• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 9 Maret 1976 anak kedua dari empat bersaudara pasangan suami istri Syamril dan Marni. Pendidikan S1 diselesaikan di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Teknologi Benih Universitas Andalas Padang Sumatera Barat pada tahun 1999. Tahun 2011 penulis mendapatkan beasiswa Karyasiswa Kementerian Riset dan Teknologi untuk melanjutkan studi S2 di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, jurusan Agronomi dan Hortikultura, program studi/mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman.

Saat ini Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT (Badan Pergkajian dan Penerapan Teknologi) pada bidang bioteknologi tanaman khususnya bioteknologi kelapa sawit. Penulis semenjak tahun 2000 aktif meneliti kultur jaringan dan transformasi kelapa sawit yang bekerjasama dengan institusi dalam dan luar negeri baik swasta maupun pemerintah. Penulis terdaftar sebagai anggota organisasi profesi, MAKSI (Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia), dan aktif mengikuti perkembangan pengkajian kelapa sawit pada seminar internasional yang dilaksanakan di Indonesia (Indonesian Oil Palm Conference, IOPC) dan Malaysia (PIPOC).

Selama mengikuti program S2, penulis telah mengikuti kegiatan seminar nasional kelapa sawit yang diselenggarakan oleh MAKSI dan seminar Internasional kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Indonesia. Poster dengan judul “Can SNAP marker be used as indicator of unsaturattedd fatty acid composition in oil palm?” telah disampaikan dalam kegiatan seminar Internasional Kelapa Sawit, Indonesian Oil Palm Conference (IOPC), Green Palm Oil for Food Security and Renewable Energy yang dilaksanakan di Nusa Dua Convention Center, Bali tanggal 17-19 Juni 2014. Hasil penelitian tesis ini telah dipatenkan dengan nomor P00201402143 dan judul “Penanda SNAP (Single Nucleotide Amplified Polimorphism) Berbasis DNA Sekuens dari Fragmen Genomik Gen Stearoyl Acyl carrier protein Desaturase (SAD) sebagai Indikator Kandungan Asam Lemak Tidak Jenuh pada Kelapa Sawit”, di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia sejak 11 April 2014.

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman penghasil minyak nabati dengan kemampuan produksi paling tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Minyak kelapa sawit dapat dimanfaat sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri maupun sebagai alternatif bioenergi (Tan 2009). Produktifitas kelapa sawit per hektar per tahun sepuluh kali lebih tinggi daripada tanaman bunga matahari dan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelapa, dengan potensi hasil bisa mencapai 18-20 ton (Cocchi et al. 2009). Indonesia sejak tahun 2007 merupakan produsen utama minyak sawit dunia, yang memproduksi lebih dari 44% dan menjadi negara konsumen kelapa sawit terbesar juga sejak tahun 2013 (Hariyadi 2010; USDA 2014).

Dua spesies tanaman kelapa sawit yang dikenal luas adalah Elaeis guineensis, yang berasal dari Afrika Barat dan Elaeis oleifera yang berasal dari Amerika Selatan (Corley dan Tinker 2003). E. guineensis telah dibudidayakan secara luas dan komersial sebagai tanaman penghasil minyak nabati, sedangkan pengembangan E. oleifera masih relatif terbatas.

