• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN KONSEP DAUR HIDUP PADA MASYARAKATJEPANG DAN BATAK TOBA

3.1.2 Ritus-Ritus Perkawinan

Dulunya, upacara pernikahan biasanya dilaksanakan di rumah, tapi sekarang, banyak orang yang menggunakan gedung khusus untuk resepsi pernikahan dan hotel. Pesta pernikahan orang Jepang biasa diadakan di awal dan akhir musim panas, sekitar bulan Juni dan Oktober. Pada bulan-bulan tersebut suhu udara tidak terlalu panas dan dingin, paling nyaman dalam setahun.

Selain musim, tanggal pernikahan juga ditentukan oleh penanggalan Jepang. Seperti kalender Jawa yang memiliki siklus Wetonan untuk tiap hari dalam seminggu, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon, kalender mingguan Jepang ditandai dengan siklus Rokuyou, Senshou, Tomobiki, Senbu, Butsumetsu, Taian dan Shakkou. Masing-masing menunjukkan kadar keberuntungan hari tersebut. Pesta pernikahan biasa diadakan pada hari Taian, dimana satu hari penuh dipercaya membawa keberuntungan. Oleh karena itu di Jepang banyak pesta pernikahan diadakan pada hari Taian di musim panas.

Pertunangan dan acara pernikahan selang waktunya biasanya 9 bulan. Pernikahan ada yang dilaksanakan secara Shinto, Kristen dan Budha. Pernikahan secara Shinto menjadi pernikahan secara Kristen dimulai sejak Meiji tahun 33 (1990).

Pada pernikahan Shinto, pengantin, comblang (perantara perjodohan), keluarga, sanak saudara duduk berbaris. Setelah pemimpin agama Shinto membacakan doa di hadapan dewa, pasangan pengantin mengucapkan sumpah

45

pernikahan di hadapan dewa. Setelah itu pengantin melakukan sansankudo atau bertukar cawan pengantin (bersulang). Mempelai pria, mempelai wanita dan orang tua mempelai pria bertukar cawan kecil sebanyak 3 kali yang dibawakan oleh seorang biarawati. Kemudian giliran mempelai wanita, mempelai pria dan orang tua mempelai wanita bertukar cawan yang berukuran sedang, cawan yang paling besar adalah giliran mempelai pria, mempelai wanita dan mempelai pria saling bertukar dan segera meminum arak suci. Setelah itu keduanya telah menjadi suami istri. Kemudian kedua mempelai bersulang sake yang menandakan kedua keluarga telah bersatu.

Setelah upacara pernikahan selesai, dilanjutkan dengan pesta resepsi pernikahan. Resepsi pernikahan disebut juga kekkon hiroen. Resepsi selain dilaksanakan di gedung khusus upacara pernikahan, ada juga yang melaksanakan resepsi pernikahan di hotel. Resepsi pernikahan biasanya dihadiri 50 orang. Orang Jepang dalam memilih tamu yang akan diundang untuk menghadiri pesta pernikahannya sangat hati-hati dan memilih-milih. Biasanya yang diundang hanya kerabat amat dekat dan beberapa orang saja dari petinggi di tempat kerja, jarang sekali mengundang teman, bahkan teman akrab sekalipun sering tidak termasuk nominasi undangan. Pernikahan di Jepang sudah dibilang besar kalau dihadiri seratus orang.

Undangan harus disebar jauh-jauh hari sebelum hari pernikahan, bisa sampai sebulan sebelum hari H, karena tuan rumah menanti “balasan” undangan, apakah sipenerima undangan benar-benar dapat menghadiri acara atau tidak bisa hadir. Sekaligus mencantumkan siapa yang akan hadir (kalau bisa hadir) pada upacara pernikahan nanti.

46

Hal ini dimaksudkan agar tuan rumah tidak salah menyediakan jumlah kursi yang akan disiapkan pada hari H, dimana kursi-kursi tersebut dicantumkan nama-nama para undangan yang telah menyatakan siap hadir. Karena biasanya pesta pernikahan di Jepang biayanya sangat mahal, bisa menghabiskan 50.000 yen perorang (tamu).

Resepsi pernikahan dimulai dengan pidato dari comblang, ucapan selamat dari tamu kehormatan, setelah bersulang (kanpai), kemudian memotong kue pernikahan. Dilanjutkan dengan memakan hidangan, tetapi selagi makan ada teman yang memberikan pidato pendek. Di tengah resepsi, pasangan pengantin bisa meninggalkan resepsi. Ini disebut oironaoshi atau mengganti pakaian pengantin selagi resepsi. Akhirnya keluarga memberikan ucapan terima kasih (perayaan) dan menyatakan bahwa upacara pernikahan berakhir kepada para undangan. Para undangan pulang dengan membawa cindera mata (hikidemono) (Itami, 1969:18).

