• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 25 Juli 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kebumen dan pada tahun yang sama menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta dan lulus pada tahun 2008. Selepas lulus pendidikan sarjana, penulis bekerja di Pusat Penelitian Biologi LIPI sejak tahun 2008 sebagai staf peneliti dengan bidang keahlian ekologi satwa. Pada tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan pada jenjang S2 di Program Studi Biodiversitas Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan tropis merupakan habitat bagi sebagian besar jenis primata (Mittermeier & Cheney 1987, Chapman et al. 2006). Sebagai habitat penting bagi primata, hutan tropis menghadapi tekanan yang besar akibat dari kerusakan habitat dan kegiatan perburuan (Mittermeier & Cheney 1987). Kedua faktor ini merupakan ancaman utama yang menyebabkan penurunan populasi primata. Degradasi dan fragmentasi habitat secara langsung akan berdampak pada penurunan sumber daya lingkungan, isolasi yang lebih besar terhadap populasi serta semakin intensifnya efek tepi terhadap populasi primata. Tercatat satu dari empat jenis primata saat ini terancam punah sebagai akibat dari hilangnya habitat (Mittermeier 1996, IUCN 2011).

Lutung jawa (Trachypithecus auratus) termasuk satwa primata yang dilindungi perundangan RI berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-II/1999 serta masuk dalam kategori Vulnerable A2cd (IUCN 2011) dan Appendix II CITES. Diperkirakan penurunan populasi lutung jawa lebih dari 30% dalam kurun waktu 10 tahun atau tiga generasi terakhir yang diakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitas habitat serta potensi eksploitasi yang tinggi. Kerusakan habitat akibat degradasi dan konversi hutan menjadi areal pemanfaatan menyebabkan habitat lutung jawa menjadi terfragmentasi dan bahkan terisolasi akibat tidak adanya koridor antar populasi. Cowlishaw & Dunbar (2000) serta Marsh (2003) menyatakan bahwa beberapa spesies primata yang terancam punah saat ini hidup di habitat hutan yang terfragmentasi. Kegagalan adaptasi terhadap perubahan lingkungan akan membawa spesies tertentu kepada kepunahan (Isabirye-Basuta & Jeremiah 2008, Sharkley 1996, Newsome et al. 2005). Kondisi tersebut diperburuk dengan perburuan dan perdagangan satwa primata secara ilegal. Malone (2003) mencatat adanya perdagangan satwa primata di Jawa dan Bali dimana salah satunya adalah lutung jawa. Melihat statusnya yang cukup mengkhawatirkan maka sudah sewajarnya jika lutung jawa menjadi prioritas konservasi satwa di Indonesia.

Gunung Pancar merupakan salah satu habitat lutung jawa (Nijman 2000). Kawasan ini berbatasan langsung dengan permukiman penduduk serta bersentuhan langsung dengan kegiatan pariwisata, perdagangan maupun pertanian. Sebagian besar aktivitas pertanian memanfaatkan areal di sekitar hutan lindung sehingga menyebabkan habitat lutung jawa di kawasan ini terfragmentasi dan terisolasi. Kondisi ini dapat digambarkan dengan data yang diungkapkan FWI (2009) bahwa di Jawa tutupan hutan tinggal 1.02% dengan deforestasi yang terjadi di hutan lindung sebesar 3.07 juta ha (11.77%) dan di kawasan konservasi sebesar 2.15 juta ha (12.82%). Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa degradasai dan fragmentasi habitat ternyata masih saja terus terjadi meskipun laju deforestasi relatif menurun. Hal inilah yang menjadi masalah serius bagi upaya konservasi lutung jawa. Fakta terakhir menunjukkan bahwa di sekitar kawasan Gunung Pancar akan dibangun proyek Sentul Nirwana, sebuah kawasan mega residensial seluas 12 ribu hektar yang nantinya akan mengelilingi dan bahkan

menggusur eksistensi TWA Gunung Pancar. Tekanan yang sedemikian tinggi terhadap habitat lutung jawa di Gunung Pancar memunculkan kekhawatiran akan kelestarian satwa ini di masa depan. Kondisi inilah yang memicu munculnya gagasan dasar untuk melakukan studi mengenai lutung jawa yang ada di Gunung Pancar sebagai salah satu wujud upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Penelusuran pustaka menunjukkan bahwa beberapa studi tentang lutung jawa telah dilakukan meliputi aspek populasi dan distribusinya (Nijman & van Balen 1998, Nijman 2000, Megantara 2004); habitat (Febriyanti 2008, Subarkah dkk. 2011) dan perilaku (Nursal 2001, Prilyanto 2008, Wirdateti 2009). Namun demikian sebagian besar kajian lebih banyak berfokus pada kawasan hutan yang masih relatif baik, sedangkan kajian pada kondisi habitat yang kurang ideal masih relatif jarang dilakukan. Permasalahan ini sangat terkait dengan kondisi yang berkembang sekarang ini bahwa populasi lutung jawa banyak hidup pada kantung-kantung habitat yang terfragmentasi dan terisolasi. Dengan demikian pengungkapan informasi mengenai aspek-aspek bioekologi lutung jawa pada kondisi habitat dan populasi yang kurang ideal merupakan salah satu langkah penting dalam upaya konservasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibbons & Harcourt (2009) yang menyatakan bahwa studi mengenai berbagai aspek bioekologi dasar pada populasi primata yang hidup di fragmen habitat yang terisolasi merupakan kontribusi yang penting bagi upaya konservasi primata.

