• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tindakan invasif (heplock)

Dalam dokumen uap CHF simat (Halaman 55-67)

TINJAUAN KASUS

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi

5. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tindakan invasif (heplock)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan infeksi

tidak terjadi.

Kriteria : a. tidak ada tanda-tanda infeksi (sakit, merah, bengkak). b. tidak terdapat

eksudat. c. hasil laboratorium : leukosit dalam batas normal (4800 – 10800 mg/ul). d. tanda-tanda vital dalam batas normal.

Perencanaan : a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada sekitar heplock. b. Monitor

tanda-tanda vital. c. Lakukan perawatan heplock setiap hari. d. Pantau hasil laboratorium (Hb, Ht, eritrosit, leukosit), secara berkala.

Pelaksanaan

Tanggal 27 Juli 2009

Pukul 09.00 WIB mengukur tanda-tanda vital, hasil : TD: 110/70 mmHg, N : 92x/menit, RR:26x/menit, Sh : 360C. Pukul 11.00 WIB mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan infus, hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan infus. Pukul 21.00 WIB mengukur TTV hasil : TD : 120/80 mmHg, N : 84x/menit, RR : 26x/menit, sh : 360C. Pukul 08.00 WIB mengukur TTV hasil hasil : TD: 120/90 mmHg, N : 76 x/menit, RR:20x/menit, Sh : 360C

Tanggal 28 Juli 2009

Pukul 08.00 WIB mengukur tanda-tanda vital, hasil : TD: 120/70 mmHg, N : 84x/menit, RR:20x/menit, Sh : 360C. Pukul 09.30 WIB melakukan perawatan daerah pemasangan infus, hasil : daerah pemasangan infus tampak bersih. Pukul 10.05 mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada sekitar pemasangan infus, hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan infus Pukul 21.00 WIB mengukur TTV hasil hasil : TD : 120/70 mmHg, N : 80x/menit, RR : 26x/menit, sh : 360C. Pukul 08.00 WIB mengukur TTV, hasil : TD: 120/70 mmHg, N : 82x/menit, RR:24x/menit,.

Tanggal 29 Juli 2009

Pukul 09.00 WIB mengukur tanda-tanda vital, hasil : TD: 130/90 mmHg, N : 82x/menit, RR:24x/menit, Sh : 360C. Pukul 10.00 mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada sekitar heplock, hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan heplock

Pukul 22.30 WIB mengukur TTV hasil : TD : 120/70 mmHg, N : 82x/menit, RR : 26x/menit, sh : 360C.

Evaluasi

Tanggal 30 Juli 2009 S :

-O : Daerah pemasangan heplock tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, sakit).

TTV TD : 120/70 mmHg, N : 82x/menit, RR : 26x/menit, sh : 360C. Leukosit 9000/uL

A : Tujuan tercapai sebagian masalah belum teratasi.

P : Tindakan keperawatan dilanjutkan sesuai dengan rencana no. a, b, c, d.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada Bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kasus mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus terdapat kesenjangan, yaitu pada teori ditemukan adanya distensi vena jugularis, namun pada kasus tidak ditemukan karena klien mengalami gagal jantung kiri dimana adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat. Tidak ditemukan kelelahan terus menerus dan konjunctiva ananemis pada klien karena suplay O2 ke seluruh tubuh adekuat dan ditandai dengan hasil lab yang masih dalam batas normal (Hb 11,3 g/dL). Pada kasus ditemukan edema, karena adanya peningkatan tekanan pulmonal akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga akan mengakibatkan terbendungnya akumulasi cairan secara sistemik di kaki, ascites, hepatomegali, dll.

Mual/muntah tidak ditemukan karena tidak adanya penumpukan cairan pada paru-paru yang dapat menyebabkan penekanan pada dinding abdomen, ataupun diafragma yang dapat menimbulkan mual atau muntah. Pada teori ditemukan urine berwarna pekat, namun pada kasus tidak ditemukan karena tidak adanya penurunan perfusi ginjal yang ditandai dengan hasil lab tgl. 27 Juli 2009 Ureum 60 mg/dL dan Kreatinin 2,1 mg/dL, dimana hasil tersebut masih dalam batas normal dan merupakan indicator adanya perubahan fungsi ginjal.

Pemeriksaan diagnostic menurut teori terdiri dari EKG, sonogram, skan jantung, kateterisasi jantung, rontgen dada, enzim hepar, elektrolit, oksimetri nadi, AGD, BUN, kreatinin, albumin/transferin serum, ESR, dan pemeriksaan tiroid. Sedangkan pada kasus, klien hanya dilakukan pemeriksaan EKG, Echocardiogram, pemeriksaan darah Kimia, Rutin, dan Urin, karena pada pemeriksaan tersebut sudah jelas bahwa klien mengalami gagal jantung.

