• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Terkait Litigasi

Dalam dokumen Dokumen Prospektus Akhir BlueBirdGroup (Halaman 124-129)

PERSEROAN TELAH MEMENUHI SEMUA RASIO KEUANGAN YANG DIPERSYARATKAN DALAM PERJANJIAN UTANG PERSEROAN

B. Risiko Terkait Litigasi

Perseroan pernah, sedang dan memperkirakan akan menghadapi tuntutan hukum, dari pihak-pihak yang dekat dengan anggota manajemen dan pemegang saham, sehubungan dengan Perseroan, hak kekayaan intelektual, dan aset-aset tertentu yang dipergunakan oleh Perseroan.

Perseroan pernah, sedang, dan memperkirakan akan menghadapi tuntutan hukum dari berbagai pihak yang dekat dengan keluarga para anggota manajemen dan pemegang saham Perseroan. Tuntutan-tuntutan tersebut umumnya terkait dengan Perseroan, hak kekayaan intelektual dan aset-aset tertentu yang digunakan oleh Perseroan. Terkait dengan perkara tersebut, Perseroan telah menerima beberapa gugatan, yang mana sebagian masih berjalan. Sebagai contoh, pada bulan Mei 2013, Dr. Mintarsih A. Latief, saudara perempuan dari Dr. Purnomo Prawiro, Direktur Utama Perseroan, telah mengajukan gugatan melawan hukum dimana Perseroan juga menjadi tergugat. Pada bulan September 2013, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo, pemegang saham minoritas di BBT, salah satu Perusahaan Transportasi Terafiliasi Perseroan, telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan Perseroan sebagai tergugat. Pada tanggal 2 Juni 2014, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo, dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham di BBT, telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dimana Perseroan sebagai turut tergugat, selanjutnya pada tanggal 3 Oktober 2014, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo kembali telah mengajukan gugatan dimana Perseroan sebagai tergugat (sampai dengan tanggal Prospektus ini diterbitkan, Perseroan belum menerima pemberitahuan dan panggilan resmi dari pengadilan terkait gugatan ini), dan pada tanggal 7 Oktober 2014, Dr. Mintarsih A. Latief mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek dimana Perseroan sebagai tergugat. Gugatan-gugatan tersebut terkait dengan berbagai aspek yang telah, sedang, dan memperkirakan akan terkait dengan berbagai gugatan terhadap Perseroan, termasuk hal-hal berikut: (i) hak kekayaan intelektual yang dilisensi dari Pemegang Saham Utama oleh Perseroan, telah didaftarkan atas nama Perseroan dan dialihkan kepada Pemegang Saham Utama tidak dengan sebagaimana mestinya, dan/atau tidak patut (improper), dan merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru” tertentu yang digunakan Perseroan melanggar ketentuan Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) karena merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru” tersebut memiliki kemiripan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek dan logo yang sudah terkenal yang dimiliki BBT untuk barang dan/atau jasa serupa; (ii) beberapa pendiri

Perseroan yang memiliki benturan kepentingan terkait dengan pengembangan Perseroan; (iii) Perseroan telah menggunakan kantor operasional dan fasilitas lainnya, termasuk aset-aset tertentu, ijin dan fasilitas tertentu, teknologi informasi dan sumber daya manusia dengan cara yang tidak patut; (iv) beberapa Direksi dan/atau Komisaris Perusahaan Transportasi Darat Terafiliasi yang juga merupakan anggota manajemen dan/atau Direktur Perseroan memiliki benturan kepentingan dan telah gagal melakukan kewajiban-kewajiban korporasi dalam menjalankan Perusahaan Transportasi Darat Terafiliasi; (v) kesepakatan manajemen bersama antara Perseroan, Pemegang Saham Utama, dan Perusahaan Transportasi Darat Terafiliasi melanggar hukum; dan (vi) Penawaran Umum Saham Perdana Perseroan akan menyesatkan dan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Perseroan meyakini bahwa di masa yang akan datang, Perseroan mungkin akan menghadapi gugatan-gugatan baru, termasuk dari para penggugat pada gugatan-gugatan yang disebutkan di atas, yang terkait dengan permasalahan-permasalahan yang serupa sebagaimana disebutkan diatas atau hal-hal baru yang belum pernah diajukan.

