• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Potensi Dan Tantangan Pengembangan SPAM

2) Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:

 Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja);

 Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;

 Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.

Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

3) Isu Strategis Pengembangan Persampahan

a) AspekTeknis

 Kerjasama regional Persamahan Sarbagita yang bekerjasama dengan PT. Navigat Organic Energi Indonesia (PT. NOEI) belum menunjukkan hasil.

 Jumlah sarana yang dimiliki masih minim sehingga membatasi jangkauan pelayanan dan operasional rutin.

 Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam pengelolaan sampah masih belum memadai.

 Masih rendahnya kinerja tenaga kebersihan dalam pengelolaan sampah.

 Tidak berimbangnya antara peningkatan kemampuan pengelolaan sampah dengan meningkatnya timbulan sampah.

b)Aspek Non Teknis

 Sebagian besar dari masyarakat menganggap bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna.

 Kurangnya kerjasama dengan swasta dan atau kurangnya pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

 Pemberdayaan desa pekraman dalam pengelolaan sampah merupakan potensi dengan melibatkan desa pekraman melalui awig (aturan adat).

 Belum tergalinya dana yang bersumber dari dana CSR dan atau kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan sampah.

 Lemahnya koordinasi antar instansi dalam pengelolaan persampahan karena anggapan bahwa persampahan hanya urusan DKP.

 Sumber pendanaan operasional sangat terbatas.

 Masih kurangnya peran media dalam mengekspose penanganan persampahan.

4) Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan

Pengelolaan sampah di Kota Denpasar secara formal menjadi tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Denpasar Nomor 713 Tahun 1993 dan diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 dimana Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan salah satu unsur pelaksana Pemerintah Kota Denpasar yang memiliki kewenangan dalam mengelola kebersihan dan keindahan Kota Denpasar. Untuk mengelola sampah yang terus meningkat dilakukan dengan pendekatan sistem dimana komponen – komponen sub sistem yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu Kota yang Berwawasan Budaya dan dilandasi dengan Tri Hita Karana.

a) Aspek Legal

Pelaksanaan pengelolaan sampah sangat membutuhkan peraturan yang mendukung terlaksananya kegiatan tersebut serta landasan kerja yang tepat. Untuk pengelolaan sampah di Kota Denpasar telah didasari oleh peraturan-peraturan sebagai berikut:

 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 12 Tahun 1993 tentang Retribusi Kebersihan dalam Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001.

 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 15 tahun 1993 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum Kota Denpasar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000

 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Denpasar.

 Surat Keputusan WaliKota Denpasar Nomor 113 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Swakelola Kebersihan di Kota Denpasar.

b)Prediksi Volume Sampah di Kota Denpasar

Meningkatnya jumlah penduduk dengan berbagai kegiatannya akan berkorelasi dengan produksi sampah yang dihasilkan. Untuk mendapatkan seberapa besar beban pengelolaan sampah dimasa mendatang sehingga diperoleh hasil penanganan sampah yang sesuai rencana, maka perlu diperkirakan besarnya volume sampah yang akan terjadi. Asumsi yang digunakan untuk memperkirakan produksi volume sampah di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

 Produksi sampah yang dihasilkan setiap orang (domestik) diasumsikan sebesar 0,0025 m3/hari atau 2,5 liter/hari.

 Produksi sampah yang dihasilkan oleh kegiatan perdagangan/perkantoran diasumsikan sebesar 20% dari produksi sampah domestik.

 Produksi sampah yang dihasilkan oleh fasilitas sosial/umum diasumsikan sebesar 20% dari produksi sampah domestik.

 Produksi lain diasumsikan 10% dari total keseluruhan.

Untuk mengendalikan volume sampah yang setiap tahunnya meningkat, Pemerintah Kota Denpasar telah melakukan berbagai upaya perbaikan. Peningkatan perbaikan ini terlihat jelas pada peningkatan sumber daya manusia dan sarana prasarana penunjang upaya penanganan sampah di Kota Denpasar.

