• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 28 Oktober 1981 dari ayah Khasmuin dan ibu Tatin Sustiatin, S. Pd. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB untuk program sarjana. Penulis memasuki Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun yang sama. Setelah lulus sarjana pada tahun 2004, penulis langsung melanjutkan pendidikan ke Sekolah pascasarjana IPB, pada Program Studi Biologi.

Semasa perkuliahan di tingkat sarjana, Penulis pernah aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Biologi 2000/2001, anggota Organisasi Kewirausahaan Mahasiswa Biologi (BIOWORLD) 2001/2002. Pada tahun ajaran 2001/2002 sampai dengan tahun ajaran 2002/2003, penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi pada Tingkat Persiapan Bersama dan Taksonomi Tumbuhan Berpembuluh. Pada tahun ajaran 2002/2003 penulis juga menjadi asisten mata kuliah Biologi, Biologi Cendawan Simbion dan Mikologi Dasar. Semasa perkuliahan di tingkat pasca sarjana, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Biologi Cendawan Simbion dan Mikologi Dasar dan mengikuti berbagai seminar dan training di bidang Biologi, Mikologi dan Molekuler di luar lingkungan IPB.

ABSTRAK

RIDA OKTORIDA KHASTINI. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar. Dibimbing oleh Nampiah Sukarno, Utut Widyastuti, dan Yasuyuki Hashidoko.

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengisolasi, menapis dan menganalisis cendawan mutualistik akar potensial untuk pengembangan pupuk hayati. Analsis proses kolonisasi cendawan pada akar tanaman inang juga dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan biru tripan dan gen penanda GFP. Sebanyak 22 isolat cendawan berhasil diisolasi dari rizoplan kebun karet dari Jasinga serta rizosfer dan rizoplan tanaman gambut dari Kalimantan Tengah. Hasil penapisan terhadap sifat simbiosis menunjukkan bahwa ke-22 isolat tersebut terdiri dari 12 isolat cendawan simbiosis mutualistik akar non mikoriza, 3 isolat cendawan simbiosis mutualistik akar mikoriza, dan 7 isolat cendawan simbiosis parasitik akar. Cendawan Aspergillus niger dan Glomus sp. yang diisolasi dari rizoplan tanaman karet menghasilkan pertumbuhan tanaman inang terbaik. Oleh karena itu kedua isolat tersebut dipilih sebagai isolat simbiosis mutualisme terbaik dan digunakan untuk uji lebih lanjut. Isolat cendawan mutualistik akar terpilih diuji respon tumbuh dan kolonisasinya pada berbagai tanaman inang yaitu Oryza sativa, Zea mays, Pharaserianthes falcataria, Acasia sp., Theobroma cacao, Phaleria macrocarpa dan Brassica sp. Hasil pengujian menunjukkan bahwa inokulasi tunggal cendawan A. niger dan Glomus sp. meningkatkan pertumbuhan seluruh tanaman yang diuji jika dibandingkan dengan kontrol. Tanaman yang diinokulasi A. niger meningkatkan pertumbuhan 3 kali lebih tinggi sedangkan inokulasi Glomus sp. meningkatkan pertumbuhan tanaman 2 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kolonisasi cendawan A. niger pada tanaman uji berkisar antara 53-75% sedangkan Glomus sp. berkisar antara 25-70%. Pengaruh berbagai taraf P terhadap peranan A. niger dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman diuji menggunakan 8 jenis tanaman tersebut diatas. Pupuk yang digunakan ialah pupuk Johnson dengan konsentrasi P sebesar 25%, 50%, dan 100% pada medium zeolit. Uji lanjut dari kedua cendawan dilakukan dengan inokulasi ganda pada tanaman Centrosema pubescens. Hasil analisis menunjukkan bahwa inokulasi A. niger pada berbagai taraf P meningkatkan respon tumbuh seluruh tanaman secara signifikan dengan respon tertinggi diperoleh pada perlakuan P sebesar 50%. Respon tumbuh tanaman pada perlakuan P sebesar 100% masih menunjukkan respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol namun lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P 50%. Introduksi gen GFP pada genom A. niger telah berhasil dilakukan. Berdasarkan analisis PCR dan mikroskop fluoresen dengan filter 512 nm, gen GFP telah terintegrasi pada genom cendawan, bersifat stabil dan terekspresi secara konstitutif pada 3 generasi kultur yang diuji. Analisis proses kolonisasi A. niger yang diamati dengan menggunakan metode pewarnaan dan gen penanda GFP menunjukkan bahwa proses kolonisasi dimulai dengan proses penetrasi hifa ke dalam jaringan epidermis akar, kemudian terbentuk apresorium yang dilanjutkan dengan pembentukan hifa interseluler pada epidermis dan korteks akar serta pembentukkan struktur pembengkakan hifa pada korteks akar. Pada kolonisasi A. niger tidak ditemukan struktur arbuskula seperti pada kolonisasi cendawan mikoriza. Pengamatan analisis kolonisasi menggunakan

