• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. TEORI PENGURBANAN 1. Ritual Pengurbanan

2. Ritual Pengurbanan Anak (Child Sacrifice)

Dalam ritul pengurbanan, tidak hanya binatang yang menjadi kurban persembahan, akan tetapi ada kalanya manusia juga bisa menjadi kurban kepada para dewa ataupun Tuhan. Di daerah Virginia ritual pengorbanan anak oleh suku Indian.

Kurban anak yang mereka berikan akan mendamaikan relasi mereka dengan dewa.

Dengan mengurbankan seorang anak, dewa tidak akan marah sehingga menjauhkan mereka dari penyakit, kelaparan, serta peperangan.52 Menurut Edward A Westermarck, pengorbanan anak merupakan upaya manusia untuk mempengaruhi dewa mencegah munculnya kematian, dengan mempersembahkan sebuah kehidupan yang berbeda.

Pengorbanan dengan mengorbankan manusia secara esensial untuk menggantikan hidup dengan kehidupan. Pengorbanan manusia secara esensialnya adalah salah satu metode asuransi jiwa.53 Hal yang sama dalam penelitian yang dilakukan oleh Valerio Valeri terhadap model pengorbanan yang dilakukan oleh masyarakat di Hawai. Hasil akhir penelitian Valerio menyimpulkan bahwa pengorbanan manusia adalah rangkaian lengkap dari sebuah ritual yang mempersembahkan hewan, tumbuhan, atau komponen-komponen simbol lain yang memiliki nilai.54

51Robert J Daly, The Power of Sarifice in Ancient Judaism and Christianity, dalam Jeffrey Carter, Undersanding,…, 343

52Edward A. Westermarck, The origin and development of Moral Ideas, dalam Jeffrey Carter,Undestanding,…,112

53 Ibid., 101

54 Valerio Valeri, Kingship and Sacrifice In Ancien Hawai dalam Jeffrey, Understanding,…, 317-318

42

Ritual pengorbanan manusia nampaknya salah satu ritual keagamaan yang tidak berperikemanusiaan. Tetapi untuk diketahui di dalam masyarakat Israel kuno praktek pengorbanan manusia pernah dilakukan. Dalam sebuah essay yang berjudul The Death and Ressurection of the beloved Son, Jon D. Levenson55 mengatakan, “praktek pengorbanan anak dalam sejarah Israel kuno adalah sebuah fakta. Meskipun di kemudian hari praktek ini telah “ditransformasikan” ke dalam berbagai praktek-praktek yang lain dan “disublimasikan” ke dalam berbagai jenis narasi yang berbeda. Penulis Kristen mula-mula bahkan telah mengadopsi gagasan ini dengan baik dan digunakan untuk memahami Yesus.56

Dalam tradisi negara-negara Timur Dekat Kuno, pengorbanan anak adalah sebuah pengorbanan yang paling berharga bagi para dewa. Ini terbukti dengan penemuan arkaelog di beberapa kuburan Fenesia yang berisi tulang anak-anak yang sudah dibakar.57 Para dewa memerintahkan manusia untuk mempersembahkan tidak saja hanya binatang, tumbuhan bahkan anak manusia. Menurut Karen Amstrong, dalam pagan manusia mempersembahkan anak pertamanya (laki-laki) kepada dewa untuk menambah kekuatan dewa sehingga manusia semakin diberkati, dan doa-doanya dikabulkan. Dalam bukunya

”Sejarah Tuhan,” Karen Amstrong mengatakan:

55Jon D Levenson lahir- besar dalam Jewish Studi Scholar dan mengikuti sekolah Militer di Wheeling, Virginia Barat. Dia menerima gelar B.A di bidang bahasa Inggris dari Universits Harvard pda tahun 1971. Pada tahun 1975 Ia meraih gelar doktornya di departemen Near Easten Languages aand Civilizations di Universitaas Harvard. Ia mengajar Studi Agama dan Biblika selama enam tahun di Universitas Wellesley. Antara tahun 1982 dan 1988 ia mengajar di Unversitas Chicago sebagai Proffessor Alkitab Ibrani di Divinity School dan merangkap sebagai anggota Commite and General Humanities Studies di Universitas tersebut. Sekarang Levenson menjadi Profesor di bidang study Yahudi.