Pada bulan Mei 2013, Dr. Mintarsih A. Latief, saudara perempuan dari Dr. Purnomo Prawiro, Direktur Utama Perseroan, yang pada saat itu merupakan direktur BBT (salah satu Perusahaan Transportasi Terafiliasi), mengajukan gugatan melawan hukum dalam kapasitasnya tersebut terhadap Dr. Purnomo Prawiro (sebagai Tergugat I), anak-anak dari almarhum Chandra Suharto (saudara laki-laki dari Dr. Mintarsih A. Latief) yaitu Kresna Priawan Djokosoetono, Sigit Priawan Djokosoetono, Bayu Priawan Djokosoetono, dan Indra Priawan Djokosoetono (sebagai Tergugat II - V), Pemegang Saham Utama Perseroan (sebagai Tergugat VI), Perseroan (sebagai Tergugat VII) dan sepuluh anak perusahaan Perseroan sebagai tergugat lainnya, serta OJK sebagai turut tergugat (“Gugatan No. 311”). Gugatan No. 311 dicabut berdasarkan rapat umum pemegang saham tahunan BBT, tertanggal 7 Juni 2013 dan 10 Juni 2013 (“RUPS 2013”), dan ditetapkan pencabutannya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Penetapan No. 311/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel tanggal 5 September 2013, sebagaimana telah dikuatkan dengan surat dari Pengadilan Tinggi Jakarta No. W10.U/6022/HK-02/XII/2013 tanggal 19 Desember 2013 dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. W10. U3/168/HK.02/I/2014 tanggal 27 Januari 2014. Penetapan pencabutan Gugatan No.311 telah berkekuatan hukum tetap.

Pada bulan September 2013, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo, dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham minoritas pada BBT, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Dr. Purnomo Prawiro (sebagai Tergugat I), anak-anak dari almarhum Chandra Suharto yakni Kresna Priawan Djokosoetono, Sigit Priawan Djokosoetono, Bayu Priawan Djokosoetono, dan Indra Priawan Djokosoetono (sebagai Tergugat II –V), BBT (sebagai Tergugat VI), PT Golden Bird Metro (salah satu Perusahaan Transportasi Terafiliasi Perseroan), Pemegang Saham Utama (sebagai Tergugat VII), Perseroan (sebagai Tergugat VIII), sepuluh anak perusahaan Perseroan (sebagai Tergugat IX-XIX), serta OJK sebagai turut tergugat berdasarkan Gugatan No. 507/Pdt.G/2013/PN.JKT.Sel pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (“Gugatan No. 507”). Berdasarkan Gugatan No. 507, Penggugat telah memasukkan dasar gugatan yang secara substansi serupa dengan Gugatan No. 311. Perseroan meyakini bahwa semua dasar gugatan yang secara substansial serupa dengan Gugatan 311 tersebut diatas sudah dibahas pada atau setelah RUPS 2013. Para penggugat meminta ganti rugi materiil, yang termasuk kerugian ekonomi, biaya-biaya, dan kerugian finansial sejumlah Rp 4.172.000.000.000; dan kerugian imateriil, yang termasuk penderitaan karena kerugian, dengan jumlah Rp 300.000.000.000. Sebagai tambahan, Gugatan 507 juga memuat tuntutan untuk sita jaminan atas aset-aset tertentu. Pada tanggal 7 Juli 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan Putusan No.507/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel yang menyatakan Gugatan No. 507 tersebut di atas tidak dapat diterima. Adapun pertimbangan dari Majelis Hakim dalam menolak gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat antara lain adalah (i) bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (6) UUPT, para penggugat dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham di BBT tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan gugatan kepada Tergugat I – V dalam kapasitas para Tergugat sebagai pribadi, dan (ii) para penggugat tidak memiliki kewenangan atas nama pribadi untuk mengajukan gugatan kepada Tergugat VIII – XIX sebagai pihak ketiga sehubungan dengan penggunaan harta kekayaan yang dimiliki oleh BBT. Berdasarkan Surat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. W10.U3/2312/HK.02/VII/2014 tanggal 24 Juli 2014 ditegaskan bahwa para pihak tidak mengajukan Banding dalam tenggang waktu yang ditentukan Undang-Undang. Pada tanggal Prospektus ini diterbitkan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkekuatan hukum tetap.

