilakukan, terutama dalam hal rancangan insentif kontrak agar dikelola dengan hati-hati (Heinrich dan Choi 2007). Dalam literatur, ada perbedaan mengenai tingkat keberhasilan PBC. Beberapa penulis melaporkan bahwa kompensasi kepada hasil kinerja mengakibatkan efek positif dalam hal pelayanan dan efisiensi biaya (Rusa et al. 2009), sementara yang lain menekankan perangkap dan konsekuensi yang tidak diinginkan dari pendekatan kontrak.

Manfaat utama yang diidentifikasi meliputi peningkatan efisiensi, penyelarasan insentif pemasok-pembeli, meningkatkan akuntabilitas belanja publik, inovasi proses dan produk/layanan, alokasi yang efisien dari risiko dan tanggungjawab, fleksibilitas anggaran melalui negosiasi tingkat pembayaran yang berbeda untuk tingkat layanan yang berbeda (Selviaridis 2013).

Namun, PBC juga membawa perangkap sendiri seperti menimbulkan biaya tinggi terutama dalam hal mengembangkan sistem pengukuran dan pemantauan kinerja, gagal menerjemahkan misi dan hasil strategis untuk metrik operasional, menghambat percobaan dan inovasi dalam kasus ketidakpastian yang tinggi. Ada dua konsekuensi yang tidak diinginkan dalam menerapkan insentif PBC a) menghindari menangani pelanggan yang sulit, agar terbebas dari kemungkinan kegagalan dan denda keuangan, dikenal sebagai ‘effect creaming’, b) ‘effect game’, di mana kontraktor sengaja salah melaporkan kinerja untuk menerima pembayaran penuh. Selain itu, PBC memerlukan biaya operasional yang signifikan seperti biaya administrasi dan monitoring yang menyebabkan membengkaknya anggaran, hal ini disebabkan insentif kinerja harus berkelanjutan dalam jangka panjang. Tantangan Performance Based Contract Manajemen Risiko Rantai Pasok

(34)

18

baku. Bagi pelanggan, pendekatan ini dapat meningkatkan kinerja dan penurunan biaya dengan harga yang terjangkau.

Tantangan dalam penelitian PBC-SCRM adalah bagaimana mengelola dan mengalokasikan risiko (revenue sharing) melalui hubungan kontrak berbasis kinerja pada rantai pasok, faktor-faktor apa yang berpengaruh, menentukan indikator kinerja dan bagaimana mekanisme pembayaran termasuk bonus (reward) dan denda (penalty).

Kelengkapan Performance Based Contract Manajemen Risiko Rantai Pasok Indikator Kinerja

Indikator kinerja dapat mencakup unsur-unsur kualitatif dan kuantitatif untuk membuat evaluasi kinerja dan pembayaran yang lebih transparan. Menurut Martin (2005), penentuan indikator kinerja menarik banyak perhatian dengan minat khusus dalam spesifikasi dan pengukuran kinerja. Hal ini disebabkan banyaknya kesenjangan antara hasil misi strategis/tujuan dan metrik operasional/Key Performance Indikator (KPI). Sejauh mana output dan hasil mencerminkan jangka panjang dan hasil pasca layanan. Berikut pada Tabel 2 beberapa indikator kinerja yang digunakan.

Evaluasi kinerja dapat dilakukan pada tingkat yang berbeda, misalnya provider mengevaluasi perilaku kinerja pelayanan berupa hasil layanan yang

berdampak pada konsumen/penerima manfaat. Dalam kasus asimetri informasi dan potensi ‘gaming’ perilaku oleh kontraktor, kinerja relatif dari

pemasok dievaluasi dengan cara memperkenalkan kompetisi dan

benchmarking kinerja.

Indikator Kinerja Definisi

% Kuantitas Total kuantitas real/Total kuantitas estimasi

 Kuantitas estimasi adalah data perkiraan jumlah tonase udang yang akan dikirimkan pemasok berdasarkan perjanjian antara bagian pembelian

(prosesor) dengan pemasok.

 Kuantitas real adalah jumlah tonase sesungguhnya yang dikirimkan oleh pemasok.

