PENGARUH MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS
LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN
DAN ENZIM DETOKSIFIKASI PADA ERITROSIT DAN
PLASMA MANUSIA
FITRI HASANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
RINGKASAN
FITRI HASANAH. Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak Terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan Dan Enzim Detoksifikasi Pada Eritrosit Dan Plasma Manusia. Dibimbing oleh MAGGY T. SUHARTONO dan FRANSISKA R. ZAKARIA
Bubuk kakao bebas lemak merupakan produk substandar dalam pengolahan kakao yang belum banyak dimanfaatkan. Kakao non fermentasi mendominasi hampir semua pengolahan kakao di Indonesia. Bubuk kakao bebas lemak non fermentasi memiliki kandungan polifenol sebesar 4,43 gr/ 100 gr. Kandungan polifenol yang berupa flavonoid ini berpotensi sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Sistem Pertahanan Tubuh Enzimatik terhadap radikal bebas melibatkan berbagai enzim, salah satunya adalah katalase. Sistem detoksifikasi dalam tubuh melibatkan kerja enzim fase I (sitokrom P-450) dan enzim fase II (glutation S-transferase) untuk mengeluarkan toksin atau senyawa asing sehingga tidak membentuk senyawa metabolit radikal dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim katalase dan sitokrom P-450 serta glutation S-transferase pada eritrosit maupun plasma manusia. Selama 25 hari sebanyak 18 responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kakao (n = 9) dan kelompok kontrol (n = 9), di mana kelompok kakao mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang diberi susu skim dan gula, sedangkan kelompok kontrol hanya mengkonsumsi minuman susu skim dan gula saja. Selama penelitian berlangsung makanan dan kesehatan responden di bawah kontrol peneliti. Pengambilan darah responden dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi untuk kemudian dilakukan analisa terhadap aktivitas enzim katalase dengan metode kalorimetri dan sitokrom P-450 serta glutation S-transferase dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari menghasilkan peningkatan secara nyata (p < 0,05) terhadap aktivitas enzim antioksidan katalase pada eritrosit dari 999,64 U/ mg protein menjadi 1020,03 U/ mg protein dan pada plasma dari 539,23 U/ mg protein menjadi 584,18 U/ mg protein. Peningkatan juga terjadi pada enzim glutation S-transferase pada eritrosit dari 0,083 nmol/ min/ mg protein menjadi 0,217 nmol/ min/ mg protein dan pada plasma peningkatan dari 0,129 nmol/ min/ mg protein menjadi 0,293 nmol/ min/ mg protein. Sementara itu enzim detoksifikasi sitokrom P-450 mengalami penurunan secara nyata (p < 0,05) pada eritrosit dari 5,43 nmol/ mg protein menjadi 1,59 nmol/ mg protein dan pada plasma dari 2,11 nmol/ mg protein menjadi 0,78 nmol/ mg protein. Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini bisa disimpulkan bahwa bubuk kakao bebas lemak yang berasal dari perkebunan di Indonesia dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh secara enzimatis terhadap serangan radikal bebas.
ABSTRACT
Fitri Hasanah. The Effects of Fat Free Bulk Cocoa Powder Drinks Consumption on Antioxidant and Detoxification Enzyme Activity in Human Erythrocyte and Plasma. Under the supervision of MAGGY T. SUHARTONO and FRANSISKA R. ZAKARIA
The fat free cocoa powder is substandard product from cocoa processing. Fat free unfermented cocoa powder have about 4,43 gr/ 100 gr of polyfenol. Cocoa is rich in flavonoid with antioxidant activity. Enzymatic defence system in humans consists of: catalase, superoxide dismutase (SOD) and glutathione peroxide (GPx). Detoxification metabolism consists of two phases that enable man to excreate out toxic from the body. This system need enzyme such as cytochrome P-450 and glutation S-transferase (GST). The aim of this research was to determine the effect of Indonesian fat free cocoa powder drink consumption on the antioxidant enzymes activity namely catalase and on the detoxification enzyme namely cytochrome P-450 and GST in human erythrocyte and plasma. Eighteen women healthy subjects were recruited and divided into two groups, control subjects (n = 9) and cacao subjects (n = 9). Cocoa powder drinks containing cocoa (50 %), skim milk (25 %) and sugar (25 %) was given to the groups. The control group received only water contain skim milk (50 %) and sugar (50 %). The criteria of the respondents were healthy according medical diagnosis and signed the informed of consent. Both cocoa and experimental group received medical check up at the beginning and at the end of the intervention. The activity of catalase was analyzed based on calorimetry and spectrofometry. Their peripheral blood were withdrawn to analyze activity of catalase, cytochrome P-450 and GST. The result showed that there was a significant increased in activity catalase of erythrocyte from 999,64 U/ mg protein to 1020,03 U/ mg protein and also on plasma from 539,23 U/ mg protein to 584,18 U/ mg protein. The activity of GST in erythrocyte was a significant increased from 0,083 nmol/ min/ mg protein to 0,217 nmol/ min/ mg protein and also on from 0,129 nmol/ min/ mg protein to 0,293 nmol/ min/ mg protein. The result showed that there was a significant decreased in cytochrome P-450 of erythrocyte from 5,43 nmol/ mg protein to 1,59 nmol/ mg protein and also on plasma from 2,11 nmol/ mg protein to 0,78 nmol/ mg protein. In conclusion, the Indonesian fat free cocoa powder has increased human defences system from free radical attact that may damage the cell.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
PENGARUH MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS
LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN
DAN ENZIM DETOKSIFIKASI PADA ERITROSIT DAN
PLASMA MANUSIA
FITRI HASANAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak
terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim
Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia
Nama Mahasiswa : Fitri Hasanah
NRP : F251050081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil”alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul tesis ini adalah “Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia”, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tim Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yaitu Bapak Dr. Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. (Dosen Pascasarjana Ilmu Pangan IPB) atas bantuan dana penelitian.
Penghargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, pengarahan, saran serta motivasi selama penulis menyelesaikan studi. Terimakasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Nugraha Edi Suyatma, DEA selaku penguji yang telah banyak memberi sarannya.
Kepada semua responden atas keikhlasan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung juga disampaikan rasa terima kasih yang mendalam. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim kakao, yaitu Welli, Eris, Retno, Erni, dan Femi serta teman-teman mahasiswa pascasarjana program studi ilmu pangan khususnya angkatan 2005, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. Terimakasih juga diucapkan kepada teman-teman di Pondok PCH atas kebersamaannya. Tak lupa untuk seluruh rekan-rekan seperjuangan di KMNU IPB, Forum WACANA IPB, PMII semoga kita bisa terus berjuang dan berkarya.
Akhirnya ungkapan terima kasih yang dalam disampaikan kepada Ayahanda Yakin Sabri HS, BA dan Ibunda Husnaini, SPd atas seluruh pengorbanan dan doa yang telah diberikan, juga kepada adik-adik dan keluarga besar di Bengkulu. Tak lupa kepada H. Mahir Moh. Soleh LC “Zaujy al-Mustaqbal bi al-Hubb wa al-Da’am wa al-Du’a” beserta keluarga. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan pahala yang tak terhingga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 15 Juli 1983 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Yakin Sabri HS, BA dan Ibu Husnaini, SPd.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan Sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Pada tahun 2005 penulis lulus dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Tahun 2005 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pangan.