Tabel 7. 13 Perkiraan Produksi Volume Sampah Di Kota Denpasar Sampai Tahun 2026

Sumber : Hasil Perhitungan Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2009

Kebijakan – kebijakan yang memberikan peluang terhadap penanggulangan masalah sampah di Kota Denpasar ini antara lain komitmen pemerintah dalam penanggulangan sampah, adanya investor yang berminat dalam pengelolaan sampah, dan adanya sumbangan pemikiran dari berbagai instansi dan lembaga swadaya masyarakat. Namun demikian ancaman dalam upaya penanggulangan masalah sampah ini terutama disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat, meningkatnya konsumsi masyarakat, adanya pergeseran gaya hidup masyarakat yang serba menggunakan plastik dan cenderung menggunakan barang – barang sekali pakai dan adanya sampah kiriman dari wilayah sekitar

5) Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Persampahan

a) Pembangunan Prasarana TPA

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)

(1) Lingkup Kegiatan :

Peningkatan Kinerja TPA

Produksi KOTA

Tahun Sampah Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar DENPASAR

(m3/hari) Utara Timur Barat Selatan

2006 Domestik 348,38 277,56 424,37 414,94 1.465,26 Dag+Ktr 69,68 27,76 42,44 41,49 181,36 Sosial 69,68 27,76 42,44 41,49 181,36 Lain2 34,84 66,61 101,85 99,59 302,89 Total 522,58 399,69 611,10 597,52 2.130,87 2011 Domestik 394,55 302,56 463,74 452,32 1.613,17 Dag+Ktr 78,91 60,51 92,75 90,46 322,63 Sosial 78,91 60,51 92,75 90,46 322,63 Lain2 39,45 30,26 46,37 45,23 161,32 Total 591,82 453,84 695,61 678,48 2.419,75 2016 Domestik 446,83 329,82 506,76 493,07 1.776,47 Dag+Ktr 89,37 65,96 101,35 98,61 355,29 Sosial 89,37 65,96 101,35 98,61 355,29 Lain2 44,68 32,98 50,68 49,31 177,65 Total 670,25 494,73 760,13 739,60 2.664,70 2021 Domestik 487,08 359,53 552,40 537,48 1.936,49 Dag+Ktr 97,42 71,91 110,48 107,50 387,30 Sosial 97,42 71,91 110,48 107,50 387,30 Lain2 48,71 35,95 55,24 53,75 193,65 Total 730,62 539,29 828,61 806,22 2.904,74 2026 Domestik 530,96 391,91 602,17 585,90 2.110,94 Dag+Ktr 106,19 78,38 120,43 117,18 422,19 Sosial 106,19 78,38 120,43 117,18 422,19 Lain2 53,10 39,19 60,22 58,59 211,09 Total 796,44 587,87 903,25 878,85 3.166,40 Kecamatan

• Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional,perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill;

• Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill;

• Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA, pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh pemerintah kab./kota ;

• Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP);

• TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL);

• Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;

• Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

• Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Pengembangan TPA Regional

• Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA bersama secara regional;

• Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;

• Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada Provinsi, selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional; • Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional.

Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada • Rehabilitasi Prasarana Sarana;

• Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada; • Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.

Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem Modul Persampahan:

• Pengadaan dan penambahan peralatan; • Pembangunan Prasarana dan sarana; • Pilot Project TPA.

Piranti Lunak

• Peningkatan kelembagaan;

• Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta; • Penyiapan hukum dan kelembagaan.

(2) Kriteria Kesiapan

Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:

 Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

 Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana yang direncanakan;

 Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED;

 Adanya kesiapan lahan;

 Adanya kesiapan institusi pengelola.

b)Pembangunan Prasarana Persampahan 3R

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R

Lokasi: Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan

berbasis masyarakat; Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan: Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai

pengelola), penyusunan rencana kegiatan; Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah,alat komposting;  Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan; TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat;Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R;  Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan: ฀ Sudah memiliki RPIJM CK dan SSK/Memorandum Program

atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; ฀ Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan); ฀ Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam kawasan; ฀ Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban

sampah yang akan diangkut ke TPA; ฀ Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri; ฀ Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi. Secara visual Skema Kebijakan Pendanaan Pengelolaan Persampahan seperti pada gambar berikut.

Gambar 7. 4 Skema Kebijakan Pendanaan Pengelolaan Persampahan

Prioritas Program pembangunan dan pengelolaan persampahan Kota Denpasar adalah: 1. Penambahan kapasitas prasarana pengumpulan sampah dan kapasitas pengangkutan

sampah menuju TPS maupun TPA.

sanitary landfill.

