• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1975 dari ayah Mohammad Nasir (alm) dan ibu Sainah Tan (alm). Penulis adalah putra ketujuh dari tujuh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Program Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Nasional, Jakarta dan product development consultant PT Surveyor Indonesia.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, penggunaan bahan tambahan pangan atau produk alami semakin menarik perhatian karena dipercaya lebih aman dibanding bahan tambahan pangan yang dibuat dari bahan sintetik kimia. Terdapat kecenderungan industri pangan, industri kosmetik dan farmasi berupaya menemukan komponen bioaktif dari produk alam melalui proses ekstraksi dan pemurnian.

Sifat dari komponen bioaktif diantaranya adalah kemampuannya sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan diketahui mampu memperpanjang masa simpan produk pangan dengan mekanisme diantaranya penghambatan terhadap reaksi peroksidasi lipid, yang merupakan salah satu reaksi yang mempercepat kerusakan produk selama pengolahan dan penyimpanan (Halliwel 1997). Komponen antioksidan merupakan unsur mikro dalam bahan pangan yang dapat menghambat oksidasi lemak melalui reaksi penghambatan inisiasi atau propagasi reaksi berantai oksidasi, serta melalui serangkaian penangkapan radikal bebas.

Salah satu produk alami yang memiliki kemampuan antioksidan adalah propolis. Propolis merupakan bahan yang diproduksi oleh lebah madu. Beberapa studi menyatakan bahwa propolis memiliki beragam bioaktivitas diantaranya antimikroba, antikanker, dan antioksidan (Ishida 2011). Kemampuan tersebut diperkirakan sebagian besar dipengaruhi komponen asam aromatik, senyawa fenol dan flavonoid (Grange & Davey, 1990). Efek antioksidan propolis diteliti secara tidak langsung melalui kemampuannya dalam melindungi produk pangan dan kemampuan penangkapan radikal bebas (Krol et al. 1990). Oleh karena itu,

propolis menjadi penting karena manfaat dan potensi penggunaannya di industri farmasi, makanan dan minuman. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa propolis memperpanjang masa simpan sosis dan produk daging (Ali et al. 2010;

Tosi et al. 2007), mentega (Ozcan & Ayar 2003), biskuit (Salam & Samiha 2000),

susu (Yang et al. 2009) dan sebagai pengemas makanan (Tosi et al. 2007).

Komposisi propolis sangat kompleks dan banyak komponen aktifnya belum diketahui. Berdasarkan penelitian terakhir, diketahui terdapat lebih dari 300 senyawa berhasil diidentifikasi, walaupun komposisi spesifik berbeda tergantung

2

pada lokasi dan asal tanaman propolis (Bankova et al. 2000). Sifat dan komposisi

kimia propolis yang berbeda pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan asal tanaman (Markham et al. 1996). Menurut Bankova (2005) perbedaan komposisi

kimia ini mempengaruhi kemampuan aktivitas biologisnya Meskipun demikian masih belum jelas mekanisme aktivitas dan sifat dari komponen bioaktif tersebut.

Saat ini, produk propolis yang beredar di Indonesia didominasi oleh produk impor yang berasal dari lebah Apis mellifera. Lebah ini merupakan jenis

lebah yang terkenal di dunia, termasuk di Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki berbagai jenis lebah lokal. Salah satu lebah lokal yang diketahui sebagai penghasil propolis adalah Trigona spp.

Lebah Trigona spp. sebelumnya tidak populer karena menghasilkan

sedikit madu dan sulit diesktrak tetapi propolis yang dihasilkan lebih banyak dibanding lebah yang lain (Hasan 2007). Penelitian mengenai propolis telah umum dilakukan pada lebah madu genus Apis namun masih sedikit pada Trigona spp. Lebah Trigona spp. sendiri merupakan lebah liar di Indonesia yang sudah

dapat dibudidayakan di lima provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Mahani et al. 2011). Pada

penelitian ini, pemilihan sumber propolis di keempat wilayah tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik fisik dan ketersediaannya.