% Kualitas Score kualitas

Score kualitas yang diberikan oleh bagian penerimaan bahan baku pada prosesor. Kualitas yang dinilai diantaranya fisik udang, pemeriksaan penyakit dan rasa (taste).

(35)

19

Revenue Sharing

Pendekatan kontrak revenue sharing disusun berdasarkan jumlah risiko kegagalan kinerja (minimal, sedang, besar) yang ditransfer antara pemasok- Berdasarkan teori PBC menunjukkan bahwa transfer risiko antara pemasok-pembeli dalam rangka mendorong keduanya untuk lebih fokus pada kinerja (Martin 2008).

Berdasarkan perjanjian PBC pemasok sering menganggap peningkatan risiko (yang ditransfer dari sisi pelanggan) telah memperluas tanggungjawab dan kelonggaran dalam merancang dan menerapkan solusi yang tepat untuk mencapai target hasil dan kinerja yang dihasilkan. Namun, transfer risiko tersebut harus dikompensasi dengan menawarkan kepada pemasok pembayaran revenue sharing dan bonus/penalti (Kim et al. 2007). Skema Pembayaran Reward (bonus) and penalty (denda)

Skema pembayaran bonus dan penalti sebesar harga/unit dapat menyebabkan peningkatan kesadaran biaya untuk pemasok dan prosesor. Desain mekanisme pembayaran harus mempertimbangkan risiko, asimetri informasi, cakupan dan negosiasi kontrak (Hoper 2008).

Desain pembayaran bonus dan denda yang dapat diterima berdasarkan kinerja di mana pemasok tidak dipenalti atau memperoleh bonus. Spesifikasi bonus dan penalti yang terkait dengan standar kinerja minimum dan maksimum seringkali mencerminkan risiko keuangan pemasok dengan pembatasan pembayaran denda ke tingkat yang wajar. Masalah ini penting karena pemasok sering enggan menanggung risiko operasional dan keuangan untuk unsur kinerja yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Hasil konsep performance based contract yang diperoleh pada bab ini selanjutnya akan dilakukan identifikasi risiko kontrak pada agroindustri udang. untuk itu tahap berikutnya adalah identifikasi dan evaluasi risiko yang menjadi prioritas yang harus dikendalikan. Tahap ini dibahas pada Bab 3.

Sintesa Kajian

(36)
(37)

21

4 IDENTIFIKASI DAN EVALUASI RISIKO RANTAI

PASOK AGROINDUSTRI UDANG

Pendahuluan

Proses bisnis rantai pasok udang dalam memenuhi permintaan meliputi, udang harus ditebar, dipanen, diproses, disimpan dalam penyimpanan dingin, baru kemudian dikirim ke pelanggan. Proses bisnis rantai pasok tersebut saat ini dihadapkan pada masalah variasi mutu, jumlah dan kontinuitas bahan baku, yang menimbulkan variasi pada produk agroindustri, sehingga dapat daya saing di pasar global. Masalah ini juga menjadi kendala bagi pelaku rantai pasok untuk menjalin kerjasama atau kontrak dengan pelaku lainnya. Dari uraian di atas, dianggap penting untuk memodelkan identifikasi risiko dan evaluasi risiko rantai pasok udang, sebagai langkah awal untuk membuat kontrak berbasis kinerja (melalui pendekatan risiko) di antara pelaku dalam rantai pasok agroindustri udang.

Model identifikasi risiko didefinisikan sebagai memetakan karakteristik dan sumber risiko yang menjadi pemicu efektivitas dan efisiensi kinerja rantai pasok. Setelah risiko teridentifikasi, dilakukan pengukuran untuk menilai peluang risiko dan konsekuensi risiko. Selanjutnya, dilakukan evaluasi risiko untuk mengendalikan dan mengelola solusi terhadap hasil kinerja bisnis rantai pasok (Wu dan Blackhurst 2009).

Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian yang akan berpengaruh negatif terhadap pencapaian sasaran organisasi (Wu dan Blackhurst 2009; Tuncel dan Alpan 2010). Risiko juga telah dan menjadi isu penting dalam manajemen rantai pasok dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Tang (2006), manajemen risiko rantai pasok (SCRM) yang efektif telah menjadi kebutuhan bagi perusahaan saat ini.

