• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor makroekonomi yang dianalisis guna mengetahui penyebab terjadinya perubahan harga saham dibatasi pada faktor perubahan tingkat suku bunga BI rate, tingkat inflasi dan kurs US dolar. Sementara untuk menganalisis perubahan fundamental keuangan perusahaan yang diduga memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham, digunakan data rasio keuangan triwulan dan harga saham bulanan perusahaan pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Harga saham merupakan acuan bagi investor dalam mengambil keputusan membeli atau keputusan menjual saham. Apabila harga suatu saham naik maka banyak investor akan mengambil keputusan membeli saham sebelum harga akan naik lebih tajam. Namun adapula investor yang mengambil keputusan untuk melakukan aksi profit taking, karena investor menilai harga saham akan kembali menurun setelah mencapai klimaks kenaikan harga sahamnya. Dengan demikian, hal ini merupakan saat yang tepat bagi investor untuk mengkonversikan sahamnya dengan menjual sahamnya disaat harga saham naik. Sebaliknya, apabila harga suatu saham turun maka banyak investor yang akan mengambil keputusan untuk menjual saham sebelum harga saham akan turun merosot lebih tajam. Adapula investor yang mengambil keputusan untuk masuk ke pasar saham dan membeli saham karena menilai harga saham akan naik kembali.

Harga saham terbentuk dari kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran terhadap saham. Apabila jumlah permintaan terhadap suatu saham naik sementara penawaran saham diasumsikan tetap, maka harga suatu saham akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah permintaan terhadap suatu saham turun sementara penawaran saham diasumsikan tetap, maka harga saham akan turun. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan permintaan dan perubahan penawaran terhadap suatu saham akan menyebabkan perubahan harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap suatu saham sangatlah kompleks dan merupakan akumulasi dari berbagai respon-respon yang terjadi baik berupa faktor ekonomi, faktor politik, faktor sosial, dll.

Bagi investor menganalisis perkembangan suatu saham dan memperkirakan faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan harga saham sangat penting. Hal ini terkait dengan segala keputusan yang harus diambil investor terkait dengan modal atau dana yang telah ditempatkan pada saham. Karena itu, perubahan yang terjadi pada harga saham dan faktor-faktor penyebabnya akan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh investor dan potensi kerugian yang dapat terjadi bagi investor.

Faktor ekonomi yang diduga turut mempengaruhi pergerakan harga saham dari beberapa penelitian yang ada antara lain dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator-indikator ekonomi yaitu tingkat suku bunga BI rate, nilai tukar valas terhadap rupiah dan inflasi. Penelitian Mamik (2003) berusaha menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode Januari 2002-Desember 2002 oleh faktor penduga variabel fundamental mikro dan makro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penggerak harga saham industri makanan dan minuman lebih banyak dijelaskan oleh faktor fundamental mikro. Sementara faktor fundamental makro berupa variabel makroekonomi yang diwakili oleh nilai kurs rupiah hanya mempengaruhi secara signifikan terhadap pergerakan harga saham industri makanan. Kurs rupiah tidak mempengaruhi harga saham secara signifikan pada industri minuman.

Penelitian yang dilakukan Wiwoho (2005) yang menganalisis mengenai pengaruh faktor fundamental dan kondisi makroekonomi terhadap indeks harga saham sektor manufaktur periode tahun Juli 1997- Mei 2002 menunjukkan bahwa variabel pada fundamental mikro lebih besar mempengaruhi perubahan harga saham sektor manufaktur seperti variabel PBV (price to book value) dan variabel DER (debt to equity ratio) dibandingkan variabel makroekonomi seperti variabel suku bunga, inflasi dan kurs US dolar. Walaupun ketiga variabel makroekonomi memiliki pengaruh yang tidak lebih besar dibandingkan dengan variabel fundamental, ketiga variabel ini secara parsial dan signifikan mempengaruhi harga saham sektor manufaktur.

