• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Pada Setek

2.2.1. Rootone F

Senyawa yang terkandung dalam rootone F meliputi : 1-Naftaline asetamida (N-AD), 2 – Methil-1-Naftalen asetamida

(Me-NAd), asam 2 2-Metil-1-Naftalen asetat(Me-NAA), asam Indole-3-asetat (IBA), Thiram dan Talc (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1987).

Hasil penelitian tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik dan permeabelitas sel terhadap air. Akibatnya terjadi pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein dan plastisitas serta pengembangan diding sel (Moore, 1979).

Setelah volume sel meningkat dan dicapai keseimbngan baru, didin sel dijalin kembali di bawah kendali IAA, yaitu melalui peningkatan aktivitas enzim selulase sintetasa (Goodwin dan Mercer,1983)

Senyawa auksin merangsang biosintesa m-RNA khususnya dalam sel yang memanjang, yang selanjutnya mempercepat sintesis baru, enzim pembentuk diding sel akhirnya menyebabkan pemanjangan sel (Patel et al .,1978) RNA yang terbentuk terlibat dalam inisiasi primordial akar (Hartman dan Kester, 1978). Auksin juga dikatakan oleh Audus (1963) merangsang pembentukan, pemunculan,dan deferensiasi primordial akar dan pengaturan sel-sel akar.

IBA bersifat lebih baik dan efektif karena kandungan kimia IBA lebih stabil, daya kerjanya lebih lama dan kemungkinan berhasil lebih besar dalam pembentukan akar. IBA yang diberikan pada setek akan tetap ada pada tempat pemberian sehingga dapat diharapkan respon yang baiak terhadap pembentukan akar. NAA mempunyai sifat memperkecil batas konsentrasi optimal perakaran (Rochiman dan Haryadi,1973). NAA juga diketahui oleh Audus (1963) bersifat merangsang pembentukan akardengan stabilitas kimia yang lebih besar dan mobilitas rendah. Tetapi batas konsentrasi optimalnya sangat kecil sehingga dapat menimbulkan kerugian besar bila belum diketahui konsentrasi yang sebenarnya bagi suatu tanaman.

Menrut Audus (1963) IBA atau auksin dapat menyebabakan pembentukan akar lebih panjang, lebih cepat, dan membentuk system perakaran yang lebih kompak, kuat, serta menyerabut. IBA juga dikatakan oleh Patel et al (1978) dapat mempercepat penggunaan karbohidrat akibat peningkatan kegiatan enzim amylase. Pada minggu ketiga, setek yang diberi IBA terbukti telah berakar, sedangkan control masih berkalus.

Zat pengatur tumbuh IBA dan NAA merupakan auksin sintetis yang efektif sehingga lazim dipergunakan untuk mendorong

perakaran setek. Campurab zat pengatur tumbuh IBA dan NAA atau IAA dengan NAA untuk tujuan tertentu sering digunakan.

Ada tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasikan ZPT yaitu : 1.) Commercial Powder Preparation (pasta); 2.) Dilute Solution Soaking Method (perendaman); 3.) Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat). Pada pencelupan cepat konsentrasi yag digunakan adalah 500-10000 ppm, pangkal batang dicelupkan dalan larutan ZPT selama lima detik. Cara perendaman menggunakan konsentrasi 20-200 ppm, pangkal batang direndam dalam larutan selama 24 jam. Kedua cara ini menggunakan bahan pelarut alkohol.

Bila menggunakan cara serbuk, konsentrasi yang digunakan adalah 200-1000 ppm untuk setek berbatang lunak sedangkan setek berbatang keras membutuhkan konsentrasi lima kali lebih tinggi (Weaver, 1972). Metode perendaman adalah metode praktis yang paling awal ditemukan dan sampai saat ini masih dipandang paling efektif. Pada setek yang berkayu lembut (sotwood, herbaceus) jumlah larutan yang diabsorbsi akan tergantung pada jumlah air yang diabsorbsi, karena itu metode perendaman sangat sesuai digunakan untuk tanaman herbaceus guna mencegah terjadinya keracunan pada tanaman (Audus, 1963). Menurut Leopold (1963), biasanya

konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara 25-100 ppm, kemudian Hartmann dan Kester (1978), menambahkan pada umumnya konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara 20 ppm untuk spesies yang mudah berakar dan 200 ppm untuk spesies yang sulit berakar.

