• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1536553717Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya 10 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1536553717Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya 10 1"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

7.1. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Permukiman

Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan program dan pembiayaan dalam pengembangan kawasan permukiman, khususnya dalam rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

7.1.1.Kondisi Eksisting

A.Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh

Sesuai SK WaliKota Denpasar No. 188.45/1450/HK/2016 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota Denpasar, luasan kumuh di Kecamatan Denpasar Timur adalah 27,0603 Ha; Kecamatan Denpasar Barat 39,5668 Ha; Kecamatan Denpasar Selatan 46,0116 Ha; Kecamatan Denpasar Utara 70,3553 Ha dengan rincian disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 1 Lokasi Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota

Denpasar

No Nama Titik /Kawasan Banjar / Dusun Desa / Kelurahan Luas (Ha)

Denpasar Timur

1 Jl. Jayagiri XXII Br. Eka Darma Sumerta Kauh 0.3577

2 Gg. Sanggaha Kriya Asta Br. Tohpati Kesiman Kertalangu 9.2472

3 Jl. Tegal Harum Gg. Sakura dan

Gg. Seruni Br. Biaung Asri Kesiman Kertalangu 0.4411

4 Jl. SMA 3 Gg VI Br. Lebah Sumerta Kaja 4.2789

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Timur 27.0603

Denpasar Barat

1 Jl. P. Buru sekitar No. 32B Br. Catur Panca Dauh Puri 0.8349

(2)

No Nama Titik /Kawasan Banjar / Dusun Desa / Kelurahan Luas (Ha)

3 Gg. Dahlia dan Gg. Cempaka Br. Jematang Dauh Puri Kauh 5.9706

4 Jl. Gn. Batur Gg. Tunjung Biru dan

Gg. Klampit Br. Penyaitan Pemecutan 2.3923

5 Br. Kerandan Gg. Dahlian dan Gg.

Nangka Br. Kerandan Pemecutan 1.5438

6 Jl. Kertapura Segina Utara Br. Pekandelan Pemecutan Klod 21.4902

7 Jl. Imam Bonjol Gg. 7 Br. Tegal Gede Pemecutan Klod 0.3417

8 Jl. Buana Kubu Gg. Genta. Gg.

Amla Br. Buana Kubu Tegal Harum 0.5640

9 Br. Manut Negara. Jl. Merpati VII

dan Jl. Resimuka Barat VII Br. Buana Asri Tegal Kerta 6.0387

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Barat 39.5668

Denpasar Selatan

Dangin Peken Sanur Kauh 0.6377

6 Jl. Raya Pemogan. Gg. Sakenan Br. Sakah Pemogan 19.0350

7 Jl. P. Ayu Selatan Br. Sawah Pedungan 10.2302

8 Jl. Sanitasi lic/ dsn. Grakerti. Jl.

Mertasari Gg. Laksamana Br. Graha Santhi Sidakarya 7.2101

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Selatan 46.0116

Denpasar Utara

1 Jl. Karya Makmur dan Gg. Kelapa

Muda Br. Pemangkalan Ubung Kaja 17.5983

2 Gg. Pudak Br. Sedana Merta Ubung 1.5583

3 Ling Prajasari / Jl. Bedahulu

V.VII.dan IX Br. Tagtag Tengah Peguyangan 2.3551

4 Jl. Sakura Gg IV Ujung Br. Kertabuwana Dangin Puri Kangin 0.6055

5 Br. Teruna Sari Jl. Gatot Subroto

VI P. Q. R. S Br. Teruna Sari Dauh Puri Kaja 3.0289

6 Jl. Buluh Indah Gg. I s/d Gg. VIII

dan Jl. Jamuna III Br. Kertasari Pemecutan Kaja 11.5545

7 Jl. Bung Tomo IV. V. dan VI Br. Semilajati Pemecutan Kaja 4.4194

(3)

No Nama Titik /Kawasan Banjar / Dusun Desa / Kelurahan Luas (Ha)

Gg. Ayam dan Jalur Tukad Teba Panti Gede

9 Jl. Wibisana Utara Bongkol Manis Br. Balun Pemecutan Kaja

10

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Utara 70.3553

Luas Kawasan Kumuh Kota Denpasar 182.9940

Sumber: SK WaliKota Denpasar, 2016

B.Kondisi Permukiman di Kota Denpasar

Kondisi permukiman di Kota Denpasar secara prinsip dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) karakter, yakni :

1) Permukiman Tradisional

Permukiman tradisional adalah lingkungan permukiman yang masih dapat diidentifikasi dengan jelas terhadap karakter tradisionalnya, yang meliputi aspek sosio-kultural tradisional Bali, serta pola permukiman dengan tatanan lingkungan dan tata bangunan arsitektur tradisional bali (dengan pola “Catus Patha” dan perempatan agung sebagai orientasi lingkungan) serta unit rumah, sangat jelas menampilkan tatanan rumah tradisional Bali.

2) Permukiman Semi Tradisional (Peremajaan Lingkungan Permukiman

Tradisional)

Adalah Lingkungan Permukiman yang berawal dari permukiman tradisional, yang mengalami perubahan cukup signifikan karena adanya tuntutan fungsi – fungsi baru akibat dari kebutuhan yang makin beragam dan kompleks dari penghuni yang heterogen dengan aktivitas non pertanian, seperti perdagangan, industri kecil, jasa, pariwisata, pemerintahan dan aktivitas lainnya. Pola permukiman, pada dasarnya masih berbasis pada pola tradisional Bali yang masih menjadikan perempatan agung sebagai orientasi pokok, tingkat kepadatan hunian mulai meningkat ke kepadatan menengah sampai tinggi.