Beberapa penelitian mengenai metode identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok yang telah dilakukan, diantaranya Copp et al. (2005) mengidentifikasi dan assessment risiko dengan metode hazard; Adhitya et al. (2009) melakukan identifikasi risiko rantai pasok dengan analisis hazard operability (HAZOP); Yeh dan Hsieh (2007) mengaplikasikan

(38)

22

Metode Fuzzy FMEA merupakan salah satu tools yang dapat diterima dengan baik, Keskin (2009) menyatakan bahwa penelitian dengan menggunakan logika fuzzy akan memperoleh hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan metode FMEA tradisional. Menurut Xu

et al. (2002), dan Yeh & Hsieh (2007), beberapa kelemahan FMEA tradisional adalah: 1) pernyataan dalam FMEA sering subyektif dan kualitatif yang dijelaskan dalam bahasa alamiah, 2) ketiga tingkat parameter

severity (S), occurrence (O), detectability (D) yang diasumsikan memiliki kepentingan yang sama, ternyata dalam praktiknya bobot kepentingan dari ketiga parameter adalah tidak sama, 3) Nilai Risk Priority Number (RPN) yang sama dihasilkan dari hasil perkalian tingkat S, O, D mungkin menyiratkan representasi risiko yang berbeda.

Dari uraian di atas, masalah dalam penelitian ini mencakup faktor-faktor dan variabel risiko yang mempengaruhi bisnis udang untuk kontrak antara pelaku rantai pasok, konsekuensi risiko, serta urutan prioritas yang diperoleh dalam evaluasi risiko yang dilaksanakan secara bersama-sama, untuk mencapai tujuan rantai pasok berupa pemenuhan permintaan

(responsiveness). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik & sumber risiko, konsekuensi risiko, mengendalikan risiko dominan dan mengelola solusi kinerja bisnis rantai pasok agroindustri udang.

Metode

Kerangka Pemikiran

Dalam merancang model identifikasi risiko yang efektif dan efisien, persyaratan utama yang dilakukan adalah memetakan karakteristik dan sumber risiko yang menjadi pemicu kinerja rantai pasok (Wu dan Blackhurst 2009). Setelah risiko teridentifikasi, dilakukan pengukuran untuk menilai peluang risiko dan menganalisis konsekuensi risiko dengan mengidentifikasi semua dampak yang mungkin terhadap pelaku rantai pasok. Kemudian, mengevaluasi risiko untuk mengendalikan dan mengelola solusi terhadap hasil kinerja bisnis rantai pasok agroindustri udang (Wang et al.

2009; Wu dan Blackhurst 2009). Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Tahapan Penelitian

(39)

23

Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok Agroindustri Udang

Model identifikasi risiko rantai pasok udang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan variabel-variabel dari setiap faktor risiko yang sangat berpengaruh terhadap setiap risiko tingkatan rantai pasok. Langkah-langkah identifikasi risiko dapat dijelaskan pada Gambar 6.

Gambar 5 Kerangka pemikiran

(40)

24

Pada penelitian ini identifikasi risiko rantai pasok dilakukan dengan menggunakan What-if analysis (analisis sebab-akibat). Penyusunan analisis sebab-akibat pada penelitian ini dilakukan analisa terhadap dari permasalahan yang terjadi. Pada proses ini terdapat pembuatan diagram

fishbone yang dilakukan dengan cara brainstorming dari pihak pelaku rantai pasok udang yang berkaitan dengan masalah risiko untuk menemukan penyebab-penyebab dari risiko yang dihasilkan.

Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok

Model evaluasi risiko rantai pasok digunakan untuk mengukur tingkat risiko setiap variabel risiko rantai pasok. Evaluasi risiko ini diperlukan agar dapat memilih tindakan manajemen berdasarkan prioritas yang sesuai dengan faktor-faktor risiko yang telah teridentifikasi. Langkah-langkah evaluasi risiko dapat dijelaskan pada Gambar 7.

(41)

25

Model menggunakan metode Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) yang dikembangkan oleh Yeh dan Hsieh (2007); Wang et al.