PENGARUH MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS
LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN
DAN ENZIM DETOKSIFIKASI PADA ERITROSIT DAN
PLASMA MANUSIA
FITRI HASANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
RINGKASAN
FITRI HASANAH. Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak Terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan Dan Enzim Detoksifikasi Pada Eritrosit Dan Plasma Manusia. Dibimbing oleh MAGGY T. SUHARTONO dan FRANSISKA R. ZAKARIA
Bubuk kakao bebas lemak merupakan produk substandar dalam pengolahan kakao yang belum banyak dimanfaatkan. Kakao non fermentasi mendominasi hampir semua pengolahan kakao di Indonesia. Bubuk kakao bebas lemak non fermentasi memiliki kandungan polifenol sebesar 4,43 gr/ 100 gr. Kandungan polifenol yang berupa flavonoid ini berpotensi sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Sistem Pertahanan Tubuh Enzimatik terhadap radikal bebas melibatkan berbagai enzim, salah satunya adalah katalase. Sistem detoksifikasi dalam tubuh melibatkan kerja enzim fase I (sitokrom P-450) dan enzim fase II (glutation S-transferase) untuk mengeluarkan toksin atau senyawa asing sehingga tidak membentuk senyawa metabolit radikal dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim katalase dan sitokrom P-450 serta glutation S-transferase pada eritrosit maupun plasma manusia. Selama 25 hari sebanyak 18 responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kakao (n = 9) dan kelompok kontrol (n = 9), di mana kelompok kakao mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang diberi susu skim dan gula, sedangkan kelompok kontrol hanya mengkonsumsi minuman susu skim dan gula saja. Selama penelitian berlangsung makanan dan kesehatan responden di bawah kontrol peneliti. Pengambilan darah responden dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi untuk kemudian dilakukan analisa terhadap aktivitas enzim katalase dengan metode kalorimetri dan sitokrom P-450 serta glutation S-transferase dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari menghasilkan peningkatan secara nyata (p < 0,05) terhadap aktivitas enzim antioksidan katalase pada eritrosit dari 999,64 U/ mg protein menjadi 1020,03 U/ mg protein dan pada plasma dari 539,23 U/ mg protein menjadi 584,18 U/ mg protein. Peningkatan juga terjadi pada enzim glutation S-transferase pada eritrosit dari 0,083 nmol/ min/ mg protein menjadi 0,217 nmol/ min/ mg protein dan pada plasma peningkatan dari 0,129 nmol/ min/ mg protein menjadi 0,293 nmol/ min/ mg protein. Sementara itu enzim detoksifikasi sitokrom P-450 mengalami penurunan secara nyata (p < 0,05) pada eritrosit dari 5,43 nmol/ mg protein menjadi 1,59 nmol/ mg protein dan pada plasma dari 2,11 nmol/ mg protein menjadi 0,78 nmol/ mg protein. Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini bisa disimpulkan bahwa bubuk kakao bebas lemak yang berasal dari perkebunan di Indonesia dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh secara enzimatis terhadap serangan radikal bebas.
ABSTRACT
Fitri Hasanah. The Effects of Fat Free Bulk Cocoa Powder Drinks Consumption on Antioxidant and Detoxification Enzyme Activity in Human Erythrocyte and Plasma. Under the supervision of MAGGY T. SUHARTONO and FRANSISKA R. ZAKARIA
The fat free cocoa powder is substandard product from cocoa processing. Fat free unfermented cocoa powder have about 4,43 gr/ 100 gr of polyfenol. Cocoa is rich in flavonoid with antioxidant activity. Enzymatic defence system in humans consists of: catalase, superoxide dismutase (SOD) and glutathione peroxide (GPx). Detoxification metabolism consists of two phases that enable man to excreate out toxic from the body. This system need enzyme such as cytochrome P-450 and glutation S-transferase (GST). The aim of this research was to determine the effect of Indonesian fat free cocoa powder drink consumption on the antioxidant enzymes activity namely catalase and on the detoxification enzyme namely cytochrome P-450 and GST in human erythrocyte and plasma. Eighteen women healthy subjects were recruited and divided into two groups, control subjects (n = 9) and cacao subjects (n = 9). Cocoa powder drinks containing cocoa (50 %), skim milk (25 %) and sugar (25 %) was given to the groups. The control group received only water contain skim milk (50 %) and sugar (50 %). The criteria of the respondents were healthy according medical diagnosis and signed the informed of consent. Both cocoa and experimental group received medical check up at the beginning and at the end of the intervention. The activity of catalase was analyzed based on calorimetry and spectrofometry. Their peripheral blood were withdrawn to analyze activity of catalase, cytochrome P-450 and GST. The result showed that there was a significant increased in activity catalase of erythrocyte from 999,64 U/ mg protein to 1020,03 U/ mg protein and also on plasma from 539,23 U/ mg protein to 584,18 U/ mg protein. The activity of GST in erythrocyte was a significant increased from 0,083 nmol/ min/ mg protein to 0,217 nmol/ min/ mg protein and also on from 0,129 nmol/ min/ mg protein to 0,293 nmol/ min/ mg protein. The result showed that there was a significant decreased in cytochrome P-450 of erythrocyte from 5,43 nmol/ mg protein to 1,59 nmol/ mg protein and also on plasma from 2,11 nmol/ mg protein to 0,78 nmol/ mg protein. In conclusion, the Indonesian fat free cocoa powder has increased human defences system from free radical attact that may damage the cell.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
PENGARUH MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS
LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ANTIOKSIDAN
DAN ENZIM DETOKSIFIKASI PADA ERITROSIT DAN
PLASMA MANUSIA
FITRI HASANAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak
terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim
Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia
Nama Mahasiswa : Fitri Hasanah
NRP : F251050081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil”alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul tesis ini adalah “Pengaruh Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Enzim Antioksidan dan Enzim Detoksifikasi pada Eritrosit dan Plasma Manusia”, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tim Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yaitu Bapak Dr. Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. (Dosen Pascasarjana Ilmu Pangan IPB) atas bantuan dana penelitian.
Penghargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, pengarahan, saran serta motivasi selama penulis menyelesaikan studi. Terimakasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Nugraha Edi Suyatma, DEA selaku penguji yang telah banyak memberi sarannya.
Kepada semua responden atas keikhlasan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung juga disampaikan rasa terima kasih yang mendalam. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim kakao, yaitu Welli, Eris, Retno, Erni, dan Femi serta teman-teman mahasiswa pascasarjana program studi ilmu pangan khususnya angkatan 2005, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. Terimakasih juga diucapkan kepada teman-teman di Pondok PCH atas kebersamaannya. Tak lupa untuk seluruh rekan-rekan seperjuangan di KMNU IPB, Forum WACANA IPB, PMII semoga kita bisa terus berjuang dan berkarya.
Akhirnya ungkapan terima kasih yang dalam disampaikan kepada Ayahanda Yakin Sabri HS, BA dan Ibunda Husnaini, SPd atas seluruh pengorbanan dan doa yang telah diberikan, juga kepada adik-adik dan keluarga besar di Bengkulu. Tak lupa kepada H. Mahir Moh. Soleh LC “Zaujy al-Mustaqbal bi al-Hubb wa al-Da’am wa al-Du’a” beserta keluarga. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan pahala yang tak terhingga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 15 Juli 1983 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Yakin Sabri HS, BA dan Ibu Husnaini, SPd.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan Sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Pada tahun 2005 penulis lulus dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Tahun 2005 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pangan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN..……….……….... 1
Latar Belakang………...……….. 1
Tujuan Penelitian ………. 3
Hipotesis Penelitian ……….…….…………. 3
Manfaat Penelitian ……….... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Kakao... 5
Flavonoid Pada Kakao... 8
Antioksidan... 10
Radikal Bebas dan Kerusakan Sel... 12
Sistem Pertahanan Tubuh Nonenzimatik... 15
Sistem Pertahanan Tubuh Enzimatik... 15
Metabolisme Xenobiotik dan Detoksifikasi Senyawa Beracun... 17
Metabolisme Senyawa Bioaktif... 23
Komponen Darah... 25
Eritrosit... 25
Plasma ... 26
METODOLOGI... 27
Tempat dan Waktu Penelitian... 27
Bahan dan Alat... 27
Alur penelitian ... 28
Metode Penelitian... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN... 37
Keadaan Umum Responden... 37
Aktivitas Enzim Antioksidan Katalase pada Eritrosit... 42
Aktivitas Enzim Antioksidan Katalase pada Plasma... 47
Aktivitas Enzim Sitokrom P-450 pada Eritrosit... 53
Aktivitas Enzim Sitokrom P-450 pada Plasma... 59
Aktivitas Enzim Glutation S-transferase pada Eritrosit... 65
Aktivitas Enzim Glutation S-transferase pada Plasma... 69
SIMPULAN DAN SARAN ... 75
Simpulan... 75
DAFTAR PUSTAKA... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan polifenol produk kakao ………. 6
2. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species dan radikal bebas
yang berperan pada kerusakan sel ... 10
3. Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi ... 38
4. Menu makan pagi dan makan malam responden yang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kakao …...……….... 6
2. Struktur kimia flavonoid ….……….……… ... 6
3. Pembagian kelas Flavonoid ……….………... 8
4. Pembagian kelas Flavonoid ... 10
5. Metabolisme Xenobiotik di tubuh ..………... 19
6. Diagram alir penelitian... 28
7. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Eritrosit Kelompok
Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 43
8. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Eritrosit Kelompok
Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 43
9. Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Plasma Kelompok
Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 48
10.Grafik Aktivitas Enzim Katalase pada Plasma Kelompok
Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 48
11.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Eritrosit Kelompok
Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 55
12.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Eritrosit Kelompok
Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 55
13.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Plasma Kelompok
Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 60
14.Grafik Kadar Sitokrom P-450 pada Plasma Kelompok
Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ... 60
15.Reaksi GSH dan CDNB ... 66
16.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada
Eritrosit Kelompok Perlakuan sebelum dan sesudah intervensi ... 67
17.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada
18.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada
Plasma Kelompok Kontrol sebelum dan sesudah intervensi ...71
19.Grafik Aktivitas Enzim Glutation S-transferase (GST) pada
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Informed concent
Pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian………... 88
2. Kuisioner kesehatan fisik, pola makan dan
kebiasaan konsumsi makanan jajanan ... 89
3. Jadwal penelitian ... 100
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan bahan pangan yang apabila diolah ke dalam bentuk
produk seperti bubuk kakao memiliki citarasa yang enak sehingga banyak disukai
oleh masyarakat. Lemak kakao merupakan bagian yang paling banyak diambil
dari tanaman ini karena bernilai ekonomis tinggi. Pada saat pemisahan lemak
kakao, bubuk kakao itu sendiri tertinggal menjadi produk substandar yang belum
banyak dimanfaatkan. Padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa bubuk kakao
bebas lemak tadi memiliki kandungan polifenol yang berpotensi sebagai sumber
antioksidan. Oleh karena itu masih perlu terus digali pemanfaatan kakao bebas
lemak sebagai produk substandar sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi
pula.