Pada saat pengkajian penulis tidak menemukan hambatan karena klien yang sangat kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan serta kerjasama yang baik dari perawat ruangan kepada penulis.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ditemukan 10 (sepuluh) diagnosa keperawatan, namun pada kasus hanya ditemukan 3 (tiga) diagnosa yang sesuai dengan teori. Diagnosa yang ada pada teori namun tidak ditemukan pada kasus, yaitu :

1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, hal ini dikarenakan data-data yang ada kurang menunjang untuk mengangkat masalah ini.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara oksigen dengan kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi, karena klien masih dapat mentoleransi aktifitas secara mandiri dan juga ditunjukkan oleh hasil lab yang masih dalam batas normal (Hb 11,8 g/dL).

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air, karena tidak

ditemukannya penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan hasil lab yang masih berada dalam batas normal.

4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan, karena klien masih dapat mentoleransi aktifitas, sehingga klien tidak mengalami tirah baring yang lama yang dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit.

5. Resiko kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun dan intake yang kurang, hal ini tidak diangkat karena data-data yang ada tidak menunjang.

6. Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai perawatan gagal jantung, hal ini tidak diangkat karena klien telah diberikan informasi sebelumnya oleh petugas kesehatan sehingga klien dapat mengetahui mengenai perawatan gagal ginjal dan dapat bekerjasama dengan perawat ataupun dokter untuk mengatasi masalah yang ada pada klien.

7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, karena klien telah diberikan informasi oleh dokter mengenai penyakit yang dideritanya.

Sedangkan diagnosa yang ditemukan pada kasus namun tidak ditemukan pada teori adalah :

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat gangguan pernafasan, hal ini dikarenakan klien mengatakan sesak yang

dialaminya selalu timbul pada malam hari yang mengakibatkan tidurnya terganggu.

2. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tindakan invasif (infus), hal ini dikarenakan klien terpasang infus sejak tanggal 24 Juli 2009.

Pada diagnosa keperawatan tidak ditemukan hambatan, karena diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang ada sebagai respon klien terhadap penyakitnya. Faktor pendukung yaitu adanya sumber-sumber mengenai gagal jantung yang dapat membantu untuk menetapkan diagnosa yang sesuai dengan keadaan klien saat ini.

C. Perencanaan

Pada perencanaan menurut teori harus berdasarkan prioritas masalah dan menetapkan tujuan dan kriteria hasil serta menyusun rencana tindakan, sedangkan pada kasus penulis juga membuat perencanaan berdasarkan prioritas masalah, tujuan dan kriteria hasil serta rencana tindakan yang disesuaikan dengan kondisi klien.

Pada penetapan tujuan ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, pada teori tidak terdapat batasan waktu dalam mengatasi masalah, sedangkan pada kasus penulis sudah menetapkan batasan waktu dalam mengukur waktu pencapaian tujuan akhir dan menggunakan metode SMART. Pada kasus, batasan waktu yang digunakan penulis adalah 3x24 jam sesuai dengan waktu dinas penulis selama 3 hari. Hal ini berdampak terhadap penetapan kriteria yang harus disesuaikan dengan waktu pemberian asuhan keperawatan.

Pada perencanaan di teori sama dengan yang ada pada kasus, tindakan pada kasus disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien. Dalam perencanaan penulis tidak mengalami kesulitan karena sudah disusun sesuai dengan kondisi klien dan mengacu pada teori serta mendapat dukungan dan kerja sama dari klien dan perawat ruangan.

D. Pelaksanaan

Pada pelaksanaan tidak semua rencana tindakan dapat dilaksanakan sendiri oleh penulis, karena penulis hanya berdinas selama 8 jam dalam 1 kali shift. Untuk mengatasinya maka tindakan keperawatan tersebut didelegasikan kepada perawat ruangan sehingga pelaksanaannya dapat berkelanjutan.

Semua tindakan yang telah dilakukan oleh penulis maupun perawat ruangan serta respon klien terhadap tindakan langsung didokumentasikan di catatan keperawatan yang mencakup waktu, tindakan, serta respon klien juga tidak lupa tanda tangan perawat yang melakukan tindakan sebagai aspek legal pendokumentasian. Namun dalam pendokumentasian di ruangan masih terdapat kekurangan yaitu pada catatan keperawatan belum dicantumkan kolom-kolom seperti nomor diagnosa keperawatan, tanggal dan waktu pelaksanaan, jenis tindakan dan respon klien serta tanda tangan perawat yang melakukan secara lengkap.

Dalam pendokumentasian tidak sesuai dengan yang diharapkan pada teori, seperti kelalaian dalam pencatatan balance cairan. Oleh karena itu penulis menyarankan agar klien dapat memiliki catatan intake dan output per 8 jam sendiri, agar apabila perawat

lalai dalam mendokumentasikan balance cairan, klien memiliki catatan sehingga dapat dicantumkan pada dokumentasi keperawatan.

