• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 25-38)

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA

3.2. Ruang Lingkup Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan

Ruang lingkup perizinan dari sarana kesehatan farmasi makanan minuman yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat adalah apotek, toko obat, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), serta Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).

Secara umum, prosedur proses pengurusan perizinan sarana kesehatan farmasi makanan minuman adalah sebagai berikut:

a. Pemohon mengajukan permohonan survey lokasi kepada Kepala Suku Dinas

Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat di atas materai Rp 6.000,-

b. Surat permohonan dilampiri dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan di atas dan jangan lagi ditambah dengan persyaratan lainnya sesuai tahapan izin dan jenis sarana kesehatan

c. Barkas permohonan yang sudah lengkap diserahkan ke bagian Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berada di wali kotamadya Jakarta Pusat.

d. Berkas tersebut kemudian diteruskan kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan

Kesehatan Kotamadya untuk didisposisikan kepada Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan Minuman

berkas tersebut dan mendisposisi staf, memeriksa ulang kelengkapan dan meneliti keabsahan persyaratan

f. Staf meneliti dan menelaah terhadap persyaratan perizinan tersebut dan bila telah memenuhi persyaratan segera membuat resume/ hasil telaah kepada Kasi Farmasi Makanan Minuman untuk dapat dijadwalkan rencana pemeriksaan lapangan, dan bila belum memenuhi persyaratan administrasi, maka staf membuat surat kekurangan data dan dikirimkan kepada Pemilik / Pemohon izin tersebut

g. Bila semua persyaratan telah dilengkapi, Kepa Seksi Yankes Farmakmin menjadwalkan pemeriksaan atas persetujuan pemohon untuk melakukan pemeriksaan dan membuat usulan surat tugas tim untuk pemeriksaan lapangan (terhadap perizinan yang semestinya dilakukan pemeriksaan lapangan) kepada Kelapa Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat

h. Atas dasar usulan Kasi Yankes Farmakmin, Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan menandatangani surat tugas tersebut (bila tidak ada perubahan) dan atas dasar surat tugas ini tim turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat

Diagram alur pedoman pemberian izin yang diterbitkan oleh Sudinkes Kotamadya dapat dilihat di Lampiran 2.

3.2.1 Apotek

Berdasarkan PerMenKes No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek menyebutkan bahwa apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran Sediaan Farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya kepada

masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

Apotek terbagi dalam empat jenis, yaitu: a. Apotek kerja sama

b. Apotek praktik profesi

c. Apotek rakyat / apotek kerja sama yang berasal dari toko obat sentra pasar d. Apotek depo obat / farmasi

Syarat perizinan pendirian apotek dapat dilihat di Lampiran 3, 4, 5, 6.

Pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

Sebelum melaksanakan kegiatannya, apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). D i k a w a s a n J a k a r t a t e r m a s u k J a k a r t a P u s a t , SIA berlaku seumur hidup, namun dibatasi dengan masa berlaku STRA, yaitu 5 tahun. Sehingga apoteker tersebut harus tetap mendapat rekomendasi ulang dari Ikatan Apoteker Indonesia dan mengurus SIA ulang.

Perubahan apotek dapat berupa perubahan non fisik dan perubahan fisik. Jika terjadi perubahan non fisik tidak perlu dilakukan pemeriksaan lapangan sedangkan jika terjadi perubahan fisik perlu dilakukan pemeriksaan lapangan. Berikut merupakan kriteria yang temasuk dalam kriteria fisik maupun non fisik yang dapat menyebakan perubahan pada tiap-tiap jenis apotek:

a. Apotek kerja sama

Jenis perubahan non fisik adalah:

 pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun lainnya)

 penggantian pemilik sarana kesehatan apotek,

 perubahan nama apotek

 perubahan alamat apotek tanpa pemindahan lokasi

 surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Jenis perubahan fisik adalah:

 perubahan denah apotek

b. Apotek praktik profesi

Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek.

c. Apotek rakyat / apotek kerja sama yang berasal dari toko obat sentra pasar Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek.

d. Apotek depo obat / farmasi

Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek.

Setiap perubahan baik fisik maupun non fisik harus disertai dengan perubahan izin apotek dan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan. Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan SIA yang dikarenakan masing-masing perubahan tersebut dapat dilihat di Lampiran 7, 8, 9, 10, dan 11.