(4)

3) Lingkungan Permukiman Pembangunan Baru.

Lingkungan Permukiman Pembangunan Baru (New Development) dibedakan atas :

 Lingkungan Perumahan oleh Pengembang

Karakter perumahan secara sosio kultural bersifat sangat heterogin, dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial terpenuhi berdasarkan standar minimal dari ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (bahkan tidak tersedia), dengan pola penataan fisik mengacu pada efisiensi penggunaan lahan, kepadatannya menengah dan tinggi, kecuali pada beberapa Kawasan Perumahan Mewah mempunyai kepadatan rendah.

 Pembangunan baru lingkungan permukiman yang tumbuh natural.

Perumahan yang tumbuh secara alamiah akibat dari penjualan tanah atau kapling perorangan, dengan Pola lingkungan permukiman bervariasi dari yang teratur, smpai tidak teratur dan tidak jelas pola orientasinya, dengan fasilitas prasarana dan sarana sangat minimal, dan cenderung tidak tersedia.

 Kaveling Siap Bangun

Kaveling siap bangun terdiri dari dua bagian yaitu kapling siap bangun yang disediakan oleh masyarakat pemilik tanah langsung, developer kecil, maupun karena program Land Consolidation dari Pemerintah. Kavling siap bangun disini bukan Kasiba pada konsep perumahan yang baku, karena kavling disini hanya tersedia jaringan jalan seadanya tanpa kelengkapan infrastruktur penunjang lainnya (air bersih maupun listrik). Tipe pengkaplingan yang disediakan perorangan biasanya mempunyai jaringan jalan lebih sempit dan tidak terintegrasi dengan kawasan lainnya. Kapling yang disediakan pengembang pada umumnya kondisinya lebih baik, namun banyak kasus juga tidak terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya, sehingga sering untuk mencapainya harus melalui kawasan yang telah terbangun dengan padat.

 Kawasan yang dikelola berdasarkan Program LC memiliki pola lingkungan yang jelas dan terintegrasi, namun terkadang pemegang kavling LC yang memiliki luasan besar, melakukan pengkaplingan yang lebih kecil, sehingga kepadatannya meningkat.

 Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)

(5)

bangunan dengan pola linear sejajar jalan dan menutup garis pandang cakrawala (sky line). Disisi lain dimensi dan kepentingan komersial sangat menonjol dalam lingkungan hunian jenis ini.

 Rumah Sewa (Rental House), terdiri dari :

Rumah Kos/Pondokan, yaitu unit rumah yang disewakan dalam satu unit rumah maupun per-kamar yang mayoritas dipergunakan oleh mahasiswa, pelajar, karyawan dan pasangan muda. Rasio kepadatan penghuni dan luas bangunan dengan luas lahan sangat tinggi. Fasilitas pendukung (air bersih, listrik) dipersiapkan secara kolektif didalam satu unit blok rumah

 Rumah Sewa untuk Warganegara Asing, yaitu rumah-rumah yang lokasinya bercampur menyatu dengan permukiman penduduk setempat, terutama pada zone pariwisata dan pendukung pariwisata

C.Potensi dan Tantangan Pengembangan Permukiman

1) Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Perumahan di Bali pada hakekatnya adalah tempat hidup bagi manusia yang mengandung banyak aspek-aspek kehidupan. Perumahan tersebut ditunjukkan dengan adanya keragaman fungsi tempat tinggal seperti : griya, puri, jero dan umah dan masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Ditinjau dari sudut ini, pola perumahan yang ideal pada kawasan perencanaan tidak lepas dari struktur masyarakat. Perumahan yang direncanakan nantinya harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan, tingkat derajat yang sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya kegotong royongan, serta kemanfaatan bersama dalam kegiatan kebudayaan/kesenian, olah raga, kesejahteraan keluarga dan pemeliharaan lingkungan. Untuk itu perlu adanya sarana-sarana umum yang diperlukan dengan proporsi yang seimbang dengan jumlah penduduk. Dari segi gaya dan arsitektur perumahan pada wilayah perencanaan harus merupakan musium hidup yang sekaligus merupakan pewarisan, peradaban dan kebudayaan generasi terdahulu yang telah dimodernisir dengan tidak menghilangkan jiwa, wajah dan bentuk budaya Bali yang mencerminkan kepribadian bangsa. Rencana pengembangan perumahan di pusat kota di wilayah perencanaan diarahkan pada daerah yang masih kosong. Persyaratan lokasi bagi kawasan perumahan adalah sebagai berikut :

(6)

 Membutuhkan kemudahan hubungan dengan jalur-jalur yang menghubungkan ketempat-tempat pekerjaan dan pusat-pusat kegiatan, serta harus dapat dilayani oleh rute angkutan lintas umum. Dikawasan perumahan cukup dilayani oleh jaringan jalan kolektor dan jalan lokal.

 Khususnya kawasan perumahan yang berkepadatan cukup tinggi, membutuhkan kedekatan terhadap fasilitas ruang terbuka hijau dan jalur angkutan utama. Kemudian kawasan yang kurang padat dapat menempati areal diantara jalan-jalan utama dan jalur angkutan tersebut.