Biosintesis minyak pada buah kelapa sawit tidak terlepas dari proses biosintesis asam lemak pada mesokarpa dan inti biji (kernel). Minyak yang berasal dari mesokarpa dan kernel mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan tergantung pada proses pembentukan dan akumulasi minyak selama perkembangan buah kelapa sawit (Basri et al. 2004). Asam oleat merupakan salah satu komponen utama asam lemak tidak jenuh tunggal pada minyak sawit yang baik untuk kesehatan. Asam oleat bersifat stabil dan diketahui mampu mengurangi resiko serangan penyakit jantung. Selain itu, kandungan asam lemak tidak jenuh juga penting dalam menunjang industri oleochemical dan nutraceutical (Sundram et al. 2003; Georgios et al. 2005; Masani dan Parveez 2008). Terdapat korelasi positif antara tingginya Kandungan asam lemak tidak jenuh dengan tingginya nilai iodine pada minyak sawit, nilai iodine E. oleifera 80 sedangkan Elaeis guineensis 50 (Rajanaidu et al. 2000). Nilai Iodine adalah banyaknya Iodine (gram) yang dibutuhkan untuk menetralkan ikatan rangkap yang terdapat pada 100 gram minyak (Zulkarnain et al. 2011). Kandungan asam oleat dan nilai iodine yang tinggi akan mempengaruhi tingkat liquiditas minyak kelapa sawit, sehingga minyak sawit tidak akan mudah membeku walaupun berada pada suhu yang rendah. Karakteristik ini penting apabila minyak sawit akan dimanfaatkan sebagai sumber energi atau biofuel (Choo dan Cheah 2000).

Minyak yang dihasilkan buah kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat (16:0) dan asam stearat (18:0) serta asam lemak tidak jenuh yang terdiri atas asam oleat (18:1) dan asam linoleat (18:2). Kandungan asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh berbeda antara minyak sawit yang dihasilkan dari buah E. guineensis dan E. oleifera. Minyak sawit dari E. guineensis

2

mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang berkisar antara 40-60%. Sebaliknya, minyak sawit dari E. oleifera dilaporkan mempunyai kandungan asam lemah tidak jenuh yang lebih tinggi, yaitu berkisar antara 70-80% (Rajanaidu et al. 2000). E. oleifera memiliki karakter unggul yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan genetik spesies E. guineensis yang telah dibudidayakan secara komersial, melalui pemuliaan tanaman guna menghasilkan varietas E. guineensis baru dengan karakter unggul kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi (Subhash dan Farida 2012).

Proses pembentukan asam lemak tidak jenuh berhubungan dengan aktifitas enzim stearoyl ACP (acyl carier protein) desaturase (SAD) yang merupakan gen kunci pada pembentukan asam oleat. Mesokarpa buah kelapa sawit mengandung enzim SAD yang aktif dan sebagian besar enzim SAD efektif membentuk asam oleat (Parveez 2004). Sejumlah gen kunci yang berperanan dalam pembentukan asam lemak pada tanaman secara umum, juga mempunyai fungsi yang sama dalam biosintesis asam lemak pada buah kelapa sawit (Basri et al. 2004).

Gen SAD merupakan gen penyandi enzim stearoyl ACP desaturase, yang merupakan lintasan gen awal untuk pembentukan asam lemak tidak jenuh pada tanaman. Gen SAD menyandi protein yang berfungsi dalam biosintesis asam lemak tidak jenuh (asam oleat dan asam linoleat). Karakterisasi dan purifikasi gen penting tersebut pada kelapa sawit telah dilakukan (Ravigadevi et al. 2000), namun studi yang mempelajari keragaman DNA sekuens dari gen SAD antar varietas dan spesies kelapa sawit yang mempunyai perbedaan kandungan dan komposisi asam lemak tidak jenuh belum terdokumentasi dengan baik.

Mesokarpa kelapa sawit sangat aktif dan efektif merubah hampir semua stearoyl ACP menjadi oleoyl-ACP dalam pembentukan asam oleat pada lintasan bisosintesis asam lemak pada kelapa sawit, sehingga untuk meningkatkan kandungan asam oleat pada kelapa sawit dibutuhkan peningkatan aktifitas gen SAD. Mesokarpa E.oleifera mengandung komposisi asam lemak tidak jenuh (asam oleat) lebih tinggi dibandingkan E.guineensis, mempelajari dan membandingkan aktifitas gen SAD pada kedua spesies ini akan membantu mengetahui kunci utama yang menyebabkan perbedaan komposisi asam lemak tidak jenuh pada kedua tanaman ini (Siti et al. 2001).