Meskipun banyak senyawa bioaktif terkandung dalam propolis, namun sejauh ini penelitian terhadap kaitan kandungan total fenol dan flavonoid terhadap aktivitas antioksidan propolis yang diperoleh dari beberapa lokasi di Indonesia belum pernah dilaporkan. Beberapa kajian dilakukan untuk melihat hubungan kandungan fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan propolis. Namun sejauh ini penelitian kaitan kandungan fenol dan flavonoid terhadap aktivitas antioksidan propolis dari beberapa tempat di Indonesia belum ada. Meskipun demikian korelasi flavonoid, fenol dan aktivitas antioksidan tidak selalu terjadi. Hal ini bisa berarti ada senyawa lain yang berperan dalam aktivitas antioksidan. Oleh karena itu penyebab perbedaan aktivitas antioksidan propolis dari masing-masing daerah tersebut secara lebih lanjut dapat diketahui menggunakan pendekatan metabolomik.

3 mana yang potensial sebagai sumber antioksidan. Metabolomik adalah proses analisis metabolit yang ada pada suatu organisme secara komperehensif secara kuantitatif dan kualitatif (Dunn & Ellis 2005). Pendekatan metabolomik dalam penelitian ini diarahkan untuk pengklasifikasian sampel sehingga diketahui perbedaan propolis antar masing-masing wilayah dan aktifitas antioksidannya. Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian berbasis metabolomik adalah FTIR. Penggunaan spekstroskopi FTIR dilakukan karena mudah, praktis dan terjangkau. Penggunaan teknik kemometrik yaitu PCA dan PLS pada pendekatan metabolomik digunakan untuk membedakan propolis baik berdasarkan wilayah dan aktifitas antioksidannya.

Studi ini bertujuan untuk menggunakan pendekatan metabolomik dalam mengklasifikasikan propolis dari berbagai wilayah di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas), NTB (Kabupaten Lombok), Kabupaten Ciamis (Jawa Barat), khususnya propolis lebah madu Trigona spp. Selanjutnya mengevaluasi kapasitas antioksidan, kandungan

fenol dan flavonoid propolis. Selain itu, dikaji hubungan kapasitas antioksidan dengan kandungan total fenol dan flavonoid propolis. Pendekatan metabolomik dengan menggunakan FTIR digunakan untuk mengetahui perbedaan komposisi kimiawi propolis setiap daerah dan mengkorelasikannya dengan profil antioksidannya.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi sidik jari metabolomik (metabolomic fingerprint) propolis

dari ke empat wilayah dan mengkorelasikannya dengan profil antioksidannya. 2. Mengevaluasi propolis yang potensial sebagai antioksidan dari beberapa

wilayah tersebut.

3. Menganalisis aktivitas antioksidan, kandungan fenol dan flavonoid dari propolis yang dihasilkan lebah madu spesies Trigona spp. dari berbagai daerah

di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas), Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok), Kabupaten Ciamis (Jawa Barat).

4

Hipotesis

Terdapat perbedaan komposisi kimiawi propolis Trigona spp. dari berbagai

daerah di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas), Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok), Kabupaten Ciamis dan Majalengka (Jawa Barat). Perbedaan ini akan mempengaruhi aktivitas antioksidannya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk pengembangan propolis lebah madu Trigona spp. pada daerah yang memiliki potensi sebagai

2

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah Dan Produk Lebah

Di dunia terdapat beberapa jenis lebah madu. Lebah madu merupakan hewan serangga bersayap termasuk family Apidiae yang mempunyai tiga genus: Apis, Trigona dan Melipona (Murtidjo 1991). Spesies lebah sangat banyak, yang telah dibudidayakan adalah Apis cerana, Apis mellifera, Apis nigrocincta, Apis nuluensis dan Apis koschevnikovi serta Trigona spp.