Alur perizinan pendirian apotek di Jakarta Pusat dibagi dalam dua permohonan yaitu permohonan survei dan permohonan izin. Permohonan survei dimulai dari pemohon datang ke bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor walikota bagian kesehatan. Lalu setelah berkas masuk ke Sudin akan dibuatkan surat tugas yang selanjutnya dilakukan survei ke lokasi oleh tiga orang guna melihat apakah apotek tersebut memenuhi syarat atau tidak. Jika memenuhi syarat maka akan masuk pada tahap permohonan yang kedua yaitu permohonan izin dimana jika berkas lengkap maka Surat Izin Apotek (SIA) dapat diterbitkan. Namun, apabila dari hasil survei hasilnya tidak memenuhi syarat dalam batas yang dapat ditoleransi maka pemohon akan diminta untuk melengkapi terlebi dahulu. Sedangkan, apabila hasil survei tidak memenuhi syarat dalam batas yang tidak dapat ditoleransi maka dikeluarkan surat penolakan dan Surat Izin Apotek tidak dapat diterbitkan.

Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek

sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan toilet / WC.

Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.

Persyaratan SIPA/ SIKA dapat dilihat di Lampiran 12. Seorang Apoteker sebagai APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker

c. Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain.

Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmasi Makanan Minuman dalam memberikan pelayanan / operasionalnya selalu mempunyai dampak dan tujuan yaitu untuk memberikan kesehatan jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh karena itu bila Pengelola / Pemilik Sarana Kesehatan tersebut tidak menjalankan seperi yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, akan diberikan sanksi yang sesuai dengan peanggaran yang dilakukan. Sanksi yang akan diberikan dibagi dalam beberapa criteria:

a. Sanksi administratif, dapat berupa peringatan, penghentian seentara kegiatan, atau pencabutan izin

b. Sanksi pidana diajukan ke pengadilan.

Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, dalam hal ini kepada Sudin Kesehatan Kotamadya setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut.

Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka langkah pertama adalah diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain APA, Asisten Apoteker (AA) yang bekerja di apotek juga harus memiliki Surat Izin Asisten Apoteker (SIAA) dan Surat Izin Kerja AA (SIKAA) di apotek tempat AA tersebut bekerja. SIAA ini dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi sedangkan SIKAA diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.

3.2.2 Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)

Toko obat adalah orang atau badan hukum di Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat bebas dan obat terbatas (daftar W) serta untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat menjual obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar W) dalam bungkusan pabrik yang membuatnya secara eceran. Kepemilikan sarana untuk toko obat berbentuk perorangan atau badan hukum.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain (PerMenKes No. 1331/MenKes/SK/X/2002, 2002) dapat dilihat di Lampiran 13 dan perpanjangan perizinan toko obat dapat dilihat di Lampiran 14. Apabila terjadi perubahan- perubahan tertentu maka izin harus diperbaharui. Perubahan dikategorikan dalam dua jenis yaitu perubahan fisik dan non fisik.

Perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan Perubahan lapangan): a. Terjadi pergantian Asisten Apoteker Penanggung jawab Teknis sarana

kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat.

c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi.

d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya).

e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak. Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan):

a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat. 3.2.3 Cabang Penyalur Alat Kesehatan

Cabang penyalur alat kesehatan adalah perwakilan usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah mendapatkan izin. Kepemilikan sarana untuk cabang penyalur alat kesehatan harus berbentuk perorangan dan berbadan hukum Nomor 143/Menkes/Per/III/1991 tentang Cabang Penyalur Alat Kesehatan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dapat dilihat di Lampiran 15.

Perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan):

a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan (baik meninggal dunia maupun lainnya).

b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan.

c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat

Kesehatan tanpa pemindahan lokasi

d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan hilang atau rusak

Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan):

a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat

Kesehatan.

b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan. 3.2.4 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)

Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. UKOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permohonan izin UKOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai setempat. Dalam hal perizinan UKOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota hanya untuk mengajukan permohonan rekomendasi. Persyaratan administrasi yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Industri Kecil Obat Tradisional dapat dilihat pada Lampiran 16. 3.2.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012, Industri Rumah Tangga adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

Sebelum dapat memasarkan produk makanan/minuman ke masyarakat, diperlukan perizinan PIRT yang disebut dengan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Hal ini diperlukan sebagai izin jaminan usaha

makanan/ minuman rumahan yang dijual dan beredar di masyarakat memenuhi standar keamanan makanan atau izin edar produk pangan. Izin ini hanya diberikan kepada produk pangan olahan dengan tingkat resiko yang rendah.