Marka molekuler berbasis keragaman sekuens DNA semakin luas digunakan dalam pemuliaan tanaman karena dapat berfungsi sebagai indikator tidak langsung untuk menseleksi berbagai gen-gen atau karakteristik penting yang mempengaruhi sifat-sifat agronomis unggul pada tanaman (Raj et al. 2011). Salah satu marka molekuler yang bersifat polimorfik dan mampu berfungsi sebagai pembeda adalah marka SNAP (single nucleotide amplified polymorphism) (Ruangchai et al. 2011) yang dikembangkan berdasarkan keberadaan lokus SNPs (single nucleotide polymorphism) akibat keragaman DNA sekuens pada genom tanaman. Satu fragmen DNA yang identik, tetapi berasal dari individu yang berbeda, seringkali mempunyai keragaman dalam DNA sekuensnya. Perbedaan basa tunggal diantara fragmen DNA yang sama disebut sebagai SNPs. Marka molekuler SNAP, yang dikembangkan berbasis keberadaan SNPs, setelah dievaluasi akan dapat membantu pemulia tanaman untuk secara tidak langsung menseleksi galur-galur hasil pemuliaan tanaman dengan daya hasil tinggi atau yang mempunyai keunggulan tertentu seperti resisten terhadap penyakit dan tahan cekaman abiotik. Marka SNPs berbasis pada keragaman DNA sekuens dari

3 fragmen gen tertentu paling banyak digunakan karena langsung berhubungan dengan fungsi gen target yang diinginkan, bersifat stabil, dapat diulang dan mampu menghasilkan marka dengan resolusi yang bagus (Syvanen 2001).

Marka molekuler SNPs pada kelapa sawit telah dikembangkan untuk mendeteksi perbedaan sifat terkait dengan warna buah dan ketebalan cangkang. Marka SNPs yang telah dikembangkan tersebut mampu memprediksi warna buah dan ketebalan cangkang dengan tingkat akurasi yang tinggi (Ooi et al. 2011). Pada tanaman Brassica yang juga penghasil minyak nabati, perubahan gen FAD2 dan FAD3 yang berbasis SNPs dapat digunakan sebagai marka molekuler (US Pat.No.2006/0248611 A1) (Xueyi et al. 2006).

Tujuan Penelitian

Tujuan umum : Mendapatkan marka molekuler SNAP berbasis SNP yang dapat digunakan untuk memprediksi kandungan asam lemak tidak jenuh kelapa sawit.

Tujuan khusus :

(1) Mengisolasi dan mengetahui runutan nukleotida fragmen gen SAD dari sumber keragaman kelapa sawit.

(2) Mempelajari dan mengidentifikasi keragaman nukleotida gen SAD dalam rangka pengembangan Marka molekuler berbasis SNPs.

(3) Mengembangkan marka SNAP berbasis SNPs berdasarkan keragaman nukleotida gen SAD yang dapat mengindikasikan kandungan asam lemak tidak jenuh dan asam oleat khususnya pada kelapa sawit.

Hipotesis

(1) Terdapat keragaman runutan nukleotida fragmen gen SAD dari spesies kelapa sawit E. guinensis dan E. Oleifera.

(2) Marka SNAP berbasis single nucleotide polymorphisms (SNPs) dapat diperoleh berdasarkan keragaman gen SAD pada spesies kelapa sawit yang dapat mengindikasikan keragaman dan kandungan asam oleat (asam lemak tidak jenuh) pada kelapa sawit

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk mengembangkan komoditas kelapa sawit dengan kandungan asam oleat (asam lemak tidak jenuh) yang tinggi. Kelapa sawit dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi juga mengindikasikan kualitas minyak yang baik bila dimanfaatkan sebagai sumber biodiesel, karena menyebabkan tingkat liquiditas minyak yang tinggi bila digunakan pada suhu rendah. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh industri benih kelapa sawit untuk menseleksi induk superior, meningkatkan efisiensi seleksi dan mengurangi jumlah generasi silang balik pada backcross E.oleifera dan E.guineesis. Pada perbanyakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan dapat digunakan untuk memilih tanaman induk yang berpotensi mengandung asam oleat dan asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Marka ini juga dapat digunakan sebagai alat deteksi dini hasil transformasi untuk mendapatkan tanaman unggul dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi.