mikroskop fluoresen dengan filter 512 nm menghasilkan auto fluoresen pada beberapa jaringan akar namun struktur kolonisasi cendawan A. niger-GFP pada akar tanaman masih dapat teramati dan dapat dibedakan dari jaringan akar.

Kata kunci: cendawan mutualistik akar, cendawan mutualistik non mikoriza, cendawan mikoriza arbuskula, A. niger, Glomus sp., gen GFP

ABSTRACT

RIDA OKTORIDA KHASTINI. Isolation, Screening, Growth Responses and Colonization Process of Root Mutualistic Fungi. Supervised by Nampiah Sukarno, Utut Widyastuti and Yasuyuki Hashidoko.

The aim of this study was to isolate, screen and analyze the potential root mutualistic fungi for developing a good quality of biofertilizer. The fungal colonization process in the root of host plant was also studied using trypan blue staining and GFP marker gene. Twenty two isolates were successfully isolated from root system of rubber tree grown in Jasinga rubber plantation and vegetation grown in Center Kalimantan peat soil. Those isolates were screened based on growth responses and root colonization to determine the fungal symbiotic ability. The results showed that twelve isolates were mutualistic symbionts but non- mycorrhiza (non-mycorrhizal mutualistic symbionts), three isolates were mycorrhizal fungi, and seven isolates were parasitic fungi. Among twelve isolates of non-mycorrhizal mutualistic fungi, Aspergillus niger that isolated from rubber plantation was the best isolate to improve plant growth. Similarly, Glomus sp. isolated from the same location showed the best growth responses among the three mycorrhizal fungal isolates. The two fungi, therefore, were selected, compared and analyzed further using Oryza sativa, Zea mays, Pharaserianthes falcataria, Acasia sp., Theobroma cacao, Phaleria macrocarpa and Brassica sp. to determine the growth response of the host plant and fungal colonization. The results showed that A. niger colonized root of host plant ranging from 53% to 75%, while Glomus sp. was ranging from 25% to 70% and there was no colonization observed of non-inoculated control plant. A. niger produced a better plant growth responses 2 and 3 times higher than that of Glomus sp. and control treatments, respectively, for all plants tested. The plant growth response of Glomus sp. inoculation was increased 2 times higher than the control treatment. The double inoculation effect of A. niger and Glomus sp. on plant growth responses was studied using Centrosema pubescens. The result showed that the combination treatment of A. niger and Glomus sp. increased plant growth of Centrosema pubescens. The increase was higher than that of Glomus sp. and control treatments, but lower than that of A. niger treatment alone. Further analyzes of A. niger onthree different P levels of Johnson fertilizer solution (25%, 50%, and 100%) using eight different host plants on zeolite medium indicated that the A. niger significantly increased the growth of all plants at all levels of P tested with the best response was observed at 50% additional P treatment. The inoculation of A. niger could save the P fertilizer application since the addition of P 25% already produced better growth response compared to that of P 100% without A. niger inoculation. Integration of GFP gene into A. niger genome was carried out for developing a marker gene to observe the colonization process of the fungus in the life symbiotic system. Based on PCR and fluorescence microscope observation using 512 nm filter, indicated that the GFP gene was successfully integrated into fungal genome, expressed constitutively and was stable at least until three subculture generations tested. Based on trypan blue staining analysis, it showed that colonization process of A. niger was started from

development of penetration structure, followed by development of apresorium in root epidermis, and intercellular mycelium and chlamydospore like structure in the root cortex. Similar colonization process was also observed using GFP marker gene. The root plant also produce auto fluorescence under 515 nm wavelength filter that made the complication in the observation of fungal colonization process using GFP gene, but the fungal structure within the root was still able to be discriminated from that of root cells.

