• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS

3.2 Ruang Lingkup Perizinan

Farmakmin mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi, makanan, dan minuman. Layanan perizinan yang diberikan oleh Farmakmin meliputi pemberian surat izin sarana dan surat izin kerja. Adapun jenis surat izin tersebut sebagai berikut (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011):

1. Untuk sarana kesehatan meliputi:

a. Apotek yaitu pemberian Izin Sarana Apotek; b. Toko Obat yaitu pemberian Izin Sarana Toko Obat;

c. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) yaitu pemberian izin prinsip dan izin usaha Industri Kecil Obat Tradisional;

d. Sub PAK yaitu pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan; e. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) 2. Untuk tenaga kesehatan meliputi:

a. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA); b. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);

c. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK); d. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus mempunyai izin. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan tersebut, seluruh penyelenggaraan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Provinsi DKI Jakarta harus mempunyai izin yang dapat berupa izin prinsip maupun izin tetap.

Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, dan izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi IKOT. Izin tetap diberikan bila pihak penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap. Kepemilikan Sarana Kesehatan Farmakmin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI diperbolehkan untuk perorangan maupun berbentuk badan hukum tergantung jenis dari sarana kesehatan Farmakmin.

3.2.1 Apotek

Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.Pelayanan kefarmasian di apotek hanya boleh dilakukan oleh Apoteker.Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Berdasarkan Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat, dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan serta tidak melakukan perubahan.

Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik seperti perubahan/pindah alamat maupun perubahan non fisik seperti perubahan/pergantian kepemilikan,

perubahan/pergantian tenaga ahli sarana kesehatan (Apoteker), perubahan/ pergantian nama sarana kesehatan serta perubahan surat izin kesehatan jika hilang. Setiap perubahan fisik dan non fisik tersebut harus disertai dengan perubahan izin apotek dan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.

Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/WC.Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik.

Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.

Seorang APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan; 2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker; 3. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;

4. Memenuhi syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker;

5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain.

Adapun persyaratan perizinan setiap jenis sarana apotek yang telah ditentukan dan didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002).

Persyaratan izin apotek yang bekerjasama dengan pihak lain adalah sebagai berikut:

1. Surat permohonan dari Apoteker ditujukan kepada Suku dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap , 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00;

2. Fotokopi KTP Jabodetabek APA;

3. Fotokopi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);

4. Surat keterangan lolos butuh bagi SIPA yang berasal dari luar DKI; 5. Denah bangunan dan peta lokasi;

6. Fotokopi yang menyatakan status bangunan dalam akte hak milik/sewa/kontrak;

7. Daftar perlengkapan apotek;

8. Surat pernyataan dari APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA lain diatas materai Rp 6000,00;

9. Asli dan fotokopi surat izin dari atasan bagi APA PNS/ABRI/Pegawai Instansi Pemerintahan lainnya;

10. Akte Perjanjian Kerja Sama antara APA dengan Pemilik Sarana Apotek yang disahkan Notaris (salinan asli dan fotokopi);

11. Surat pernyataan PSA tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan dibidang obat-obatan diatas materai Rp 6000,00;

12. Daftar Asisten Apoteker;

13. Surat Izin Usaha berdasarkan Undang Undang Gangguan (UUG);

14. Perlengkapan administrasi (etiket, kopi resep, form laporan narkotika, dan lain-lain);

15. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi; 16. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

Jika APA dan Apoteker Pendamping tidak berada di tempat selama 3 bulan secara terus menerus, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.

Selain APA, Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di apotek juga harus memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) di apotek tempat Tenaga Teknis Kefarmasian tersebut bekerja. SIKTTK diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat.

3.2.2 Toko Obat

Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, toko obat adalah sarana pelayanan kefarmasian yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Penyelenggaraan Toko obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di toko obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di toko obat. Untuk mendirikan toko obat, maka Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan Izin Sarana Toko Obat yang ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.

Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usahatoko obat antara lain (Kementerian Kesehatan RI, 2002):

1. Surat permohonan izin toko obat dari Pemilik ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap, 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00; 2. Fotokopi KTP DKI pemilik Toko Obat;

3. Peta lokasi tempat usaha dan denah ruangan;

4. Fotokopi Ijazah, SIKTTK, dan KTP Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab;

5. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab Teknis pada Toko Obat diatas materai Rp 6.000,00;

6. Fotokopi status bangunan;

7. Pasfoto Pemilik dan Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab 2 lembar ukuran 2 x 3 cm;

8. Surat Pernyataan dari pemilik Toko Obat, tidak akan menjual obat keras daftar G , diatas materai Rp.6000,00;

9. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); 10. NPWP dan UUG.

Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/MenKes/SK/X/2002 ketentuan yang harus dipenuhi oleh toko obat, adalah sebagai berikut:

1. Toko obat dipimpin oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai penanggung jawab teknis;

2. Harus memasang papan nama di depan toko yang mudah dilihat oleh umum dengan tulisan “TOKO OBAT BERIZIN” beserta nama toko obat, tulisan “TIDAK MENERIMA RESEP DOKTER’’ di bagian sudut kanan atas harus dicantumkan nomor surat izin;

3. Papan nama minimal berukuran lebar 40 cm dan panjang 60 cm, maksimal 150 cm;

4. Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih, tinggi huruf paling sedikit 5 cm dan tebal paling sedikit 5 mm;

5. Tidak diperkenankan membuat atau meracik obat, membungkus atau membungkus kembali obat (hanya menjual obat dalam bentuk kemasan asli pabrik);

7. Obat-obat yang termasuk daftar obat bebas terbatas tidak boleh dicampur dengan obat atau barang-barang lain;

8. Tidak diperkenankan bertindak sebagai PBF;

9. Tidak diperkenankan menjual obat keras, narkotika dan obat-obat berbahaya dan bersedia menyerahkan obat-obat tersebut kepada petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan;

10. Harus membeli obat-obat dari pedagang besar farmasi yang resmi, yang memiliki izin dari Departemen Kesehatan RI;

11. Membuat laporan 10 jenis obat terbanyak dijual dalam triwulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat;

12. Tidak diperkenankan menjual obat-obat yang rusak atau kadaluarsa dan bersedia dimusnahkan oleh petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan;

13. Tidak diperkenankan mengganti, menghilangkan atau membuat tidak dapat dibacanya merek obat, label dan atau tulisan yang terdapat pada obat dan pembungkusnya;

14. Harus mempunyai izin dari Departemen Perdagangan (SIUP);

15. Petugas resmi dari Dinas Kesehatan DKI dan Departemen Kesehatan RI berhak memeriksa setiap waktu;

16. Apabila izin batal atau dicabut maka pemilik izin harus segera menyerahkan surat izinnya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat;

17. Diwajibkan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dan yang akan berlaku.

3.2.3 Industri Kecil Obat Rumah Tangga (IKOT)

IKOT merupakan perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan (Kementerian Kesehatan, 1990). IKOT biasanya dilakukan di lingkungan perumahan.Sebelum menjalankan usahanya, pemilik industri obat tradisional ini harus memiliki izin dalam hal sarana dan prasarana industri tersebut.

Persyaratan izin IKOT terdiri dari izin prinsip dan izin usaha.Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya manusia dimana izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi IKOT yang masa berlakunya 3 tahun. Izin usaha diberikan bila pihak penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin prinsip IKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan dibuat 3 rangkap dan 1 rangkap di atas meterai Rp 6000,00;

2. Akte Pendirian Perusahaan bila dalam bentuk PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM;

3. Fotokopi Ijazah Apoteker;

4. Fotokopi KTP Jabodetabek Apoteker;

5. Surat Perjanjian Kerjasama antara Apoteker dengan pihak Perusahaan/Pemilik diatas materai Rp. 6000,00;

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha IKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 3 dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00; 2. Akte pendirian perusahaan;