Pelaksanaan ritus pernikahan (kekkonshiki) ini bertujuan menunjukkan perubahan status seseorang dari status lajang menjadi seorang yang telah berkeluarga. Karena itu ritus ini termasuk ritus konstitutif. Kekkonshiki merupakan ritus penerimaan yang dilakukan dalam 3 tahap. Yaitu pemisahan dari status dan kelompok lajang, beralih menjadi orang yang telah menikah dan mengalami perubahan dalam perlakuan sosial sekaligus bergabung ke dalam kelompok orang yang telah menikah.

Secara tidak langsung pasangan yang melakukan ritus ini mendapatkan hak dan kewajiban secara adat maupun secara hukum. Misalnya, hak untuk tinggal serumah, memiliki dan merawat anak, memiliki harta bersama, dan

47

kewajiban untuk saling menjaga dan melindungi, meskipun nyatanya dalam lingkungan bangsa Jepang hal-hal seperti ini tidak mendapat kontrol dari lingkungan, tapi hal ini diatur dan terlihat jelas dalam hukum. Ada juga hak dan kewajiban pasangan yang telah menikah tersebut dalam keluarga besarnya. Pasangan tersebut mendapatkan peran baru dalam keluarga besarnya juga. Misalnya, sebagai wanita yang telah menikah tersebut, menikah dengan anak pertama dalam suatu keluarga maka, ia akan menjadi menantu sulung yang berperan sebagai pengganti ibu mertuanya jika ibu mertuanya itu telah meninggal atau tidak bisa melakukan tugasnya.

Setelah menjalani banyak hal dalam perkembangan hidupnya, di masa tua, orang Jepang pun masih tetap melakukan beberapa ritus. Ritus ini dapat dikatakan ritus ulang tahun. Namun, perayaan ulang tahun tersebut dirayakan pada ulang tahun tertentu saja yang dianggap usia paling rawan dan usia yang sangat lanjut. Yaitu pada usia 61 tahun melakukan perayaan kanreki (還暦), usia 70 merayakan koreki (古希), usia 77 tahun disebut perayaan kiju (喜寿), usia 80 tahun merayakan sanju (傘寿), usia 88 tahun merayakan beiju iwai (米寿), usia 90 tahun merayakan sotsuju (卒儒), dan usia 99 tahun disebut dengan perayaan hakuju (白寿). Berikut ini penjelasan beberapa ritus di usia lanjut.

a. Kanreki Iwai

Toshi iwai pada usia 61 tahun dilakukan karena dipercaya usia 61 tahun adalah tahun kembali ke tahun kelahiran. Maksudnya orang tua itu kembali kepada keadaan anak-anak, yaitu tidak sanggup melakukan pekerjaan, harus dirawat dan sudah pensiun dari pekerjaan. Maka anak melakukan ritus

48

kanrekibagi orang tuanya. Seluruh anak dan cucunya berkumpul kemudian orang tua tersebut memakai akai cancan ko.

Namun, sekarang ini meskipun telah berusia 60 tahun, orang tua Jepang masih melakukan pekerjaan. Jadi, sekarang orang Jepang lebih banyak merayakan toshi iwai pada usia 70 tahun (koki).

b.Beijuu Iwai

Di Jepang kalau telah berusia 88 tahun akan mengadakan perayaan beiju. Kata beiju dalam huruf kanji dituliskan dengan kata kome (米) atau beras, karena kalau huruf kome (米) dalam huruf kanji dipisah-pisah, maka akan menjadi huruf 88 dalam huruf kanji (八+八) yang disebut beiju. Perayaan ini dihadiri keluarga dan teman-teman dari yang berulang tahun.

c. Hakujuu Iwai

Hakujuu Iwai merupakan upacara syukuran atas kehidupan. Hakujuu Iwai dilaksanakan ketika orang tua berusia 99 tahun atau upacara ulang tahun ke-99 tahun. Upacara ini dilakukan anak-anak kepada orang tuanya sebagai ucapan terima kasih. Dimana status orang tua yang sebelumnya merupakan kepala keluarga berubah menjadi penasihat di dalam keluarga. Pada ritus ini anak yang mengadakan upacara selamatan kepada orang tuanya.

Upacara selamatan ulang tahun di usia lanjut ini dilakukan sebagai ucapan terimakasih kepada dewa atas umur yang panjang dan pertolongan dewa sepanjang usianya. Pada ritual ini orang tua yang menjadi tuan, dan menjadi giliran anak untuk membahagiakan orang tuanya. Ini merupakan acara penghormatan terima kasih kepada orang tua yang telah bekerja keras bagi

49

keluarga dan masyarakat selama bertahun-tahun dan merayakan panjangnya usia orang tua tersebut.

Di usia pensiun sejak usia 60 tahun, orang tua menyerahkan tugas sebagai pemimpin keluarga kepada anaknya dan beralih menjadi pembimbing bagi anak-anaknya dan bergabung kepada kelompok orang yang dituakan. Orang tua tidak lagi memimpin keluarganya, tapi mengikuti segala keputusan anaknya dan hanya bertindak sebagai pembimbing. Pada usia ini orang tua tidak lagi bekerja dan hanya bersenang-senang dengan cucunya.

Dokumen terkait