Key word: root mutualistic fungi, non mycorrhizal mutualistic fungi, arbuscular mycorrhizal fungi, Aspergillus niger, Glomus sp., GFP gene

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 A. Cendawan Mutualistik Akar ... 4 A.1 Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ... 4 A.2 Cendawan mutualistik akar non mikoriza... 6 B. Analisis proses kolonisasi dan peningkatan pertumbuhan oleh

endofit akar ... 7 B.1 Pewarnaan cendawan pada akar... 7 B.2 Gen Penanda Khusus ... 8 BAHAN DAN METODE ... 10 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10 Bahan ... 10 Metode Penelitian ... 10 A. Isolasi dan penapisan cendawan mutualistik akar... 12 A.1. Cendawan mutualistik akar non mikoriza ... 12 A.2. Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) ... 13 B. Analisis respon tumbuh tanaman inang yang diinokulasi cendawan

mutualistik akar ... 13 C. Analisis proses kolonisasi cendawan mutualistik akar non mikoriza .. 15 C.1. Metode pewarnaan biru tripan ... 15 C.2. Penggunaan gen penanda GFP (Green Fluorescent Protein) .... 15 C.2.1 Produksi Speroplas Cendawan (Hasiba 1992) ... 16 C.2.2 Introduksi Gen Fluoresen Hijau (GFP) pada cendawan

mutualistik akar Aspergilus niger... 16 C.2.2.1 Isolasi plasmid pCamb-GFP... 16 C.2.2.2 Introduksi gen GFP... 18 C.2.3 Uji integrasi dan stabilitas gen GFP di dalam genom

cendawan ... 18 C.2.3.1 Isolasi DNA Genom Cendawan ... 19 C.2.3.2 Amplifikasi DNA Cendawan Aspergillus-GFP... 20

Hasil Pengamatan ... 21 A. Isolasi dan penapisan cendawan mutualistik akar... 21 B. Analisis respon tumbuh tanaman inang yang diinokulasi cendawan

mutualistik akar ... 23 B.1 Pengaruh isolat terpilih cendawan mutualistik akar terhadap

pertumbuhan berbagai tanaman inang... 23 B.1.1 Uji spesifisititas respon tumbuh dan kolonisasi ... 23 B.1.2 Pengaruh inokulasi ganda A. niger 1 dan Glomus sp.1 ... 25 B.2 Pengaruh cendawan mutualistik akar non mikoriza terhadap

penyerapan fosfat (P) tanaman inang ... 26 C. Analisis proses kolonisasi cendawan mutualistik akar non mikoriza... 27 C.1 Metode pewarnaan biru tripan ... 27 C.2. Penggunaan gen penanda GFP (Green Fluorescent Protein)... 28 Pembahasan... 33 A. Isolasi dan penapisan cendawan mutualistik akar... 33 B. Analisis respon tumbuh tanaman inang yang diinokulasi cendawan

mutualistik akar ... 36 C. Analisis proses kolonisasi cendawan mutualistik akar... 38 C.1 Metode pewarnaan biru tripan... 38 C.2. Penggunaan gen penanda GFP (Green Fluorescent Protein)... 39

SIMPULAN DAN SARAN ... 42 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN... 43

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Cendawan yang berhasil diisolasi dari rizosfir dan rizoplan tanaman karet dan tumbuhan pada tanah gambut. ... 21

2 Penapisan isolat-isolat cendawan pada tanaman Centrosema

pubescens ... 22 3 Respon tumbuh berbagai tanaman inang yang diinokulasi cendawan

mutualistik akar pada P 50%... 23 3 Pengaruh perlakuan P terhadap pertumbuhan berbagai tanaman

inang yang diinokulasi A. niger 1 ... 26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur taksonomi secara umum pada CMA dan kaitannya dengan cendawan lain berdasarkan urutan gen SSU rRNA (Walker & Schüßler 2004) ... 4 2 Bagan alur penelitian ... 11 3 Peta plasmid pCamb-GFP (Sesma & Osbourne 2004) ... 16 4 Gambar 4 Parameter respon tumbuh berbagai tanaman

inang yang diinokulasi cendawan mutualistik akar pada P 50% ... 24 5 Struktur kolonisasi Glomus sp. 1 pada akar Brassica sp. pada

perbesaran 10 x. a. apresorium, b. hifa internal ... 27 6 Pengaruh inokulasi ganda cendawan mutualistik akar mikoriza dan

non mikoriza pada Centrosema pubescen umur 3 bulan pada taraf P 50%. ... ... 27 7 Struktur kolonisasi fungi A. niger 1 di dalam akar pada umur 6

minggu setelah inokulasi pebesaran 10x. a. apresorium, b. hifa internal, c. Struktur yang menyerupai klamidospora... 28 8 Jumlah speroplas yang dihasilkan dari miselia dan spora A. niger.... 29