Lebah madu sepanjang hidupnya selalu bekerja. Selain membantu penyerbukan tumbuhan, lebah madu memproduksi berbagai zat yang bermanfaat bagi kesehatan. Produk yang umum dikenal adalah madu. Padahal sebenarnya banyak produk lain yang dihasilkan yaitu royal jelly, bee pollen, lilin lebah, racun lebah dan propolis.

Lebah Madu Trigonaspp.

Salah satu jenis lebah madu yang mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak yaitu jenis Trigona spp. (Salatino et al. 2005). Lebah ini

merupakan lebah asli Asia dari genus trigona yang memiliki sifat yaitu jarang sekali hijrah serta harga produk madunya lebih tinggi dibandingkan dengan madu produk lebah genus Apis. Karakteristik lain dari Trigona spp. yaitu menghasilkan

madu dengan aroma yang khas yaitu rasa campuran manis dan asam seperti lemon, namun tahan terhadap fermentasi (Suranto 2010). Aroma tersebut berasal dari resin tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah.

Di kalangan konsumen, madu Trigona dianggap lebih bagus sehingga harga madunya lebih mahal dibandingkan dengan madu produksi lebah genus Apis. Selain madu, Trigona spp. juga menghasilkan propolis berkualitas tinggi.

Hal ini ditunjukkan melalui kandungan antioksidannya yaitu flavonoid. Hasan (2009) melaporkan bahwa kadar flavonoid propolis trigona mencapai 4%, sedangkan propolis apis hanya 1,5%.

Lebah Trigona spp. merupakan lebah liar di Indonesia yang sebelumnya

tidak populer karena menghasilkan sedikit madu dan sulit diesktrak tetapi propolis yang dihasilkan lebih banyak dibanding lebah yang lain (Hasan 2007). Trigona

6

spp. termasuk lebah yang tidak memiliki sengat atau disebut stingless bee

sehingga untuk mempertahankan diri lebah ini akan menggigit sebagai bentuk pertahanan ketika sarangnya diganggu. Meskipun lebah Trigona spp. tidak

memiliki sengat, mekanisme pertahanan diri yang unik adalah berupaya melindungi koloni dengan upaya yang lebih keras, yakni memproduksi propolis dalam jumlah besar. Hal inilah yang menjadikan propolis lebah Trigona spp. lebih

banyak dibanding lebah lainnya.

Produksi propolis lebah anggota famili Meliponidae itu mencapai 80% atau lima kali produksi propolis lebah madu Apis cerana dan Apis mellifera yang

hanya menghasilkan propolis sekitar 15%. Dalam satu koloni, produksi propolis Trigona dapat mencapai 3 kg per tahun; lebah genus Apis berkisar 20—30 gram per tahun. Keistimewaan lainnya dari lebah Trigona spp. menurut Mahani et al.

(2011) adalah kemudahan untuk dibudidayakan, ketahanan terhadap hama penyakit, komponen fitokimia lebih beragam karena keragaman rasa dan warna propolis baku dan tidak mengenal masa paceklik sehingga propolis dapat diproduksi sepanjang tahun dengan hasil yang lebih tinggi

Pengembangan budi daya propolis lebah lokal di Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi karena didukung oleh jenis vegetasi yang beragam di Indonesia dan juga hutan yang sangat luas, yaitu sekitar 200 juta hektar (Mahani

et al. 2011). Lebah Trigona spp. sendiri sudah dapat dibudidayakan di lima

provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Saat ini ada tiga provinsi yang telah berhasil membudidayakan lebah

Trigona spp, yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Propolis di masing-masing provinsi tersebut dapat dipanen setiap empat bulan sekali. Free (1982) menyatakan bahwa lebah Trigona spp. merupakan salah satu

serangga sosial yang hidup berkelompok membentuk koloni dengan jumlah yang sangat besar (300-80.000 pekerja sehingga pertahanannya lebih kuat daripada lebah lainnya. Klasifikasi Trigona spp. sebagai berikut:

7 Divisi : Animalia Filum : Arthopoda Kelas : Insekta Ordo : Hymenoptera Famili : Apidea Genus : Trigona

Spesies : Trigona spp. (Free 1982)

Propolis

Propolis merupakan suatu zat yang dihasilkan lebah madu. Propolis adalah sejenis resin yang karena teksturnya lengket seperti lem disebut sebagai lem lebah (bee glue) (Hausen et al. 1987 dalam Hasan 2010). Propolis berperan dalam

pembangunan sarang, jika kekurangan maka sarang tidak akan sempurna. Menurut Bankova et al. (2000) propolis dalam sarang digunakan oleh lebah

pekerja untuk menutup celah-celah, mendempul retakan-retakan, memperkecil dan menutup lubang.

Propolis dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin dari berbagai macam tumbuhan. Resin dikumpulkan dari kuncup, kulit atau bagian lain dari tumbuhan, kemudian resin dicampur dengan saliva dan enzim pada lebah sehingga menjadi resin baru yang berbeda dengan resin asalnya (Pereira et al.

2002). Selanjutnya dicampur dengan wax (lilin) dan serbuk sari bunga. Campuran dibuat menjadi elastis. Produk campuran elastis inilah yang disebut propolis. Bentuk propolis mentah sebelum diekstraksi yang diperoleh dari sarang lebah disajikan pada Gambar 2.

Sifat aktivitas biologis dari propolis berhubungan dengan asal tumbuhan Gambar 1 Lebah Trigona spp.

8

(Salatino et al. 2005). Hal ini karena meskipun propolis merupakan produk hasil

hewan, komponen penyusunnya sebagian besar merupakan turunan dari tumbuhan. (Kumazawa et al. (2004) mengemukakan bahwa flavonoid pada

propolis dipastikan memiliki asal usul sebagaimana flavonoid pada tumbuhan.

Perhatian terhadap sampel propolis dari zona tropis seperti Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang luas semakin meningkat secara ilmiah dan secara ekonomi. Hubungan antara komposisi kimia propolis dari daerah geografis yang berbeda dengan aktivitas biologis mengarah pada identifikasi prinsip-prinsip aktif, alat fundamental untuk mencapai standarisasi dari produk lebah.

Pada penelitian ini, pemilihan propolis Trigona spp. dari ke empat wilayah

yaitu Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat didasarkan atas aspek perbedaan karakteristik fisik dan ketersediaan propolisnya. Karakteristik fisik propolis mentah dari ke empat wilayah itu berbeda-beda. Propolis Sulawesi Selatan memiliki warna terang (dominan warna merah-kuning) dan sangat aromatik. Sebaliknya propolis Jawa berwarna gelap (dominan hitam) dan hampir tidak memiliki aroma.

Adanya perbedaan karakterisitik fisik propolis ini kemungkinan mempengaruhi pula perbedaan sifat-sifat kimiawi, klinis dan sebagainya. Sementara itu untuk aspek ketersediaan, sebenarnya propolis Trigona spp. dapat

diproduksi hampir di semua propinsi di Indonesia. Tetapi sentra produksi propolis

Trigona spp. di Indonesia pada saat ini masih terbatas di empat wilayah tersebut.

9 Ekstraksi Propolis

Ekstrak propolis diperoleh dari CV Nutrima yang mengumpulkan propolis mentah dari empat wilayah yaitu dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan NTB. Adapun propolis mentah dari ke empat lokasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.

Sebagian besar sampel propolis mentah ini memiliki bau yang khas dengan warna dari kuning sampai coklat kehitaman. Propolis dikumpulkan oleh lebah madu Trigona spp. dari beragam sumber. Komposisi yang tepat dari

propolis mentah bervariasi tergantung sumbernya sehingga kandungan kimia seperti fenol dan flavonoid dalam propolis bervariasi. Propolis mentah tersebut kemudian diekstraksi untuk memperoleh ekstrak propolis. Hasil ekstrak propolis diperlihatkan pada Gambar 4 berikut.