Pada bulan April 2014 dan sebagaimana diubah pada bulan Mei 2014, Prof. DR. O.C. Kaligis, S.H., M.H., pemilik dan pimpinan Kantor Advokat Otto Cornelis Kaligis & Associates, di Jakarta, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara lain terhadap Dr. Purnomo Prawiro (sebagai Tergugat I), Bayu

Priawan Djokosoetono (sebagai Tergugat II), dan Sri Adriyani Lestari (sebagai Tergugat III), seluruhnya dalam kapasitas sebagai Direksi BBT, BBT (sebagai Turut Tergugat I), Dr. A Mintarsih A. Latief (sebagai Turut Tergugat II), Perseroan (sebagai Turut Tergugat III), dan OJK (sebagai Turut Tergugat IV), yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 197/Pdt..G/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 7 April 2014, sebagaimana diubah dengan Surat Gugatan No. 165/SK/JW/V/2014 tanggal 12 Mei 2014 (“Gugatan No. 197”). Penggugat merupakan kuasa hukum dari Dr. A Mintarsih A. Latif pada Gugatan No. 311, dan penggugat menyatakan bahwa penggugat telah kehilangan pendapatannya karena dicabutnya Surat Kuasa (untuk mewakili Dr. A Mintarsih A. Latief di dalam Gugatan 311) yang didasarkan pada keputusan RUPS 2013 yang dianggap bertentangan dengan hukum dan merugikan penggugat. Menurut penggugat, Tergugat I dan Tergugat II sebagai Direksi dari BBT memiliki benturan kepentingan dalam menyelenggarakan RUPS 2013 karena pada saat diselenggarakannya RUPS 2013, Tergugat I, dan Tergugat II merupakan para Tergugat dalam Gugatan No. 311. Dalam gugatannya, penggugat meminta majelis hakim antara lain untuk menyatakan pencabutan Gugatan No. 311 dan RUPS 2013 tidak sah, dan segala akibat hukumnya tidak memiliki kekuatan hukum. Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim untuk menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.2.211.486.088.000 dan kerugian immateriil sebesar Rp.1.000.000.000.000, serta meletakan sita jaminan atas harta kekayaan baik bergerak atau tidak bergerak milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III. Sidang pertama telah dilaksanakan pada tanggal 1 September 2014 dan sidang selanjutnya telah dilaksanakan pada tanggal 15 September 2014 dengan agenda penyerahan Jawaban dari Para Tergugat dan Turut Tergugat dimana Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III. Adapun salah satu jawaban yang diajukan oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat adalah terkait eksepsi kompetensi absolut, dimana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara absolut dianggap tidak berwenang memeriksa dan mengadili Gugatan 197 karena objek gugatan dari Gugatan 197 adalah keputusan pejabat TUN; dan oleh karena itu, yang berwenang memeriksa, memutus, dan mengadili Gugatan 197 adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Selanjutnya, pada tanggal 22 September 2014 telah dilaksanakan sidang lanjutan dimana Tergugat IV dan Tergugat V menyerahkan jawaban tertulisnya. Kuasa hukum Para Tergugat juga menginformasikan bahwa Majelis Hakim telah memutuskan untuk memeriksa eksespsi atas kompetensi absolut yang diajukan oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat V, Turut Tergugat I, dan Turut Tergugat III. Majelis Hakim kemudian menunda persidangan selama 2 minggu dan persidangan selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2014 dengan agenda penyerahan jawaban Para Penggugat sehubungan dengan jawaban yang diserahkan oleh Para Tergugat. Persidangan selanjutnya telah dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2014, dengan agenda penyerahan jawaban dari Para Tergugat dan Turut Tergugat atas jawaban Penggugat serta pengajuan bukti awal sehubungan dengan argumen yang diajukan oleh Para Tergugat. Namun demikian persidangan ini ditunda hingga tanggal 3 November 2014, dengan agenda yang sama, dikarenakan tidak hadirnya Penggugat dan Tergugat V.

