• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PROSES PRODUKSI

4.2. Proses Pengolahan

4.2.1. Robusta Wet Process

Robusta Wet Process (RWP) merupakan metode pengolahan kopi menggunakan air yang

banyak. Proses dengan metode basah lebih panjang dibandingkan dengan metode kering. Berikut adalah proses serta penjelasan mengenai Robusta Wet Process (RWP).

1. Bak Penerimaan Kopi

Tahap pertama dalam produksi biji kopi yaitu penerimaan bahan baku dari kebun. Penimbangan dilakukan pada awal penerimaan kopi glondong. Penimbangan dilakukan untuk menyesuaikan hasil penimbangan di kebun dengan hasil penimbangan di pabrik. Kopi glondong berwarna merah akan diletakkan ke dalam bak penampung. Bak penampung berfungsi untuk menampung sementara bahan baku sebelum dialirkan ke bak siphon. Buah kopi tidak boleh ditampung lebih dari 24 jam untuk menghindari penempean. Sedangkan kopi berwarna hijau diletakkan ke dalam bagor karena keesokan harinya diangkut dan diletakkan di lantai penjemuran.

Gambar 9. Penerimaan dan Penimbangan Buah Kopi dan Bak Penerimaan Kopi (Putri Layla, 2015)

14

2. Analisis Kopi Glondong

Analisis kopi glondong merupakan kegiatan untuk menganalisi berdasarkan warna, serangan hama, dan kambangan. Kegiatan analisis ini dilakukan pada pagi hari sebelum dilakukan sortasi basah. Analisis berdasarkan warna yaitu mengambil presentase kopi merah, hijau, kuning dan hitam dari kopi glondong yang diterima. Caranya yaitu menggunakan 1 kg buah kopi, kemudian buah yang berwarna hijau merah, kuning, merah, dan hitam dipisahkan, lalu masing-masing ditimbang dan dihitung presentasenya. Analisis hama dilakukan untuk mengetahui presentase kopi yang terserang hama. Caranya yaitu mengambil 100 biji merah secara acak, kemudian dipotong dengan pisau pada ujung buahnya untuk melihat ada tidaknya lubang. Analisis kambangan dilakukan untuk mengetahui berapa banyak kopi kambangan dalam sekali pemanenan. Caranya yaitu 10 kg sampel kopi glondong dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi air. Selanjutnya buah kopii yang mengaambang diambiil dan diitimbang, kemudian diihitung presentasenya.

(a) (b) (c)

Gambar 10. Analisa warna (a), Analisa hama (b), dan Analisa kambangan (c) (Yosefine, 2015)

3. Sortasi Basah

Setelah buah kopi glondong masuk bak penerimaan. Kemudian kopi tersebut dimasukkan

ke dalam bak yang berisi air yang disebut bak siphon. Bak siphon berfungsi untuk

memisahkan buah kopi baik (superior) dan buah kopi jelek (inferior) serta kotoran yang terbawa dari kebun. Buah kopi yang baik akan tenggelam, sedangkan buah kopi yang jelek akan mengambang. Di samping bak siphon terdapat bak kambangan yang berfungsi untuk

15

menampung hasil kopi yang buruk. Di dalam bak siphon terdapat juga sebuah kotak penampung kotoran seperti batu, tanah, dll yang tenggelam berada di dasar bak.

Gambar 11. Proses Sortasi Basah Pada Bak Syphon Gambar 12. Bak Kambangan

(Amiq Jatek, 2012) (Amiq Jatek, 2012)

4. Pengelupasan Kulit Luar (Pulping)

Buah kopi glondong yang telah diseleksi kualitas baik dan buruk kemudian dimasukkan ke dalam mesin raung pulper. Proses ini dilakukan untuk memisahkan biji kopi dari daging dan kulit buah serta mempercepat waktu saat proses pengeringan. Kopi glondong dari proses sortasi basah langsung mengalir ke raung pulper untuk digiling dengan bantuan air. Air tersebut juga digunakan untuk membersihkan biji kopi dari daging dan kulit buah serta mengalirkan hasil gilingan ke solid pump. Kopi glondong akan dikupas kulitnya dan akan dihasilkan biji kopi yang masih terdapat lendir di bagian kulit tanduknya. Pada proses ini

hasil yang didapatkan disebut kopi HS (Horn Skin). Solid pump berfungsi untuk

mengalirkan kopi dari raung pulper ke tempat pengeringan. Kemudian hasil gilingan

tersebut langsung dialirkan ke tempat pengeringan, tetapi terdapat juga kopi HS yang masuk ke dalam bak penampung sementara yang berfungsi untuk menampung kopi HS basah dikarenakan kapasitas ruang pengeringan yang penuh.