Perumusan Masalah

Kondisi hutan alam yang merupakan habitat bagi satwa liar semakin terdesak oleh pertumbuhan populasi manusia. Banyak kawasan hutan dikonversi menjadi permukiman, lahan pertanian dan area penggunaan intensif dengan tidak memperhatikan aspek ekologis dan kelestarian lingkungan. Rendahnya kesadaran akan pentingnya hutan sebagai penyeimbang dalam kompleksitas ekosistem merupakan salah satu penyebabnya.

Degradasi dan fragmentasi hutan berimplikasi terhadap menurunnya sumber daya lingkungan, meningkatnya efek isolasi serta bertambah intensifnya pengaruh efek tepi sehingga menjadi ancaman serius bagi kelestarian populasi lutung jawa. FWI (2009) mencatat bahwa saat ini laju degradasi dan fragmentasi habitat hutan di Jawa masih terus terjadi. Kondisi ini menyebabkan banyak populasi lutung jawa terisolasi dalam kantung-kantung habitat yang tersebar dan terpisah satu sama lain. Cowlishaw & Dunbar (2000) serta Marsh (2003) menyatakan bahwa beberapa spesies primata yang terancam punah saat ini hidup di habitat hutan yang terfragmentasi.

Semakin tingginya angka kehilangan habitat yang berpotensi pada kepunahan populasi lutung jawa mendorong untuk segera dilakukan upaya penyelamatan. Salah satu informasi penting yang diperlukan sebagai dasar pengelolaan habitat dan populasi adalah data mengenai bioekologi dasar, salah satunya adalah mengenai perilaku. Kajian mengenai perilaku diharapkan dapat menjelaskan mekanisme adaptasi lutung jawa terhadap kondisi fragmen habitat yang terisolasi.

Studi mengenai perilaku lutung jawa di Gunung Pancar belum pernah dilakukan sebelumnya. Kajian terhadap perilaku lutung jawa pada fragmen habitat yang terisolasi akan memberikan informasi terkait faktor-faktor lingkungan (biologi dan fisik) yang penting bagi kelangsungan hidup populasi lutung jawa. Pengetahuan mengenai dampak fragmentasi dan hilangnya habitat terhadap populasi satwa liar merupakan informasi yang sangat berharga bagi upaya konservasi dan restorasi (Gorresen & Willig 2004).

Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain:

1. Menentukan pola distribusi aktivitas harian lutung jawa pada fragmen habitat yang terisolasi.

2. Mengidentifikasi variabel lingkungan (biotik dan fisik) yang berpengaruh terhadap aktivitas harian lutung jawa pada fragmen habitat yang terisolasi. 3. Menentukan hubungan antara aktivitas harian lutung jawa dengan keberadaan

spesies vegetasi pada fragmen habitat yang terisolasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi dasar mengenai pola distribusi aktivitas, faktor lingkungan penting yang berpengaruh terhadap aktivitas lutung jawa serta asosiasi aktivitas lutung jawa dengan spesies vegetasi pada fragmen habitat yang terisolasi. Data tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap upaya konservasi dan pengelolaan lutung jawa di TWA Gunung Pancar serta kawasan dengan habitat yang terfragmentasi dan terisolasi.

Kerangka Pemikiran

Degradasi dan fragmentasi habitat menyebabkan banyak populasi lutung jawa hidup dalam fragmen habitat yang terisolasi. Implikasi dari kondisi ini adalah menurunnya sumber daya, meningkatnya efek isolasi serta semakin intensifnya efek tepi yang berdampak terhadap terganggunya populasi lutung jawa jawa. Kondisi ini memaksa lutung jawa untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan fisik dan biotik agar dapat bertahan hidup. Beberapa aspek penting terkait perilaku lutung jawa antara lain distribusi aktivitas harian, faktor lingkungan penting yang berpengaruh terhadap aktivitas harian serta asosiasi antara jenis vegetasi dengan aktivitas harian lutung jawa. Informasi mengenai keberhasilan adaptasi terkait beberapa aspek kajian tersebut diharapkan menjadi kontribusi penting bagi upaya konservasi lutung jawa. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Kondisi Habitat Baik Faktor Biotik (Vegetasi) Faktor Fisik - Elevasi - Slope - Tutupan Lahan - Jarak dari Jalan - Jarak dari Kebun Habitat Populasi Lutung Jawa Fragmen Habitat Terisolasi Distribusi Aktivitas Harian Penggunaan faktor lingkungan (fisik dan biologi)

Asosiasi Aktivitas & Vegetasi

Gagal (Punah) Berhasil (Lestari) Konservasi Populasi Lestari Populasi Terganggu Adaptasi

Dokumen terkait