Dalam pekerjaannya ia banyak mengkaji teks-teks Biblika, Literatur Second Temple Judaism, Madras Rabbinic,Meieva Commentaries and philosophy Kontemporer. Ia juga banyak menulis tematema teologis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan literal dan pemahaman teology dari Alkitab Ibrani. Dia juga tertarik di bidang relasi Kristen-Yahudi mula-mula dan modern serta Teology Yahudi modern. Lihat. Jon D. Leveson, From The Death and Resurrection of the Beloved Son, dalamJeffrey Carter, Understanding Religious Sacrifice,…,421

56Ibid

57Ibid

43

Pengurbanan manusia merupakan hal yang lazim di dunia pagan. Kejam namun logis dan rasionalis. Sekalipun kaum monoteistik pada dasarnya menolak mitos tetangga pagan mereka, mitos-mitos itu ternyata masuk kembali ke dalam keimanan mereka pada masa berikutnya. Festival ibadah dan ritual yang ada di Israel hampir semua diadopsi dari festival peribadatan paganisme. Jikalau dalam paganisme, darah binatang memungkinkan manusia dibenarkan dan didamaikan dengan dewa, tidak akan mungkin mengalami kematian, dan menerima penebusan dosa, apalagi darah Yesus.58

Praktek pengorbanan manusia di dalam sejarah Israel kuno adalah sesuatu hal yang tidak bisa disembunyikan. Dalam beberapa teks Alkitab, tersirat gagasan-gagasan teologis di mana orang Israel masih menghidupi pemahaman bahwa Allah menginginkan Israel untuk mempersembahkan hidup manusia kepadaNya.59 Secara explicit dalam Keluaran 22: 29b,“Yang Sulung dari Anakmu laki-laki haruslah kau persembahkan kepada-Ku”. Kisah Abraham yang mempersembahkan Ishak (Kejadian 22), kisah Yeftha yang bernazar untuk mempersembahkan anak perempuannya dan Mesha yang mengorbankan anaknya laki-laki setidaknya menjadi bukti atas gagasan ini.60

Dalam Akitab praktek pengorbanan anak terkesan terdapat di dalam sumber E.61 Kendati sumber E memberikan keterangan yang terkadang agak kotradiksi, namun hal ini layak untuk diperhatikan. Dalam masyarakat Palestina pengorbanan anak laki-laki dan perempuan yang mengerikan dan menjijikkkan itu memang dilakukan.

Kendati pengorbanan anak merupakan upacara kejam dan bertentangan dengan tujuan pengorbanan di dalam kultus nenek moyang orang Israel, tetapi kisah Abraham yang

58 Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, (Bandung: Mizan, 2009), 46

59 ibid

60 Dengan mengutip argument Vaux dan Mosca, Levenso mengatakan bahwa anak yang lahir pertama itu adalah persembahan yang paling berharga. Jon D Levenson, From The Death,…, 431

61 Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi,…, 149-152

44

mengorbankan anaknya Ishak (meski pada akhirnya Allah menggantinya dengan seekor binatang pengganti) dan Yerobeam yang berada dalam tekanan sosial rela mempersembahkan anaknya yang sulung sebagai kurban bakaran di atas tembok pagar tembok pertahanan Yehuda, sehingga musuh yang mengepung (Raja Moab dan pasukan tentaranya) menjadi gusar dan meninggalkan tempat itu. Dua kisah ini tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja.