4

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang saling berkaitan menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan penelitian yang melingkupi: (1) Penelusuran data aksesi DNA sekuens gen SAD asal kelapa sawit dan menggunakannya untuk mendisain SAD spesifik primer. (2) Isolasi DNA genom dari daun kelapa sawit

dan amplifikasi fragmen genomik gen SAD asal kelapa sawit dari spesies E. guineensis dan E. oleifera dengan primer SAD spesifik menggunakan teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR). (3) DNA sequencing fragmen genomik gen SAD asal kelapa sawit dan analisis keragaman DNA sekuens untuk

mengidentifikasi keberadaan situs SNPs pada fragmen genomik gen SAD. (4) Disain pasangan primer SNAP spesifik berbasis keragaman DNA sekuens

(SNPs) pada fragmen genomik gen SAD. (5) Uji efektivitas pasangan primer SNAP spesifik. (6) Pengembangan marka SNAP berbasis keragaman gen SAD untuk mengindikasikan kandungan asam lemak tidak jenuh kelapa sawit. Bagan alir penelitian secara rinci disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

Amplifikasi dg SNPs primer

Elektroforesis dan Analisis Amplifikasi DNA genom dengan

Primer Spesifik

Elektroforesis

Allignment, identifikasi SNPs

Disain SNPs Primer Isolasi DNA Genome E.guineensis & E.oleifera

Purifikasi DNA Amplifikasi

Perunutan Nukleotida Database

gen SAD (NCBI)

Isolasi DNA genom 50 aksesi kelapa sawit

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak nabati mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Komoditas kelapa sawit berperan dalam menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan dan devisa bagi negara, stimulator pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru di pedesaan, serta sebagai sumber pangan dan energi yang penting bagi Indonesia (Warta 2008).

Genus Elaeis terdiri atas tiga spesies yakni Elaeis guineeensis, Elaeis oleifera dan Elaeis odora yang dikenal juga dengan nama Barcella odora (Corley dan Tinker 2003). Namun, yang banyak dikenal dan dimanfaatkan adalah E.guineensis dan E.oleifera. Kelapa sawit adalah tanaman bergenom diploid yang memiliki 32 kromosom dengan 16 pasang kromosom homolog. Elaeis berasal dari kata bahasa Yunani elaion dengan arti minyak, sedangkan guineensis didasarkan kepada asalnya yakni Guinea (pantai Barat Afrika), penamaan ini diberikan oleh Jacquin (1973) ( Corley dan Tinker 2003; Lubis 1992).

Elaeis oleifera atau Elaeis melanococca berasal dari Amerika Selatan, merupakan spesies penting sebagai sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan karakter kelapa sawit komersial (E.guineensis). Kanopi E.oleifera relatif kecil dengan pertumbuhan tinggi tanaman hanya 20 cm/tahun, sedangkan E.guineensis mencapai 45 cm/tahun, sehingga dapat ditanam lebih banyak perhektarnya dan lebih mudah untuk melakukan pemanenan. Perbandingan bunga jantan dan buang betina cukup tinggi, dengan tandan bunga jantan yang sedikit sekali. Disamping itu E.oleifera memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi (70-83%) dari pada E.guineensis (40-60%) (Lubis 1992; Pamin 1998).