3. Pengurangan timbulan sampah dari sumber melalui penerapan prinsip 3 R (reduce, reuse, recycle) dan minimasi sampah yang tidak terangkut ke TPA.

C.Kondisi Drainase di Kota Denpasar

1) Kondisi eksisting drainase permukiman

Saluran pembuangan utama Kota Denpasar adalah sungai. Sungai merupakan saluran utama penampung air hujan menuju pembuangan akhir yaitu pantai. Kota Denpasar dilalui oleh 3 (tiga) sungai besar yang mengalir dari utara menuju selatan, yaitu:

Tukad Ayung, lebar 15 – 25 m terdapat bendungan Oongan,

Tukad Badung, lebar 10 – 30 m terdapat bendungan Gerak,

Tukad Mati, lebar 10 – 15 m terdapat bendungan Lange.

Sistem drainase Kota Denpasar sampai saat ini, dibagi dalam 5 sistem yang didasarkan atas kondisi alami dengan masing – masing sistem terdiri dari beberapa sub sistem, seperti:

a. Sistem I (Sistem Tukad Badung), dengan induk Tukad Badung dan sub sistem Tukad Oongan, sub sistem Tukad Jurang, sub sistem Tukad Badung hilir dan sub sistem Tukad Badung hulu.

b. Sistem II (Sistem Tukad Ayung), dengan induk Tukad Ayung dan sub sistem Tukad Abian Base, sub sistem Tukad Pengengeh, sub sistem Tukad Ayung hulu dan sub sistem Tukad Ayung hilir.

c. Sistem III (Sistem Tukad Mati), dengan induk Tukad Mati dan sub sistem Tukad Teba, sub sistem Tukad Mati hulu dan sub sistem Tukad Mati hilir.

d. Sistem IV (Sistem Niti Mandala – Suwung), terdiri dari Tukad Loloan, Tukad Ngentung, Tukad Punggawa, Tukad Panjer, Tukad Rangda dan Tukad Pekaseh.

e. Sistem V (Sistem Pemogan), berupa saluran kecil – kecil yang belum jelas alirannya dan saat ini masih berupa sawah atau lahan tidak produktif dan rawa-rawa

Sungai – sungai di atas mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai saluran drainase dan saluran irigasi. Bahkan lebih dari itu juga sebagai sumber air baku, obyek wisata dan lain-lainnya. Adapun fungsi sungai tersebut dapat diperinci sebagai berikut :

a. Tukad Ayung mempunyai fungsi sebagai saluran drainase, sumber air irigasi, sumber air baku dan sebagai tempat rekreasi.

b. Tukad Badung mempunyai fungsi sebagai saluran drainase, saluran irigasi, sumber air baku dan obyek wisata kota.

c. Tukad Mati mempunyai fungsi sebagai saluran drainase, air irigasi dan sebagai air baku.

Penanganan drainase yang sudah pernah dilakukan di Kota Denpasar, antara lain : DED Normalisasi Alur Tukad Mati; Normalisasi Tukad Tebe (multi years); Penanganan Draenase Kota Denpasar Sistem IV (Multy Years); Pembangunan Sistem Drainase Kota Denpasar ( Pangkung Muding ).

2) Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

3) Isu Strategis Pengembangan Drainase

a) Aspek Teknis

 Kapasitas saluran yang ada sangat terbatas dihadapkan pada perkembangan area terbangunn yang cukup pesat

 Sedimentasi, sampah,dan limbah domestik pada saluran drainase.

 Normalisasi Saluran Drainase

b)Aspek Non Teknis

 Kesadaran masyarakat dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase.

 Dana pemeliharaan saluran drainase masih belum memadai terutama pada daerah yang mengalami sumbatan dan pengendapan sehingga saluran yang ada tidak dapat berfungsui maksimal.

 Tidak seimbangnya pembangunan drainase dengan perkembangan pemanfaatan ruang sehingga adanya ketidakmampuan saluran menampung semua air.

 Belum maksimalnya kerjasama dengan pihak swasta dan atau pemeliharaan berbasis masyarakat.