Pada tanggal 2 Juni 2014, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo, dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham di BBT, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan antara lain terhadap BBT (salah satu Perusahaan Transportasi Darat Terafiliasi, sebagai Tergugat I), Dr. Purnomo Prawiro (sebagai Tergugat II), Perseroan (sebagai Turut Tergugat III), serta beberapa pihak ketiga lainnya sebagai Turut Tergugat, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 322/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 2 Juni 2014 (“Gugatan No. 322”). Dasar dari gugatan ini secara substansi serupa dengan dasar-dasar dari Gugatan No. 507 dan Gugatan 311. Pengguggat menyatakan antara lain bahwa Penggugat telah melakukan (i) perbuatan melawan hukum karena Tergugat II, dalam kapasitasnya sebagai perwakilan dari Direksi BBT, dianggap tidak pernah menerbitkan antara lain laporan keuangan, laporan inventaris aset, dan laporan kegiatan usaha untuk periode 2001 – 2011, dan (ii) telah melakukan kelalaian dalam menjalankan pengelolaan BBT karena Tergugat II (a) dengan sengaja tidak memperpanjang masa pendaftaran hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh BBT, dan (b) memperkenankan Perseroan dan perusahaan lainnya untuk menggunakan aset-aset milik BBT, dan oleh sebab itu RUPS 2013 tidak dapat dilaksanakan untuk menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Tergugat II tersebut. Dalam gugatannya, penggugat meminta majelis hakim antara lain untuk menyatakan tidak sah RUPS 2013, dan untuk memerintahkan Tergugat II untuk membatalkan pendaftaran merek dagang “Blue Bird” atas nama Perseroan dan/atau PCD dan mendaftarkan hak kekayaan intelektual tersebut atas nama BBT. Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim untuk menghukum Tergugat II, dalam kapasitas pribadinya untuk membayar kerugian sebanyak Rp.651.676.480.000, serta meletakan sita jaminan atas saham dan beberapa bidang tanah dan bangunan yang dimiliki Tergugat II, termasuk 2.500 saham dengan total nilai nominal saham sebanyak Rp2.500.000.000 yang dimiliki oleh Tergugat II di Perseroan. Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari kuasa hukum Para Tergugat, proses mediasi I atas Gugatan 322 telah dilaksanakan pada 13

Agustus 2014 dan mediasi II telah dilaksanakan pada 27 Agustus 2014. Namun demikian, proses mediasi tersebut tidak berhasil dilakukan. Selanjutnya, pada tanggal 10 September 2014 telah dilakukan sidang Perkara 322 dengan agenda pembacaan gugatan dan ditegaskan bahwa para penggugat tetap pada gugatannya. Sedangkan pada tanggal 24 September 2014 telah dilaksanakan sidang lanjutan dengan agenda jawaban dari para tergugat dan turut tergugat, dan Para Tergugat dan Turut Tergugat telah menyerahkan Eksepsi Kompetensi Absolut No. 0809/MAP/IP/IX/14, tanggal 24 September 2014 dari PT Blue Bird Taxi (Tergugat I), Dr. Purnomo Prawiro (Tergugat II), Haji Teddy Anwar (Turut Tergugat II), PT Blue Bird (Turut Tergugat III), PT Ceve Lestiani (Turut Tergugat IV), PT Golden Bird Metro (Turut Tergugat V), PT Big Bird (Turut Tergugat VI), PT Big Bird Pusaka (Turut Tergugat VII) dan PT Lombok Sea Side Cottage (Turut Tergugat VIII). Berdasarkan Eksepsi Kompetensi Absolut terhadap Gugatan 322, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dianggap tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa Gugatan 322 karena substansi pokok perkara dari Gugatan 322 adalah tentang pembatalan kepemilikan merek dan oleh sebab itu Pengadilan yang memiliki kompetensi untuk memeriksa Gugatan 322 adalah Pengadilan Niaga. Persidangan selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2014 dengan agenda penyerahan jawaban Para Penggugat sehubungan dengan Eksepsi Kompetensi Absolut yang diserahkan oleh Para Tergugat.

Lani Wibowo dan Elliana Wibowo telah mengajukan gugatan lain pada tanggal 3 Oktober 2014 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan teregistrasi dengan nomor 572/PDT.G/2014/PN JKT.SEL (“Gugatan No. 572”). Gugatan ini diajukan sebagai gugatan yang diajukan oleh pemegang saham, yang mana didasarkan pada 20% saham yang secara bersama-sama dimiliki para penggugat di BBT. Gugatan diajukan terhadap Dr. Purnomo Prawiro, dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham dan direktur BBT (Tergugat I), Perseroan (Tergugat II), Pemegang Saham Utama (Tergugat III), dan dua komisaris BBT (Tergugat IV dan Tergugat V), Dr. A. Mintarsih A. Latief (Turut Tergugat I), Dr. Dudung A. Latief (Turut Tergugat II), serta OJK (Turut Tergugat III) dan BEI (Turut Tergugat IV) disebutkan dalam gugatan tersebut. Sampai dengan tanggal Prospektus ini diterbitkan, Perseroan belum menerima pemberitahuan dan panggilan resmi dari pegadilan terkait dengan gugatan ini.