Indonesia adalah negara ketiga penghasil kakao terbesar di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Ada dua jenis kakao yang umum dikenal di Indonesia,
yaitu kakao mulia atau edel kakao (fine/ flavour cocoa) dan kakao lindak (bulk
cocoa). Kakao lindak mendominasi hampir seluruh perkebunan di Indonesia.
Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada
kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat
menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat
yang baik dapat diperolah bila kakao tersebut difermentasi dengan baik.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004), kakao
Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh petani, di pasaran internasional
dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Namun
demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan senyawa kimia
dalam biji kakao menjadi berubah terutama senyawa flavonoid yang dapat
memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi dan
Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50%
selama proses fermentasi. Berbagai cara dilakukan untuk menggali potensi kakao
lokal yang non fermentasi tersebut, salah satunya dengan mengekstraksi dan
pada bubuk kakao bebas lemak non fermentasi sebagai antioksidan dalam tubuh
manusia.
Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa aktivitas antioksidan yang
utama bisa diperoleh dari komponen-komponen seperti flavonoid, isoflavon,
flavon, antosianin dan katekin disamping vitamin C, E dan β-karoten. Biji kakao
dinyatakan sebagai bahan yang kaya akan flavonoid yang erat kaitannya sebagai
zat yang mempunyai kapasitas antioksidan bagi tubuh. Penelitian pendahuluan
telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi adanya komponen flavonoid dan
senyawa polifenol lainnya baik pada makanan maupun minuman termasuk pada
kakao. Misnawi et al (2002) menyatakan bahwa dalam bubuk biji kakao bebas
lemak mengandung polifenol sebanyak 5-18 %. Lebih lanjut Zairisman (2006)
menyebutkan bahwa kandungan polifenol bubuk kakao bebas lemak jenis lindak
(bulk) masak non fermentasi adalah 4,43 g/ 100 g.
Keberadaan antioksidan dalam tubuh sangat berperan penting dalam
mengendalikan radikal bebas. Radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS)
berasal dari sumber alamiah di dalam tubuh dan dari luar. Kelebihan radikal bebas
menyebabkan stress oksidatif yaitu keadaan dimana jumlah antioksidan lebih
rendah dibandingkan jumlah radikal bebas. Kondisi ini tentunya berakibat fatal
bagi kesehatan. Oleh karena itu diperlukan sistem antioksidan yang dapat
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, dengan cara meredam dampak
negatif senyawa ini atau bahkan langsung memutuskan rantai radikal bebas yang
terbentuk. Salah satu system pertahanan yang dibentuk oleh tubuh adalah system
enzimatik melalui enzim-enzim antioksidan misalnya katalase.
Meskipun telah banyak diketahui memiliki khasiat sebagai antioksidan
bagi tubuh, flavonoid yang terkandung pada bubuk kakao bebas lemak merupakan
senyawa asing atau xenobiotik yang apabila masuk ke dalam tubuh kita akan
dimetabolisme melalui sistem detoksifikasi yang melibatkan enzim-enzim fase I
maupun fase II, maka masih perlu dilakukan penelitian untuk melihat tingkat
keamanan bubuk kakao bebas lemak ini dalam tubuh setelah dikonsumsi oleh
Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Femi (2006),
menunjukkan bahwa bubuk kakao bebas lemak dari jenis lindak (bulk) masak non
fermentasi yang berasal dari perkebunan Indonesia atau kakao lokal mempunyai
kapasitas sebagai antioksidan dan mempunyai potensi sifat immunodulator pada
sel limfosit manusia secara in vitro. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut dengan manusia sebagai subjeknya (in vivo). Dengan demikian dapat
diketahui bagaimana tingkat keamanannya dalam tubuh apabila dikonsumsi
manusia, dengan melihat pengaruhnya terhadap aktivitas enzim antioksidan
katalase, sitokrom P-450 (enzim fase I) dan glutation S-transferase (enzim fase II)
serta senyawa radikal bebas dalam tubuh manusia. Selain itu penelitian ini penting
dilakukan karena diharapkan dapat meningkatkan citra kakao lindak non
fermentasi dari Indonesia di pasar dunia.
Tujuan
1. Untuk mengetahui efek minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas
enzim antioksidan katalase pada eritrosit dan plasma manusia.
2. Untuk mengetahui efek minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas
enzim detoksifikasi Sitokrom P450 (enzim fase I) dan Glutation S-transferase
(enzim fase II) pada eritrosit dan plasma manusia.
Hipotesis
1. Minuman bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan aktivitas enzim
antioksidan katalase dan enzim detoksifikasi Glutation S-Transferase (GST)
pada eritrosit dan plasma manusia.
2. Minuman bubuk kakao bebas lemak tidak mengubah atau bahkan dapat
menurunkan kadar sitokrom P450 pada eritrosit dan plasma manusia.
Manfaat Penelitian
Membuktikan secara ilmiah dan memberikan informasi tentang khasiat
minuman bubuk kakao bebas lemak dari jenis kakao lokal lindak non fermentasi
terhadap kesehatan, sehingga bubuk kakao yang merupakan produk sisa
pemanfaatan lemak kakao atau substandar ini dapat dijadikan sebagai bahan
TINJAUAN PUSTAKA
Kakao
Pohon kakao (Theobroma cacao L) diperkirakan mula-mula tumbuh di
daerah Amazon utara sampai ke Amerika Tengah. Mungkin sampai ke Chiapas,
bagian paling selatan Meksiko. Orang-orang Olmec memanfaatkan pohon dan
mungkin juga membuat coklat di sepanjang pantai teluk di selatan Meksiko
sekitar 1000 tahun SM. Peradaban pertama yang mendiami daerah Mesoamerika
itu mengenal pohon “kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman. Bagi
suku Aztec biji kokoa merupakan “makanan para dewa” (theobroma, dari bahasa
Yunani).
Klasifikasi ilmiah kakao antara lain:
dunia : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub divisi : Angiospermae
kelas : Dicotyledoneae
sub kelas : Dialypetaleae
bangsa : Malvales
suku : Sterculiaceae
marga : Theobroma Gambar 1 Buah kakao jenis : theobroma cacao L
Kakao adalah biji yang diperoleh dari pohon kakao, Theobroma cacao L,
dengan ketinggian pohon 6-12 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik
pada area 30-300 meter, pada suhu sedang yaitu berkisar 18-30 ºC dan
membutuhkan kelembaban udara yang cukup dengan curah hujan 1-5 liter/ m2 per
tahun (Weisburger 2001).
