Penulis dilahirkan di Kowang, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 06 Mei 1991 dari Ibu Susanti dan Bapak Kuncung, dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Kowang Binangun pada tahun 2002 dan Sekolah Menengah Pertama Islam Pambudi Luhur pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas Islam Pambudi Luhur dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman di Institut Pertanian Bogor melalui undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus, kepanitiaan, dan organisasi mahasiswa. Kegiatan organisasi yang pernah diikuti antara lain: Organic Farming IPB (2009-2010), Himasita (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman) 2010- 2011, sebagai Ketua Divisi Bisnis dan Kewirausahaan, OMDA Yogyakarta (Organisasi Mahasiswa Daerah Yogyakarta), sebagai ketua OMDA (2009-2010) Penulis juga aktif dalam kegiatan himpunan organisasi di tingkat nasional seperti HMPTI (Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia) tahun 2010- 2011. Penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan Dasar (2009-2010).
3
ABSTRAK
ARIF MARWANTO. Keefektifan cendawan endofit untuk menekan infeksi Chilli veinal mottle virus pada tanaman cabai (Capsicum annuum L.) Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Cabai merupakan salah satu jenis komoditas hortikultura penting di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi dan konsumsi yang tinggi. Infeksi Chilli veinal mottle virus merupakan salah satu kendala terhadap produktivitas cabai nasional. Penelitian bertujuan mengevaluasi potensi 3 jenis cendawan endofit (H1, H5, dan H12) dalam menekan infeksi ChiVMV dan meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Cendawan endofit diberikan melalui perlakuan benih dan penyemprotan daun pada tanaman cabai varietas TM88. Inokulasi virus dilakukan secara mekanis dan deteksi virus menggunakan metode Double Antibody Sandwich ELISA (DAS ELISA). Rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan cendawan endofit (cendawan isolat H1, H5, H12 dan tanpa cendawan endofit) masing-masing diulang 3 kali. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, volume akar, dan kejadian penyakit. Analisis data menggunakan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5%. Perlakuan cendawan endofit (H1, H5, dan H12) dapat menekan perkembangan ChiVMV berdasarkan nilai absorbansi ELISA yang lebih rendah daripada perlakuan tanpa cendawan endofit, terutama perlakuan cendawan endofit H5. Walaupun demikian perlakuan cendawan endofit tidak dapat menekan persentase kejadian penyakit. Berdasarkan pertumbuhan tinggi tanaman hanya perlakuan cendawan endofit H5 saja yang dapat meningkatkan tinggi tanaman hingga umur tanaman 4 minggu setelah tanam.
3
ABSTRACT
ARIF MARWANTO. Effectiveness of endophytic fungi to suppress Chilli vein mottle virus infection in chilli pepper (Capsicum annuum L.) Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Chillipepper is an important horticultural commodity in Indonesia because of it’s economics and consumption value. Infection of Chilli veinal mottle virus (ChiVMV) is a constraint to chillipepper production. This research is conducted to evaluate the potency of 3 isolates of endophytic fungi (H1, H5, and H12) to suppress ChiVMV infection and to improve growth of chillipepper. The endophytyic fungi was applied through seed treatment and leaf spray on chillipepper variety TM88. Virus inoculation was done mechanically and virus detection was conducted using Double Antibody Sandwich ELISA (DAS ELISA). Experiment was conducted using randomized complete design with 4 treatments of endophytic fungi i.e. fungi isolate H1, H5, aH12, and without endophytic fungi each with 3 replication. Observation was made for disease incidence, plant height, and root volume. Data analysis was conducted using ANOVA followed by Duncan test at 5%. ELISA absorbance value indicated that treatment of endophytic fungi (H1, H5, and H12) can suppress ChiVMV, although the disease incidence is still high. Endophytic fungi isolate H5 tends to improve plant growth showed by its potency to increase plant height up to 4 weeks after planting.