Adapun hal-hal yang digugat oleh Para Tergugat dalam Gugatan 572 ini antara lain adalah meminta kepada majelis hakim untuk: (i) memerintahkan Tergugat I untuk tidak mengambil tindakan apapun atau mengupayakan pengalihan aset atau harta kekayaan yang dimiliki oleh BBT; (ii) untuk memerintahkan Para Tergugat, kuasa hukumnya dan pihak terkait lainnya untuk tidak melaksanakan penjualan saham pada BBT, Perseroan dan Pemegang Saham Utama; dan (iii) memerintahkan Para Tergugat untuk memberitahukan sejarah latar belakang pendirian Perseroan pada tahun 2001. Hal-hal yang menjadi dasar dalam Gugatan 572 pada substansinya memiliki kesamaan dengan hal-hal yang menjadi dasar pada Gugatan 311 dan Gugatan 507. Lebih lanjut, Gugatan 572 menyatakan bahwa kesepakatan pengoperasian bersama antara Pemegang Saham Utama dan Perusahaan Transportasi Darat Terafiliasi adalah tidak sesuai dengan hukum. Gugatan ini lebih lanjut meminta antara lain: (i) menyatakan Para Penggugat adalah Pemegang Saham-Saham sebesar 20,05% dalam BBT; (ii) untuk menyatakan Para Tergugat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri bertanggung jawab atas tindakan perbuatan melawan hukum; (iii) menyatakan Tergugat I tidak berwenang dan tidak mempunyai otoritas untuk membuat kesepakatan menjalankan manajemen operasional antara BBT, Perseroan dan Pemegang Saham Utama dan meminta pembatalan atas kesepakatan tersebut dikarenakan dilandasi adanya benturan kepentingan dan perbuatan melawan hukum; (iv) memerintahkan Para Tergugat untuk mengeluarkan taksi-taksi milik Perseroan yang ada pada pool yang dimiliki oleh BBT; (v) memerintahkan Para Tergugat untuk menyerahkan kembali aset dan harta kekayaan kepada BBT yang mana pada saat ini digunakan bersama oleh Grup IPO; (vi) menghukum Dr. Purnomo Prawiro, Perseroan dan Pemegang Saham Utama untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada OJK sehubungan dengan rencana Penawaran Umum Saham Perdana kepada Publik (IPO); (vii) menghukum Tergugat I membayar kepada BBT atas Kerugian Materiil sebesar Rp40.000.000.000 dan Rp3.315.000.000.; (viii) menghukum Tergugat II dan Tergugat III secara tanggung renteng membayar Kerugian Materiil yang menjadi hak BBT sebesar Rp1.550.000.000.000; (ix) menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng oleh karenanya untuk membayar kepada PT Blue Bird Taxi atas Kerugian Immateriil yang menjadi hak BBT sebesar Rp500.000.000.000.

Pada tanggal 7 Oktober 2014, Mintarsih A. Latief, dalam kapasitasnya sebagai direktur BBT, mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek berdasarkan Gugatan 62/Pdt.Sus-Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst (“Gugatan 62”) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk membatalkan pendaftaran merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru” yang terdaftar atas nama Pemegang Saham Utama, yang ditujukan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (Tergugat I), Perseroan (Tergugat II), Dr. Purnomo Prawiro Mangkusudjono dalam kapasitasnya sebagai Direktur BBT (Tergugat III) dan Pemegang Saham Utama (Tergugat IV).