Penelitian lain yang mencoba menduga pengaruh variabel makroekonmi terhadap suatu saham yaitu penelitian Wijaya (2008) yang menganalisis mengenai pengaruh faktor-faktor makroekonomi dan return indeks harga saham gabungan terhadap return saham sektor pertanian dan pertambangan periode januari 2004-juni 2007. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa return indeks harga saham sektor pertanian secara signifikan dipengaruhi oleh nilai return indeks harga saham gabungan tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel makro ekonomi melalui indikator inflasi, return kurs, dan return suku bunga Bank Indonesia. Sementara return indeks harga saham sektor pertambangan secara signifikan dipengaruhi oleh return indeks harga saham

inflasi yang tidak memiliki pengaruh secara nyata dan signifikan terhadap return indeks harga saham sektor pertambangan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2008) berbeda dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Erdina (2006) yang juga menduga kemampuan dari suku bunga, inflasi, kurs US dolar dan beberapa variabel lain seperti indeks harga saham pertanian, suku bunga Amerika Serikat, indeks perdagangan pertanian, permintaan saham dalam menjelaskan keragaman dari model indeks harga saham pertanian. Dimana hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan model sebanyak 87,56 persen sementara sisanya diterangkan oleh faktor lain diluar model. Artinya variabel-variabel tersebut termasuk variabel-variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia, inflasi dan kurs US dolar secara signifikan mempengaruhi indeks harga saham sektor pertanian.

Penelitian Hardiningsih dan Chairiri (2002), diacu dalam Fuadi (2009) yang mencoba menduga pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dolar terhadap

return saham pada sektor industri dasar dan kimia. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa nilai tukar rupiah terhadap US dolar berpengaruh negatif terhadap return harga saham. Hal ini dapat dipertegas dengan adanya kondisi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, dimana depresiasi rupiah yang tinggi mengakibatkan

return saham menurun. Namun, hasil penelitian tersebut berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003), diacu dalam Fuadi (2009) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US dolar berpengaruh positif terhadap return saham pada pasar modal Indonesia.

Beberapa penelitian yang mencoba menduga resiko investasi pada saham sektor agribisnis sehingga hal ini berdampak pada ketidakpastian tingkat keuntungan dan mempengaruhi terhadap perubahan harga saham, dapat ditunjukkan oleh penelitian Ramadhona (2004), Iskandar (2006) dan Rozak (2009). Dengan menerapkan model Arch-Garch terhadap penentuan besar resiko menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat resiko tertinggi sementara AALI dinilai memiliki tingkat resiko terendah (Ramadhona 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2006) menyimpulkan bahwa tingkat resiko harga pada saham GGRM dipengaruhi oleh besarnya nilai

sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Pada saham HMSP dan RMBA, tingkat resiko lebih banyak dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besaran simpangan baku pengembalian dari rataan untuk satu hari sebelumnya (Iskandar 2006). Sementara, pada penelitian yang dilakukan oleh Rozak (2009) yang meneliti resiko dan peramalan harga saham AALI, LSIP dan UNSP menyimpulkan bahwa tingkat resiko harian dari AALI paling kecil jika dibandingkan dengan tingkat resiko harian pada LSIP dan UNSP. Dengan karakteristik perilaku investor risk averter, maka kecenderungan investor untuk tertarik pada saham AALI lebih besar dibandingkan dengan saham LSIP dan UNSP.

2.2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US Dolar terhadap Perubahan Harga Saham

Manung (1996), diacu dalam Syaifuddin (2005) meneliti mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan menggunakan model ekonometrik dari tahun 1989-1995 (77 observasi), hasilnya tingkat suku bunga dan kurs US dolar berpengaruh negatif dan signifikan serta inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan. Direja (2004) meneliti mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dari Mei 1998-Maret 2004 (secara triwulan), hasilnya menunjukkan tingkat suku bunga dan kurs US dolar berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan inflasi tidak memiliki pengaruh secara signifikan.

Sakhowi (2004), diacu dalam Hadjiji (2008) menganalisis mengenai bagaimana pengaruh kurs rupiah terhadap US dolar, inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap kinerja saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan model

autoregresif, hasilnya kurs dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja saham sedangkan tingkat suku bunga riil tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Syaifuddin (2005) menganalisis mengenai pengaruh perubahan suku bunga, inflasi, dan kurs terhadap perubahan indeks harga saham gabungan dengan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda dan hasilnya hanya kurs US dolar yang berpengaruh signifikan.

gabungan (IHSG) dan hasil yang diperoleh adalah variabel kurs us dolar saja yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan sedangkan tingkat suku bunga Bank Indonesia dan inflasi walaupun memiliki pengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan tetapi tidak signifikan.