Rasa asli biji coklat sebenarnya pahit akibat kandungan alkaloid, tetapi
setelah melalui rekayasa proses dapat dihasilkan coklat sebagai makanan yang
disukai oleh siapapun. Biji coklat mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan
protein 9%. Protein coklat kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan
karena coklat juga mengandung polifenol (6%) yang berfungsi sebagai
antioksidan pencegah ketengikan.
Tabel 1 Kandungan total polifenol produk kakao
Produk Kakao Jumlah polifenol total (g /100 g)
Bubuk cokelat 2,00
Cokelat batangan 0,84
Susu cokelat 0,50
Sumber: Wollgast dan Anklam (2000)
Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kakao terbesar di dunia
setelah Pantai Gading dan Ghana. Ada dua jenis kakao yang umum dikenal di
Indonesia, yaitu kakao mulia atau edel kakao (fine/ flavour cocoa) yang berasal
dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak (bulk cocoa)
berasal dari varietas forestero dan trinitro dengan warna buah hijau. Kakao lindak
merupakan kakao kualitas kedua dan digunakan sebagai bahan komplementer
dalam mengolah kakao mulia. Meskipun termasuk kualitas kedua dan digunakan
sebagai bahan komplementer, jenis kakao lindak mendominasi seluruh
perkebunan di Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Hal ini disebabkan karena jenis kakao ini relatif lebih tahan terhadap hama dan
penyakit, dan tingkat produksinya lebih tinggi dibanding kakao mulia (Zairisman
2006, Siregar et al 2007).
Kualitas dari produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung
kepada kualitas biji kakao dan proses pengolahan. Salah satu faktor yang sangat
menentukan adalah proses fermentasi biji kakao sebelum diolah. Cita rasa coklat
yang baik dapat diperolah bila kakao tersebut difermentasi dengan baik.
Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004) kakao
Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran Internasional
dihargai paling rendah, karena didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi. Namun
demikian proses fermentasi itu sendiri menyebabkan kandungan senyawa kimia
dalam biji kakao menjadi berubah, terutama senyawa flavonoid yang dapat
memberikan efek positif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Misnawi dan
Selamat (2003) kandungan polifenol dalam biji kakao menurun sampai 50%
Menurut Wollgast dan Anklam (2000), kandungan polifenol total dalam
produk kakao berbeda-beda. Terdapat berbagai macam produk olahan dari biji
kakao yaitu chocolate liquor (pasta kakao), cocoa powder (bubuk coklat), cocoa
butter (mentega kakao) dan dark chocolate. Dark chocolate mengandung 15%
chocolate liquor dan 60% cocoa butter, gula dan adiktif. Sedangkan cocoa
powder (bubuk coklat) dibuat dengan menghilangkan cocoa butter dari chocolate
liquor (Vinson et al. 1999). Produk olahan kakao ini digunakan untuk berbagai
jenis olahan makanan, industri farmasi dan industri kosmetik. Bubuk kakao
banyak digunakan sebagai bahan pembuat roti, es krim, permen dan juga untuk
minuman. Cocoa butter banyak digunakan untuk industri makanan, kosmetik dan
farmasi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 2004).
Bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber
flavonoid merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia di Jember. Bubuk kakao bebas lemak tersebut adalah produk
kakao yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan
lemaknya. Bubuk kakao bebas lemak dibuat melalui proses sebagai berikut : biji
kakao basah dicuci bersih dan dioven pada suhu 50ºC sampai kadar air 7,5%.
Selanjutnya kulit ari dipisahkan, keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan
blender (penghancur biji). Pasta kakao yang diperolah kemudian dipisahkan
lemaknya (defatting) dalam soxhlet apparatus menggunakan pelarut petroleum
benzene (titik didih 40-60ºC). Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan
sampai kehalusan <40 mesh dan kemudian disimpan dalam kemasan yang kedap
udara (Misnawi 2005). Berdasarkan penelitian Misnawi et al (2003) dikemukakan
bahwa dalam bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi terdapat
120-180 g/kg polifenol. Bubuk kakao bebas lemak dari verietas bulk masak
berdasarkan penelitian Zairisman (2006) mengandung total fenol sebesar 4,43 gr/
100 gr. Kandungan polifenol kakao juga sangat tergantung pada proses
pengolahan dan produk akhir. Hasil penelitian Misnawi et al. (2002b) juga
mendapatkan bahwa aktifitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi
y p a k p C d a b y j 2 p d d p 2 f Rasa yang dimilik pigmen pew akibat oksid
komponen l
pengawet da
Flavon
C6-C3-C6 d
dan reaksi k
aktivitas an bioflavonoid yang merup jenuh yang 2000). Flavo phenylbenzo dasarnya, ya
dari dua cin
piran atau p
2000). Hal i
flavonoid ad
a pahit yang
kinya yaitu warna alami, dasi. Adanya lemaknya se ari luar. noid merupa dan berperan
kelat pada l
ntioksidanny d. Kompone akan senyaw merupakan onoid memi opyrones (ph
aitu tiga cin
ncin benzena piron dengan ini dipertega dalah rangka G Flavon
g terdapat pa
flavonoid.
senyawa pe
a flavonoid d
ehingga men
akan kelomp
n dalam mek
logam (Hall
ya di dala
en antioksida
wa reaktif y
penyusun m
iliki berat
henylchromo
ncin utama y
a (A dan B)
n ikatan gan
as lagi oleh
[image:33.612.245.397.562.665.2]aian cincin ka
Gambar 2 St
noid pada k
ada kakao b
Flavonoid m
emberi cita r
dalam kakao
ngurangi ke
ok senyawa
kanisme don
l 2001). Fla
am tubuh
an ini dapat
yang dapat b
membran, RN
molekul ren
ones) denga
yang saling
yang dihubu
nda yang dis
Miean dan
arbon C6C3
truktur kimia kakao
berkaitan den
memainkan
rasa dan pel
o dapat menc
ebutuhan aka
a yang memp
nor hidrogen
avonoid umu
sehingga
menetralisir
bereaksi den
NA dan DNA
ndah, dan p
an berbagai
melekat. Str
ungkan mela
sebut cincin
Mohamed
C6.
a flavonoid ngan kompo peran pentin lindung dari cegah keten an penamba
punyai ciri k
n, penangkap
umnya dike
sering jug
r reaktivitas
ngan asam le
A (Hammer
pada dasarn
variasi pad
ruktur dasar
alui cincin h
n ”C” (Midd
(2001) bahw onen kimia ng sebagai kerusakan gikan pada ahan bahan konfigurasi pan radikal enal karena ga disebut dari ROS, emak tidak
rstone et al
nya adalah
da struktur
r ini terdiri
heterosiklik
dleton et al
Flavonoid yang terpenting yang ditemukan dalam kakao adalah flavanol
yang terdiri dari monomer katekin dan epikatekin dan oligomer procianidin (CIC
[image:34.612.136.503.397.679.2]2001).
Gambar 3 Struktur kimia katekin, epikatekin dan prosianidin pada kakao (Andersen dan Markham, 2006)
Flavonoid yang merupakan salah satu sub kelas dari polifenol mempunyai
7 kelas utama yaitu antochyanin, proantochyanin, isoflavone, flavanone, flavonol,
flavanol, dan flavone.
FLAVONOID
Flavanon Flavon
Luteolin Apigenin Antosianin
Delphinidin Sianidin
Flavonol
Quercetin Kaemferol
Proantosianin
Flavanol
Epikatekin Katekin
Isoflavon
Genistein Daidzein Polimer
flavanol
ASAM FENOLIK Polifenol lainnya
(non flavonoid)
Hesperetin Tangertin
POLIFENOL
R1=H, R2=OH=(+)-catekin Prosianidin
R1=OH, R2=H=(-)epikatekin
Kakao mengandung senyawa flavonoid golongan flavanol, yang
memberikan efek yang menguntungkan bagi tubuh. Selain itu juga bisa
mengurangi resiko mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler, kanker dan
osteoporosis dan bisa mencegah penyakit neurodegeneratif serta diabetes militus
(Grassi et al 2006). Murphy et al (2003) menyatakan bahwa mengkonsumsi
flavonoid dan prosianidin secara teratur dapat meningkatkan konsentrasi
epikatekin dan katekin di dalam plasma tetapi tidak menyebabkan oksidasi, dan
juga dapat mengurangi agregasi dan aktivasi platelet penyebab peradangan.