9 Speroplas segar cendawan A. niger setelah pemurnian dengan sistem dua fase sukrosa dan manitol. a. perbesaran 10x, b. perbesaran 40x ... 29 10 Persentase perkecambahan protoplas ... 30 11 Gen GFP diekspresikan secara konstitutif di seluruh struktur

cendawan pada perbesaran 40x. a. struktur aseksual (kepala konidia), b. miselium... 31 12 Miselium cendawan transgenik pada berbagai subkultur (generasi).

(a) generasi T0, (b) generasi T1, dan (c) generasi T2. ... 31 13 Hasil amplifikasi gen ... 32 14 Struktur kolonisasi A. niger transgenik di dalam akar. a. hifa

interseluler, b. Struktur klamidospora... 33

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan produksi pertanian, perkebunan dan kehutanan dapat dilakukan melalui proses intensifikasi seperti penggunaan bibit unggul, proses pemupukan dan pemberantasan hama yang terpadu. Proses tersebut pada umumnya dilakukan di daerah yang wilayah pertaniannya semakin sempit akibat diubah menjadi areal pemukiman dan areal industri seperti pulau Jawa. Proses ekstensifikasi merupakan cara alternatif yang dapat dilakukan, namun terkendala oleh kondisi lahan di Indonesia yang umumnya bersifat marjinal. Jenis tanah ini mendominasi lahan kering yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya dengan penyebarannya yaitu 10.04 juta ha di Kalimantan Timur; 7.62 juta ha di Irian Jaya; 5.71 juta ha di Kalimantan Barat; 4.81 juta ha di Kalimantan Tengah dan 2.27 juta ha di Riau (Puslitbang Tanah 1999). Kondisi lahan tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan unsur-unsur hara makro yang berada di dalam tanah dan dibutuhkan oleh tanaman berada dalam bentuk terfiksasi oleh liat atau unsur lain. Salah satu faktor pembatas pertumbuhan tanaman pada tanah marjinal ialah terbatasnya kemampuan serapan hara P oleh tanaman akibat rendahnya kandungan unsur tersebut di dalam tanah. Kondisi tersebut salah satunya dapat diatasi dengan pemberian pemupukan.

Proses pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk kimiawi dan pupuk biologis atau pupuk hayati. Penggunaan pupuk kimiawi selain mahal juga menimbulkan banyak pengaruh negatif bagi lingkungan sedangkan penggunaan pupuk hayati selain lebih murah juga ramah lingkungan. Saat ini penggunaan pupuk hayati baik di dalam maupun di luar negeri mulai banyak diminati dibandingkan dengan pupuk kimiawi. Penggunaan pupuk kimiawi pada awalnya disukai oleh petani karena efeknya yang cepat dan penanganannya yang relatif mudah. Namun, setelah beberapa waktu disadari bahwa pupuk kimiawi tersebut memiliki berbagai keterbatasan. Menurut Bayer (2002) sekitar 40-50% pupuk kimiawi yang diberikan pada tanaman yang tumbuh di lahan kering di daerah tropis tidak dimanfaatkan oleh tanaman karena hilang tercuci dari lahan tersebut. Bila kondisi lingkungan kurang mendukung seperti adanya musim

kemarau yang panjang maka efisiensi pemupukan tersebut akan lebih rendah lagi. Akibat dampak yang ditimbulkan tersebut maka petani mulai menggunakan pupuk hayati.

Latar belakang penggunaan pupuk hayati di Indonesia diantaranya disebabkan oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan. Harga pupuk kimiawi melambung tinggi akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan dicabutnya subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1998. Selain itu adanya program pemerintah yaitu Go Organik pada tahun 2010 turut meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan pupuk hayati.