Dengan berkembangnya jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan, maka kebutuhan akan rumah otomatis akan meningkat. Asumsi bahwa satu rumah dimiliki oleh satu kepala keluarga melandasi analisa kebutuhan rumah pada 20 tahun ke depan. Berdasarkan jumlah penduduk hasil proyeksi dan rata-rata masing-masing kepala keluarga terdiri dari 5 anggota keluarga (jiwa) maka dapat diketahui Jumlah Rumah Tangga di Kota Denpasar dan diasumsikan jumlah rumah juga sebesar jumlah Rumah Tangga. Penambahan jumlah RT baru selanjutnya identik dengan penambahan kebutuhan jumlah unit rumah yang baru. Setelah didapatkan tambahan unit rumah di tahun perencanaan (sampai tahun 2026), dapat diperkirakan pndekatan kebutuhan lahan untuk tambahan rumah baru dengan asumsi : Perbandingan rumah besar, sedang dan kecil 1 : 3 : 5. Asumsi luas rumah besar adalah 600 m2, rumah sedang 400 m2 dan rumah kecil 200 m2. Analisisi

proyeksi kebutuhan rumah dan kebutuhan tambahan untuk pengembangan rumah baru dapat dilihat di bawah ini.

Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kota Denpasar, sampai 20 tahun ke depan memerlukan tambahan rumah sekitar 14.606 unit lagi, dengan kebutuhan luas tambahan lahan sebesar 1.704,59 Ha. Sedangkan ketersediaan lahan perumahan di Kota Denpasar relatif terbatas dan hanya sedikit ruang sisa untuk pengembangan permukiman baru, sesuai arahan luas kawasan terbangun yang di-skenariokan di depan. Pertanyannya, kemana lagi dicarikan lahan untuk perumahan dan fasilitas huniannya ?

(7)

maka pengembangan permukiman/perumahan di Kota Denpasar dilaksanakan dengan arahan pengembangan pada :

 Pengembangan permukiman yang berawal dari lingkungan tradisional (desa adat) sehingga arahan pengembangan permukiman dan perumahan untuk menunjang penegasan kembali pola-pola lingkungan tradisional melalui arahan terhadap renovasi bangunan yang telah ada, ataupun rencana pengalihan fungsi dan penambahan bangunan dalam suatu pekarangan.

 Pengembangan perumahan pada lahan-lahan kosong dalam lingkungan permukiman diarahkan guna optimasi dan efektifitas guna lahan yang menunjang penegasan pola lingkungan melalui arahan penggunaannya maupun persyaratan teknis bangunan.

 Pengembangan perumahan dengan jalan mengefektifkan lahan-lahan non produktif yang nilai ekonomisnya rendah yang diarahkan untuk menunjang kejelasan struktur tata kota.

Oleh karena itu pengembangan perumahan di arahkan pada : Peremajaan melalui renovasi; Pengadaan rumah perumahan; Penyediaan lahan matang untuk perumahan. Mengingat keadaan diatas maka penggunaannya dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat melalui langkah-langkah :

 Pemerintah bersama – sama masyarakat dan swasta membangun perumahan baru memperbaiki atau memugar rumah yang ada secara bertahap dan terarah dengan subsidi antar kelompok masyarakat maupun antar sektor

 Penambahan perumahan baru di tekankan kepada pembangunan perumahan secara massal khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah dengan prioritas lokasi ke wilayah pengembangan barat.

 Pembangunan perumahan baru di WP Timur , utara dan Selatan agar dilaksanakan tidak terlalu cepat, mengingat titik barat fungsi wilayahnya diarahkan untuk area konservasi, kawasan dominan pertanian atau ruang terbuka

 Penataan kawasan permukiman melalui program LC

 Lingkungan padat dan kumuh perlu ditempuh dengan program peremajaan kota, program KIP/PLPK, serta program intensifikasi penyuluhan Perumahan (IPP)

(8)

 Perlu nya disusun peraturan dan perencanaan, perizinan, perpajakan/retribusi dan bimbingan pelaksanaan yang lebih mampu mendorong terciptanya lingkungan permukiman yang lebih tertib, nyaman, aman dan sehat. Guna memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

 Pembangunan perumahan agar mencerminkan bercirikan arsitektur tradisional Bali dan melestarikan pola-pola rumah tradisional di perdesaan/kota/kerajaan serta peninggalan-peninggalan kebudayaan lainnya.

Tabel 7. 2 Analisis Kebutuhan Perumahan Kota Denpasar Sampai Tahun 2026

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2006

Kebutuhan KOTA

Tahun Listrik Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar DENPASAR

(9)

2) Permasalahan Pengembangan Permukiman

Berkaitan dengan sasaran permukiman dalam memenuhi hunian, berikut ini permasalahan pembangunan permukiman di Kota Denpasar :

a. Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan. Kemampuan pemerintah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana tersebut masih terbatas. Faktor ini menjadi salah satu penghambat dalam penyediaan perumahan untuk mayarakat berpendapatan rendah serta pemicu menurunnya kualitas kawasan yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan rendah.

b. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggraan pembangunan perumahan dan permukiman.

c. Jumlah rumah tangga yang belum memiiki rumah semakin meningkat, d. Terjadinya kesenjangan dalam pembiayaan perumahan.

e. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan,

f. Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran,

g. Berbagai bantuan program perumahan tidak sepenuhnya terkoordinasi dan efektif. h. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah secara swadaya dan berkelompok masih

bersifat proyek dan kurang menjangkau kelompok sasaran.

i. Pendekatan program dalam penyediaan bantuan masih terbatas pada KPR bersubsidi.