Introduksi kelapa sawit ke Indonesia dimulai pada tahun 1848 dengan penanaman 4 bibit tanaman kelapa sawit di Kebun raya Bogor. Dari keempat bibit tersebut dua bibit diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada bulan Februari 1848, dan dua bibit lain diintroduksi dari Amsterdam pada bulan Maret 1948. Kemudian dari 4 bibit ini kelapa sawit menyebar menjadi tanaman komersial seperti saat ini. Awalnya kelapa sawit ditanam sebagai komoditi perkebunan dilakukan pada tahun 1911 yang dibangun oleh M.Adrien Hallet berkebangsaan Belgia dengan menanam tanaman kelapa sawit di Perkebunan Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) (Pamin 1998).

Taksonomi tanaman kelapa sawit adalah : Divisi : Tracheophy Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae Familia : Palmae Sub Famili : Cocoidae Genus : Elaeis

6

Gambar 2. Ragam tanaman kelapa sawit.(A) Elaeis guineensis Nigrescens, (B) E. guineensis Virescens, (C) E. oleifera. (D) Buah E.guineensis var.

Tenera (Nigrescens), (E) Buah E. guineensis var. Virescens, (F) Buah E.

guineensis var. Dura (Nigrescens), dan (G) Buah E. guineensis var. Pisifera (Nigrescens).

Kelapa sawit diklasifikasikan berdasarkan berbagai hal yang dapat dibedakan atas tipe buah, bentuk buah, tebal cangkang dan warna buah. Berdasarkan ketebalan cangkang buah ada tiga tipe tanaman kelapa sawit, yakni: tipe Dura, tipe Pisifera, dan tipe Tenera (Basri et al. 2004). Salah satu ciri E. guineensis tipe Dura adalah mempunyai cangkang biji yang tebal dan sabut atau mesokarpa yang tebal. Kelapa Sawit tipe Dura pada umumnya digunakan sebagai induk betina dalam pemuliaan kelapa sawit. Tipe Pisifera mempunyai cangkang biji tipis yang digunakan sebagai induk jantan dalam pemuliaan kelapa sawit (Latiff 2000). Kelapa sawit tipe Tenera merupakan kelapa sawit yang dibudidayakan secara komersial untuk menghasilkan minyak. Karakteristik buah Tenera mempunyai ketebalan cangkang biji sedang dan sabut yang tebal sehingga

A B C D E F G

7 banyak mengandung minyak (Latiff 2000; Basri et al. 2004). Kelapa sawit Tenera pada umumnya merupakan hibrida dari persilangan antara tetua betina Dura dan tetua jantan Pisifera (Hafiz dan Rashid 2011), keragaman kelapa sawit seperti terlihat pada Gambar 2.

Berdasarkan warna buah, kelapa sawit dapat dibedakan atas varietas nigrescens, virescens dan Albescens. Varietas nigrescens, buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi merah-kuning (orange) sesudah matang, dengan warna buah yang hampir sama baik yang masih muda ataupun yang sudah masak fisiologis sehingga sulit untuk membedakan perkembangan buahnya. Kelapa sawit dengan warna buah kehijauan saat muda dan buah tua berwarna kekuningan dikenal sebagai Virescens (Latiff 2000). Akibat perubahan warna tersebut memudahkan proses pemanenan tandan buah karena tandan buah yang siap panen akan mempunyai warna buah yang berbeda dengan tandan buah yang masih muda (Hafiz dan Rashid 2011). Buah albescens berwarna kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit protein (Lubis 1992).