Faktor pendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien adalah sikap klien yang sangat kooperatif dan mau bekerjasama apabila penulis hendak melakukan tindakan keperawatan pada klien.

E. Evaluasi

Dari 5 diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien, hanya 1 yang teratasi, dan ada 4 masalah yang belum teratasi, yaitu penurunan curah jantung, risiko kerusakan pertukaran gas, gangguan pola tidur, dan risiko terjadinya infeksi. Untuk diagnosa pertama yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial, tujuan tercapai sebagian karena dari 14 kriteria hasil yang ditetapkan hanya 4 yang belum dapat tercapai, seperti wajah klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 5, klien tampak memegangi bagian yang sakit, nyeri yang dialami klien belum hilang, dan masih hilang timbul, sehingga perlu adanya tindak lanjut untuk mengatasi masalah tersebut.

Untuk diagnosa kedua risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus, tujuan tercapai sebagian, karena dari 8 kriteria hasil yang ditetapkan hanya 4 yang belum dapat tercapai, seperti klien masih tampak sesak, tampak menggunakan otot bantu pernapasan, kedalaman dangkal, klien tampak lemas, RR : 26x/menit. Klien mengatakan masih mengalami sesak, terutama dimalam hari.

Untuk diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat gangguan pernapasan, tujuan tercapai sebagian karena dari 9 kriteria hasil yang ditetapkan, 4 yang belum tercapai, seperti wajah klien tampak pucat, klien tampak lemas, klien tampak gelisah dan ketakutan bila sesaknya timbul, klien mengatakan masih mengalami sesak yang timbul pada malam hari, sehingga kebutuhan tidur klien pada malam hari menjadi terganggu.

Untuk diagnosa keempat risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tindakan invasive (infus) tujuan belum tercapai, karena infus masih terpasang pada tangan kanan klien, karena klien masih mendapatkan terapi injeksi lasix 1x40 mg.

Karena keempat diagnosa keperawatan tersebut belum teratasi dan klien masih memerlukan perawatan yang berkelanjutan, maka penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melanjutkan kembali asuhan keperawatan yang telah dibuat untuk mengatasi masalah keperawatan klien. Faktor penunjang dalam melakukan evaluasi adalah klien dan perawat ruangan bersikap kooperatif dan mau bekerjasama dengan penulis.

PENUTUP

Pada Bab ini penulis akan menyimpulkan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan. Untuk selanjutnya memberikan masukan berupa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak rumah sakit, perawat ruangan, serta klien.

A. Kesimpulan

Setelah memberikan asuhan keperawatan dan melakukan pembahasan antara teori dan kasus, maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Ditemukan adanya perbedaan pada pengkajian antara teori dan kasus yaitu pada kasus tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis dan tidak adanya edema pada ekstremitas, serta pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kasus hanya EKG, echocardiogram dan pemeriksaan darah kimia, hal ini disebabkan respon setiap orang berbeda terhadap penyakit, tergantung keparahan dan daya tahan tubuh klien itu sendiri.

2. Ditemukan adanya perbedaan diagnosa antara teori dan kasus. Diagnosa yang ada pada teori terdapat 10 (sepuluh) diagnosa, namun pada kasus hanya diangkat 6 diagnosa, yang terdiri dari 3 (tiga) diagnosa yang sesuai dengan teori dan ditemukan 3 diagnosa yang tidak ada pada teori namun terdapat pada kasus. Diagnosa yang diangkat pada kasus disesuaikan dengan respon klien saat ini, sehingga perbedaan antara teori dan kasus dapat dipahami.

3. Ditemukan adanya perbedaan pada perencanaan antara teori dan kasus, yaitu pada teori belum ada batasan waktu dan SMART sedangkan pada kasus sudah terdapat batasan waktu dan SMART.

4. Pada tahap pelaksanaan tidak semua rencana tindakan yang dilaksanakan oleh penulis dapat dilakukan sehingga penulis mendelegasikannya pada perawat ruangan, juga masih belum sempurnanya dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang tidak sesuai dengan harapan dimana tidak tercantumnya nomor diagnosa serta respon dari klien setelah dilakukan tindakan keperawatan, sehingga penulis mengalami kesulitan dalam mendokumentasikan catatan keperawatan.

5. Pada evaluasi kasus dari 5 (Lima) diagnosa keperawatan yang diangkat, 4 (empat) masalah yang belum teratasi, dikarenakan klien memerlukan perawatan yang lebih lanjut untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, penulis mendelegasikan asuhan keperawatan pada perawat ruangan.

B. Saran

Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan, maka penulis dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan yang ada, maka selanjutnya penulis akan menyampaikan saran yang ditujukan pada perawat ruangan sebagai berikut :

1. Untuk perawat ruangan agar tetap mempertahankan dan meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan secara optimal

2. Untuk perawat ruangan agar tetap melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan lebih baik dan lengkap lagi.

Dalam dokumen uap CHF simat (Halaman 55-67)

Dokumen terkait