3) Tantangan Pengembangan Permukiman

 Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;

 Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

 Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan Bali Clean and Green;

(10)

D.Pemetaan Dan Evaluasi Program-Program Yang Telah Dilaksanakan Di

Kabupaten/Kota Terkait Dengan Pembangunan Kawasan Permukiman, Baik Di

Perkotaan Maupun Perdesaan

Penanganan kawasan permukiman yang sudah dilakukan di Kota Denpasar antara lain:

 Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi Kawawsan Kumuh Kecamatan Denpasar Barat.

 Peningkatan Jalan Lingkungan dan Bangunan Pelengkap di Kecamatan Denpasar Selatan.

 Peningkatan kualitas permukiman kumuh pusat kota di Kelurahan Renon Denpasar Selatan

1) Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

 Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

 Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(11)

berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2019.

2) Isu Strategis

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.  Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan

kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.  Ancaman Pertumbuhan Penduduk adalah Migrasi masuk dengan pertumbuhan

Penduduk Kota Denpasar rata-rata 3,2 % pe rtahun.

 Lemahnya database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat;

 Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil, tumbuh secara sporadis dalam bentuk kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.

7.1.2.Sasaran Program

A.Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

1) Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :

(12)

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

2) Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

 Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

B.Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor

Pengembangan Kawasan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1) Kriteria Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi. 2) Kriteria Khusus

a) Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

(13)

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni b) RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

 BOP minimal 5% dari BLM. c) PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya.

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

 Tingkat kemiskinan desa >25%. d) PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar telah dipenuhi oleh Kota Denpasar, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah readiness criteria khusus PISEW.

7.1.3.Usulan Kebutuhan Program

(14)

Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kota Denpasar disajikan pada lampiran Matriks RPIJM 2015-2019.

7.2. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan program dan pembiayaan dalam penataan bangunan dan lingkungan, khususnya dalam rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

7.2.1.Kondisi Eksisting

A.Kondisi Perda Bangunan Gedung dan NSPK

Pertambahan penduduk Kota Denpasar mengacu data antar sensus tahun 1990 dan tahun 2000, rata-rata sebesar 3,2% pertahun, dan sebagian besar diakibatkan oleh arus urbanisasi. Hal ini di pertegas oleh piramida penduduk Kota Denpasar yang bertipe ekspansif dengan migran pendatang sebagian besar berusia produktif. Kondisi ini bila dilihat dari segi ekonomi, menandakan Kota Denpasar memiliki potensi ekonomi yang besar dan mampu menarik penduduk usia produktif untuk bermigrasi ke Kota Denpasar.

Bertambahnya penduduk tersebut akan berpengaruh langsung terhadap semakin besar dan intensifnya kegiatan, baik kegiatan yang berkaitan dengan sektor ekonomi maupun sosial budaya. Segala aktifitas kegiatan tersebut memerlukan pengaturan ruang untuk memperkecil negasi (kegiatan satu dengan yang lain tidak saling mendukung) yang dapat terjadi, dan segala kegiatan tersebut dapat saling bersinergi untuk dapat berakselerasi secara optimal, terlebih bila dikaitkan dengan keberlanjutan yang memerlukan daya dukung lingkungan. Ketidak tegasan dalam pengawasan perencanaan ruang yang ada dikaitkan dengan meningkatnya kebutuhan akan ruang telah menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang pada gilirannya akan menimbulkan konplik kepentingan di masyarakat.

(15)

sebelum kegiatan pembangunan di perkotaan mencapai tahap perancangan dan pelaksanaan kontruksi pisik.

Rencana pengembangan pusat Kota Denpasar dimaksudkan untuk mengembangkan, mengembalikan, memperbaiki dan menata kembali kawasan yang kurang berfungsi secara Optimal dan usaha untuk menghubungkan pusat pusat kegiatan yang berpotensi melalui introduksi fungsi perkotaan modern yang baru namun dalam setting arstitektur Bali Modern.

Permasalahan yang dihadapi dalam penataan bangunan dan lingkungan dalam mewujudkan ruang hunian yang serasi dan optimal sesuai dengan kebijakan nasional dan daerah dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya terkendala dengan terbatasnya kawasan hunian di Kota Denpasar. Selain itu pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan permukaan serta penanggulangan banjir.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diperlukan juga dukungan bantuan teknis dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan yang masih masih terbatas. Disamping itu berbagai produk dokumen yang telah diterbitkan dijadikan dokumen perencanaannya yang merupakan acuan/implementasi dilapangan, seperti: Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK); Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Bangunan Gedung; Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

(16)

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

(17)

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.1 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

Permen PU No: 1 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM Bidang Penataan Bangunan yakni target persentase jumlah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan sesbesar 60 % pada tahun 2019

B.Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar

Pemanfaatan ruang berupa RTH di Kota denpasar yang diidentifikasi berdasarkan jenis RTH pekarangan, RTH taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan dan RTH fungsi tertentu. Jenis RTH yang paling dominan adalah RTH dengan fungsi tertentu sebesar 16.875,742 Ha sedangkan jika dilihat dari alokasi terkecil yaitu RTH jalur hijau jalan sebesar 232,682 Ha.