Penggunaan metode tepung atau bubuk merupakan metode yang paling sederhana, tidak memerlukan perendaman dan jumlah auksin yang diaplikasikan relatif konstan tetapi sifat fisik zat pembawa (carrier) berpengaruh besar terhadap bahan aktif dan zat pembawa yang berbeda dapat menyebabakan respon tanamanyang sangat berbeda walaupun pada konsentrasi yang sama (Audus, 1963).

Disamping itu, hasil yang seragam sulit diperoleh mengingat adanya keragaman dalam jumlah tepung atau bubuk yang dilekatkan pada setek (Weaver, 1972). Penggunaan metode celup cepat memungkinkan aplikasi auksin dalam jumlah yang konstan, kurang dipengaruhi kondisi lingkungan dan larutan yang sama dapat digunakan berulang kali, namun karena metode celup cepat menggunakan konsentrasi tinggi, sehingga apabila konsentrasinya tidak tepat maka akan menimbulkan penghambatan tunas, daun menguning dan jatuh ataupun kematian setek (Weaver,1972).

2.2.2 Dharmasri 5 EC

Dharmasri 5 EC mengandung bahan aktif triokontanol (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1987). Triakontanol merupakan suatu senyawa alcohol rantai panjang yang jenuh beratom C 30, dapat memacu kerja enzim yang berhubungan dengan metabolism karbohidrat. Enzim yang dapat diaktifkan oleh triakontanol adalah polifenol oksidase, glukonat 6p dehidrogenase, isositrat dehidrogemnase, starch fosforilase, dan fosfoenol piruvat karboksilase (Ries dan Houtz, 1983). Penelitian di Bogor menunjukan hasil yang beragam sekali. Suatu hasil yang sangat konstan dari pemberian triokaontanol adalah kenaikan kandungan khlorofil daun (Wattimena, 1990). Triokontanol dikatakan juga oleh Ries dan Wert (1977) dapat memacu reaksi fiksasi CO2 udara, meningkatkan luas daun, dan bobot kering tanaman padi.

Satler dan Thiman (1980) menyatakan bahwa alkohol alifatik dapat mempengaruhi membukanya stomata, meningkatkan jumlah khlorofil, mengurangi proteolisis, mengurangi laju fotorespirasi, dan meningkatkan bobot kering. Pembukaan stomata akan dapat mambantu penundaan senessens.

Menurut Parodi dan Leloir (1979) dalam Menon dan

Srivastava (1984) senyawa alcohol rantai panjang dapat memberikan fasilitas transport gula dari ekstraseluler ke dalam sel. Hustad (dalam Ries, 1985) menyatakan pemberian triokantanol dapat meningkatkan laju fotosintesis dan mobilisasi fotosintat pada tanaman padi, laju fotosintesis tanaman dapat meningkat karena meningkatnya jumlah ribulose difosfat sebagai akibat perlakuan triokontanol.

Lasniak et al. (1986) menyatakan pemberian triokontanol dapat meningkatkan aktivitas ATPase pada membrane plasma pada akar tanaman barley. Menurut Dharma Niaga (1986) pemberian triokontanol pada tanaman akan mempengaruhi proses fisiologi tanaman sehingga dapat memperbaiki system perakaran, meningkatkan penyerapan air dan unsure hara, menambah aktivitas enzim dan hormone tersedia dalam tanaman, menambah jumlah khlorofil, meningkatkan nfotosintesis dan sintesis protein.

Dokumen terkait