Prosianidin kakao bermanfaat dalam modulasi respon imun dan inflamasi pada
mamalia. Selain itu, prosianidin kakao dari kakao cair ataupun kering bisa
terdapat dalam makanan, suplemen dan obat-obatan untuk modulasi produk gen
sitokin dan kadar protein dan memberikan efek menguntungkan pada penderita
penyakit asma, peradangan akibat virus atau resiko peradangan virus (Schmitz et
al 2001). Prosianidin yang dikombinasikan dengan L-arginin meningkatkan
pengaruh fisiologis dalam memproduksi nitrat oksida pada mamalia yang
mencerna produk itu. Efeknya antara lain menurunkan tekanan darah, ketahanan
terhadap penyakit kardiovaskuler dan aktivitas antikanker (Cheuvaux et al 1999).
Pada manusia, bioavailabilitas flavonoid berkisar antara 1-26 %. Pada
tubuh kita flavonoid akan bersikulasi dalam plasma, terdapat sebagai glukoronida,
methyl dan sulfat konjugat atau kombinasi dari ketiganya yang merupakan hasil
reaksi enzim fase I dan fase II (Grassi et al 2006).
Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses
oksidasi (Schuler, 1990). Menurut Gutteridge dan Halliwell (1996), antioksidan
adalah suatu substansi yang menghentikan atau menghambat kerusakan oksidatif
terhadap suatu molekul target. Sementara itu menurut Cillard et al (1980) dan
Schluler (1990) antioksidan adalah zat dengan kadar lebih rendah dari zat yang
mudah teroksidasi, secara nyata mampu memperlambat oksidasi zat tersebut.
Sebaliknya pada kadar tinggi zat antioksidan bersifat peroksidan atau
sistem biologis dari kerusakan akibat kelebihan oksidasi (Krinsky 1992).
Antioksidan primer adalah zat yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau
mengubahnya menjadi produk yang stabil, sedangkan antioksidan sekunder atau
antioksidan preventif dapat mengurangi laju awal reaksi rantai atau tahap inisiasi
reaksi oksidasi.
Ada 2 macam antioksidan yaitu antioksidan primer dan sekunder (Winarno,
1997), yaitu :
1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi
berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk
golongan ini dapat berasal dari alam seperti tokoferol, lesitin, fosfatida, dan asam
askorbat serta antioksidan buatan seperti BHA (Butylated hydroxyanisole), BHT
(Butylated hydroxytoluene), dan PG (Propylgallate).
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja
prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergi. Beberapa asam organik
tertentu dapat mengikat logam-logam (sequestran), misalnya satu molekul asam
sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang
kedelai. EDTA (Etilendiamin tetra asetat) adalah sequestran logam yang sering
digunakan dalam minyak salad.
Mekanisme kerja antioksidan dapat melalui beberapa cara, antara lain yang
dilaporkan oleh Charpentier dan Cateora (1996) adalah: 1) menghambat
terbentuknya radikal bebas, 2) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas
yang telah terbentuk (scavenger), 3) menurunkan kemampuan radikal bebas
dalam reaksi oksidasi, dan 4) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom
P-450. Penghambatan reaksi radikal bebas akan melidungi hepatosit normal dari
kerusakan dan mengoptimalkan lingkungan bagi sel-sel hati untuk bergenerasi.
Menurut Shahidi (1997), antioksidan diketahui bekerja pada berbagai tahapan
oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen,
menangkap singlet oksigen, pencegahan tahap inisiasi reaksi rantai melalui
produk utama menjadi senyawa non radikal dan pemutusan reaksi rantai untuk
mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat. Antioksidan dapat berasal
dari bahan alami dan sintetik. Sumber antioksidan alami telah banyak dilaporkan
berasal dari tanaman.
Menurut Papas (1999), enzim-enzim antioksidan seperti katalase, glutathion
peroksidase, superokside dismutase, dan peroksidase merupakan lini pertama dari
sistem pertahanan tubuh yang menahan pembentukan radikal bebas. Pada lini
pertahanan kedua, antioksidan yang menangkap radikal seperti vitamin C, vitamin
E, karotenoid dan flavonoid berfungsi untuk menghambat rantai inisiasi dan atau
memecah rantai propagasi. Lini pertahanan ketiga dipegang oleh enzim
fosfolipase, protease, transferase, dan DNA repair enzyme yang berfungsi untuk
memperbaiki kerusakan membran. Lini terakhir dari sistem pertahanan tubuh
adalah proses adaptasi, dimana tubuh akan memproduksi enzim antioksidan yang
sesuai untuk ditransfer ke sisi tertentu pada waktu dan konsentrasi yang tepat.
Penelitian tentang antioksidan pada tanaman telah banyak dilakukan.
Chipault et al (1952) menguji aktivitas antioksidan dari 32 jenis rempah-rempah
dan Puspita-Nienaber et al (1992) menguji aktivitas antioksidan dari 23 jenis
ekstrak rempah-rempah asal Indonesia. Nakatani (1997) meringkas hasil
penelitian tentang aktivitas antioksidan senyawa fenolik dari berbagai tanaman,
antara lain: rosmaridifenol, rosmarikuinon, epirosmanol, dan isorosmanol dari
rosemary; karnosol dari sage; asam hidroksibenzoat dan hidroksinamat dari
oregano; thymol dan karvarol dari thyme; kapsaicin dan hidrokapcaisin dari cabe;
sesamol dan lignan dari wijen; katekin dari teh hijau; dan kurkuminoid dari
kunyit. Zhu et al (2005) menyatakan bahwa katekin, epikatekin, yang diisolasi
dari kakao dapat mengurangi kerentanan eritrosit terhadap radikal bebas penyebab
hemolisis.
Radikal bebas dan kerusakan sel
Radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif. Stress oksidatif
merupakan keadaan ketidakseimbangan antara reaktif oxygen species (ROS) /
Jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan dan jumlah antioksidan seluler
tetap atau lebih sedikit maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat
pada kerusakan sel (Langseth 1995; Palmer & Paulson 1997). Kerusakan sel
merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas dan fungsi
essensial sel (Kehrer 1993). Stress oksidatif dapat menyebabkan kematian sel
secara apoptosis dan nekrosis. Menurut Zitouni et al (2005), radikal bebas juga
dapat mengganggu endotelium dan memacu terjadinya kerusakan membran,
sebagai contohnya akan meningkatkan ekresi albumin urin dan memacu diabetes.
Reaksi tidak terkendali radikal bebas terhadap komponen sel seperti asam
lemak tidak jenuh ganda (PUFA), heksosa, pentosa, asam amino dan komponen
DNA menghasilkan beberapa produk seperti : Malonaldehida atau MDA, diena
terkonjugasi, dikarbonil dan asam 15-hidroperoksi-5,8,4,13 eikosatetraenoik
(15-HPETE). MDA merupakan melekul dialdehid yang mempunyai tiga atom karbon
dan bersifat reaktif (Rice-Evan et al. 1991; Zaden et al. 1995).
1,1,3,3-tetraetoksipropan merupakan prekusor malondialdehid sehingga sebagai larutan
standar dapat digunakan larutan tetraektoksipropan.
Malonaldehida atau MDA (C3H4O2) merupakan salah satu hasil
peroksidasi asam lemak tidak jenuh (ALTJ) terutama asam arakhidonat (Bird dan
Draper, 1984; Frankel dan Neff, 1983). Malonaldehida atau MDA dijumpai juga
sebagai produk samping biosintesis prostaglandin. Pengukuran MDA telah
digunakan sebagai indeks tidak langsung kerusakan oksidatif yang disebabkan
oleh peroksidasi lipida (Auroma 1997).
Peningkatan kadar Malonaldehida dapat ditekan dengan pemberian
antioksidan seperti vitamin C, A, dan E dan beberapa komponen bioaktif (Cho et
al. 2000; Palloza et al. 2000; Kris-Ethon & Keen 2002) yang secara keseluruhan
dapat menekan proses peroksidasi lipid.