Untuk memperoleh SPP-IRT, industri pangan tersebut harus memiliki minimal satu orang penanggung jawab yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dan mendapat sertifikat dengan hasil yang baik.

Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu:

1. Pengajuan Permohonan

Tahapan yang pertama adalah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk m e n y e l e n g g a r a k a n Sertifikasi Industri Makanan dan Minuman Rumah Tangga yaitu:

a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan perusahaan/ perorangan ditujukan kepada Sudin yankes setempat rangkap 2 dan 1 rangkap di atas materai Rp 6.000

b. Data perusahaan, bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya c. Peta lokasi

d. Denah ruangan produksi e. Rancangan etiket

f. Fotocopy KTP pemilik g. Pas foto 3x4 cm 2 lembar

h. Surat izin perindustrian dari Dinas/ Sudin perindustrian i. Data produk makanan yang akan diproduksi

j. Khusus untuk repack harus ada surat keterangan dari asal produk

k. Status gedung (sewa/ milik sendiri) lampirkan fotocopy sertifikat, bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 tahun beserta fotocopy KTP pemilik

Permohonan tidak dapat dipenuhi/ ditolak apabila jenis pangan yang diproduksi berupa:

a. Susu dan hasil olahannya

b. Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku

c. Pangan kaleng berasam rendah (pH < 4,5) d. Pangan bayi

e. Minuman beralkohol

f. Air minum dalam kemasan (AMDK)

g. Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI h. Pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM

2. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)

Tahap penyelenggaraan yang kedua adalah menyelenggarakan dan melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan. Penyuluhan Keamanan Pangan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Materi ya n g d i b e r i k a n d a l a m Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu:

a. Peraturan di bidang pangan

b. Pedoman dan tata cara penyelenggaraan SPP-IRT c. Mikrobiologi pangan

d. Bahan tambahan pangan (BTP)

e. Higiene dan sanitasi pengolahan pangan f. Pengetahuan bahan pangan

g. Pengawetan dan pengolahan pangan

h. Cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga (IRT) i. Pengemasan, penyimpanan dan pelabelan

j. Good practices dalam rantai pangan

3. Pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP)

Tahap penyelenggaraan yang ketiga adalah pemeriksaan sarana produksi. Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikat Inspektur Pangan IRTP yang dikeluarkan oleh Badan POM/ Balai POM setempat. Nilai mutu sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.

4. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)

Tahap penyelenggaraan yang keempat adalah Sertifikasi Produksi Pangan IRT. Sertifikat yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT.

Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan.

Sedangkan Sertifikat Produksi Pangan diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP. Formulir permohonan sertifikat produk pangan industri rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 17.

5. Sistem Pelaporan

Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Pusat harus dilaporkan kepada Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambat lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Sudinkes Kota Administrasi setempat dan bekerjasama dengan Balai Besar POM. Balai Besar POM melaporkan Rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM.

Sertifikat produksi pangan industri rumah tangga dapat dicabut/ dibatalkan/ ditangguhkan antara lain:

1. Sertifikat dapat dicabut/ dibatalkan bila pemilik/ penanggung jawab tidak melaksanakan ketentuan yang ditetapkan.

penyuluhan adalah Kepala Sudin Yankes setempat.

3. Perusahaan yang karena suatu hal pindah alamat, ditinggalkan oleh pemilik/ penanggung jawabnya harus melaporkan kepada Kepala Sudin Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat. Penggantian nama pemilik/ penanggung jawab dalam sertifikat penyuluhan dapat dilakukan setelah dinilai memenuhi semua persyaratan.

3.2.6 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) (Permenkes No.006 Tahun 2012)

Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT dapat dilihat pada Lampiran 18. Permohonan izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menyetujui, menunda, atau menolak permohonan izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/

Kota, tidak dilakukan pemeriksaan/ verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota.

Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Dalam hal pemberian izin UMOT ditunda, kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan.

Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:

a. Menjamin keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;

b. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu dari peredaran; dan

c. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:

a. Segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;

b. Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/ atau

c. Obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).

UMOT yang telah mendapat izin, yang melakukan perubahan nama, alamat, atau Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan kapasitas dan/ atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 25-38)

Dokumen terkait