(18)

Sebaran masing-masing luas RTH per jenis RTH di Kota Denpasar yng dibagi atas wilayah kecamatan sebagai berikut:

Tabel 7. 3 Luas per Jenis RTH Di Kota Denpasar

NO JENIS RTH KECAMATAN (Ha) Sumber: Dokumen Identifikasi RTH di 4 Kecamatan di Kota Denpasar, 2017

C.Potensi dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

1) Isu Strategis

Isu strategis secara nasional, antara lain : a) Penataan Lingkungan Permukiman

 Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

 PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

(19)

 Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

 Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

 Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

 Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

 Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;

 Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

 Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

c) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

 Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

 Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

 Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan, konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

(20)

3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.

4. Konservasi dan perlindungan sumber daya alam.

5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan.

Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kota Denpasar yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Pengembangan kota kreatif berbasis pariwisata berjati diri budaya Bali.

2. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan aktivitas yang memiliki nilai historis,dan spiritual.

3. Penetapan RTH minimal 30 % dari luas wilayah kota

4. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya perkotaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungannya;

5. Melindungi dan mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan; dan

2) Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisa kebutuhan sektor PBL antara lain: a) Penataan Lingkungan Permukiman:

 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu dilegalisasi sebagai landasan hukum;

 Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman.

b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;

(21)

 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;

 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan Gedung Negara;

 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

 Penertiban administrasi aset Negara.

c) Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana rekreasi dan olah raga;

 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). d) Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah.

3) Permasalahan dan Tantangan

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain:

a) Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan lingkungan permukiman.

b) Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

(22)

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik. c) Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sarana olah raga;

 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). d) Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

7.2.2.Sasaran Program

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

(23)

jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor PBL,antara lain :

1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

 Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

 Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;

 Adanya kawasan rawan bencana;

 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central business district);

 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

2) Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)

dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasa perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

3) Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

 Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

(24)

4) Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

 Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

5) Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;

 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

6) Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

7) Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/

Gedung Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

 Ada DDUB;

(25)

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

8) Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

 Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

9) Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

7.2.3.Usulan Kebutuhan Program

Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, program-program dan readiness criteria maka usulan program-program dan kegiatan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Denpasar disajikan pada lampiran Matriks RPIJM 2015-2019.

7.3. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(26)

7.3.1.Kondisi Eksisting

A.Data pelayanan air minum, baik perpipaan maupun non perpipaan

1) Pengelolaan Air Minum.

Air minum di Kota Denpasar dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota Denpasar. Sumber air bersih PDAM sebagian besar bersumber dari pengolahan air permukaan dan pengeboran air tanah. Saat ini jumlah sumur bor di Kota Denpasar telah mencapai 14 buah dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) sebanyak 3 unit. Lebih lanjut pengelolaan air oleh PDAM dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Aspek Legal.

 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 1995 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum.

 Surat Keputusan WaliKota Denpasar Nomor 882 A Tahun 1996 tanggal 12 Desember 1996 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Denpasar.

 Surat Keputusan WaliKota Denpasar Nomor 431 Tahun 2000 tanggal 25 Agustus 2000 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Badan Pengawas, Direksi dan Kepegawaian PDAM.

b)Kualitas Air

Kualitas air yang dihasilkan dari semua sumber air baik dari Instalasi Pengolahan Air, Sumur Dalam, maupun dari hasil kerjasama jual beli dengan PDAM Badung, PDAM Gianyar dan PAM PTTB memenuhi syarat yang ditetapkan Departemen Kesehatan baik secara fisik, kimiawi dan bakteriologi. Pemeriksaan/pemantauan kualitas air di Instalasi Pengolahan dilaksanakan secara terus menerus dengan interval waktu pemeriksaan setiap jam untuk parameter pH dan kekeruhan.

Pada tingkat distribusi dan pelanggan pemeriksaan dilaksanakan setiap minggu untuk parameter fisika dan kimiawi. Sedangkan pemeriksaan bakteriologi dilaksanakan setiap bulan dengan pengambilan jumlah sample yang mengacu pada jumlah pelanggan yang sesuai persyaratan PERMENKES.

(27)

c) Sistem Distribusi

Sistem penyediaan air bersih Kota Denpasar merupakan perpaduan antara sistem gravitasi dan sistem pemompaan. Pengaliran secara gravitasi dilaksanakan melalui Reservoir yang ada di Belusung sedangkan untuk pengaliran dengan sistem pemompaan dilaksanakan langsung ke jaringan distribusi dari 14 buah sumur bor, dari Reservoir Belusung dan Reservoir Waribang. Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa sistem penyediaan air yang ada saat ini sudah tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal, terbukti dari banyaknya keluhan yang masuk terutama mengenai pengaliran air pada jam puncak pagi dan sore hari. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan kapasitas pipa distribusi sehingga perlu adanya penambahan pemasangan pipa baru.

Panjang pipa transmisi dan distribusi yang terpasang (per Desember 2008) adalah sepanjang 1.283.661 Meter dan pipa servis sepanjang 344.708 Meter yang terdiri dari pipa AC, PVC, GWI, Steel, DCI dan PE. Masih adanya pipa yang mengalami kerusakan baik disambungan maupun dibadan pipa dan belum optimalnya pembacaan meter air pelanggan mengakibatkan tingkat kehilangan air rata – rata sampai dengan bulan Desember 2008 sekitar 20,95%.

