• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 15 Juli 1983 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Yakin Sabri HS, BA dan Ibu Husnaini, SPd.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan Sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.

Pada tahun 2005 penulis lulus dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.

Tahun 2005 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pangan.

Selama menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai organisasi diantaranya yaitu Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) SPs IPB, Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii PENDAHULUAN..……….……….... 1 Latar Belakang………...……….. 1 Tujuan Penelitian ………. 3 Hipotesis Penelitian ……….…….…………. 3 Manfaat Penelitian ……….... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Kakao... 5 Flavonoid Pada Kakao... 8 Antioksidan... 10 Radikal Bebas dan Kerusakan Sel... 12 Sistem Pertahanan Tubuh Nonenzimatik... 15 Sistem Pertahanan Tubuh Enzimatik... 15 Metabolisme Xenobiotik dan Detoksifikasi Senyawa Beracun... 17 Metabolisme Senyawa Bioaktif... 23 Komponen Darah... 25 Eritrosit... 25

Plasma ... 26 METODOLOGI... 27 Tempat dan Waktu Penelitian... 27 Bahan dan Alat... 27 Alur penelitian ... 28 Metode Penelitian... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN... 37 Keadaan Umum Responden... 37 Aktivitas Enzim Antioksidan Katalase pada Eritrosit... 42 Aktivitas Enzim Antioksidan Katalase pada Plasma... 47 Aktivitas Enzim Sitokrom P-450 pada Eritrosit... 53 Aktivitas Enzim Sitokrom P-450 pada Plasma... 59 Aktivitas Enzim Glutation S-transferase pada Eritrosit... 65 Aktivitas Enzim Glutation S-transferase pada Plasma... 69 SIMPULAN DAN SARAN ... 75 Simpulan... 75 Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA... 77

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan polifenol produk kakao ………. 6 2. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species dan radikal bebas

yang berperan pada kerusakan sel ... 10 3. Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi ... 38 4. Menu makan pagi dan makan malam responden yang

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kakao …...……….... 6 2. Struktur kimia flavonoid ….……….……… ... 6 3. Pembagian kelas Flavonoid ……….………... 8

4. Pembagian kelas Flavonoid ... 10 5. Metabolisme Xenobiotik di tubuh ..………... 19 6. Diagram alir penelitian... 28 7. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Eritrosit Kelompok

Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 43 8. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Eritrosit Kelompok

Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 43 9. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Plasma Kelompok

Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 48 10.Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Plasma Kelompok

Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 48 11.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Eritrosit Kelompok

Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 55 12.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Eritrosit Kelompok

Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 55 13.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Plasma Kelompok

Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 60 14.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Plasma Kelompok

Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 60 15.Reaksi GSH dan CDNB ... 66 16.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada

Eritrosit Kelompok Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 67 17.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada

18.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada

Plasma Kelompok Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ...71 19.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Informed concent

Pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian………... 88 2. Kuisioner kesehatan fisik, pola makan dan

kebiasaan konsumsi makanan jajanan ... 89 3. Jadwal penelitian ... 100 4. Data-data hasil penelitian ... 101

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan bahan pangan yang apabila diolah ke dalam bentuk produk seperti bubuk kakao memiliki citarasa yang enak sehingga banyak disukai oleh masyarakat. Lemak kakao merupakan bagian yang paling banyak diambil dari tanaman ini karena bernilai ekonomis tinggi. Pada saat pemisahan lemak kakao, bubuk kakao itu sendiri tertinggal menjadi produk substandar yang belum banyak dimanfaatkan. Padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa bubuk kakao bebas lemak tadi memiliki kandungan polifenol yang berpotensi sebagai sumber antioksidan. Oleh karena itu masih perlu terus digali pemanfaatan kakao bebas lemak sebagai produk substandar sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula.

Indonesia adalah negara ketiga penghasil kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Ada dua jenis kakao yang umum dikenal di Indonesia, yaitu kakao mulia atau edel kakao (fine/ flavour cocoa) dan kakao lindak (bulk cocoa). Kakao lindak mendominasi hampir seluruh perkebunan di Indonesia. Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat yang baik dapat diperolah bila kakao tersebut difermentasi dengan baik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004), kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh petani, di pasaran internasional dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Namun demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan senyawa kimia dalam biji kakao menjadi berubah terutama senyawa flavonoid yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi dan Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50% selama proses fermentasi. Berbagai cara dilakukan untuk menggali potensi kakao lokal yang non fermentasi tersebut, salah satunya dengan mengekstraksi dan memanfaatkan lemak kakao serta meneliti potensi komponen bioaktif flavonoid

pada bubuk kakao bebas lemak non fermentasi sebagai antioksidan dalam tubuh manusia.

Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa aktivitas antioksidan yang utama bisa diperoleh dari komponen-komponen seperti flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin dan katekin disamping vitamin C, E dan β-karoten. Biji kakao dinyatakan sebagai bahan yang kaya akan flavonoid yang erat kaitannya sebagai zat yang mempunyai kapasitas antioksidan bagi tubuh. Penelitian pendahuluan telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi adanya komponen flavonoid dan senyawa polifenol lainnya baik pada makanan maupun minuman termasuk pada kakao. Misnawi et al (2002) menyatakan bahwa dalam bubuk biji kakao bebas lemak mengandung polifenol sebanyak 5-18 %. Lebih lanjut Zairisman (2006) menyebutkan bahwa kandungan polifenol bubuk kakao bebas lemak jenis lindak (bulk) masak non fermentasi adalah 4,43 g/ 100 g.

Keberadaan antioksidan dalam tubuh sangat berperan penting dalam mengendalikan radikal bebas. Radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) berasal dari sumber alamiah di dalam tubuh dan dari luar. Kelebihan radikal bebas menyebabkan stress oksidatif yaitu keadaan dimana jumlah antioksidan lebih rendah dibandingkan jumlah radikal bebas. Kondisi ini tentunya berakibat fatal bagi kesehatan. Oleh karena itu diperlukan sistem antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, dengan cara meredam dampak negatif senyawa ini atau bahkan langsung memutuskan rantai radikal bebas yang terbentuk. Salah satu system pertahanan yang dibentuk oleh tubuh adalah system enzimatik melalui enzim-enzim antioksidan misalnya katalase.

Meskipun telah banyak diketahui memiliki khasiat sebagai antioksidan bagi tubuh, flavonoid yang terkandung pada bubuk kakao bebas lemak merupakan senyawa asing atau xenobiotik yang apabila masuk ke dalam tubuh kita akan dimetabolisme melalui sistem detoksifikasi yang melibatkan enzim-enzim fase I maupun fase II, maka masih perlu dilakukan penelitian untuk melihat tingkat keamanan bubuk kakao bebas lemak ini dalam tubuh setelah dikonsumsi oleh manusia.

Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Femi (2006), menunjukkan bahwa bubuk kakao bebas lemak dari jenis lindak (bulk) masak non fermentasi yang berasal dari perkebunan Indonesia atau kakao lokal mempunyai kapasitas sebagai antioksidan dan mempunyai potensi sifat immunodulator pada sel limfosit manusia secara in vitro. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan manusia sebagai subjeknya (in vivo). Dengan demikian dapat diketahui bagaimana tingkat keamanannya dalam tubuh apabila dikonsumsi manusia, dengan melihat pengaruhnya terhadap aktivitas enzim antioksidan katalase, sitokrom P-450 (enzim fase I) dan glutation S-transferase (enzim fase II) serta senyawa radikal bebas dalam tubuh manusia. Selain itu penelitian ini penting dilakukan karena diharapkan dapat meningkatkan citra kakao lindak non fermentasi dari Indonesia di pasar dunia.

Tujuan

1. Untuk mengetahui efek minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim antioksidan katalase pada eritrosit dan plasma manusia.

2. Untuk mengetahui efek minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim detoksifikasi Sitokrom P450 (enzim fase I) dan Glutation S-transferase (enzim fase II) pada eritrosit dan plasma manusia.

Hipotesis

1. Minuman bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase dan enzim detoksifikasi Glutation S-Transferase (GST) pada eritrosit dan plasma manusia.

2. Minuman bubuk kakao bebas lemak tidak mengubah atau bahkan dapat menurunkan kadar sitokrom P450 pada eritrosit dan plasma manusia.

Manfaat Penelitian

Membuktikan secara ilmiah dan memberikan informasi tentang khasiat minuman bubuk kakao bebas lemak dari jenis kakao lokal lindak non fermentasi terhadap kesehatan, sehingga bubuk kakao yang merupakan produk sisa pemanfaatan lemak kakao atau substandar ini dapat dijadikan sebagai bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Kakao

Pohon kakao (Theobroma cacao L) diperkirakan mula-mula tumbuh di daerah Amazon utara sampai ke Amerika Tengah. Mungkin sampai ke Chiapas, bagian paling selatan Meksiko. Orang-orang Olmec memanfaatkan pohon dan mungkin juga membuat coklat di sepanjang pantai teluk di selatan Meksiko sekitar 1000 tahun SM. Peradaban pertama yang mendiami daerah Mesoamerika itu mengenal pohon “kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman. Bagi suku Aztec biji kokoa merupakan “makanan para dewa” (theobroma, dari bahasa Yunani).