Senyawa-senyawa yang menjadi target ROS atau radikal bebas adalah
molekul-molekul seluler dan ektraseluler antara lain: protein, asam lemak tidak
jenuh ganda, glikoprotein, lipoprotein dan bahan-bahan penyusun DNA seperti
Di bawah ini disajikan beberapa jenis radikal bebas dan ROS yang
berperan pada kerusakan sel.
Tabel 2 Jenis-jenis Reaktif Oxygen Species dan radikal bebas yang berperan pada kerusakan sel
Radikal bebas Lambang Non radikal Lambang
Hidrosil
Superoksida
Nitrit oksida
Lipid peroksida
OH*
O2*
NO*
LOO*
Hidrogen peroksida
Singlet oksigen
Asam hipoklorida
Ozon
H2O2 1
O2
HOCl
O3
(Halliwell & Gutteridge 1999).
Berdasarkan hasil penelitian, radikal bebas dan ROS dalam tubuh makhluk
hidup berasal dari :
1. Pada organisme aerob, 95% oksigen dalam sel direduksi menjadi air oleh
rantai pernafasan pada mitokondria, proses reduksi ini melibatkan 4 elektron
dan 2 proton. Kebocoran elektron diperkirakan mencapai 1-5%, elektron yang
bocor ini bereaksi dengan oksigen membentuk radikal superoksida (O2*),
hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH*) (Lehninger, 1993).
2. Reduksi O2 menjadi superoksida pada fagositosis. Fagositosis merupakan salah
satu sistem pertahanan humoral dalam melawan infeksi atau bahan asing yang
masuk kedalam tubuh. Dengan bantuan NADPH-oksidase, netrofil dan
makrofag (Haliwell & Gutteridge 1999).
3. Peristiwa iskemi yaitu deplesi ATP akibat kekurangan oksigen dimana terjadi
pemecahan ATP menjadi AMP, adenosine dan hipoxantin. Hipoxantin diubah
oleh xantin oksidase, menjadi asam urat dan radikal bebas seperti: superoksida,
hidrosil dan hydrogen peroksida (Greenwald 1985; Haliwell & Gutteridge
1999).
4. Reaksi Fenton dan Haber-weiss, melalui reaksi oksidasi-reduksi yang dikatalis
oleh Fe+2 dan Fe+3. Fe+2 dan Fe+3 berasal dari hemoglobin dan mioglobin
(Greenwald 1985; Zakaria 1996; Haliwell & Gutteridge 1999).
5. Radikal bebas juga dihasilkan dari reaksi metabolisme eicosanoidi yaitu
leukotrin. Perubahan ini menghasilkan ROS (Rise-Evan et al. 1991; Haliwell
1994).
6. Secara alamiah sel-sel tubuh baik sel normal ataupun sel kanker melakukan
apoptosis yaitu program bunuh diri. Apoptosis menjadi penting karena jika
jumlahnya menjadi berlebihan maka akan memicu kelainan. Pada saat sel
melakukan apoptosis maka semua isi sel akan keluar (Roitt 1991; Haliwell &
Gutteridge 1999).
Sistem pertahanan tubuh nonenzimatik
Sistem pertahanan tubuh nonenzimatik terhadap serangan radikal bebas
melibatkan vitamin C, vitamin E dan komponen-komponen bioaktif. Pertahanan
nonenzimatik terhadap radikal bebas dibagi atas 2 kelompok besar yaitu : sistem
pertahanan preventif dan pemutusan rantai reaksi radikal bebas (Nabet 1996).
Sistem pertahanan tubuh enzimatik
Sistem Pertahanan Tubuh Enzimatik terhadap radikal bebas melibatkan :
enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase
(GSH-Px) (Halliwell et al. 1992; Schmidl et al, 2000).
a. Superoksida dismutase (SOD)
Superoksida dismutase adalah metaloenzim yang mengkatalis dismutasi
radikal anion superoksida menjadi hydrogen peroksida dan oksigen. SOD tidak
stabil terhadap panas, cukup stabil pada kondisi basa. SOD masih mempunyai
aktivasi walaupun disimpan selama 5 tahun pada suhu 5 0C (http:/www.
Orthington-biochem.com). Untuk aktivitasnya SOD membutuhkan logam seperti
Zn, Cu, dan Mn sebagai kofaktor (Mc Cord & Fridovich 1969).
Aktivitas SOD dihambat oleh sianida dan H2O2, oleh karena SOD
dihambat oleh H2O2 maka dalam kerjanya SOD sangat membutuhkan katalase
(Rice-Evan et al. 1991; Haliwell & Gutteridge 1999). Aktivitas SOD (U/g
jaringan) tertinggi ditemukan didalam hati. SOD juga ditemukan pada kelenjar
adrenalin, ginjal, darah, limfa, pankreas, otak, paru-paru, lambung, usus, ovarium,
Aktivitas SOD diukur berdasarkan pengukuran aktivitas enzim secara
tidak langsung, salah satunya dengan metode yang dikembangkan oleh Misra dan
Fridovich (1997). Metode ini berdasarkan kepada kemampuan penghambatan
autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom oleh SOD. Perubahan epinefrin
menjadi adenokrom menimbulkan warna coklat, makin besar kadar SOD sampel
maka makin besar penghambatan dan makin kurang intensitas warna. Warna
coklat dideteksi secara spektrofotometri.
b. Enzim Glutation Peroksidase
Glutation Peroksidase merupakan selonoprotein sebagai active site, terdiri
dari 4 sub unit protein yang dapat mengkatalis reaksi reduksi H2O2 menjadi
senyawa organik hidroperoksida (ROOH) (Rice-Evan et al. 1991; Haliwell 1994).
Glutation peroksidase menggunakan glutation tereduksi (GSH) sebagai substrat.
Glutation Peroksidase mereduksi hidroperoksida dan pada saat yang sama
glutation tereduksi mengalami oksidasi. Pada manusia, aktivitas glutation
peroksidase sebanding dengan konsentrasi selenium (Se) plasma.
Glutation Tereduksi
Glutation (L-γ-glutamil-cysteinyl-glisin) merupakan tripeptida yang
mengandung gugus sulfuhidril (-SH). Glutation merupakan salah satu sistem
antioksidan, terutama berpartisipasi dalam penghancuran H2O2 dan peroksida
organik (Greenwald 1985). Ada dua jenis glutation yaitu glutation tereduksi dan
glutation teroksidasi. Glutation banyak ditemukan dalam sitosol hati. Keberadaan
GSH di dalam sel sangat diperlukan sebagi substrat glutation peroksidase dan
sebagai senyawa konjugat detoksifikasi xenobiotik pada reaksi enzim fase II
(Hodgoson & Levi 2000).
c. Enzim katalase
Katalase merupakan enzim yang mengkatalis reaksi pemecahan senyawa
hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air.
2H2O2 Katalase H2O + O2
Katalase ditemukan pada hewan dan tumbuhan tingkat tinggi. Katalase pada
mamalia disusun oleh 4 sub unit protein. Tiap unit terdiri dari satu gugus hem
azida, sianida dan HOCl tapi meningkat dengan meningkatnya akumulasi H2O2
(Haliwell & Gutteridge 1999).
Pada manusia, katalase ditemukan di dalam darah, ginjal, limfa, pankreas,
otak, jantung, paru-paru, adipose, kelenjar adrenal dan konsentrasi tertinggi
terdapat pada hati (± 1400 U/mg protein) ( Halliwell 1994) bersama-sama dengan
glutation peroksida (Greenwald 1985). Pada organ dan jaringan ini katalase
ditemukan di dalam peroksisom, mitokondria, dan retikulum endoplasma.
Hidrogen peroksida di dalam tubuh melalui dua mekanisme yaitu:
1. Pemecahan oleh katalase membentuk air dan molekul oksigen
2H2O2 Katalase H2O + O2
2. Pemecahan oleh glutation peroksidase dengan bantuan substrat glutation
GSH- + H2O2 GSH-Px GS + H2O
Salah satu metode penentuan aktivitas katalase adalah metode kalorimetri
yang dikembangkan oleh Sinha (1972). Metode ini menggunakan zat warna
bikromat sebagai indikator dimana ion bikromat dalam suasana asam dapat
direduksi oleh H2O2menjadi kromat. Perubahan warna yang muncul dibaca
secara spektrofotometri pada panjang gelombang 570 nm. Satu unit aktivitas
katalase adalah banyaknya H2O2 yang dipakai oleh katalase permenit.