Metode yang digunakan CV Nutrima untuk mengekstrak propolis adalah berdasarkan metode Mahani (2011). Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% karena memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran berbeda yang terdapat dalam propolis dapat terekstrak dengan waktu yang

a. Kalimantan Barat b. Jawa Barat

c. Sulawesi Selatan d. Nusa Tenggara Barat Gambar 3 Propolis mentah dari empat wilayah

10

berbeda. Jumlah rendemen dipengaruhi oleh metode ekstraksi, warna propolis, dan komposisi zat aktif di dalam propolis kasar. Diagram alir proses ektraksi propolis dapat dilihat pada Gambar 5.

Propolis mentah terlebih dahulu dibekukan dalam refrigerator atau freezer. Propolis memiliki sifat membeku dan membentuk padatan keras dan rapuh pada suhu kurang dari 15°C. Tahapan berikutnya adalah pemecahan bahan propolis mentah menggunakan pisau. Proses pemecahan harus dilakukan dengan cepat, saat propolis mentah masih membeku. Untuk memastikan propolis dapat dipecah dengan cepat, propolis mentah sebelumnya dibuat menjadi lempengan dengan ukuran panjang x lebar x tinggi : 20 cm x 8 cm x 2,5 cm. Setiap lempengan propolis mentah ini kira-kira memiliki bobot 1 kg. Pecahan propolis yang dihasilkan harus segera disimpan kembali pada suhu kurang dari 15°C. Pecahan propolis mentah tersebut siap untuk memasuki tahapan proses ekstraksi.

a. Kalimantan Barat b. Jawa Barat

c. Sulawesi Selatan d. NTB

11

Gambar 5 Diagram alir ekstraksi propolis

Proses ekstraksi dengan menambahkan pelarut etanol 70% pada pecahan propolis mentah menggunakan blender berlangsung 5 menit. Tahapan proses ekstraksi adalah; sebanyak 1 kg pecahan propolis mentah dimasukkan ke dalam blender dan segera ditambahkan pelarut etanol 70% dengan perbandingan propolis : pelarut = 1 : 2,5 (B/V). Proses pehancuran ini akan mengubah pecahan propolis menjadi bubur propolis, dengan ukuran butiran propolis yang sangat kecil. Butiran propolis pada bubur tersebut lolos saringan 30 mesh.

Propolis Mentah

Pembekuan (disimpan pada lemari

Pemecahan Propolis

Penghancuran & Pelarutan menggunakan blender 5 menit

• Perbandingan propolis:etanol = 1:2,5 (1) • Perbandingan propolis:etanol = 1:1,5 (2)

Bubur propolis Diendapkan 1 malam

Filtrat

Penguapan menggunakan Rotavapor

Ekstrak Propolis

Penambahan Propilen Glikol

• Ekstrak propolis:propilen glikol=1:12

Propolis Cair

12

Untuk mendapatkan filtrat propolis, bubur propolis diendapkan pada wadah tertutup (kedap cahaya dan udara) selama 12 jam. Filtrat dipisahkan dari ampas dan ditampung pada wadah terpisah (kedap cahaya dan udara). Filtrat yang dihasilkan bersifat pekat. Ampas propolis, ditambahkan lagi pelarut etanol 70% dengan perbandingan (1:1,5 B/V) lalu diblender kembali selama 5 menit. Proses yang sama diulangi hingga 3 kali.

Proses selanjutnya yaitu penguapan/pengentalan filtrate propolis yang dihasilkan. Pengentalan dilakukan dengan alat rotary evaporator yang dihubungkan dengan vacuum pump, pada suhu maksimum 50°C, kecepatan

putaran 3 rpm. Selama proses penguapan/pengentalan, filtrat propolis akan mengalami perubahan warna. Awal proses penguapan/pengentalan, filtrat propolis berwarna coklat gelap. Jika etanol telah habis menguap, dan tersisa air dan propolis, filtrat propolis berubah menjadi coklat susu. Filtrat propolis akan berubah warna kembali menjadi coklat gelap apabila air yang tersisa telah habis menguap. Proses penguapan/pengentalan dihentikan bila dihasilkan ekstrak kental propolis dan berwarna coklat gelap. Pada proses akhir, ekstrak propolis yang diperoleh ditambahkan filler cair (propilen glikol) sesuai konsentrasi yang diinginkan sehingga dihasilkan propolis cair.