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cabai merupakan salah satu jenis tanaman pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang cukup potensial. Cabai merupakan tanaman hortikultura yang menduduki peringkat tertinggi di Indonesia, berdasarkan produktivitasnya (BPS 2012). Konsumsi masyarakat akan cabai cukup tinggi, tetapi produktivitas tanaman cabai masih sangat rendah. Produktivitas cabai di Indonesia baru mencapai 5.60 ton/ha pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2011 produktivitas cabai mengalami peningkatan menjadi 6.19 ton/ha (BPS 2012). Produktivitas cabai tertinggi dicapai oleh provinsi Jawa Barat sebesar 12.50 ton/ha, sedangkan yang memiliki produktivitas cabai terendah yaitu provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 2.38 ton/ha (BPS 2012). Hal tersebut tentu saja bukan kabar yang menggembirakan, dikarenakan potensi produktivitas cabai nasional dapat mencapai 10 ton/ha (Suwandi et al. 1989). Produktivitas cabai nasional masih rendah dan harus segera ditingkatkan, karena populasi penduduk di Indonesia semakin hari akan semakin bertambah dan kebutuhan cabai pun akan semakin meningkat.
Tanaman cabai dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun di dataran tinggi, pada lahan sawah maupun tegalan dengan ketinggian 0-1000 m di atas permukaan laut. Kemasaman tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai. Tingkat kemasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan cabai yaitu antara 5.5 sampai 6.8. Jika tanaman cabai merah ditanam pada kondisi pH lebih dari 7 maka akan terjadi kekurangan salah satu unsur hara yaitu besi (Fe). Kekurangan unsur hara besi akan menyebabkan tanaman cabai menjadi klorosis, yakni daun akan menguning dan tanaman cabai menjadi kerdil. Tanaman cabai yang ditanam pada kondisi pH kurang dari 5, akan menyebabkan tanaman cabai tumbuh kerdil yang disebabkan kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) ataupun keracunan mangan (Mn) dan almunium (Al) (Knott 1962).
Banyak masalah yang sering dihadapi petani cabai diantaranya yaitu adanya musim hujan yang menyebabkan terhambatnya penanaman cabai. Masalah lain adalah kurangnya strategi penangan pasca panen yang dilakukan petani ketika terjadi panen yang melimpah, sehingga membuat harga cabai menurun drastis. Selain itu ada beberapa faktor abiotik yang menghambat penanaman cabai yaitu suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan kesuburan tanah (Rostini 2011). Selain faktor abotik terdapat faktor biotik yang sangat mempengaruhi pertumbuhan cabai. Faktor biotik yang sering menjadi masalah yaitu gangguan OPT (Organisme Penggangu Tanaman), yang terdiri dari hama dan patogen. Hama yang sering menyerang tanaman cabai yaitu ulat tanah (Agrotis sp.), ulat buah (Helicoverpa armigera), lalat buah (Bactrocera dorsalis), ulat grayak (Spodoptera sp.), thrips (Thrips tabaci), kutu daun persik (Myzus persicae), dan nematoda bintil akar (Meloidogyne sp.) (Rostini 2011). Beberapa penyakit cabai yang disebabkan oleh cendawan diantaranya yaitu rebah kecambah (Phytium sp., Phytophthora sp.), mati pucuk dan busuk buah (Colletotrichum capsisci), bercak daun (Cercospora capsici), hawar daun dan busuk akar (Alternaria solani), hawar bunga (Choanephora cucurbitarum), busuk akar (Sclerotium rolfsii), layu 2
3 (Fusarium solani). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yaitu penyakit layu (Ralstonia solanacearum) merupakan salah satu penyakit yang penting (Panda 2007). Menurut Dolores (1996) virus yang banyak menginfeksi cabai diantaranya Alfalfa mosaic virus (AMV), Cucumber mosaic virus (CMV), Curly top virus (CTV), Pepper mottle virus (PepMov), Potato virus X (PVX), Potato virus Y (PVY), Spotted wilt virus (TSWW), Tobacco etch virus (TEV), Tobacco mosaic virus (TMV), Tobacco rattle virus (TRV), Tobacco ringspot virus (TRSV). Virus yang menginfeksi tanaman cabai di Indonesia diantaranya yaitu CMV, Chilli veinal mottle virus (ChiVMV), Tomato mosaic virus (ToMV), TEV, AMV dan PVY (Sulyo et al. 1995).