16

Gambar 13. Mesin Raung Pulper Gambar 14. Solid Pump

(Yosefine, 2015) (Putri Layla, 2015)

Gambar 15. Bak Penampung Kopi HS (Taufik Ismatullah, 2015)

5. Penuntasan

Penuntasan merupakan proses pengurangan jumlah air yang terbawa akibat proses sortasi basah dan pulping. Penuntasan berfungsi agar proses pengeringan berjalan optimal dan mencegah kerusakan pada alat pengering. Proses ini berlangsung saat penerimaan kopi HS di tempat pengeringan (masson dan viss dryer). Waktu untuk penuntasan kurang lebih 2 jam.

Gambar 16. Proses Penuntasan di Viss Dryer dan Masson Dryer

17

6. Pengeringan

Terdapat 2 macam jenis pengeringan yaitu secara manual (viss dryer) dan secara mekanis (masson dryer). Pengeringan berfungsi untuk menurunkan kadar air pada biji kopi dari 40-50% menjadi 9-12%. Tujuan dikeringkan hingga mencapai 9-12% karena pada nilai tersebut biji kopi sangat stabil pada perubahan suhu dan kelembaban udara lingkungan saat penyimpanan.

Pengeringan manual (viss dryer) merupakan pengeringan yang berbentuk rumah berlantai dua, pada lantai yang atas terbuat dari plat berlubang. Lantai atas berfungsi untuk memaparkan kopi yang akan dipanaskan, sedangkan pada lantai bawah terdapat ventilasi untuk keluar dan masuknya udara. Tebal hamparan kopi HS maksimal adalah 20 cm, apabila terlalu tinggi akan membutuhkan waktu yang lama untuk kering. Dalam proses pembalikan kopi dilakukan secara manual yang dilakukan oleh tenaga manusia, hal tersebut yang menyebabkan hasilnya tidak optimal karena pemanasan yang tidak merata. Viss dryer

biasanya digunakan untuk jenis kopi inferior, tetapi terdapat juga kopi superior yang masuk dikarenakan mesin masson dryer yang sudah tidak cukup.

Pengeringan masson dryer merupakan pengeringan yang menggunakan tromol berputar

secara mekanis dengan menggunakan bahan bakar kayu dan solar. Terdapat 4 buah masson

dryer, namun hanya 3 yang digunakan karena yang 1 sedang rusak. Masson dryer

digunakan untuk jenis kopi yang superior, dikarenakan mesin ini lebih efisien yaitu pada proses pembalikan dilakukan secara otomatis dan pemanasan lebih merata sehingga waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari viss dryer, selain itu temperaturnya lebih terkontrol.

Pada pengecekan kadar air dilakukan saat suhu mencapai 80-600 untuk viss dryer,

sedangkan masson dryer dilakukan pada 4 jam terakhir yaitu pada suhu 900. Pengecekan dilakukan dengan mengambil sampel secara acak. Kemudian sampel tersebut digiling menggunakan penggiling mini manual. Penggilingan ini bertujuan untuk mengupas kulit tanduk dan kulit ari. Alat pengukur kadar air yang digunakan adalah ceratester dengan batas maksimal kadar air yang dapat dibaca adalah 20%.

18

Gambar 17. Proses Pengeringan Viss Dryer Gambar 18. Proses pengeringan Masson Dryer

(Yosefine, 2015) (Yosefine, 2015)

7. Pendinginan

Setelah proses pengeringan secara manual dan mekanis, kopi HS kopi kemudian

didinginkan terlebih dulu dengan dimasukkan ke dalam bagor. Kopi HS (Hard Skin)

sebutan untuk kopi hasil proses pengeringan. Pendinginan dilakukan selama ± 24 jam. Tujuan pendinginan adalah untuk menyeragamkan kadar air dan suhu kopi HS. Proses pendinginan juga akan mempermudah dalam proses penggerbusan. Apabila kopi langsung dilakukan penggerbusan maka biji kopi akan mudah pecah dan akhirnya akan merugi.