2) Cakupan Pelayanan

Prosentase pelayanan air bersih untuk Kota Denpasar pada bulan Desember tahun 2008 adalah 60% dengan perincian, Denpasar Utara 70%; Denpasar Barat 61%; Denpasar Timur 55%; Denpasar Selatan 54%.

3) Pengelolaan air Sarbagita

Apabila dilihat dari porsi kebutuhn air minum Provinsi Bali, 76% kebutuhan air minum ada di Bali Selatan yang meliputi wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung (Sarbagita). Tahun 2008 ini terlihat bahwa terjadi defisit di Kota Denpasar sebesar 65 lt/detik dan Kabupaten Klungkung 18 lt/detik. (Master Plan SPAM Bali, 2008). Sedangkan bila dilihat tahun 2010 defisit terjadi di empat kabupaten/kota yaitu Denpasar (-462 lt/dt), Badung (-103 lt/dt), Gianyar (-24 lt/dt) dan Klungkung (-23 lt/dt).

(28)

Kegiatan penaganan air minum yang sudah dilakukan di Kota Denpasar, antara lain :

 Pengadaan/Pemasangan pipa PVC/GIP dia. 75-150 mm di Desa Padangsambian Kaja

Consultant For Bali Southern Water Supply Project;

 Konsultan Advisory Prasarana dan sarana perumahan dan permukiman;

 Review Desain SPAM Sistem Petanu;

 Penyusunan rencana Induk SPAM;

 Pembangunan SPAM Desa Rawan Air Kota Denpasar di Desa Sanur Kauh dan Panjer;

 Pengadaan/Pemasangan Pipa HDPE ØD160 mm L=3.600 m di Desa Sanur Kaja;

 Pembangunan SPAM MBR Kota Denpasar, Keluraha Renon, Kecamatan Denpasar Selatan

 Pembangunan SPAM Khusus MP3EI Ds. Sanur, Ds. Pemogan, Ds. Pedungan dan Sesetan Kota Denpasar.

B.Luas Cakupan Pelayanan Per Kecamatan

1) Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Timur

Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Timur menggunakan sumber air permukaan dan sumur bor. Sampai dengan bulan September 2013 rata-rata cakupan pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Timur telah mencapai 47% dengan total sambungan 11.666 SR.

2) Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Selatan

Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Selatan menggunakan sumber air permukaan dan sumur bor. Sampai dengan bulan September 2013 rata-rata cakupan pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Selatan baru mencapai 38% dengan total sambungan 16.009 SR.

3) Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Barat

Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Barat menggunakan sumber air permukaan dan sumur bor. Sampai dengan bulan September 2013 rata-rata cakupan pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Barat baru mencapai 38% dengan total sambungan 17.156 SR.

4) Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Utara

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

Tabel 7. 7 Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Utara

Sumber: RISPAM Kota Denpasar, 2014

No Kelurahan/ Desa Jumlah

Penduduk Sumber Air

Total Debit (m3)

Jumlah Sambungan

Penduduk

Terlayani % Pelayanan

SR Kran Umum

1 Ds. Ubung Kaja 26.294

Reservoar I Belusung (Air

Permukaan), SB 3, SB 2

595.071

3.168 6 16.440 63

2 Ds. Peguyangan Kaja 8.012 976 4 5.280 66

3 Kel. Peguyangan 15.505 1.483 6 8.015 52

4 Kel. Ubung 12.236 597 4 3.385 28

5 Ds. Peguyangan Kangin 16.773 1.543 1 7.815 47

6 Ds. Pemecutan Kaja 39.173 2.135 5 11.175 29

7 Ds. Dauh Puri Kaja 15.275 1.082 4 5.810 38

8 Kel. Tonja 20.131 1.728 1 8.740 43

9 ds. Dangin Puri Kaja 14.110 1.392 3 7.260 51

10 Ds. Dangin Puri Kangin 8.292 1.282 2 6.610 80

11 Ds. Dangin Puri Kauh 3.737 551 1 2.855 76

(34)

C.Lokasi Dan Kapasitas Air Baku

Sumber air baku yang digunakan PDAM Kota Denpasar memanfaatkan air permukaan dan air tanah yang terletak di lokasi yang berbeda. Air permukaan yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku adalah Sungai Ayung dimana tempat pengolahannya berada di IPA Ayung dan IPA Waribang. Sedangkan sumber air tanah dimanfaatkan sebanyak 21 unit sumur bor yang tersebar di seluruh kecamatan di Kota Denpasar. Sumber air baku yang digunakan PDAM Kota Denpasar disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 7. 8 Sumber Air Baku PDAM Kota Denpasar

(35)

No Nama Lokasi Mulai

Cakupan pelayanan PDAM Kota Denpasar pada tahun 2010 mencapai 57,99%, namun pada bulan Desember 2012 turun menjadi 52,68% dari jumlah penduduk yang ada sesuai dengan data BPS Kota Denpasar tahun 2012. Penurunan ini diakibatkan oleh pesatnya perkembangan penduduk Kota Denpasar, sementara penambahan pasokan air dari sumber air yang baru masih belum bisa dilakukan. Cakupan pelayanan ini masih jauh dari target yang diinginkan oleh MGDs yang mematok cakupan air minum melalui sistem perpipaan sebesar 68,8% dan target nasional sebesar 80% untuk daerah perkotaan pada tahun 2015.