Komposisi minyak nabati secara umum terdiri atas trigliserida asam lemak yang bisa mencapai 95%, asam lemak bebas (Free Fatty Acid), monogliserida dan digliserida, serta beberapa komponen lain seperti phosphoglyserida, vitamin, mineral dan sulfur. Minyak kelapa sawit terdiri atas dua jenis yang berasal dari bagian buah yang berbeda yakni CPO (crude palm oil) yang berasal dari daging buah, dan Palm Kernel Oil (PKO) yang berasal dari inti biji kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai bahan pangan dan industri setelah melalui proses penyulingan, penjernihan, dan penghilangan bau (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, RBDPO). CPO dapat diuraikan untuk memproduksi minyak sawit cair (RBD Olein) dan minyak sawit padat (RBD Stearin). RBD olein digunakan untuk minyak goreng, sedangkan RBD stearin digunakan untuk margarine dan shortening, serta sebagai bahan baku industri sabun dan deterjen. Produk minyak kelapa sawit disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Produk minyak kelapa sawit

CPO - PKO

Edible products Non edible Products

Oleochemicals Soap

Detergent powder

 Fatty acids  Cooking oil/Fats

 Margarine and Shortening (Fats for Bakery Products

Fatty Alcohol  Fatty Acid mathyl

 Fatty Amines  Table Margarine

 Speciality Fats  Cocoa Butter

Replacers

Coffea Whitener, etc

Liquid detergent Loundry soap

Toilet soap Glycerine

8

Produk turunan kelapa sawit (CPO dan PKO) dapat dibagi atas produk pangan dan non pangan. Produk pangan umumnya digunakan untuk minyak goreng, mentega dan cocoa butter, sedangkan non pangan dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun, oleochemical dan sumber energi alternatif yang dikenal dengan biodiesel. Komitmen negara-negara di dunia untuk menggunakan biodiesel dan bioethanol sebagai sumber energi, menjadi peluang untuk perkembangan industri kelapa sawit, disamping itu diversifikasi produk dan pengembangan produk baru dengan nilai tambah diharapkan berlanjut sehingga memperkuat industri kelapa sawit (Pamin 1998; Tan 2009; Bangun 1998).

Minyak kelapa sawit relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan dunia, dari awal sampai sekarang fokus perhatian perkembangan industri sejak tahun 1968 salah satunya adalah Indonesia dapat menjadi pemasok utama minyak nabati utama dunia. Hal ini tidak terlepas dari beragam manfaat dan kegunaaan minyak kelapa sawit, produksi yang semakin meningkat, aspek nutrisi dan harga yang kompetitif (Pamin 1998). Di pasar pangan dunia, minyak sawit bisa ditemukan sebagai komponen pada satu dari setiap 10 produk pangan yang diperdagangkan (Hariyadi 2010).

Metabolisme Asam Lemak dan Gen SAD (Stearoyl ACP Desaturase)

Pembentukan minyak pada kelapa sawit tidak terlepas dari metabolisme pembentukan asam lemak pada mesokarpa dan inti biji kelapa sawit. Gen-gen kunci dalam pembentukan asam lemak secara umum pada tanaman juga terdapat pada metabolisme pembentukan kelapa sawit seperti pada Gambar 4. Gen ß- ketoacyl ACP Syntetase II (KAS II) dan Stearoyl ACP Desaturase merupakan bagian dari gen-gen kunci yang penting pada biosinthesis pembentukan asam lemak pada tanaman. Gen SAD berperan dalam merubah C18:0-ACP menjadi C18:1-ACP untuk pembentukan asam oleat. Karakterisasi dan purifikasi gen tersebut pada kelapa sawit telah dilakukan (Ravigadevi et al. 2000), namun keragaman gen-gen tersebut pada varietas dan spesies kelapa sawit belum tereksplorasi dengan baik.

Gambar 4. Biosintesis asam lemak pada tanaman

C18:0-ACP

Stearoyl ACP Thiosterase

C16:0-ACP (palmitoyl-ACP) Biosintesis Asam Lemak C18:1-CoA (oleoyl-CoA) C18:1 (oleic acid) C18:1-ACP (oleoyl-ACP) KAS II Palmitoyl-ACP thloesterase C16:0 (palmitic acid) C18:0 (stearic acid) Stearoyl ACP Desaturase C18:2-CoA (linoleoyl) Oleoyl-CoA desaturase

9 Kandungan dan komposisi asam lemak yang berbeda pada E.guineensis (40-60%) dan E.oleifera (70-80%) mengindikasikan adanya keragaman gen pada pembentukan asam lemak kelapa sawit diantara keragaman gen SAD (Rajanaidu et al. 2000). Keragaman ini dapat diidentifikasi dengan memanfaatkan teknologi molekular untuk mendapatkan tanaman kelapa sawit unggul.