Metabolisme xenobiotik dan detoksifikasi senyawa beracun
Toksikologi dapat didefenisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
tentang zat-zat yang beracun. Namun pengertian ini terus berkembang seiring
dengan semakin kompleksnya kehidupan sosial masyarakat. Selanjutnya
toksikologi tidak hanya dikaitkan dengan zat-zat yang beracun tetapi juga
mempelajari tentang pendeteksian, keberadaan, efek dan regulasi dari senyawa
toksik (Hodgoson & Levi, 2000). Toksikologi berhubungan erat dengan cabang
farmakologi/ farmasi. Hal ini bisa dijadikan dasar pengetahuan tentang
metabolisme senyawa asing atau yang lebih dikenal dengan xenobiotik (Murray et
dan bukan merupakan komponen gizi. Xenobiotik ini dikeluarkan oleh tubuh kita
melalui proses detoksifikasi (Hodgoson & Levi, 2000).
Toksikologi pangan berhubungan erat dengan keamanan pangan karena
makhluk hidup tidak lepas dari makanan. Berbagai macam makanan ternyata tidak
sepenuhnya bebas dari zat kimia toksik atau xenobiotik yang berada pada
makanan sebagai zat tambahan makanan, pencemar makanan ataupun zat toksik
alamiah. Contoh xenobiotik pangan antara lain alkohol, flavon (zat toksik
alamiah), BHA (antioksidan pangan), benzopiren yang terdapat pada daging
panggang dan lain sebagainya (Donatus 2001).
Timbulnya pengaruh bahaya atau efek toksik racun atas makhluk hidup
terjadi melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup menerima racun,
berikutnya mengalami absorbsi, distribusi racun atau metabolitnya ke tempat aksi
yaitu sel sasaran atau reseptor yang ada dalam makhluk hidup. Di dalam aksi ini,
kemudian terjadi reaksi antara racun atau metabolitnya ke tempat aksi sel sasaran
atau reseptor, dan berbagai peristiwa biokimia dan biofisika berikutnya, akhirnya
timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Jadi
toksisitas suatu senyawa ditentukan oleh keberadaan yang meliputi kadar dan
lama tinggal senyawa itu atau metabolitnya di tempat aksinya dan keefektifan
antar aksinya (mekanisme aksi). Reaksi yang berlangsung juga tergantung pada
kondisi makhluk hidup (Donatus 2001).
Metabolisme senyawa beracun dapat didefenisikan sebagai perubahan
hayati atau biotransformasi zat kimia toksik menjadi suatu metabolit yang secara
kimia berbeda dengan zat kimia induknya, dalam diri makhluk hidup. Hal ini
mengandung arti bahwa pertama, di dalam tubuh zat kimia toksik tersebut
mungkin mengalami perubahan struktur molekul melalui mekanisme tertentu.
Kedua, perubahan bentuk struktur tersebut akan mengakibatkan perubahan
sifat-sifat fisika-kimia yang berbeda dengan zat induk. Ketiga, bentuk ubahannya yang
disebut bentuk metabolit yang memilki sifat fisika kimia yang berbeda dengan zat
induk. Keempat, akibat perubahan sifat fisika-kimia tersebut menyebabkan
metabolit memiliki kelarutan dalam air atau lipid, aktivitas dengan jaringan atau
hasil bersih berbagai perubahan biokimia tersebut adalah perubahan ketoksikan
zat induk, sehingga respon toksik makhluk hidup terhadap racun juga akan
berubah (Donatus 2001).
Beberapa langkah biotransformasi xenobiotik dalam tubuh terlihat pada
gambar berikut:
Lipofilik tinggi Lipofilik Polar Hidrofilik
Polar
[image:44.612.161.564.221.629.2]Hidrofilik
Gambar 5 Biotransformasi xenobiotik di tubuh (Blaauboer 1996)
Hodgoson & Levi (2000) menyebutkan bahwa mekanisme pergerakan bahan
toksik melewati membran-membran khususnya pada awal masukan, merupakan
hal yang kurang menjadi perhatian dengan baik, meskipun sesungguhnya telah XENOBIOTIK
Terakumulasi terutama dalam lemak
Reaksi Fase I (Bioaktivasi atau Inaktifasi) Oksidasi, Reduksi, Hidrolisis
Reaksi Fase II (Bioaktivasi) Konjugasi
Mobilisasi Pengeluaran dari tubuh
Melalui Keringat Sirkulasi Plasma (melalui urin)
Enzim yang berperan: Sitokrom P-450 Flavin Containing Monooksigenase Prostaglandin Synthetase Cooxidase
Molibdenum Hidroxylase,dll
Enzim yang berperan: Glutation S-transferase
Metyl transferase Cystein Konjugate Lyase
dilakukan pada masalah khusus obat-obatan. Terdapat 4 mekanisme pokok yang
memungkinkan bahan toksik untuk melintasi membran.
1. Transpor pasif. Mekanisme ini mendominasi hampir semua bahan toksik.
Pengangkutan pasif melibatkan pergerakan campuran-campuran melewati
membran-membran lipid oleh difusi sederhana dengan koefisien pembagi air/
lipid yang sebagian besar menentukan tingkat pergerakan.
Campuran-campuran dalam bentuk yang telah diionisasi tidak menggerakan dengan
sangat cepat oleh difusi melalui membran untuk beberapa alasan. Pertama,
bentuk yang telah diionisasi cenderung memiliki daya larut lipid rendah,
sebuah faktor yang sangat penting untuk difusi membran. Kedua,
memungkinkan terjadinya interaksi ion antara xenobiotik, lipid, dan protein
dalam membran.
2. Filtrasi. Seringkali pori-pori dalam membran memperbolehkan masuknya
dengan berat molekul kurang dari 100 dalton. Molekul-molekul yang lebih
besar, bagaimanapun juga, dikeluarkan kecuali dalam banyak
jaringan-jaringan yang penyerapannya tinggi, seperti ginjal dan hati. Karena
kebanyakan bahan toksik relatif bermolekul sangat besar, jalan kecil ini
seringkali memiliki arti penting mekanisme penyerapan yang terbatas. Filtrasi
umumnya memiliki arti yang sangat penting dalam pembuangan bahan toksik,
khususnya ginjal.
3. Transpor khusus. Sejumlah sistem pengangkutan khusus, terutama sekali pada
bidang gastro intestinal, membantu dalam pengangkutan campuran endogen
melalui membran. Proses tersebut dapat membutuhkan energi dan
memungkinkan senyawa untuk melewati gradien konsentrasi (transpor aktif)
atau mungkin tidak memerlukan energi dan tidak dapat menggerakkan
senyawa melewati sebuah tanjakan/ gradien (pengangkutan yang difasilitasi).
Meskipun hasilnya bisa jadi berbeda, mekanisme ini agak mirip dan telah
didiskusikan bersama. Pada kedua masalah ini, protein pembawa yang
bergabung dengan bahan toksik telah diketahui. Protein ini membantu
pergerakan bahan toksik dari satu sisi membran ke yang lain, dan di lain sisi,
molekul bahan toksik yang lain. Penetrasi seperti itu lebih cepat daripada
difusi sederhana dan dalam hal pengangkutan aktif, dapat diproses di luar titik
yang berkonsentrasi sama pada kedua sisi membrannya.
Mekanisme ini mungkin menjadi penting dan relatif jarang terjadi dalam
bahan toksik yang memiliki bahan kimia atau struktur menyerupai bahan
kimia endogen yang berprinsip pada mekanisme pengangkutan khusus untuk
pengambilan fisiologi normal dan itu dapat menggunakan sistem yang sama.
Sebagai contoh, 5-fluorouracil diangkut oleh sistem pengangkutan timidin.