4) Analisa Kebutuhan Drainase

Kebutuhan Penanganan genangan banjir terutama untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat (basic need) khususnya di kawasan perkotaan yang mengalami genangan banjir. Selain memenuhi kebutuhan masyarakat, Sistem Penanganan banjir juga dibutuhkan pada kawasan-kawasan pengembangan sektor industri, perdagangan dan pariwisata.

Perkembangan titik/daerah rawan genangan banjir dari tahun ke tahun di Kota Denpasar semakin banyak dilihat dari data studi terdahulu. Sekitar 495 hektar kawasan rawan terhadap genangan banjir dengan distribusi sekitar 200 hektar di Tukad Teba – Pemecutan Kelod, sekitar 210 hektar di Tukad Badung – Pemogan, dan sekitar 180 hektar di wilayah Sanur Kauh dan Panjer. Banjir ini diakibatkan oleh luapan air sungai di musim hujan dan menggenangi daerah-daerah landai yang diperparah oleh terhambatnya aliran ke laut karena berbagai bangunan/konstruksi, baik jalan maupun bangunan.

Berdasarkan potensi, permasalahan, dan tantangan pengelolaan drainase, maka skala Prioritas Program Penanganan Drainase Kota Denpasar meliputi penanganan secara struktur/teknis permasalahan banjir adalah :

1. Memperbesar dimensi saluran sepanjang lahan memungkinkan, menurunkan elevasi dasar saluran/sungai, membuat sudetan untuk membuang kelebihan air ke sungai utama yang memungkinkan. Sudetan ini dapat dilakukan anatara lain :

 Saluran Tukad Tebe/Tukad Mati di sudet ke Tukad Badung dengan membuat main canal di jalan sunset road menuju Tukad Badung.

 Saluran Tukad Klandis di Jalan Katrangan disudet ke Tukad Ayung mele-wati Waribang atau ke Tukad Abian Base untuk mengatasi backwater yang sering terjadi pada daerah Klandis dan Puputan.

 Membuat sudetan pada saluran Jalan Mahendradata menuju ke Tukad Tebe.

2. Selain disudet permasalahan banjir dapat juga ditanggulangi dengan membuat waduk regulator banjir pada pertemuan Tukad Badung dengan Tukad Rarangan di Jalan Maruti, waduk penampung banjir (Retarding Bazin) di bendung Umadui, pembuatan situ, polder pada daerah – daerah terbuka hijau.

3. Untuk saluran sekunder dan tersier yang mempunyai permasalahan dengan sampah dan sedimen maka harus dilakukan pembersihan dan penggelontoran sampah dan sedimen secara berkala dan kontinu.

4. Pembuatan DED untuk masing–masing sistem Drainase yang ada di Kota Denpasar. 5. Rehabilitasi dan perbaikan saluran, tanggul yang mengalami kerusakan dan

penyesuaian dimensi saluran dan bangunan air dengan kapasitas maksimum banjir yang mampu akan dilewatkan.

Penanganan saluran drainase secara non struktur adalah dengan:

1. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat agar ikut berperan dalam pena-nganan drainase, mensosialisasikan dan mengaplikasikan pembuatan sumur – sumur resapan pada setiap Rumah Tangga, instansi, perkantoran, fasum, jalan, sekolah – sekolah yang ada di Kota Denpasar.

2. Penetapan sempadan sungai, penegakan hukum, manajemen sampah, peme-taan daerah rawan banjir, pengendalian tata ruang.

5) Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Drainase

Kriteria kegiatan infrastruktur drainase perkotaan

Kriteria Lokasi : ฀ Kota-kota yang sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan

dan DED untuk tahun pertama; ฀ Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan (Metropolitan/Kota Besar) yang rawan genangan.

Lingkup Kegiatan : ฀ Pembangunan saluran drainase primer (macro drain),

pembangunan kolam retensi, dan bangunan pelengkap utama lainnya (pompa, saringan sampah, dsb); ฀ Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro drain) oleh pemerintah kab.kota; ฀ Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran drainase termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar saluran drainase; ฀ Produk

materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;฀ Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan : ฀ Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau

sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; ฀ Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di perkotaan; ฀ Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan sistem pengendali banjir; ฀ Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun; ฀ Tidak ada permasalahan lahan (lahan sudah dibebaskan, milik Pemkot/kab); ฀ Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan; ฀ Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat.

6) Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan

Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan dipaparkan pada gambar berikut.

Gambar 7. 5 Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase

Dalam pembangunan sistem drainase perkotaan, pemerintah pusat mempunyai peran dengan mengembangkan sistem yang terintegrasi dengan sistem makro, serta

memfasilitasi pilot drainase mandiri. Sedangkan, pemerintah kabupaten kota berperan dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi

D.Tantangan dan permasalahan pengembangan penyehatan lingkungan

permukiman

1) Limbah

a) Permasalahan

Penanganan air limbah di Kota Denpasar sampai saat ini, belum terkoordinasi dengan baik, mengingat belum ada instansi khusus yang bertugas untuk menangani limbah, sehingga limbah menjadi komoditi yang dapat mendatangkan untung bila dikelola dengan baik. Permasalahan yang ada dalam penanganan air limbah adalah :

1. Kelembagaan.

Dalam hal ini belum ada instansi yang bertugas menangani air limbah secara tersendiri. Air limbah masih ditangani oleh berbagai instansi, sehingga sulit dalam mengkoordinasikan kegiatannya dilapangan.

2. Keuangan.

Sampai saat ini dana yang dikeluarkan untuk penanganan air limbah masih sangat minim, demikian pula dengan perhatian terhadap penanganan air limbah tidak seperti sektor yang lainnya.

3. Kesadaran masyarakat.

Masyarakat Kota Denpasar belum semuanya menyadari bahwa air limbah yang dihasilkannya perlu diolah kembali sehingga tidak mencemari lingkungan.

4. Sarana pembuangan air limbah masih relatif terbatas.

Pembuangan limbah melalui septic tank dan sumur resapan serta pembuangan air bekas mandi, cuci dan dapur masih banyak dilakukan ke sungai dan pantai.

5. Terbatasnya daya tampung Instalasi Pengolah Lumpur Tinja di Suwung sehingga sebagian dialihkan ke IPAL BTDC.

6. Peraturan tentang air limbah, pedoman, standard dan manual masih terbatas penyediaannya.

7. Pemeliharaan peralatan untuk fasilitas pembuangan air limbah belum jelas.

8. Secara kualitatif dan kuantitatif pencemaran pada air permukaan dan air tanah terus bertambah akibat perkembangan penduduk dan ekonomi yang mempengaruhi jumlah air limbah dan juga jenis kandunganya misalnya limbah beracun.

b)Tantangan Pengelolaan Air Limbah

 Peningkatan cakupan pelayanan sarana sanitasi menjadi 100 % penduduk di tahun 2019 untuk mencapai total pelayanan sanitasi secara nasional yang selaras dengan sasaran RPJMN Tahap III

 Peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan pemakaian air bersih dan juga peningkatan kuantitas/volume limbah cair dan padat

 Dibutuhkan perbaikan dan perkuatan koordinasi antar instansi pemerintah dan antara pemerintah daerah dengan masyarakat serta pihak terkait lainnya dalam pengelolaan limbah.

 Peningkatan kesadaran terhadap masalah sanitasi dan perubahan perilaku rumah tangga untuk mengurangi resiko kesehatan lingkungan.

 Pelibatan masyarakat dan sektor swasta di sektor sanitasi untuk menyeimbangkan pembagian peran, hak dan kewajiban serta tanggung jawab selaku pelaku pembangunan.

 Terpenuhinya Standar Pelayanan Minimum subsektor air limbah.

 Perubahan iklim akan sangat berdampak pada curah hujan dan kondisi sumber air yang juga mempengaruhi kondisi limbah

 Operasi dan Pemeliharaan Sistem Air Limbah Terpusat (DSDP) yang telah dibangun.

2) Persampahan

a) Permasalahan Persampahan

 Belum memadainya sarana dan prasana pengelolaan sampah, sehingga belum semua wilayah dapat terlayani.

 Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan dalam bidang kebersihan.

 Teknologi pengelolaan persampahan masih konvensional.

 Anggaran di bidang kebersihan dan persampahan sangat minim.

b)Tantangan Persampahan

 Peningkatan cakupan pelayanan sarana sanitasi menjadi 100 % jumlah penduduk

Dokumen terkait