Dalam penelitian ini, saham yang dianalisis juga mengenai pengaruh dari faktor makroekonomi terhadap perubahan harga saham namun analisis tidak dilakukan pada perubahan harga saham sektor komoditas seperti pada penelitian sebelumnya melainkan hanya dilakukan analisis pada perubahan harga saham pada empat dari 15 perusahaan pertanian yang terdaftar di BEI. Sehingga akan didapatkan model saham PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk. yang diduga akan memiliki perbedaan antara saham yang satu dengan saham yang lain.

Analisis terhadap faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham pada masing-masing saham PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya. Dimana faktor makroekonomi yang dianalisis yaitu perubahan suku bunga BI rate, inflasi dan kurs US dolar. Namun berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini digunakan time lag pada variabel independen dan variabel dependen. Time lag menggunakan perbedaan dasar waktu yang berbeda antara variabel independen dengan variabel dependen. Sehingga variabel independen yang dianalisis yaitu perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya (t-1) sementara perubahan harga saham bulan ke-t sebagai variabel dependen.

Penggunaan time lag dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa keputusan investor dalam melakukan investasi pada pasar saham periode saat ini (bulan ke-t) dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada tingkat pengembalian di pasar uang yang diwakili oleh perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat pengembalian di pasar valuta asing US dolar yang diwakili oleh perubahan kurs US dolar serta tingkat inflasi pada periode sebelumnya (bulan t-1).

Alasan menggunakan perubahan harga saham yang dijadikan sebagai variabel dependen yakni perubahan yang terjadi pada harga saham mencerminkan

perilaku investor dalam melakukan dan membuat keputusan investasi di pasar saham yang juga didasarkan atas informasi yang dimiliki oleh investor. Perubahan harga saham yang terjadi juga mempengaruhi pula pada besar kecilnya potensi keuntungan dan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi pada investor jika investor tidak mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham. Sehingga diharapkan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan sektor pertanian dapat membantu menjelakaskan perilaku investor dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan sektor pertanian.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan terhadap Investasi

Seperti halnya barang dan jasa, investasi sebagai suatu produk akan hadir jika terdapat permintaan terhadap suatu investasi. Permintaan terhadap suatu investasi berasal dari investor yang memiliki kelebihan dana yang dimilikinya pada asset atau obyek investasi yang dipilihnya. Dimana pilihan investasi yang dapat investor pilih baik berupa investasi dalam bentuk real asset dan investasi dalam bentuk financial asset telah semakin beragam. Sehingga berbagai ukuran yang diperlukan dalam mempertimbangkan keputusan investasi yang dibuat akan terletak pada seberapa besar modal atau dana yang dikeluarkan untuk melakukan investasi sampai dapat memperoleh tingkat pengembalian yang diharapkan, seberapa besar tingkat pengembalian investasi jika dibandingkan dengan investasi lain, seberapa besar kemungkinan resiko dari pilihan investasi tersebut, dan seberapa cepat dana dalam bentuk kas secara fisik dapat ditarik dari modal yang telah disetor (Widoatmodjo 2007).

Semakin besar tingkat pengembalian, dan semakin cepat dana dalam bentuk uang kas dapat ditarik dari modal yang diinvestasikan maka akan semakin baik bagi investor dalam memilih investasi tersebut. Semakin baik ukuran daya tarik dari suatu investasi tersebut akan menyebabkan semakin besar permintaan terhadap investasi tersebut jika ukuran daya tarik dari investasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan daya tarik dari investasi lain. Sehingga hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peralihan dana yang ditarik keluar dari suatu investasi menuju investasi lain. Adanya peralihan dana yang ditarik keluar tersebut menyebabkan terjadinya perubahan jumlah permintaan investasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi kembali terhadap perubahan daya tarik pada investasi tersebut. Perubahan daya tarik dari investasi tersebut akan mengakibatkan pula terjadinya perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan dan lamanya uang kas yang dapat ditarik dari modal yang diinvestasikan.

3.1.2. Investasi Saham

Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha terhadap perusahaan (Hin 2008). Menurut Widoatmodjo (2007), saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau yang biasa disebut dengan emiten Sementara menurut Tambunan (2007) saham dapat didefinisikan sebagai bukti penyertaan modal pada sebuah perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, saham merupakan bukti penyertaan modal yang dikeluarkan oleh perusahaan emiten sebagai suatu tanda adanya investasi yang dilakukan oleh investor dimana investor akan mendapatkan return berupa dividen atau capital

gain dari sejumlah dana atau modal yang diinvestasikan.