Gambar 19. Pendinginan Kopi HS Kering dalam Bagor

(Amiq Jatek, 2012)

8. Penggerbusan

Setelah ± 24 jam kopi HS didinginkan dilanjutkan dengan proses penggerbusan yang merupakan proses pengupasan kulit tanduk dan kulit ari. Mesin yang digunakan untuk

proses penggerbusan adalah huller. Kopi HS kering yang telah didinginkan, kemudian

19

penampungan tersebut terbuat dari lantai kayu. Lalu kopi masuk ke dalam corong penerimaan, lalu kopi akan masuk ke dalam mesin penggerbus yang berupa silinder dan akan tergiling menjadi biji kopi. Apabila terdapat kopi HS yang belum terkupas maka perlu diulangi kembali proses penggerbusannya dan penyetelan mesin akan lebih dirapatkan. Pada proses penggerbusan akan dihasilkan biji kopi dan limbah padat. Limbah padat yang dihasilkan berupa kulit tanduk dan kulit ari yang dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak. Sedangkan untuk biji kopi dimasukkan ke dalam karung, lalu ditimbang sampai 80 kg per karung. Selanjutnya kopi akan disimpan untuk proses selanjutnya, yaitu sortasi kering.

Gambar 20. Mesin Huller

(Taufik Ismatullah, 2015)

Gambar 21. Kopi HS Kering Gambar 22. Biji Kopi

(Putri Layla, 2015) (Putri Layla, 2015)

Pada gambar 21., dapat dilihat bahwa kopi HS kering yang belum dilakukan proses penggerbusan dan pada gambar 22., merupakan biji kopi yang telah mengalami proses penggerbusan.

20

9. Sortasi Kering

Setelah dilakukan proses penggerbusan dilanjutkan dengan sortasi kering. Biji kopi yang telah disimpan dalam bagor, selanjutnya akan dimasukkan ke dalam bak besar berbentuk kotak dengan kapasitas 3,2 ton dan dibawahnya terdapat lubang keluar yang berfungsi untuk mengambil biji kopi yang akan disortasi. Tujuan dalam proses sortasi adalah untuk memisahkan biji kopi menurut grade dan mutunya. Pada proses sortasi kering dikerjakan oleh para ibu yang berjumlah ± 200 orang dan proses tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Peralatan yang digunakan dalam proses sortasi kering adalah bakul dan tampah. Dalam proses sortasi ibu-ibu akan menampi kopi beras agar terpisah dengan kopi glondong, kotoran kulit tanduk, pecahan biji kopi, dan kotoran lain. Proses sortasi ini dilakukan oleh pekerja dengan upah sebesar Rp 15.000 per 20 kg. Selanjutnya biji kopi akan dipisahkan berdasarkan nilai cacatnya. Pengelompokan jenis biji kopi yang disortasi adalah biji kopi mutu RWP 1, mutu RWP 4, mutu 6 (lokal) dan RDP (kopi glondong) untuk kopi glondong nantinya akan dilakukan penggerbusan kembali. Berikut merupakan pengelompokan grade dan mutunya dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3. Karakteristik Mutu Biji Kopi

Golongan Karakteristik Mutu

Mutu RWP 1 Biji kopi utuh, tidak berlubang, tidak kisut, dan berwarna cerah

Mutu RWP 4 Biji kopi berlubang 1, tutul sebagian

Mutu 6 (lokal) Biji pecah, berlubang lebih dari 1, tutul penuh dengan sebagian diselimuti kulit ari, biji kisut

RDP Biji diselimuti kulit ari

21

Gambar 23. Mutu RWP 1, Mutu RWP 4, Mutu lokal, dan Mutu RDP (Putri Layla, 2015)

Gambar 24. Bak Kapasitas 3,2 ton Gambar 25. Sortasi Kering oleh Pekerja

(Dokumentasi Pribadi) (Dokumentasi Pribadi)

10. Quality Control

Quality Control merupakan tahap untuk pemeriksaan hasil sortasi kering. Mutu yang

dikontrol adalah mutu RWP 1. Kriteria biji kopi yang lolos quality control yaitu persentase biji kopi yang tidak lolos diameter lubang meja control maksimal 11%. Persentase tersebut dihitung dari berat biji kopi yang menyimpang dibagi dengan berat total biji kopi yang disortasi. Setelah melalui tahap ini, biji kopi hasil sortasi ditimbang untuk di data dan digunakan untuk menentukan upah pekerja.