(36)

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali, kinerja PDAM Kota Denpasar masuk dalam kategori sehat. Demikian juga dengan laporan keuangan yang telah diaudit Auditor Independen memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Tabel 7. 9 Hasil Evaluasi Kinerja PDAM Kota Denpasar Oleh BPPSPAM Tahun

2009 dan 2011

No Aspek Kinerja Tahun 2009 Tahun 2011

Nilai Nilai

1 Aspek Keuangan 0,70 0,64

2 Aspek Pelayanan 1,00 0,90

3 Aspek Operasional 1,30 1,35

4 Aspek Sumber Daya Manusia 0,51 0,47

Jumlah 3,51 3,36

Kategori Sehat Sehat

Sumber: Hasil Evaluasi BPPSPAM

Klasifikasi Nilai Kinerja untuk menentukan tingkat kesehatan PDAM berdasarkan Evaluasi BPPSPAM sesuai dengan fungsinya berdasarkan PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM yaitu melaksanakan evaluasi terhadap standar kualitas dan kinerja pelayanan penyelenggara SPAM, digolongkan sebagai berikut:

1) Kategori Sehat, memperoleh nilai >2,8

2) Kategori Kurang Sehat, memperoleh nilai 2,2-2,8 3) Kategori Sakit, memperoleh nilai <2,2

(37)

E.Potensi Dan Tantangan Pengembangan SPAM

1) Isu Strategis

Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

 Peningkatan Akses Aman Air Minum;

 Pengembangan Pendanaan;

 Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

 Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

 Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

 Rencana Pengamanan Air Minum;

 Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;

 Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Isu Strategis dari Aspek Teknis :

 Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal mengingat keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan.

 Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih digunakannya jaringan yang berumur tua.

 Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya pemanfaatan sumber air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.

 Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting mengingat beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala bentuk pencemaran.

Isu Strategis dari Aspek Non Teknis

 Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya peningkatan kerjasama dan alih teknologi dengan pihak swasta.

 Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM pengelola air bersih.

(38)

 Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga menggangu pelayanan secara umum.

 Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air bersih.

 Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten Badung. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.

2) Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kota Depasar sebagai kota yang sangat berkembang, Kota Inti dari Kawasan Metropolitan Sarbagita, dan Kota Pariwisata Internasional akan membutuhkan tingkat pelayanan air bersih yang mencukupi di masa datang, sesuai proyeksi peningkatan jumlah penduduk, serta untuk mengakomodasi kebutuhan penduduk pendatang dan wisatawan yang ada di Kota Denpasar. Dengan demikian perlu diantisipasi kebutuhan air bersih sampai tahun 2026. Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih penduduk di Kota Denpasar pada akhir tahun perencanaan dihitung berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan air bersih di Kawasan Perkotaan dan modifikasi, yaitu :

 Standar kebutuhan air bersih perkotaan untuk kebutuhan domestik adalah 150 liter/orang/hari.

 Kebutuhan air untuk kegiatan perdagangan dan jasa/perkantoran diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan domestik.

 Kebutuhan air untuk kegiatan kepariwisataan diasumsikan sebesar 20% dari kebutuhan domestik.

 Kebutuhan air untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan domestik.

 Faktor kehilangan air bersih akibat kebocoran yaitu 20% dari total keseluruhan.

Berdasarkan hasil analisis, maka perkiraan kebutuhan air bersih di Kota Denpasar sampai tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel 6.4. Untuk mencapai tingkat pelayanan 1.970,21 ltr/dt pada tahun 2026 maka diperlukan tambahan pasokan air bersih sebesar 889,21 lt/det yang berimplikasi terhadap kebutuhan pengembangan jaringan transmisi terutama dari Sistem Timur yaitu Tukad Petanu – Jl. Ida Bagus Mantra – By pass Ngurah Rai Sanur dan pada Sistem Tengah yaitu pada ruas Peraupan – Peguyangan.

(39)

Selain kebutuan masyarakat, SPAM juga dibutuhkan untuk pengembangan sektor perdagangan, industri dan pariwisata.

Tabel 7. 10 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Kota Denpasar Sampai Tahun 2026

Sumber : Hasil Perhitungan Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2009

3) Permasalahan

Permasalahan dalam pembangunan air minum di Kota Denpasar terutama dapat dilihat dari sistem penyediaan air minum untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat Kota Denpasar. Adapun permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Keterbatasan Sumber Air Baku.

 Kualitas air baku pada waktu – waktu tertentu masih keruh.

(40)

terjadinya intrusi air laut yang juga memberikan dampak terhadap kualitas sumber air yang ada.

 Ketergantungan dengan pembelian air dari PDAM lain

 Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan sarana produksi cukup besar sedangkan tarif air belum mengacu tarif Full Cost.

4) Tantangan

 Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan denganair. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

 Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

 Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

 Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

 Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

 Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

 Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

 Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

(41)

 Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif

7.3.2.Sasaran Program

Merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Sasaran program mengaitkan kondisi eksisting dengan target yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan SPAM baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.

Program-program Pengembangan SPAM, antara lain:

1) Program SPAM IKK, dengan kriteria :

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

2) Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan kriteria :

 Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

 Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

3) Program Perdesaan Pola Pamsimas, dengan kriteria:

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total.

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

4) Program Desa Rawan Air/Terpencil, dengan kriteria:

(42)

 Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama.

 Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM.

5) Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:

 Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.

 Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.

 Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

6) Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPIJM bidang Cipta Karya 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

 Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm;

 Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm.

 Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007) 5. Ada indikator kinerja untuk monitoring

 Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

 Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama

6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan

7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD) 9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan

(43)

7) Skema Kebijakan Pendanaaan kawasan tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;

 Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan

 pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.