2009). Tingkat variabel risiko dalam metode fuzzy FMEA ditentukan berdasarkan pendapat pakar rantai pasok agroindustri udang. Variabel tersebut meliputi severity (S) yang menunjukkan tingkat kepelikan kegagalan yang akan terjadi, occurence (O) yang menunjukkan tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan, detection (D) yang menunjukkan tingkat deteksi terjadinya kegagalan. Pengukuran variabel menggunakan logika

fuzzy yang direpresentasikan dalam TFN (triangular fuzzy number) (Gambar 5) dengan fungsi keanggotaan yang memiliki 7 parameter, yaitu tidak pernah (TP), sangat rendah (SR), rendah (R), sedang (S), tnggi (T), sangat tinggi (ST), dan paling tinggi (PT). Persamaan fungsi keanggotaan TFN dirumuskan sebagai berikut:

Output dari penilaian input severity, occurrence dan detectability akan direpresentasikan dengan nilailinguistik fuzzy tidak ada risiko (TA), sangat rendah (SR), rendah (R), sedang (S), tinggi (T), sangat tinggi (ST), dan paling tinggi (PT). Himpunan fuzzy untuk variabel S, O, D dan FRPN dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7, sedangkan diagram alir model evaluasi risiko dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai FRPN merupakan hasil perkalian variabel S, O, D. Ketiga faktor tersebut akan dikalikan dan masing-masing faktor memiliki ranking yang berkisar antara 1 hingga 10 di mana pada akhirnya nilai FRPN yang dihasilkan akan memiliki rentang dari 1 hingga 1000. Nilai FRPN yang lebih tinggi diasumsikan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai FRPN yang lebih rendah. Kegagalan yang mempunyai nilai FRPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk segera diperbaiki (Kwai-Sang et al. 2009). Persamaan untuk menentukan nilai FRPN sebagai berikut:

(42)

26

Hasil dan Pembahasan

Struktur Rantai Pasok Udang

Rantai pasok dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang mempunyai unsur-unsur yang teratur, saling berkaitan dan mempunyai tujuan tertentu. Rantai pasok udang mempunyai unsur pelaku yang terlibat langsung dalam tingkatan rantai pasok, yaitu: petani, pengumpul, prosesor (industri pengolahan), eksportir dan konsumen. Setiap pelaku dalam rantai pasok tersebut mempunyai tujuan dan kepentingan masing-masing yang kadang-kadang bersifat konflik. Untuk mengatasi dan mengelola konflik kepentingan tersebut perlu adanya suatu sistem manajemen risiko, sehingga sistem rantai pasok dapat terkendali dalam usaha mencapai tujuan.

Jaringan rantai pasok udang dimulai dari petani. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan petani adalah pelaku yang mengusahakan budidaya tambak udang. Aktivitas petani mencakup usaha budidaya yang meliputi kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampai panen. Pada level ini output yang dihasilkan adalah udang dengan ukuran (size) yang beragam sesuai dengan permintaan konsumen, umumnya ukuran panen berukuran (jumlah ekor dalam 1 kilogram udang) 30, 40, 51-60, 70-80, dan ukuran yang terkecil adalah 120 dan 150. Berdasarkan spesifikasi teknologi budidayanya, udang dapat dibudidayakan secara intensif, semi intensif, tradisional plus dan tradisional (ekstensif).

Gambar 9 TFN untuk variabel severity, occurrence dan detectability

(43)

27

Pelaku selanjutnya adalah pedagang pengumpul dengan aktivitas utama berupa pembelian udang dari petani, melakukan sortasi terutama berdasarkan ukuran (size), kelengkapan organ tubuh dan tingkat kesegaran. Udang yang telah disortasi, selanjutnya di simpan dalam tempat yang diberi es (cool-box) untuk mempertahankan kesegaran udang. Umumnya penyimpanan hanya dilakukan maksimal 3 hari, dan selanjutnya di jual kepada agroindustri.