Klasifikasi ilmiah kakao antara lain: dunia : Plantae

divisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledoneae sub kelas : Dialypetaleae

bangsa : Malvales suku : Sterculiaceae marga : Theobroma Gambar 1 Buah kakao jenis : theobroma cacao L

Kakao adalah biji yang diperoleh dari pohon kakao, Theobroma cacao L, dengan ketinggian pohon 6-12 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada area 30-300 meter, pada suhu sedang yaitu berkisar 18-30 ºC dan membutuhkan kelembaban udara yang cukup dengan curah hujan 1-5 liter/ m2 per tahun (Weisburger 2001).

Rasa asli biji coklat sebenarnya pahit akibat kandungan alkaloid, tetapi setelah melalui rekayasa proses dapat dihasilkan coklat sebagai makanan yang disukai oleh siapapun. Biji coklat mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan protein 9%. Protein coklat kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin. Meski coklat mengandung lemak tinggi namun relatif tidak mudah tengik

TINJAUAN PUSTAKA

Kakao

Pohon kakao (Theobroma cacao L) diperkirakan mula-mula tumbuh di daerah Amazon utara sampai ke Amerika Tengah. Mungkin sampai ke Chiapas, bagian paling selatan Meksiko. Orang-orang Olmec memanfaatkan pohon dan mungkin juga membuat coklat di sepanjang pantai teluk di selatan Meksiko sekitar 1000 tahun SM. Peradaban pertama yang mendiami daerah Mesoamerika itu mengenal pohon “kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman. Bagi suku Aztec biji kokoa merupakan “makanan para dewa” (theobroma, dari bahasa Yunani).

Klasifikasi ilmiah kakao antara lain: dunia : Plantae

divisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledoneae sub kelas : Dialypetaleae

bangsa : Malvales suku : Sterculiaceae marga : Theobroma Gambar 1 Buah kakao jenis : theobroma cacao L

Kakao adalah biji yang diperoleh dari pohon kakao, Theobroma cacao L, dengan ketinggian pohon 6-12 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada area 30-300 meter, pada suhu sedang yaitu berkisar 18-30 ºC dan membutuhkan kelembaban udara yang cukup dengan curah hujan 1-5 liter/ m2 per tahun (Weisburger 2001).

Rasa asli biji coklat sebenarnya pahit akibat kandungan alkaloid, tetapi setelah melalui rekayasa proses dapat dihasilkan coklat sebagai makanan yang disukai oleh siapapun. Biji coklat mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan protein 9%. Protein coklat kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin. Meski coklat mengandung lemak tinggi namun relatif tidak mudah tengik

karena coklat juga mengandung polifenol (6%) yang berfungsi sebagai antioksidan pencegah ketengikan.

Tabel 1 Kandungan total polifenol produk kakao Produk Kakao Jumlah polifenol total (g /100 g)

Bubuk cokelat 2,00

Cokelat batangan 0,84

Susu cokelat 0,50

Sumber: Wollgast dan Anklam (2000)

Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Ada dua jenis kakao yang umum dikenal di Indonesia, yaitu kakao mulia atau edel kakao (fine/ flavour cocoa) yang berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak (bulk cocoa) berasal dari varietas forestero dan trinitro dengan warna buah hijau. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua dan digunakan sebagai bahan komplementer dalam mengolah kakao mulia. Meskipun termasuk kualitas kedua dan digunakan sebagai bahan komplementer, jenis kakao lindak mendominasi seluruh perkebunan di Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Hal ini disebabkan karena jenis kakao ini relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan tingkat produksinya lebih tinggi dibanding kakao mulia (Zairisman 2006, Siregar et al 2007).

Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat yang baik dapat diperolah bila kakao tersebut difermentasi dengan baik. Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004) kakao Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran Internasional dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Namun demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan senyawa kimia dalam biji kakao menjadi berubah, terutama senyawa flavonoid yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi dan Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50% selama proses fermentasi.

Menurut Wollgast dan Anklam (2000), kandungan polifenol total dalam produk kakao berbeda-beda. Terdapat berbagai macam produk olahan dari biji kakao yaitu chocolate liquor (pasta kakao), cocoa powder (bubuk coklat), cocoa butter (mentega kakao) dan dark chocolate. Dark chocolate mengandung 15% chocolate liquor dan 60% cocoa butter, gula dan adiktif. Sedangkan cocoa powder (bubuk coklat) dibuat dengan menghilangkan cocoa butter dari chocolate liquor (Vinson et al. 1999). Produk olahan kakao ini digunakan untuk berbagai jenis olahan makanan, industri farmasi dan industri kosmetik. Bubuk kakao banyak digunakan sebagai bahan pembuat roti, es krim, permen dan juga untuk minuman. Cocoa butter banyak digunakan untuk industri makanan, kosmetik dan farmasi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 2004).

Bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber flavonoid merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak tersebut adalah produk kakao yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan lemaknya. Bubuk kakao bebas lemak dibuat melalui proses sebagai berikut : biji kakao basah dicuci bersih dan dioven pada suhu 50ºC sampai kadar air 7,5%. Selanjutnya kulit ari dipisahkan, keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan blender (penghancur biji). Pasta kakao yang diperolah kemudian dipisahkan lemaknya (defatting) dalam soxhlet apparatus menggunakan pelarut petroleum benzene (titik didih 40-60ºC). Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan sampai kehalusan <40 mesh dan kemudian disimpan dalam kemasan yang kedap udara (Misnawi 2005). Berdasarkan penelitian Misnawi et al (2003) dikemukakan bahwa dalam bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi terdapat 120-180 g/kg polifenol. Bubuk kakao bebas lemak dari verietas bulk masak berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung total fenol sebesar 4,43 gr/ 100 gr. Kandungan polifenol kakao juga sangat tergantung pada proses pengolahan dan produk akhir. Hasil penelitian Misnawi et al. (2002b) juga mendapatkan bahwa aktifitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi walaupun telah dipanaskan sampai suhu 140ºC selama 45 menit.

y p a k p C d a b y j 2 p d d p 2 f Rasa yang dimilik pigmen pew akibat oksid komponen l pengawet da Flavon C6-C3-C6 d dan reaksi k aktivitas an bioflavonoid yang merup jenuh yang 2000). Flavo phenylbenzo dasarnya, ya dari dua cin piran atau p 2000). Hal i flavonoid ad a pahit yang kinya yaitu warna alami, dasi. Adanya lemaknya se ari luar. noid merupa dan berperan kelat pada l ntioksidanny d. Kompone akan senyaw merupakan onoid memi opyrones (ph

aitu tiga cin ncin benzena piron dengan ini dipertega dalah rangka G Flavon g terdapat pa flavonoid. senyawa pe a flavonoid d ehingga men akan kelomp n dalam mek logam (Hall ya di dala en antioksida wa reaktif y penyusun m iliki berat henylchromo ncin utama y a (A dan B) n ikatan gan as lagi oleh aian cincin ka Gambar 2 St noid pada k ada kakao b Flavonoid m emberi cita r dalam kakao ngurangi ke ok senyawa kanisme don l 2001). Fla am tubuh an ini dapat yang dapat b membran, RN molekul ren ones) denga yang saling yang dihubu nda yang dis Miean dan arbon C6C3 truktur kimia kakao berkaitan den memainkan

rasa dan pel o dapat menc ebutuhan aka a yang memp nor hidrogen avonoid umu sehingga menetralisir bereaksi den NA dan DNA ndah, dan p an berbagai melekat. Str ungkan mela sebut cincin Mohamed C6. a flavonoid ngan kompo peran pentin lindung dari cegah keten an penamba punyai ciri k n, penangkap umnya dike sering jug r reaktivitas ngan asam le A (Hammer pada dasarn variasi pad ruktur dasar alui cincin h n ”C” (Midd (2001) bahw onen kimia ng sebagai kerusakan gikan pada ahan bahan konfigurasi pan radikal enal karena ga disebut dari ROS, emak tidak rstone et al nya adalah da struktur r ini terdiri heterosiklik dleton et al wa struktur

Flavonoid yang terpenting yang ditemukan dalam kakao adalah flavanol yang terdiri dari monomer katekin dan epikatekin dan oligomer procianidin (CIC 2001).

Gambar 3 Struktur kimia katekin, epikatekin dan prosianidin pada kakao (Andersen dan Markham, 2006)

Flavonoid yang merupakan salah satu sub kelas dari polifenol mempunyai 7 kelas utama yaitu antochyanin, proantochyanin, isoflavone, flavanone, flavonol, flavanol, dan flavone.