Tabel 1 Rendemen Propolis Asal Propolis Propolis Mentah

berat (g)

Propolis Ekstrak berat (g)

Rendemen %

Nusa Tenggara Barat 100 8,2 8,2

Sulawesi Selatan 100 10,1 10,1

Jawa Barat 100 8,2 8,2

Kalimantan Barat 100 8,5 8,5

Berdasarkan informasi dari CV Nutrima maka perbandingan rendemen ekstrak propolis yang diperolah ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 maka propolis dari Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat memiliki yield lebih rendah dibanding propolis Sulawesi Selatan.

Karakteristik Propolis

Propolis memiliki warna bervariasi dari transparan, kuning hingga coklat gelap dengan bau yang khas (Thirugnasampandan 2012). Variasi tersebut dipengaruhi sumber resinnya. Bankova (2009) menyatakan bahwa keragaman

13 jenis tumbuhan asal resin merupakan faktor utama yang menimbulkan perbedaan komposisi senyawa kimia dari propolis. Perbedaan komposisi senyawa kimia yang menyusun propolis menyebabkan perbedaan warna dan aroma propolis pada jenis yang berbeda. Aroma yang tercium merupakan senyawa aromatik yang bersifat mudah menguap (Salatino et al. 2005).

Pada suhu 25-45o

Komposisi Kimiawi Propolis dan Bioaktivitasnya

C tekstur propolis menjadi lengket dan lentur, sedangkan di atas suhu tersebut propolis semakin lengket menyerupai permen karet. Adapun pada suhu rendah, propolis memiliki tekstur keras dan rapuh. Sementara pada suhu 60-70C propolis akan mencair (Suranto 2007).

Secara kimia, komponen kimiawi propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat, dan asam fenolat. Propolis juga mengandung banyak senyawa fenol khususnya flavonoid sehingga propolis merupakan sumber senyawa flavonoid yang baik (Mihai et al. 2011).

Krol et al. (1994) menyatakan bahwa flavonoid merupakan kelompok senyawa

kimia yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan terutama kemampuannya dalam mengikat radikal bebas (free radical scavenging) dan sifat mengkelat

logam (metal chelating).

Senyawa fenol umumnya terdapat pada tumbuhan yang dilaporkan memiliki beragam kemampuan bioaktivitas termasuk aktivitas antioksidan (Kahkonen et al. 1999). Viuda et al. (2008) melaporkan bahwa salah satu ikatan

fenol yang ada dalam propolis yaitu Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) yang kadarnya mencapai 50% dari keseluruhan komponen. CAPE merupakan sisi aktif flavonoid yang bekerja untuk memaksimalkan aktivitas scavenger terhadap radikal bebas, dengan cara menurunkan aktivitas radikal hidroksil (●OH) sehingga tidak terlalu reaktif lagi (Cadenas & Packer 2002).

Menurut Kumazawa et al. (2004) kandungan fenol diperkirakan

bertanggung jawab sebagai antioksidan utama pada propolis. Penelitian kandungan fenol dan flavonoid propolis yang diperoleh dari lebah Apis dari beberapa negara (Laskar et al. 2010, Mohammadzadeh et al. 2007 dan Kumazawa et al. 2004) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan adanya perbedaan

14

vegetasi dari daerah asal propolis sehingga perbedaan lokasi geografis asal propolis tersebut akan menentukan komposisi fenol dan flavonoidnya. Disamping adanya senyawa fenol dan flavonoid, propolis juga mengandung zat gizi penting seperti vitamin dan mineral. Vitamin di antaranya B1, B2, B6, C dan E. Gugus kimia utama yang terdapat dalam resin propolis meliputi asam fenol atau esternya, flavonoid (flavon, flavanon, flavonol, dihiroflavonol dan kalkon), terpen, aldehid dan alkohol aromatik, asam lemak, stilbena dan b-steroid (Marcucci 1995).