Pelaku terakhir dalam sistem rantai pasok udang adalah prosesor. Aktivitas utama pelaku ini mencari sumber bahan baku sesuai permintaan konsumen. Menurut Pathumnakul et al., (2007), sumber bahan baku udang berasal dari petani dan pedagang pengumpul. Pihak prosesor akan mendatangi petani yang akan panen, jika seleksi (kualitas), sizing dan harga disepakati makan akan dilakukan pemanenan. Hasil panen langsung dikirim ke prosesor. Kemudian, dilakukan sortasi udang berdasarkan ukuran, tingkat kesegaran dan kelengkapan organ tubuh, serta uji kimiawi untuk mengetahui apakah bahan baku tercemar bahan kimia. Bahan baku yang tidak lolos uji kualitas akan dikembalikan (reject) kepada pemasok atau dibeli dengan harga yang rendah.Sedangkan bahan baku yang memenuhi syarat langsung diproses sesuai permintaan, umumnya produk yang dihasilkan di antaranya adalah udang utuh beku (Head-on Shell-on), udang beku tanpa kepala (Headless Shell-on), udang kupas beku (Raw peeled),

udang masak (Cooked) dan udang hasil olahan berupa sushi, breaded dan lain-lain (Pathumnakul et al., 2009). Selanjutnya udang dikemas, dibekukan pada suhu -500C, dan dikirim ke negara tujuan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Secara lengkap struktur dan aktivitas pelaku sistem rantai pasok udang disajikan pada Gambar 11.

Rantai pasok udang memiliki ciri khas berupa rantai hidup mulai dari hatchery (pembenihan) sampai proses pembesaran (budidaya) di tambak, kemudian mulai dari pemanenan udang di tambak sampai ke tangan konsumen dalam bentuk beku (cold chain), sehingga pengelolaan rantai pasok udang menjadi lebih kompleks.

PRODUSEN

Rantai Hidup (Air) Rantai Dingin (Es) HATCHERY

(44)

28

Identifikasi Risiko Rantai Pasok Udang

Hasil identifikasi risiko berdasarkan brainstorming pada pelaku rantai pasok agroindustri udang berupa gangguan, penyebab dan akibat dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil tersebut dianalisa berdasarkan kelompok faktor risiko yang terdiri dari kualitas, kuantitas, waktu kirim dan harga, kemudian disusun ke dalam bentuk diagram fishbone, seperti pada Gambar 12.

Tabel 3 Gangguan, sebab-akibat risiko rantai pasok udang

No Gangguan (risiko) Penyebab Akibat

1 Keragaman mutu pasokan

2 Terkontaminasi antibiotika Udang diberi obat mengandung antibiotika

Udang mengandung antibiotika

3 Kerusakan saat panen Kurang terampil

menggunakan alat panen

Melukai atau memotong organ udang

4 Kerusakan akibat proses produksi

Kurang terampil

mengoperasikan peralatan

Kerusakan organ udang

5 Kerusakan saat pengiriman Pendingin udang (es curah) kurang memadai

Mulai terjadi pembusukan

(rigor mortis)

6 Kegagalan panen Menurunnya kualitas

lingkungan perairan

Kematian udang (mortalitas)

yang tinggi 9 Kerusakan saat pengiriman Penjadwalan kurang baik Terlalu lama di jalan 10 Loyalitas pemasok rendah Pembayaran tidak lancar,

harga tidak bersaing

Pemasok menjual udang ke agroindusrti lain

11 Harga udang menurun Penjadwalan mulai tanam

hingga panen kurang baik

Panen raya secara bersamaan, supply lebih besar daripada demand.

12 Harga udang rendah. Mutu pasokan yang dikirim

terlalu rendah

Udang dibeli dengan harga yang sangat rendah 13 Fluktuasi nilai tukar Harga udang tujuan ekspor

sangat rentan terhadap perubahan nilai tukar

Harga udang di pasar dalam negeri menjadi mahal

14 Kontrak dengan prosesor Pemasok sudah terikat kontrak dengan prosesor

Saat harga udang naik, pemasok tidak dapat menjual ke agroindustri lain

15 Pemenuhan pesanan Bahan baku tidak tersedia

sesuai perjanjian

Beberapa pesanan tidak dapat dipenuhi

16 Udang ditolak (reject) atau dibeli dengan harga rendah

(45)

29

Berdasarkan Tabel 3, elemen-elemen gangguan (risiko) untuk kontrak dikelompokkan ke dalam empat faktor risiko yaitu: kualitas, kuantitas, waktu kirim dan harga. Sehingga diperoleh elemen dan faktor risiko untuk kontrak rantai pasok agroindustri udang.