22

Gambar 26. Quality Control oleh Pegawai Pabrik (Amiq Jatek, 2012)

11. Pengayakan

Setelah proses pendataan biji kopi, kemudian dilanjutkan dengan proses pengayakan. Pengayakan adalah proses pemisahan biji kopi mutu RWP 1, mutu RWP 4, mutu lokal, dan mutu RDP berdasarkan ukuran. Terdapat 2 jenis ayakan di Pabrik Kopi Banaran yaitu ayakan guncang dan ayakan tromol. Ayakan guncang digunakan untuk memisahkan biji kopi mutu RWP 1 dengan ukuran L, M, S, dan krill. Sedangkan ayakan tromol digunakan untuk memisahkan biji kopi RWP 4, mutu lokal, dan mutu RDP dengan ukuran L, M, S, dan krill. Pemasukan biji kopi menggunakan alat bantu yang disebut katador. Toleransi penyimpangan masing-masing ukuran adalah 2,5%. berikut :

 Ukuran L : Biji kopi yang tidak dapat lolos ayak pada lubang diameter 7,5 mm.

 Ukuran M : Biji kopi yang tidak dapat lolos ayak pada lubang diameter 6,5 mm.

 Ukuran S : Biji kopi yang tidak dapat lolos ayak pada lubang diameter 5,5 mm.

 Krill : Biji kopi yang lolos ayak pada lubang diameter 5,5 mm.

Setelah proses pengayakan, dilanjutkan dengan analisis biji kopi berdasarkan nilai cacat yang sudah distandarisasi. Nilai biji kopi mutu RWP 1 adalah cacat ≤ 11, mutu RWP 4 nilai cacat antara 11 sampai 80, dan untuk mutu lokal nilai cacat >80. Analisis biji kopi berdasarkan nilai cacat caranya dengan mengambil sampel sebanyak 300 gram pada setiap mutu dan ukuran setelah pengayakan. Kemudian sampel tersebut diperiksa setiap bijinya

23

dan diberikan nilai sesuai nilai standarisasi. Selanjutnya biji kopi akan dikemas di dalam karung dan ditimbang seberat 80 kg/karung, lalu diangkut ke ruang penyimpanan.

Gambar 27. Ayakan Guncang Gambar 28. Ayakan Tromol

(Putri Layla, 2015) (Putri Layla, 2015)

Gambar 29. Katador (Putri Layla, 2015)

12. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan biji kopi primer. Penyimpanan berfungsi agar hasil dari pengolahan kopi primer lebih tahan lama, karena selanjutnya kopi primer akan diolah menjadi kopi sekunder yaitu kopi bubuk. Penyimpanan menjadi salah satu penentu cita rasa kopi tersebut. Maka dalam penyimpanannya terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan, misalnya suhu ruangan dikondisikan seperti di dalam suhu kamar, kelembaban, dan tata letak penyimpanan.

24

Menurut Ridwansyah (2003), ruang penyimpanan kopi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

 Gudang memiliki ventilasi yang cukup

 Suhu gudang optimum 20°C-25°C.

 Kondisi gudang bersih, tidak ada hama penyakit dan bau asing.

 Terdapat alas kayu setinggi 10 cm untuk menumpuk karung.

Gambar 30. Ruang Penyimpanan Biji Kopi (Amiq Jatek, 2012)

Penyimpanan bij kopi hasil pengolahan primer diplotkan dan diberi keterangan yaitu mutu biji kopi, jumlah karung biji kopi dan berat total karung per plot. Penumpukan karung

berisi biji kopi maksimal 12 tumpukan dengan bantuan alat yang dinamakan conveyor.

Dalam peletakan karung, ada aturan jarak antara tumpukan karung dengan lantai maupun dinding. Aturan tersebut yaitu jarak tumpukan karung berisi biji kopi 10 cm dari lantai kemudian 50 cm dari dinding.

Gambar 31. Conveyor Gambar 32. Stapel

25

Dokumen terkait