Kisah Raja Manasye yang mengorbankan anaknya yang pertama kepada dewa Molokh (2 Raja-Raja 21), kendati sangat dikecam keras oleh para nabi, tetapi sesungguhnya Raja Manasye melakukananya bukan tanpa alasan yang kuat. Merry Kristina Rungkat dalam analisanya mengatakan:

Ritual pengorbanan yang dilakukan oleh raja Manasye adalah sebuah tindakan untuk perdamaian. Sesungguhnya anak yang dikurbankan Manasye ke dalam api bagi dewa Molokh merupakan anak perdamaian. Kurban yang diberikan kepada Molokh akan mendatangkan kesuburan bagi tanah, tumbuhan, hewan, (tidak akan ada kelaparan) bahkan dalam perkembangbiakan penduduk. Kesuburan dari berbagai segi kehidupan tersebut menghadirkan kedamaian di tengah-tengah umat.62

Dari beberapa keterangan di atas, jelas dalam kasus-kasus dan situasi tertentu, praktek pengorbanan anak telah dilakukan di Israel. Pengorbanan anak tidak hanya dilakukan di Yerusalem (2 Raj 16:3) tetapi di tempat-tempat suci di desa (Yeremia 57:1-10, 2Raj 17:16-17; 23:10 Yeremia7:30-32 dan Mikha 6:6). Bahkan di Palestina sebuah tugu sering didirikan untuk menghormati anak yang dikurbankan itu.63 Anak yang dikurbankan biasanya anak sulung, tetapi tidak selalu.64

62Merry Kristina Rungkat dan John Titaley,Pengorbanan Anak Dalam II Raja-raja 21:6 Menurut Prespektif Teori Pengorbanan dalam Jurnal WASKITA, 82

63Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi,…, 152

64Di Kartago, pembunuhan anak di dalam upacara tertentu, dilakukan digunakan untuk mengendalikan populasi karena pembunuhan anak hampir berfungsi secara universal dan lebih disukai daripada aborsi. Lihat Jon D Levenson, The Death,…,dalam Jeffrey, Understanding,…, 425

45

Dugaan atas pengorbanan anak di Israel sebagai bagian bagian dari praktek kultus Yahwe bukan tapa alasan yang kuat. Hal ini didasari pada pemahaman bahwa Allah adalah sumber kehidupan menuntut kehidupan sebagai imbalannya. Apa yang diberikan manusia kepada Allah di dalam pengorbanan pada akhirnya akan dikembalikan, dihidupkan kembali dan bahkan sesuatu yang lebih besar akan terjadi.65

“Generasi” berikutnya akan menerima/menuai pahala setelah melakukan pengurbanan yang besar itu. Manusia memberi kurban untuk menciptakan ikatan yang kuat dengan Allah. Oleh karena itu, mereka yang berpartisipasi dalam ritual, misalnya paskah tahunan atau penyunatan akan memperoleh/memiliki relasi yang khusus dengan yang ilahi.Perayaan Paskah tahunan yang dirayakan oleh orang Kristen sesungguhnya adalah salah satu upaya untuk menghidupkan kembali peristiwa di Mesir di mana seluruh anak-anak sulung orang Israel diselamatkan dan oleh karena itulah dalam sejarah Israel mengorbankan sesuatu “yang sulung” menjadi perintah untuk penebusan.66

Pertanyaan adalah bagaimana memahami sikap seorang Ayah mau mempersembahkan putra pertama kesayangannya kepada Allah? Jawaban Levenson menunjukkan pada sebuah “theological ideal”. Semua yang lahir pertama (binatang, buah, ataupun manusia) berasal dari Allah. Allah memiliki pernyataan yang kuat bahwa setiap yang lahir pertama, dapat dan mungkin dengan sebuah alasan yang tidak diketahui oleh manusia, mau tidak mau apa yang sudah diberi Allah harus dikembalikan. Untuk semua yang telah diciptakan oleh Allah, keinginan Allah dalam kasus-kasus tertentu atau dalam waktu-waktu tertentu, ini harus dipenuhi. Ini adalah sebuah yang ideal, salah satu hukum, tetapi bukan kode yang mengikat, sebuah penerapan implementasi yang diikuti.67