Adapun dalam Gugatan 62 ini Penggugat menyatakan bahwa pendaftaran merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru” sebagaimana diajukan oleh Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV, melanggar Undang-undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2001 (“UU Merek”) dimana merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru” mempunyai kesamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik Penggugat untuk barang dan/atau jasa sejenis. Selanjutnya, Penggugat menyatakan bahwa permohonan pendaftaran atas merek tersebut dilakukan dengan itikad tidak baik, menyebutkan bahwa Dr. Purnomo Prawiro tidak menyesuaikan anggaran dasar BBT yang menyebabkan dihapusnya nama BBT dari daftar Dirjen Administrasi Umum pada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan sejarah perubahan struktur perusahaan BBT yang menyebabkan Dr. Mintarsih A. Latief menjadi tidak lagi terdaftar sebagai pemegang saham pada PT CeveLestiani. Penggugat meminta Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk: (i) menyatakan merek “Blue Bird” untuk menjadi merek yang hanya dimiliki oleh BBT dengan itikad baik; (ii) memerintahkan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk segera membatalkan pendaftaran atas merek “Blue Bird” dengan nomor IDM 00003099, IDM 0000098333, IDM 000154576, dan No. 36295, dan logo “Burung Biru”; (iii) memerintahkan Perseroan dan Pemegang Saham Utama untuk tidak lagi menggunakan merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru”; dan (iv) memerintahkan Perseroan, Dr. Purnomo Prawiro dan Pemegang Saham Utama untuk membayar biaya terkait gugatan ini. Dari empat merek yang digugat dalam Gugatan 62, hanya merek IDM 000098333 (yang terdiri dari burung yang terdapat di dalam kotak dan tulisan “Blue Bird”) – dengan warna biru tua, biru muda dan putih), yang digunakan oleh Perseroan untuk kegiatan usahanya sesuai dengan perjanjian kekayaan intelektual dengan Pemegang Saham Utama. Berdasarkan Relaas Panggilan Sidang dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sidang pertama untuk Gugatan 62 ini direncanakan untuk dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2014.

Dengan memperhatikan gugatan-gugatan yang pernah diajukan melawan Perseroan dan Entitas Anak, gugatan-gugatan dan laporan polisi yang diajukan terhadap manajemen dan/atau pemegang saham dan/atau perusahaan terafiliasi Perseroan sebelumnya, terhadap pemegang saham Perseroan, Perseroan, Entitas Anak dan/atau manajemen Perseroan, mungkin diajukan gugatan atau gugatan tambahan lainnya atas pelanggaran atau menjadi pihak atas gugatan terkait kepemilikan aset Perseroan dan/atau Entitas Anak di masa yang akan datang. Perseroan tidak dapat menjamin bahwa Perseroan akan memenangkan gugatan yang saat ini ada atau yang akan ada di masa yang akan datang. Perseroan mungkin mengeluarkan biaya material dalam mempertahankan diri atas gugatan yang diajukan terhadap Perseroan, Entitas Anak dan/atau manajemen Perseroan, dan apabila Perseroan gagal dalam melakukan pembelaan, maka Perseroan dapat diminta untuk membayar sejumlah kewajiban keuangan yang material, terdapat kemungkinan dikenakannya sita jaminan atas aset Perseroan (termasuk pool), dan/atau Perseroan dapat kehilangan hak untuk menggunakan, atau harus menegosiasikan ulang penggunaan properti dan aset yang saat ini digunakan oleh Perseroan, termasuk merek dan logo “Blue Bird” dan penggunaan kantor operasional dan fasilitas lainnya seperti aset, izin, fasilitas (termasuk pool), teknologi informasi dan sumber daya manusia. Dalam hal Tergugat II dalam Gugatan No. 322 diperintahkan untuk membatalkan pendaftaran merek dagang “Blue Bird” atas nama Perseroan dan/atau PCD dan mendaftarkan hak kekayaan intelektual tersebut atas nama BBT, atau pengadilan pada Gugatan No. 62 menyatakan bahwa merek “Blue Bird” adalah merek yang hanya dimiliki oleh BBT dengan itikad baik dan/atau memerintahkan Perseroan dan PCD untuk tidak lagi menggunakan merek “Blue Bird” dan logo “Burung Biru”, tidak ada jaminan Perseroan dapat memperoleh kembali lisensi penggunaan merek dan logo “Blue Bird” dan/atau logo “Burung Biru” dengan syarat dan ketentuan yang serupa dengan syarat dan ketentuan yang berlaku saat ini. Lebih lanjut, perjanjian operasional bersama dapat ditetapkan tidak berlaku dan/atau tidak sesuai hukum. Selain itu, setiap gugatan hukum atau tuntutan tersebut dapat berdampak bahwa beberapa pengurus Perseroan yang ditugaskan untuk menyelesaikan gugatan hukum atau tuntutan tersebut.

Dalam dokumen Dokumen Prospektus Akhir BlueBirdGroup (Halaman 124-129)