3. Ijazah Apoteker dan KTP DKI dari Apoteker Penanggung Jawab Teknis; 4. Surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dengan pihak perusahaan diatas

materai Rp 6000,00; 5. UUG;

6. Peta Lokasi;

7. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, gudang produk jadi; 8. Bentuk Obat Tradisional yang akan diproduksi;

10. Peralatan Laboratorium;

11. Sumber daya/energi yang dipakai; 12. Jumlah tenaga kerja;

13. Nilai investasi; 14. Rencana pemasaran;

15. Buku peraturan Undang Undang dibidang Farmasi; 16. Status gedung;

17. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 18. Peralatan pengendalian pencemaran;

19. Fotokopi Izin Prinsip IKOT.

Perubahan-perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika:

1. Terjadi pergantian direktur/pimpinan sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya);

2. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan IKOT;

3. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan IKOT tanpa pemindahan lokasi; 4. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan IKOT (baik

karena meninggal dunia maupun hal lainnya);

5. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan IKOT hilang atau rusak. Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika: 1. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan IKOT;

2. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan IKOT;

3. Terjadi perluasan/penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan IKOT.

3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)

IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual sampai semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

1. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan serta peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan; 2. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang

pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen;

3. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan IRTP.

Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu: 1. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00;

2. Fotokopi KTP;

3. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar

Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu:

1. Permohonan dari Direktur/Pimpinan ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 2 dan 1rangkap diatas materai Rp 6000,00;

2. Surat Izin Perindustrian/Surat Keterangan dari Suku Dinas Perindustrian; 3. Akte pendirian perusahaan (bila dalam bentuk CV, akte notaris dilampirkan); 4. Fotokopi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan;

5. Data produk makanan yang akan diproduksi; 6. Peta lokasi;

7. Denah ruangan produksi; 8. Rancangan etiket;

9. Fotokopi KTP Pemilik (DKI);

10. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar;

11. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk;

12. Status bangunan, untuk milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa lampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik.

Adapun tata cara penyelenggaraan SPP-IRT, yaitu: 1. Pengajuan Permohonan;

a. Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan;

i. Susu dan hasil olahannya

ii. Daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan/atau penyimpanan beku

iii. Pangan kaleng iv. Pangan bayi

v. Minuman beralkohol vi. Air minum dalam kemasan

vii. Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan ditetapkan oleh BPOM

c. Pemohon diwajibkan mengikuti PKP dan telah melewati tahap pemeriksaan saran produksinya oleh Suku Dinas Kesehatan.

2. Penyelenggaraan dan Pelaksanaan PKP

Penyelenggaraan PKP dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Materi PKP, yaitu:

a. Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan;

b. Higiene dan sanitasi sarana IRTP;

c. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB);

d. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan.

Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, misalnya:

a. Pengemasan dan penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga;

b. Pengembangan usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga termasuk etika bisnis.

3. Pemeriksaan Sarana Produksi

Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP.Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur

Pangan.Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.

4. Sertifikasi Produksi Pangan IRT

Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu: a. Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan

Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan.

b. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)

Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP.

5. Sistem Pendataan dan Pelaporan

Penyelenggaraan SPP-IRT di Suku Dinas Kesehatan harus dilaporkan kepada BPOM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat PKP dan SPP-IRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambat-lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM.Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan setempat dan bekerjasama dengan Balai Besar POM. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM.

3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 889/MENKES/Per/V/2011, Apoteker harus memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk dapat melaksanakan

praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau distribusi. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan (yaitu Suku Dinas Kesehatan).

Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:

1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional;

2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;

3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;

4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar

SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 tempat fasilitas produksi atau distribusi. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.SIPA atau SIKA masih tetap berlaku sepanjang STRA dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA atau SIKA.

3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian (yaitu Suku Dinas Kesehatan).

1. Fotokopi STRTTK;

2. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;

3. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian;

4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 lembar.

SIKTTK dapat diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk paling banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian.SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang STRTTK dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIKTTK.

Dokumen terkait