65 Jon D Levenson, From The Death,…, dalam Jeffry Carter, Understanding,…, 423

66 Ibid

67Jon D Levenson, From the Death,…, dalam Jeffry Carter, Understanding,…, 424

46

Mempersembahkan seekor binatang pengganti, (misalnya seekor domba) tidak dapat menggantikan seorang anak yang dipersembahkan oleh ayahnya. Levenson mengatakan, “however that this animal substitute is not strictly speaking a replacement for the child. … the animal substitutes is in fact worthless. Substituting an animal for a child was clearly not obligated, it was allowed, with the knowledge that God’s claim to the child remained”( bagaimanapun juga binatang pengganti tidak dapat menggantikan seorang anak. … “binatang pengganti pada kenyataannya tidak berharga. Mengorbankan seekor binatang untuk mengganti pengorbanan anak jelas sangat tidak diwajibkan/keharusan, ini hanya diizinkan, dengan pemahaman bahwa tuntutan Allah terhadap anak senantiasa harus dikenang/diingat).68

Penentangan yang dilakukan oleh para nabi terhadap prakte pengurbanan anka (child sacrifice) kelihatannya disebabkan oleh pengetahuan para nabi yang semakin berkembang. Para nabi kemudian memahami Allah dengan pengetahuan yang berkembang dan memperhatikan aspek kemanusian (humanity aspecs) kurban (anak) yang dipersembahkan. Sebagaimana Melvin Jay Glatt katakan dalam tulisan Moshe Moskowitz, “there is a humanizing grace to the whole strange episode if we permit ourselves to return to that world of dreams, imagination, and fanciful speculation that the ancient Rabbis wove in the face of such perplexities… that God of Israelities a God compassionate and gracious.”69 Itulah sebabnya mengapa kemudian dalam kultus Yahwe pengurbanan manusia adalah sesuatu hal yang sangat dilarang keras.70

68 Ibid., 422

69 Moshe Moskowitz, Towards A Rehumanization of The Akedah and Other Sacrifices (Jurnal), (Associate Professor of Hebraic StudiesRutger University, 2001), 290,

70Hal ini disebabkan karenaKultus Yahwe direkonstruksi/dibangun agar penyembahnya melakukan dan meyakini bahwa Yahwe adalah Allah yang paling tinggi di antara allah-allah yang lain disekeliling mereka.Yahwe direkonstruksi sebagai Tuhan yang penuh cinta kasih, pembela umatnya yang berperang melawan musuh-musuh Israel. Oleh karena itu tidak heran jika dalam kultus Yahwe, disusun berbagai aturan dan praktek-praktek keagamaan “yang lebih baik” yang bilamana dilakukan oleh para

47 3. Piacular Sacrifice

Istilah piacular sacrifice adalah jenis dan makna ritual kurban yang dipakai oleh Evan-Pitchard71 di masyarakat Nuer-Afrika. Kurban dalam masyarakat Nuer terdiri dari dua jenis, yakni kurban pribadi dan kolektif. Kurban kolektif bisa dikatakan tidak terlalu agamis. Kurban ini berkaitan dengan ritual-ritual „pintu gerbang kehidupan”

seperti pemakaman dan perkawinan. Tujuannya adalah mensakralkan peristiwa-peristiwa sosial dan hubungan-hubungan baru yang muncul dari kehidupan sosial, seperti pernikahan. Upacara-upacara tersebut bertujuan untuk meresmikan dan mengesahkan secara keagamaan saja.