FLAVONOID Flavanon Flavon Luteolin Apigenin Antosianin Delphinidin Sianidin Flavonol Quercetin Kaemferol Proantosianin Flavanol Epikatekin Katekin Isoflavon Genistein Daidzein Polimer flavanol

ASAM FENOLIK Polifenol lainnya

(non flavonoid) Hesperetin Tangertin POLIFENOL R1=H, R2=OH=(+)-catekin Prosianidin R1=OH, R2=H=(-)epikatekin

Kakao mengandung senyawa flavonoid golongan flavanol, yang memberikan efek yang menguntungkan bagi tubuh. Selain itu juga bisa mengurangi resiko mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler, kanker dan osteoporosis dan bisa mencegah penyakit neurodegeneratif serta diabetes militus (Grassi et al 2006). Murphy et al (2003) menyatakan bahwa mengkonsumsi flavonoid dan prosianidin secara teratur dapat meningkatkan konsentrasi epikatekin dan katekin di dalam plasma tetapi tidak menyebabkan oksidasi, dan juga dapat mengurangi agregasi dan aktivasi platelet penyebab peradangan. Prosianidin kakao bermanfaat dalam modulasi respon imun dan inflamasi pada mamalia. Selain itu, prosianidin kakao dari kakao cair ataupun kering bisa terdapat dalam makanan, suplemen dan obat-obatan untuk modulasi produk gen sitokin dan kadar protein dan memberikan efek menguntungkan pada penderita penyakit asma, peradangan akibat virus atau resiko peradangan virus (Schmitz et al 2001). Prosianidin yang dikombinasikan dengan L-arginin meningkatkan pengaruh fisiologis dalam memproduksi nitrat oksida pada mamalia yang mencerna produk itu. Efeknya antara lain menurunkan tekanan darah, ketahanan terhadap penyakit kardiovaskuler dan aktivitas antikanker (Cheuvaux et al 1999).

Pada manusia, bioavailabilitas flavonoid berkisar antara 1-26 %. Pada tubuh kita flavonoid akan bersikulasi dalam plasma, terdapat sebagai glukoronida, methyl dan sulfat konjugat atau kombinasi dari ketiganya yang merupakan hasil reaksi enzim fase I dan fase II (Grassi et al 2006).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Schuler, 1990). Menurut Gutteridge dan Halliwell (1996), antioksidan adalah suatu substansi yang menghentikan atau menghambat kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target. Sementara itu menurut Cillard et al (1980) dan Schluler (1990) antioksidan adalah zat dengan kadar lebih rendah dari zat yang mudah teroksidasi, secara nyata mampu memperlambat oksidasi zat tersebut. Sebaliknya pada kadar tinggi zat antioksidan bersifat peroksidan atau meningkatkan oksidasi. Antioksidan biologis adalah zat yang mampu melindungi

sistem biologis dari kerusakan akibat kelebihan oksidasi (Krinsky 1992). Antioksidan primer adalah zat yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk yang stabil, sedangkan antioksidan sekunder atau antioksidan preventif dapat mengurangi laju awal reaksi rantai atau tahap inisiasi reaksi oksidasi.

Ada 2 macam antioksidan yaitu antioksidan primer dan sekunder (Winarno, 1997), yaitu :

1. Antioksidan Primer

Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam seperti tokoferol, lesitin, fosfatida, dan asam askorbat serta antioksidan buatan seperti BHA (Butylated hydroxyanisole), BHT (Butylated hydroxytoluene), dan PG (Propylgallate).

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergi. Beberapa asam organik tertentu dapat mengikat logam-logam (sequestran), misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA (Etilendiamin tetra asetat) adalah sequestran logam yang sering digunakan dalam minyak salad.

Mekanisme kerja antioksidan dapat melalui beberapa cara, antara lain yang dilaporkan oleh Charpentier dan Cateora (1996) adalah: 1) menghambat terbentuknya radikal bebas, 2) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk (scavenger), 3) menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan 4) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom P- 450. Penghambatan reaksi radikal bebas akan melidungi hepatosit normal dari kerusakan dan mengoptimalkan lingkungan bagi sel-sel hati untuk bergenerasi. Menurut Shahidi (1997), antioksidan diketahui bekerja pada berbagai tahapan oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen, menangkap singlet oksigen, pencegahan tahap inisiasi reaksi rantai melalui penangkapan radikal hidroksil, pengikatan ion logam katalisator, dekomposisi

produk utama menjadi senyawa non radikal dan pemutusan reaksi rantai untuk mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat. Antioksidan dapat berasal dari bahan alami dan sintetik. Sumber antioksidan alami telah banyak dilaporkan berasal dari tanaman.

Menurut Papas (1999), enzim-enzim antioksidan seperti katalase, glutathion peroksidase, superokside dismutase, dan peroksidase merupakan lini pertama dari

Dokumen terkait