Yoon (1987) melaporkan bahwa ChiVMV merupakan salah satu jenis virus yang umum menginfeksi tanaman cabai di Asia dan merupakan salah satu virus utama cabai. ChiVMV pertama kali dilaporkan oleh Burnett pada tahun 1947 pada C. annuum di Malaysia (Ong 1995). Infeksi ChiVMV menyebabkan tanaman cabai menjadi berkurang produktivitasnya serta dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil cabai. Serangan virus ini menjadi terasa semakin penting, ketika kerugian yang dihasilkan cukup besar. Infeksi ChiVMV menyebabkan daun menampakkan gejala belang-belang hijau gelap, daun memiliki bentuk yang tidak beraturan, mengalami malformasi dan menjadi kerdil. Kadang-kadang buah juga menjadi belang-belang atau terhambat perkembangannya sehingga produksi dan kualitasnya menjadi rendah (Ong 1995; Sulyo et al. 1995).
Upaya untuk menekan infeksi ChiVMV telah dilakukan diantaranya yaitu melalui penggunaan benih bebas virus, penanaman tanaman perangkap, pola tanam tumpang sari, pemusnahan sisa tanaman sakit, pemanfaatan musuh alami serangga vektor, rotasi tanaman, dan eradikasi gulma yang merupakan tanaman inang alternatif. Cara pengendalian tersebut harus dilakukan secara terpadu agar dapat mengendalikan penyakit dengan baik (Broadbent 1964). Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan cendawan endofit saat ini sedang banyak diteliti, agar penggunaan bahan kimiawi berkurang sehingga dampak kerusakan terhadap lingkungan juga tertekan.
Cendawan endofit adalah cendawan yang dapat hidup dalam jaringan tanaman inang yang sehat dan tidak menimbulkan gejala penyakit (Caroll 1990). Cendawan endofit sangat berpotensi dalam menekan perkembangan penyakit, karena cendawan endofit dapat hidup di dalam jaringan tanaman sehingga dapat menghambat langsung pertumbuhan patogen (Niere 2002). Pengendalian dengan menggunakan cendawan endofit merupakan salah satu jenis pengendalian secara hayati yang potensial, antara lain karena keberadaan cendawaan endofit sangat berlimpah, beragam, mudah dan banyak ditemukan dari tanaman pertanian maupun gulma rumput-rumputan. Cendawan endofit dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup pada kondisi jaringan tanaman yang sudah terinfeksi patogen, khususnya patogen tular tanah (Sinclair dan Cerkauskas 1996). Sifat cendawan endofit adalah bermutualisme dengan tanaman inang dan tidak menyebabkan gejala, sehingga berpotensi digunakan sebagai agens pengendalian (Doss dan Welty 1995). Cendawan endofit menghasilkan metabolit yang dapat menghambat perkembangan dari patogen. Mekanisme lain dari cendawan endofit yaitu dapat menginduksi ketahanan tanaman inang terhadap penyakit dan hama (Mejia et al. 2004).
3 Dilaporkan oleh Hermawati (2007), bahwa cendawan endofit Nigrospora sp., strain HS1 dan HS2 pada tanaman cabai dapat menekan pertumbuhan populasi Aphis gossypii yang menjadi vektor beberapa jenis virus dengan cara menurunkan keperidian dan memperpanjang siklus hidup kutudaun tersebut. Cendawan endofit yang diisolasi dari Meadow ryegrass (Lolium pratense) dapat digunakan untuk mengendalikan perkembangan Barley yellow dwarf virus (BYDV). Tanaman gandum yang diberi perlakuan cendawan endofit tersebut menunjukkan penurunan tingkat serangan BYDV (Lehtonen et al. 2006). Informasi mengenai potensi cendawan endofit dalam menekan infeksi ChiVMV diperlukan untuk menyusun strategi pengendalian ChiVMV yang lebih menyeluruh.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengevaluasi potensi 3 jenis cendawan endofit (H1, H5, dan H12) dalam menekan infeksi ChiVMV dan meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai.
Hipotesis Penelitian
1. Cendawan endofit dapat menekan perkembangan ChiVMV.
2. Cendawan endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi penggunaan cendawan endofit sebagai salah satu strategi pengendalian ChiVMV sehingga membantu petani dalam mengendalikan ChiVMV. Bila infeksi ChiVMV dapat ditekan diharapkan produktivitas tanaman cabai akan meningkat.
3