2. Cost recovery

 Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan

 Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.

c) Alternatif Pola Pembiayaan

(44)

 Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);

 Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;

 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;

 Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;

 CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

7.3.3.Usulan Kebutuhan Program

Berisikan rincian usulan hasil identifikasi kebutuhan program untuk pencapaian sasaran program sektor pengembangan SPAM yang dijabarkan setiap tahunnya. Disajikan pada lampiran Matriks RPIJM 2015-2019.

7.4. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan program dan pembiayaan dalam pengembangan PLP, khususnya dalam rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

(45)

pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :

 Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan;

 pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;

 penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan

 pelaksanaan tata usaha direktorat.

7.4.1.Kondisi Eksisting

A.Pengelolaan Air Limbah

1) Kondisi Sistem Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

Berdasarkan hasil identifikasi Pemerintah Pusat maupun Daerah di Kota Denpasar dan kawasan – kawasan wisata sekitarnya yaitu Sanur dan Kuta di wilayah Kabupaten Badung telah terjadi pencemaran terutama pada sungai, laut (pantai), dan sumur penduduk, yang diakibatkan oleh air limbah. Hal tersebut diatas akan sangat mengganggu lingkungan dan kualitas hidup masyarakat Kota Denpasar dan sekitarnya. Upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan ini sangat penting dilakukan agar kesejahteraan masyarakat Kota Denpasar dan sekitarnya semakin meningkat.

(46)

Sampai saat ini upaya pelestarian lingkungan melalui penanganan pembuangan Air Limbah sudah dilakukan. Walaupun demikian masih banyak dijumpai pembuangan air limbah secara sembarangan di Kota Denpasar. Pembuangan limbah WC melalui septic tank dan sumur resapan (kondisi yang ada) dapat menimbulkan pencemaran air tanah/air sumur dimana sebagian penduduk masih menggunakannya. Terkait dengan ini maka kondisi yang ada di Kota Denpasar dapat dilihat sebagai berikut :

 56% menggunakan WC dan septic tank

 42% melalui WC dan leaching pit

 Sisanya 2% tidak mempunyai fasilitas

Pembuangan air bekas mandi, cuci dan dapur kesaluran sungai dan pantai, seperti yang ada ini akan mengakibatkan: kesehatan lingkungan menurun; lingkungan terlihat kotor; air sungai terpolusi; pantai menjadi kotor. Kalau dilihat lebih jauh pembuangan air limbah di Kota Denpasar dijelaskan sebagai berikut :

 62% dibuang kesaluran/kali

 26% dibuang melalui septic tank/leaching pit

 12% dibuang kehalaman

Sedangkan untuk industri pariwisata pembuangan air limbahnya dapat dilihat bahwa 30 – 40% hotel berbintang dan 10% hotel Melati yang mempunyai STP (Sewage Treatment Plant), sedangkan sisanya masih menggunakan septic tank. Mengingat Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT) di Suwung kapasitasnya masih terbatas sehingga sebagian dialihkan ke IPAL BTDC. Bila dilihat lebih lanjut kondisi lingkungan hasil penelitian Tahun 1997 Kualitas air (sungai, air tanah dan laut) dibagian selatan dan pusat Kota Denpasar semakin menurun.

 Nilai pencemaran air sungai telah mencapai 47 mg BOD/ltr

 71% sumur penduduk ditempat pengujian tercemar bakteri

 Air laut dipantai Kuta, Tanjung Benoa, Sanur dan Nusa Dua tercemar hingga mencapai nilai 3,7 mg BOD/ltr

Dikhawatirkan akibat pencemaran air tersebut akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Hal ini juga menunjukkan kondisi perairan (sungai dan pantai) yang kotor dan tidak sehat. Obyek wisata pantai yang merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan Bali dan Denpasar khususnya, menjadi tidak menarik.

Gambar

Tabel 7. 1 Lokasi Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota
Tabel 7. 2 Analisis Kebutuhan Perumahan Kota Denpasar Sampai Tahun 2026
Tabel 7. 3 Luas per Jenis RTH Di Kota Denpasar
Tabel 7. 4 Cakupan Pelayanan PDAM di Kecamatan Denpasar Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

ntcmerlukau alat tes kn=ativitas verbal. SehubWJgan dcngan Ita! terscbut kmni mohtm sudi klran)·a Jbu mcmb&lt;mtu m~h.wa t~out. Atas terkubulnya p¢rmoru;;nan iru,

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung sebagai instansi pemerintah memiliki posisi strategis dalam pengembangan dakwah Islam. Salah satu hal yang menjadi

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan perpindahan panas secara konveksi. pada penelitian selanjutnya untuk pengambilan data sebanyak 5 kali

• EIS adalah sistem berbasis komputer untuk mendukung manajer puncak dalam mengakses informasi (dalam dan luar) secara mudah dan relevan dengan CSF (Critical Success Factor)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Kabupaten Sambas

Bupati/Walikota sudah membentuk lembaga yang menangani rehabilitasi hutan dan lahan (misalnya Dinas yang mengurusi kehutanan atau Kelompok Kerja RHL), maka lembaga ini

besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan atas barang milik daerah ditetapkan dari hasil perhitungan Tim yang dibentuk

Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah mendesain suatu suatu sistem yang berbasis komputer untuk membagi beban kerja dosen