Dividen dapat diperoleh investor bilamana perusahaan emiten tempat sejumlah dana atau modal ditempatkan membukukan laba bersih di akhir tahunnya (Tambunan 2007). Dividen sering menjadi tolak ukur skala perusahaan. Jika dividen dibayarkan secara rutin dengan pertumbuhan, maka umumnya saham tersebut akan menjadi pilihan investasi yang menarik bagi investor.

Sementara itu, capital gain dapat diperoleh investor bilamana suatu harga saham yang diinvestasikan oleh investor mengalami kenaikan harga dan investor memutuskan untuk melepas kepemilikan saham tersebut dengan menjualnya di pasar saham. Sehingga investor akan mendapatkan selisih nilai positif dari harga jual saham terhadap harga beli saham. Pergerakan harga saham yang begitu cepat akan membuat potensi terjadinya capital gain secara cepat pula yang tak jarang juga menyebabkan potensi capital loss (Arifin 2005).

Saham memiliki tingkat resiko yang jauh lebih tinggi daripada jenis instrumen investasi lain baik yang berasal dari pasar modal, pasar keuangan maupun pasar derivatif, namun tingkat resiko yang dihasilkannya sebanding dengan tingkat keuntungannya. Keuntungan dari saham yang dapat diperoleh investor yaitu dividen dan capital gain dapat melebihi tingkat keuntungan investasi dari investasi lain.

Tabungan dan deposito walaupun memiliki tingkat kepastian dalam memberikan hasil keuntungan dibandingkan saham tetapi tingkat keuntungan yang ditawarkan dari tabungan dan deposito relatif terbatas yaitu mengacu pada

besaran tingkat suku bunga Bank Indonesia (Hin 2008). Untuk valas US dolar misalnya, tingkat keuntungan yang dihasilkan dari selisih harga jual dan harga beli valas relatif lebih kecil dibandingkan dengan capital gain yang mampu diberikan saham namun capital loss yang diberikan saham dapat jauh lebih besar dibandingkan dengan capital loss dari valas.

3.1.3. Permintaan dan Penawaran Saham serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Ketika saham akan diperdagangkan di pasar saham, mekanisme pertemuan yang akan terjadi pada pertemuan antara permintaan dan penawaran saham tidak hanya akan melibatkan permintaan dari investor yang ingin membeli saham dan penawaran dari emiten yang ingin menjual sahamnya tetapi juga akan melalui mekanisme pertemuan antara permintaan dan penawaran saham antara investor yang ingin membeli saham dan investor yang ingin menjual sahamnya. Dimana dua mekanisme yang harus terjadi tersebut melibatkan dua pasar yang terdapat pada pasar saham yaitu pasar perdana dan pasar sekunder.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan saham pada kedua pasar saham tersebut akan semakin sulit ditemukan faktor-faktor yang secara pasti mempengaruhi karena adanya mekanisme yang panjang yang harus dilalui saham sebelum akhirnya berhasil ditransaksikan yang berimplikasi pada banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan permintaan saham. Diperlukan adanya pendekatan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi perubahan permintaan yang pada gilirannya dapat memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham.

Dua faktor yang diduga mempengaruhi secara langsung permintaan terhadap saham yaitu besar kecilnya dividen yang dibayarkan dan perkembangan harga saham yang bersangkutan (apresiasi harga saham). Bila suatu saham diharapkan akan dapat memberikan dividen yang relatif lebih tinggi maka dapat dipastikan bahwa permintaan akan saham tersebut akan meningkat, sebaliknya bila saham tersebut memberikan dividen yang tidak memuaskan maka permintaan saham tersebut akan menurun. Apabila nilai capital gain yang ditunjukkan

melalui selisih harga jual dan harga beli saham memberikan hasil yang negatif maka permintaan saham tersebut akan menurun. Sebaliknya apabila hasilnya menunjukkan positif, maka permintaan saham tersebut akan semakin besar.