Mikroorganisme termasuk cendawan mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sebagai pupuk hayati. Cendawan yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati diantaranya ialah cendawan mutualistik akar. Cendawan mutualistik akar terdiri dari cendawan mikoriza dan non mikoriza. Cendawan yang termasuk ke dalam simbion mutualistik akar non mikoriza diantaranya ialah Aspergillus dan Piriformospora indica (Varma et al. 1999). Sebagai pupuk hayati, cendawan mutualistik akar non mikoriza mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan cendawan mikoriza. Cendawan tersebut umumnya tumbuh lebih cepat, dapat diperbanyak dalam media buatan, mengkolonisasi hampir semua jenis tumbuhan dan dapat mengkolonisasi hampir semua jenis tumbuhan termasuk tumbuhan bukan inang mikoriza (non host) (Sukarno N dan Suharsono UW, data tidak dipublikasikan). Walaupun cendawan mutualistik non mikoriza mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan cendawan mikoriza, namun penelitian terhadap cendawan mutualistik non mikoriza yang berhubungan dengan respon tumbuh tanaman inang relatif baru dilakukan. Selain itu, proses kolonisasi cendawan tersebut juga belum banyak dipelajari (Varma et al. 1999).

Proses kolonisasi cendawan pada akar tanaman inang dapat dipelajari dengan menggunakan 2 metode yaitu metode pewarnaan cendawan pada akar dan dengan menggunakan gen penanda khusus diantaranya GFP (Green Fluorescent Protein). Metode pewarnaan mempunyai banyak kelemahan diantaranya ialah tidak dapat digunakan untuk mendeteksi cendawan dalam simbiosis yang hidup sedangkan penggunaan gen GFP dapat digunakan untuk menganalisa cendawan

dan memonitor dinamika proses kolonisasi yang terjadi di dalam jaringan hidup karena gen ini dapat berpendar dan dapat diamati langsung tanpa memerlukan protein substrat ataupun kofaktor (Chalfie et al. 1994).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menganalisis cendawan mutualistik akar potensial termasuk tahapan kolonisasi menggunakan pewarnaan akar dan gen GFP dan untuk pengembangan pupuk hayati yang handal.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu cendawan mutualistik akar dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang dan gen GFP yang diintroduksikan ke dalam genom cendawan dapat digunakan untuk menganalisis proses kolonisasi.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cendawan Mutualistik Akar

Cendawan mutualistik akar merupakan mikroorganisme yang berpotensi untuk digunakan sebagai pupuk hayati. Cendawan ini terdiri dari 2 kelompok yaitu cendawan mikoriza dan cendawan non mikoriza. Cendawan mikoriza terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya ialah cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang umumnya bersimbiosis dengan tanaman pertanian, perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI)

A. 1 Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Mayoritas tanaman dalam kondisi alamiah berasosiasi dengan cendawan mikoriza (Smith & Read 1997) dan cendawan mikoriza arbuskula merupakan cendawan mikoriza yang paling umum dijumpai karena berasosiasi dengan sebagian besar tumbuhan di dunia.

Menurut klasifikasi dari Morton & Benny (1990) cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan cendawan simbion obligat, mempunyai hifa aseptat, dan reproduksinya dilakukan secara aseksual. CMA digolongkan dalam filum Zygomycota kelas Zygomycetes dengan ordo Glomales. Walker & Schüβler (2004) menggolongkan CMA ke dalam filum baru yaitu Glomeromycota berdasarkan urutan gen SSU rRNA (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur taksonomi secara umum pada CMA dan kaitannya dengan cendawan lain berdasarkan urutan gen SSU rRNA (Walker & Schüßler 2004).

Filum ini mempunyai Kelas Glomeromycetes dengan 4 ordo, yaitu Glomerales, Diversisporales, Archaeosporales, dan Paraglomerales. Ordo Glomeralesdengan famili Glomeraceae. Ordo Diversisporalesterdiri dari 4 famili, yaitu Gigasporaceae, Diversisporaceae, Acaulosporaceae dan Pacisporaceae. Ordo Archaeosporales terdiri dari 2 famili, yaitu Archaeosporaceae dan Geosiphonaceae. Ordo Paraglomerales mempunyai famili Paraglomeraceae (Walker & Schüßler 2004).