Berbeda dengan ritual kolektif, ritual kurban individual jauh lebih kelihatan religius, misalnya mengorbankan sapi pada waktu-waktu tertentu. Pengorbanan seperti ini dihormati dalam masyarakat Nuer. Ada empat tahap yang harus dilalui oleh seseorang saat memberi kurban, yaitu:72 (1) presentation, menyediakan kurban khusus yang hendak dipersembahkan kepada Tuhan, (2) consecration, pengudusan kurban dengan mengusapkan debu di punggung kurban, (3) invocation, penyampaian doa kepada Tuhan dalam pengertian apa maksud dan tujuan diberikannya kurban tersebut dan, (4) killing the animal, penyembelihan bintang kurban biasanya dengan menusukan tombak, darah akan mengalir ke tanah dan dipahami bahwa itu sudah diterima oleh Tuhan sementara pengikutnya akan membawa pada kemakmuran, sementara jika mengabaikannya akan membawa malapetaka. Lihat Morton Smith, Demi Nama Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 16

71 Evan Pitchard dilahirkan pada tahun 1902 sebagai anak kedua dari pasangan pendeta Inggris, Rev John Evans-Pitchard dan Dorothea. Ia menyelesaikan study di Wincester College, Oxford Unversity di bidang sejarah. Pada tahun 1923, ia masuk di London School of Economics di bidang Antropology. Evan-Pitchard menggeluti bidang riset penelitian anthropology dengan daerah penelitian di Afrika. Hasil penelitin ini, kara-karya besar Pitchard tertuang dalam berbagai buku misalnya Wictcraft, Oracles, and Magic among the Azande (1937) kemudian pada tahun 1940 berhasil menerbitkan buku The Nuer: A Description of in Modess of Livelihood and Political Instiutions of a Nilotic people, The Sanusi of Cyrenaica(sebuah hasil riet ordo Sufi Islam di Libia), Kindship and Mariage among the Nuer dan Nuer Religion, kedua buku ini berisikan tentang situasi agama dan masyarakat Nuer di Sudan, Afrika. Lihat.

Daniel L, Pals, Seven Teories,…, 281-285

72Evan Pitchard, The Meaning Sacrifice,…, dalam Jeffrey Carter, Understanding Religious,…, 190

48

dagingnya boleh dimakan. Memakan daging binatang kurban menunjukkan masyarakat telah terlibat dalam suatu aksi dan solidaritas sosial bersama dengan Tuhan.73

Dalam pemahaman masyarakat Nuer kurban yang diberi oleh pengurban sesungguhnya adalah pengganti dirinya sendiri. Artinya ketika salah seorang memberi seekor sapi misalnya, maka sapi tersebut adalah identifikasi dirinya sendiri. Dengan kata lain yang dikurbankan itu sesungguhnya adalah diri pemberi kurban itu sendiri. Sehingga dalam upacara persembahan kurban kepada Tuhan, seseorang dianggap “menampilkan kematiannya” sendiri melalui persembahannya.

Melalui upacara kurban setidaknya ada dua tujuan penting yang hendak dicapai oleh si pemberi kurban, yakni (1) berkomunikasi atau bertemu dengan Tuhan.

Binatang kurban menjadi mediator yang menghubungkan Allah dan manusia. Dalam pertemuan itu manusia meminta berkat dan menyampaikan permohonan-permohonan yang lain yang mendatangkan kesejahteraan bagi dirinya. Dan (2) untuk mencegah penyakit (prophylactic ) dan melindung dari segala kemalangan/bahaya (apotropaic).74 Kemalangan dan penyakit yang dialami oleh masyarakat Nuer berasal dari roh-roh/ilah-ilah lain yang senantisa menggoda manusia. Roh/roh-roh/ilah-ilah itu memiliki kekuatan untuk menjauhkan manusia dari Tuhan dan selanjutnya mendatangkan kemalangan/penyakit.

Oleh karena itu, melalui kurban orang berharap akan terlindungi dari berbagai kemalangan dan penyakit, sekaligus mengusir roh /ilah jahat tersebut.

Dokumen terkait