Apabila dianalisis lebih lanjut, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan besar kecilnya dividen yang dibayarkan dan perubahan

capital gain dari harga saham yang bersangkutan dapat berasal dari dalam

perusahaan emiten penerbit saham dan faktor luar perusahaan emiten penerbit saham. Faktor dari dalam perusahaan pada dasarnya dapat dikontrol atau didiversifikasi seperti kebijakan perusahaan, kemampuan manajemen, operasional perusahaan, sumber daya manusia, teknologi, dan faktor-faktor internal lainnya seperti financial leverage, likuiditas dan lain-lain. Faktor-faktor di luar perusahaan pada dasarnya tidak dapat dikontrol perusahaan sehingga memungkinkan akan terjadinya resiko sistematis yang tidak diinginkan perusahaan dan sebagian besar mempengaruhi keseluruhan efek yang diperdagangkan . Faktor-faktor ini berupa kondisi sosial, kondisi ekonomi makro, kondisi politik, dan lain-lain.

Kondisi sosial yang menjadi faktor di luar perusahaan yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar saham antara lain: siklus perdagangan, jumlah penduduk, kebudayaan penduduk, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Pengamatan yang perlu dilakukan para pengamat pasar saham terhadap bidang politik antara lain: keberadaan pemerintahan yang berkuasa, kerjasama dengan negara lain, keamanan, peraturan pemerintah, dan lain-lain. Sedangkan variabel-variabel makroekonomi yang mempengaruhi antara lain: nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (valas), inflasi, tingkat suku bunga riil, produk domestik bruto, kerjasama ekonomi regional, suku bunga amerika serikat, indeks perdagangan pertanian dan lain-lain (Erdina 2006).

3.1.4. Harga Saham dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Harga suatu saham digunakan investor sebagai acuan dalam melakukan transaksi di pasar saham. Harga saham merefleksikan seberapa besar kekuatan permintaan dibandingkan kekuatan penawaran terhadap suatu saham. Makin banyak investor yang ingin membeli saham, sementara banyaknya investor yang

ingin menjual tetap maka harga saham akan cenderung naik. Dan sebaliknya, makin banyaknya investor yang ingin menjual saham sementara banyaknya investor yang ingin membeli saham cenderung tetap maka harga saham akan cenderung turun.

Dalam melakukan investasi pada pasar saham, perubahan harga saham akan menjadi faktor yang penting untuk dianalis bagi para investor. Karena hal ini akan terkait dengan seberapa besar tingkat pengembalian berupa capital gain dan dividen yang akan diperoleh dan potensi terjadinya capital loss. Secara umum pasar saham menganut pergerakan harga saham yang membentuk suatu pola jangka waktu tertentu, artinya tidak ada harga saham yang akan terus mengalami kenaikan terus-menerus ataupun turun menurun terus-menerus sehingga adakalanya ketika harga saham naik akan diikuti pula dengan penurunan harga saham dan sebaliknya ketika harga saham turun akan diikuti pula oleh kenaikan harga saham.

Harga Saham Harga Saham

D S D2 S1

D1

p2 p p1

q Jumlah Saham q1 q2 Jumlah Saham

(1a) (1b) Keterangan:

1a = Pergerakan Harga Saham Sepanjang Kurva Permintaan D1 1b = Pergeseran Permintaan Saham akibat Perubahan Harga Saham

Gambar 1. Pergerakan Harga Saham dan Pergeseran Permintaan Saham Sumber: Widoatmodjo (2009)

Dalam jangka panjang, perubahan harga saham akan bergerak searah mengikuti kinerja perusahaan seperti pertumbuhan laba bersih, pertumbuhan likuiditas, pertumbuhan ekuitas, pertumbuhan dividen dan lain-lain. Sedangkan

dalam jangka pendek, perubahan harga saham biasanya ditentukan oleh perkiraan investor (psikologis investor) dalam menilai perkiraan harga saham apakah akan naik atau turun. Sehingga para investor dalam jangka pendek memfokuskan perhatian pada waktu yaitu kapan tren harga saham akan naik dan kapan tren harga saham akan turun sehingga dapat memutuskan kapan akan masuk bursa saham dan mengambil posisi beli saham serta kapan akan keluar bursa saham dan mengambil posisi jual saham.

Dalam kondisi tersebut, besar kecilnya perubahan harga saham yang terjadi dalam memutuskan kapan masuk bursa dan keluar bursa akan menentukan pula pada besar kecilnya capital gain yang dapat diperoleh investor. Capital gain

Dokumen terkait