Risiko Kontrak

Analisis risiko pada tingkat petani dilakukan untuk mengetahui faktor dan variabel risiko yang dihadapi oleh petani dalam pengadaan bahan baku berdasarkan kontrak antara pelaku rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul risiko harga, risiko kuantitas dan risiko waktu kirim (Gambar 13).

Untuk mengetahui lebih dalam sumber atau variabel risiko dari setiap faktor risiko tersebut, maka perlu dilakukan kajian mendalam terhadap tingkat kejadian dan dampak dari setiap variabel risikonya. Risiko kualitas pada tingkat petani dipengaruhi oleh kerusakan udang akibat pengiriman terlalu lama di jalan, terjadinya pembusukan akibat kurangnya pendingin, dan kerusakan akibat penanganan udang saat panen. Risiko harga di tingkat petani dipengaruhi oleh rendahnya mutu pasokan, melimpahnya pasokan pada musim panen dan kenaikan harga akibat nilai tukar dan inflasi. Risiko kuantitas di tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu kegagalan panen, produktifitas rendah akibat benur berkualitas rendah dan ketersediaan saprodi. Sedangkan risiko waktu kirim di tingkat petani bersumber dari jarak angkut, kerusakan infrastruktur jalan yang menyebabkan keterlambatan pengiriman akibat terlalu lama di jalan.

(46)

30

Tabel 4 Hasil analisis FRPN pada tingkat petani

No Potensi gangguan (risiko) Nilai S

1 Kegagalan panen disebabkan

serangan hama dan penyakit 9 7 8 900

Sangat Tinggi 2 Pemilihan benur bermutu

rendah untuk budidaya 5 7 5 500 Sedang

3 Kerusakan udang akibat terlalu

lama di jalan 6 5 4 500 Sedang

4 Fluktuasi harga disebabkan

ketersediaan pasokan 5 4 4 500 Sedang

5 Kegagalan panen disebabkan

menurunnya kualitas perairan 6 7 7 500 Sedang

6 Kerusakan saat pengiriman

akibat pendingin yang kurang 4 4 3 269 Rendah

7 Kerusakan udang akibat alat

panen 4 3 3 269 Rendah

Hasil evaluasi variabel risiko dominan di tingkat petani dapat diperlihatkan pada Tabel 4, risiko dominan yang dihadapi petani dalam rantai pasok udang adalah risiko kegagalan panen yang disebabkan serangan hama dan penyakit. Risiko kegagalan panen ini umumnya diawali oleh penurunan kualitas lingkungan perairan, yang bisa berdampak pada kematian udang yang disebabkan cemaran atau polusi. Cemaran atau polusi ini juga menjadi pemicu berkembangnya organisme penyebab penyakit (patogen) seperti virus, bakteri, jamur dan protozoa, yang pada akhirnya juga menyebabkan kematian udang (kegagalan panen). Untuk mengurangi dampak akibat penyakit udang, umumnya dilakukan sanitasi lingkungan

0,42

Gambar

Tabel 1  Penelitian konsep risiko rantai pasok dengan pendekatan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Tahapan penelitian
Gambar 6 Langkah-langkah identifikasi risiko rantai pasok udang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka masalah pokok yang menjadi bahasan penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi risiko,

Dari proses identifikasi model HOR tahap 1 ditemukan 24 kejadian risiko (risk event ) dan 24 agen penyebab risiko (risk agent), selanjutnya penerapan HOR tahap 2 diperoleh

Tujuan penelitian yang diharapkan oleh peneliti adalah untuk mengetahui pengelolaan kinerja rantai pasok dengan pendekatan SCOR model pada Swalayan Asiamart

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada

Dari hasil pemodelan terdapat beberapa alternatif kebijakan yang dimodelkan dalam skenario parameter dan skenario struktur, tergantung pada tujuan proyek apakah untuk

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kejadian risiko bahan baku tinta standar jenis PMW, memperkirakan besarnya risiko yang