Tabel 2 Kandungan fenol dan flavonoid propolis dari beberapa wilayah/negara Wilayah/Negara Fenol mg/g EAG Flavonoid mg/g EK

Indiaa 159.10 ± 0.26 57.25 ± 0.24 Tehran (Iran)b 7.79 ± 0.39 8.46 ± 0.03 Isfahan (Iran) 3.18 ± 0.08 7.11 ± 0.19 Khorasan (Iran) 1.22 ± 0.33 3.08 ± 0.02 Argentinac 212 ± 9.2 130 ± 5.5 Australia 269 ± 16.3 145 ± 6.5 Brazil 120 ± 5.6 51.9 ± 2.4 Bulgaria 220 ± 2.5 157 ± 8.9 Chile 210 ± 11.1 116 ± 9.3 China (Hebei) 298 ± 8.7 147 ± 9.3 China (Hubei) 299 ± 0.5 158 ±10.8 China (Zhejiang) 262 ± 12.6 136 ± 17.4 Hungary 242 ± 0.2 176 ± 1.7 New Zealand 237 ± 6.0 152 ± 12.6 South Africa 99.5 ± 4.4 50.8 ± 0.8 Thailand 31.2 ± 0.7 2.5 ± 0.8 Ukraine 255 ± 7.4 63.7 ± 3.2 Uruguay 187 ± 8.5 168 ± 6.4 United States 256 ± 15.7 122 ± 6.2 Uzbekistan 174 ± 6.7 94.2 ± 6.8 aLaskar et al. 2010; bMohammadzadeh et al. 2007; c

Propolis juga mengandung 16 asam amino essensial yang dibutuhkan untuk regenerasi sel. Dari semua asam amino yang terdapat dalam propolis, arginin dan prolin tergolong yang terbanyak, sekitar 45,8%. Propolis mengandung

15 semua mineral, kecuali sulfur. Zat besi (Fe) dan seng (Zn) adalah kandungan yang terbanyak. Kandungan mineral ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh tanaman. Berdasarkan penelitian terdahulu disimpulkan bahwa perbedaan komposisi propolis dipengaruhi daerah asal propolis (Bankova 2009).

Antioksidan

Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan berguna untuk mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini (Yu 2008). Senyawa antioksidan memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi 2007). Propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan oksidan dan radikal bebas (radikal H2O2, O2● -, OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya (Nakajima et al. 2009).

Aktifitas antioksidan propolis berbeda-beda berdasarkan asal wilayahnya sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Propolis pada tabel tersebut merupakan propolis dari lebah madu Apis (Laskar et al. 2010; Moreira et al. 2008;

Kumazawa et al. 2004). Tabel 3 menampilkan perbedaan aktivitas antioksidan

dari masing-masing wilayah/negara. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi asal daerah propolis.

Tabel 3 Aktivitas antioksidan propolis

Asal wilayah/negara IC50 (mg/ml)

Indiaa 0.07

Bomes (Portugal)b 0.006 ± 0.003

Fundao (Portugal) 0.052 ± 0.003

Brasilc 0,79 ± 0,23

aLaskar et al. 2010; b

Aktivitas antioksidan propolis dipengaruhi oleh komposisi kimiawinya. Oleh karena komposisi kimiawi propolis tersebut berbeda-beda tergantung daerah asalnya yaitu dipengaruhi vegetasinya maka intensitas aktivitas antiokisan dari propolis tersebut kemungkinan juga berbeda-beda.

16

Metode Uji Antioksidan

Banyak metode yang bisa digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan. Metode yang sering digunakan antara lain daya pereduksi atau FRAP,

Dokumen terkait