Keuntungan yang diperoleh tanaman dengan adanya simbiosis dengan CMA yaitu tanaman dapat dengan mudah memperoleh unsur hara seperti fosfat (P). Fosfat adalah salah satu unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah relatif banyak oleh tumbuhan, tetapi ketersediaannya pada tanah-tanah tertentu terbatas, sehingga seringkali menjadi salah satu pembatas utama dalam peningkatan produktivitas tumbuhan. Smith et al. (2003) mengemukakan bahwa CMA dan simbiosisnya merupakan penyedia utama P yang diperlukan oleh tanaman. Kemampuan hifa eksternal CMA mengeksploitasi P tanah yang berlokasi di sekitar daerah deplesi P akar sehingga mengatasi keterbatasan difusi fosfat anorganik yang lambat dalam tanah. Adanya hifa eksternal yang berukuran lebih kecil (1/10) dibandingkan dengan akar tanaman lebih cocok untuk mengeksplorasi P dan air yang terdapat di dalam ruang pori mikro tanah yang tidak dapat dicapai oleh rambut akar, selain itu hifa juga dapat menyerap air. Orcutt & Nielsen (2000) mengemukakan bahwa CMA mampu mengubah lingkungan organik rhizosfer secara kimia melalui pelepasan asam organik, peningkatan aktivitas fosfatase dan peningkatan produksi fitohormon yang dapat mengubah fenotipe akar sehingga meningkatkan kapasitas penyerapan total hara seperti P.

Struktur infeksi CMA dimulai dari terbentuknya miselia aseptat dari propagul cendawan yang berupa spora, miselia dan akar terkolonisasi yang tumbuh di daerah rizosfer perakaran. Miselia selanjutnya melakukan kontak dengan permukaan akar dan melakukan penetrasi pada epidermis atau rambut akar dan membentuk struktur apresorium. Tahapan berikutnya ialah terbentuknya hifa inter dan intraseluler di daerah korteks akar.

Struktur khas yang dibentuk secara intraseluler ialah arbuskula dan vesikula. Arbuskula ialah percabangan dikotomus yang intensif dari hifa intraselular, dan

berperan dalam transfer nutrisi antara cendawan dan tumbuhan. Vesikula dibentuk secara intra dan interseluler. Struktur ini berfungsi sebagai cadangan makanan bagi cendawan. Hifa yang tumbuh di dalam akar disebut struktur intraradikal, sedangkan yang tumbuh di luar akar tanaman dan mengeksplorasi media tumbuh disebut struktur ekstraradikal. Struktur ekstraradikal terdiri dari miselia, spora, dan hifa pelengkap (auxiliary cell). Struktur ekstraradikal tumbuh menjauhi akar, mengeksplorasi rizosfer, dan melakukan penyerapan air dan nutrisi.

A.2 Cendawan Mutualistik Akar Non Mikoriza

Berbagai jenis cendawan termasuk cendawan endofit diketahui dapat berasosiasi dengan akar tanaman membentuk simbiosis mutualisme. Cendawan endofit ialah cendawan yang sebagian besar atau seluruh struktur hidupnya berada dalam jaringan tanaman, dan dalam asosiasinya tidak menimbulkan gejala patogen (Baldani et al. 1998, Petrini 1991, Wennstrom 1994, Wilson 1995). Cendawan endofit yang berasal dari dalam tanaman dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang disebut sebagai cendawan mutualistik akar non mikoriza. Jenis cendawan ini berperan dalam kesuburan tumbuhan inangnya karena dapat berfungsi sebagai pupuk hayati, pengendali hayati hama dan penyakit, dan mendekomposisi bahan organik (Saeed et al. 2002, Zareen et al. 2001, Rubini et al. 2005).

Pengetahuan tentang cendawan mutualistik akar yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumbuhan inang sampai saat ini sangat rendah dan sebagian besar penelitian terhadap cendawan yang mengkolonisasi akar dilakukan terhadap cendawan mikoriza (Varma et al. 1999).

Varma et al. (1999) melaporkan bahwa cendawan mutualistik akar Piriformospora indica dapat meningkatkan pertumbuhan berbagai tanaman inang. Mekanisme kolonisasi cendawan tersebut dimulai dengan terbentuknya struktur apresorium saat terjadi kontak dengan akar tumbuhan inang dilanjutkan dengan adanya kolonisasi interseluler di dalam korteks yang membentuk struktur percabangan dan koil atau struktur menyerupai klamidospora. Namun pada

Dokumen terkait