Timah dapat dipindahkan secara cepat dengan sistem pengangkutan yang
dilibatkan secara normal pada pengambilan kalsium. Sebagai mekanisme
penyerapan, sistem pengangkutan khusus ini banyak dimuat pada penyerapan
gastro intestinal. Mekanisme ini menjadi lebih besar perannya dalam
pembuangan bahan racun, bagaimanapun juga pengangkutan khusus penting
pada pemindahan xenobiotik dan metabolitnya. Sifat penting dari
pengangkutan khusus adalah mereka memperbolehkan pergerakan
senyawa dengan daya larut lipid lebih rendah, hal ini menyangkut
senyawa-senyawa yang biasanya diharapkan untuk bergerak sangat lambat melewati
membran lipid yang sangat tinggi. Kebanyakan sistem pengangkutan aktif
dihubungkan ke energi yang menghasilkan enzim (misalnya ATPase), dan
kedua sistem pengangkutan aktif dan difasilitasi memperlihatkan sifat saturasi
(dengan kata lain, saturasi dari ketersediaan protein pembawa oleh molekul
bahan toksik). Dengan begitu, kinetik/ ilmu gerak dari sistem pengangkutan
khusus dapat dijelaskan lebih baik lagi dengan menggunakan model kinetik
enzim Michaelis-Menton.
4. Endositosis. Pinositosis (untuk cairan) dan pagositosis (untuk padat) adalah
proses pengangkutan yang dikhususkan pada permukaan membran atau
pengaliran disekeliling bahan kimia yang memungkinkan transfer yang lebih
cepat melalui membran. Hanya pada pemisahan kejadian seperti penyerapan
dari karagen (mol wt ~40.000) dalam usus memiliki mekanisme ini yang telah
bagaimanapun juga endositosis adalah mekanisme yang sedikit umum dan
penelanan senyawa di dalam paru-paru adalah umum (pagositosis paru-paru)
Berlangsungnya metabolisme senyawa asing di dalam tubuh, dapat terjadi
di dalam hati, ginjal, usus, kulit, kelenjar kelamin, plasenta serta darah. Meskipun
hati merupakan organ utama dalam sistem biotransformasi, tetapi metabolisme
senyawa xenobiotik juga dapat berlangsung pada jaringan-jaringan di luar hati,
misalnya saja darah (Krovat et al. 2000). Setelah toksikan masuk ke dalam
sirkulasi darah, maka toksikan tersebut akan didistribusikan atau disebar ke
seluruh jaringan tubuh manusia (Donatus 2001). Menurut Hodgoson dan Levi
(2000), cairan tubuh memegang peranan penting dalam pendistribusian toksikan
dalam tubuh yang telah diabsorpsi.
Metabolisme seyawa xenobiotik terdiri dari dua fase. Pada fase satu,
toksikan bersifat lipofilik akan ditransformasikan oleh enzim-enzim fase satu
(monoksigenase) menjadi senyawa-senyawa metabolit yang bersifat polarreaktif
grup. Pada fase dua, metabolit yang terbentuk akan dikonjugasikan oleh
enzim-enzim fase dua (konjugasi) sehingga dihasilkan senyawa yang bersifat hidrofilik
dan mudah diekresikan ke luar tubuh. Namun jika metabolisme senyawa
xenobiotik menghasilkan produk yang reaktif, maka akan menimbulkan efek
toksik bagi tubuh (Hodgoson & Levi, 2000).
A.Reaksi fase satu
Reaksi-reaksi fase satu meliputi monooksigenasi mikrosom, oksidasi
mitokondria dan sitosol, kooksidasi dalam reaksi sintesis prostaglandin, reduksi,
hidrolisis dan hidrasi epoksida. Semua reaksi pada fase satu menghasilkan
metabolit atau merubah toksikan menjadi lebih polar sehingga dapat dikonjugasi
dalam reaksi-reaksi fase dua dan mudah diekresikan baik secara langsung maupun
tidak langsung setelah mengalami reaksi fase satu (Hodgoson & Levi, 2000).
Lebih lanjut, Donatus (2001) menjelaskan bahwa fungsi utama reaksi
metabolisme fase I adalah mengubah struktur senyawa asing melalui proses
oksidasi, reduksi atau hidrolisis, guna memasukkan gugus fungsional yang sesuai
Enzim yang berperan penting dan terlibat paling dominan pada reaksi fase
I adalah enzim monoksigenase Sitokrom P-450. Berdasarkan percobaan yang
dilakukan oleh Omura dan Sato (1964), maka mereka mendefenisikan Sitokrom
P-450 sebagai suatu protein heme yang mengandung satu molekul
besi-protoporfirin IX sebagai gugus prostetik atau gugus aktifnya. Nama sitokrom
P-450 diperoleh dari kenyataan bahwa sitokrom memberikan satu spektra resapan
maksimum pada panjang gelombang 450 nm, bila tereduksi dan terkompleks
dengan karbon monoksida. Sifat ini khas diperantarai oleh adanya gugus tiolat
sebagai suatu ligan protein heme itu. Menurut Donatus (2001) Sitokrom P-450
menunjukkan selektivitas yang luas terhadap aneka ragam substrat. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya aneka ragam isoenzim sitokrom tersebut, yang satu
dengan yang lainnya berbeda dalam struktur rantai polipeptida dan kekhasan
reaksi yang dikatalisirnya.
Induksi terhadap metabolisme fase I, terutama yang dikatalisir oleh
sitokrom P-450 mikrosomal memilki arti penting karena sistem ini sering
membentuk metabolit perantara yang reaktif atau toksik (Donatus, 2001).
Beberapa produk yang dibentuk oleh enzim ini berimplikasi pada penyebab
penyakit kanker atau karsinogenik (Shimada et al, 1996). Intermediet yang
terdapat dalam aktivasi dioksigen merupakan awal terbentuknya superoksida atau
peroksida. Mekanisme aktivasi dioksigen diketahui sebagai tahap terakhir dari
katalisis P-450, yang dimulai dengan reduksi komplek dioksigen (Benson et al,
1997).
Ada dua hal penting yang berhubungan dengan fungsi enzim sitokrom
P-450, yang pertama adalah enzim ini memiliki jalur yang kritis dan spesifik dalam
metabolisme senyawa-senyawa kimia endogenus. Kedua, Proses enzim ini
merupakan pokok dari produk-produk alami, bahkan saat ini ditambah dengan
bahan-bahan kimia seperti obat-obatan dan xenobiotik lainnya dalam
senyawa-senyawa non selektif (Guengerich 1991). P-450 dan komponennya bisa ditemukan
di kulit, mukus, paru-paru, gastrointestinal. Selain organ-organ tersebut juga telah
banyak dilakukan penelitian tentang keberadaan P-450, diantaranya di hati, ginjal,
B. Reaksi fase dua
Pada reaksi fase dua, senyawa yang terhidroksilasi atau senyawa lainnya
yang diproduksi dalam fase satu, diubah oleh enzim yang spesifik menjadi
berbagai metabolit polar lewat konjugasi dengan asam glukuronat, sulfat, asetat,
glutation atau asam amino tertentu lewat metilasi. Reaksi konjugasi ini membuat
molekul lebih bersifat dapat larut dalam air sehingga akhirnya dapat diekresikan
ke dalam urin dan empedu (Murray et al. 1999).
Reaksi fase dua lebih dikenal dengan reaksi konjugasi, menyangkut
penambahan gugus polar ke senyawa asing. Reaksi fase dua merupakan reaksi
biosintetik, maka dibutuhkan energi sehingga reaksi dapat berlangsung. Reaksi
penting pada fase II adalah reaksi konjugasi glutation karena sering terlibat dalam
penghilangan zat atau metabolit perantara yang reaktif, yakni yang bersifat
elektrofil. Berlangsungnya reaksi ini dikatalisir oleh enzim glutation S-transferase
(Donatus 2001).
Glutation S-transferase merupakan suatu famili enzim yang mengkatalisir
tahap awal pembentukan N-asetilsisteina (asam merkapturat) yang terutama
terdapat dalam sitosol testis, hati, ginjal, usus, kelenjar adrenal (Donatus 2001).
Enzim ini berperan dalam binding, transport dan detoksifikasi komponen
endogenus maupun eksogenus. Glutation S-transferase ditemukan dalam jumlah
yang besar pada hati, tetapi juga terdapat pada aliran darah terlebih lagi jika hati
mengalami kerusakan (Mulder et al 1999).
Sejumlah xenobiotik elektrofilik yang berpotensi beracun akan
terkonjugasi dengan glutation nukleofilik dalam reaksi berikut:
R + GSHO R – S - G
Dimana R adalah xenobiotik elektrofilik. Jika xenobiotik yang potensial beracun
tidak terkonjugasi maka molekulnya akan berada dalam keadaan bebas yang
membentuk ikatan kovalen dengan DNA, RNA atau protein sel dengan demikian
dap