Kandungan asam oleat tinggi baik untuk kesehatan terutama dalam mengurangi resiko penyakit jantung. Tingginya kandungan asam oleat bersamaan diindikasikan dengan tingginya nilai iodine. Kedua faktor ini akan mempengaruhi tingkat liquiditas minyak kelapa sawit, dimana minyak tidak akan mudah membeku walaupun berada pada suhu yang rendah. Hal ini penting apabila minyak kelapa sawit dimanfaatkan sebagai sumber energi, biofuel.

Gambar 5. Dua alur biosintesis asam lemak pada daun Arabidopsis

Sumber : http://lipidlibrary.aocs.org/plantbio/fa_biosynth/ index.htm Biosintesis asam lemak disamping dikontrol oleh DNA pada inti sel, juga terjadi di organel sel yakni pada plastid dan retikum endosplasma (Gambar 5). Dua jenis asam lemak desaturases bertanggung jawab atas asam lemak tidak jenuh yakni asam lemak desaturase-2 (FAD2) dari retikulum endoplasma (ER) dan lemak Asam desaturase-6 (FAD6) dari plastida mengkodekan dua v-6 desaturases yang mengkonversi asam oleat (18:1) menjadi asam linoleat (18:2) dengan memasukkan ikatan ganda pada posisi-6. Sedangkan asam lemak desaturase-3 (FAD3) pada Retikum Endoplasma dan asam lemak desaturase-7 (FAD7) atau asam lemak desaturase-8 (FAD8) dari plastida yang menyandikan tiga desaturases yang mengkonversi asam linoleat (18:2) menjadi asam linolenat (18:3) dengan menyisipkan ikatan ganda pada posisi-3 (Zhang et al. 2012).

10

Pemuliaan Kelapa Sawit

Pemuliaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu contoh program pemuliaan yang berhasil, dimana dari 4 bibit yang di tanam di Kebun Raya Bogor tahun 1848 berkembang menjadi tanaman penghasil minyak nabati terbesar di dunia pada saat ini. Pemuliaan tanaman merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang fokus pada manipulasi keturunan tanaman untuk mengembangkan jenis tanaman baru yang dapat dimanfaatkan oleh manusia (Pamin 1998)

Keberhasilan pelaksanaan pemuliaan kelapa sawit sangat bergantung pada ketersediaan variasi sumber genetik. Indonesia memiliki keragaman genetik kelapa sawit yang tidak luas dan hanya berada dalam kisaran segregasi dari bahan genetik yang sempit seperti Deli Dura dan turunan Tenera/Pisifera yang berkerabat dekat (Warta 2008). Oleh karena itu ekploitasi sumber genetik yang berbeda melalui kegiatan introduksi dan eksplorasi ke pusat-pusat keragaman genetik kelapa sawit di Afrika dan Amerika Selatan penting bagi perkembangan industri kelapa sawit. Persilangan dan seleksi pada pemuliaan kelapa sawit memakan waktu yang cukup lama, demikian pula untuk melakukan crossing guna pemanfaatan karakter yang baik dari famili liar. Dengan adanya perkembangan teknologi Marka Asisted Selection (MAS), dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan, perkembangan marka molekuler sangat membantu pemuliaan kelapa sawit.

Marka molekuler sebagai salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang bioteknologi memberikan dampak positif untuk perkembangan pemuliaan tanaman. Teknologi marka molekuler pada

Dokumen terkait