• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA UTARA

PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

VANY PRISKILA, S.Farm.

1206313822

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA UTARA

PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

VANY PRISKILA, S.Farm.

1206313822

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PKPA dan penyusunan laporan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa program profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas apoteker di pemerintahan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. Kusnaidi, Apt., selaku Pembimbing dari Suku Dinas Kesehatan Kota Adminstrasi Jakarta Utara dan Kepala Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Adminstrasi Jakarta Utara atas bimbingan selama pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Pembimbing II dan Dekan

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bimbingan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

3. dr. H. Kurnianto Amien, M.M., selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Adminstrasi Jakarta Utara.

4. drg. Leny Ariyani, selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Kota Adminstrasi Jakarta Utara.

5. Dr. Harmita Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu

pengetahuan dan didikannya selama ini.

7. Teman-teman Apoteker UI Angkatan LXXVI, terutama teman-teman PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara atas kebersamaan dan dukungan selama masa perkuliahan dan PKPA.

8. Seluruh pihak yang telah membantu selama PKPA dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(5)

dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Depok, Juni 2012

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Vany Priskila, S. Farm.

NPM : 1206313822

Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara Periode 11 Maret – 22 Maret 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 22 Juli 2012

Yang menyatakan

(Vany Priskila, S. Farm.)

(7)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ... 3

2.1 Suku Dinas Kesehatan ... 3

2.2 Visi dan Misi ... 4

2.3 Struktur Organisasi ... 4

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ... 14

3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan ... 14

3.2 Ruang Lingkup Perizinan ... 22

3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian ... 35

3.4 Pelanggaran dan Sanksi ... 36

BAB 4. PEMBAHASAN ... 37

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

(8)

Lampiran 1. Struktur Organisasi Sudinkes Jakarta Utara ... 45

Lampiran 2. Formulir Permohonan Izin Apotek ... 46

Lampiran 3. Surat Izin Apotek ... 47

Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Apotek ... 49

Lampiran 5. Berita Acara Pemusnahan Resep ... 53

Lampiran 6. Formulir Permohonan Izin Toko Obat ... 54

Lampiran 7. Berita Acara Pemusnahan perbekalan Farmasi ... 55

Lampiran 8. Berita Acara Pemeriksaan Toko Obat ... 56

Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Prinsip IKOT ... 57

Lampiran 10. Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT ... 58

Lampiran 11. Formulir Permohonan SPP-IRT ... 60

Lampiran 12. Formulir Permohonan SIPA/SIKA ... 61

Lampiran 13. SIPA ... 62

(9)

1 Universitas Indonesia

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, dan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, menyelenggarakan, mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam pelaksanaan tanggung jawab tersebut, pemerintah DKI Jakarta membentuk Suku Dinas Kesehatan. Di Provinsi DKI Jakarta ada 5 Suku Dinas Kesehatan kota administrasi yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan bertanggung jawab melaksanakan pelayanan perizinan, perencanaan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan di wilayah kota adminstrasi.

Mahasiswa calon apoteker perlu mengetahui perannya di lingkup pemerintahan sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan tugas profesinya kelak. Praktek kerja profesi apoteker merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja, pengetahuan, gambaran, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran apoteker di lingkup pemerintahan. Peran Apoteker dalam Suku Dinas Kesehatan antara lain pada proses perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana kefarmasian serta tenaga kefarmasian.

(10)

Apoteker harus memiliki pengetahuan, pemahaman dan aplikasi tentangtata cara perizinan serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari pelayanan kesehatan termasuk sarana dan tenaga kefarmasian sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.

1.2 Tujuan

Pada pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, calon Apoteker diharapkan mampu untuk:

1. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administrasi Jakarta Utara

2. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan khususnya bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) Kota Administrasi Jakarta Utara

3. Mengetahui perizinan, pembinaan, pengawasan, serta pengendalian (binwasdal) terhadap sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan dan minuman Kota Administrasi Jakarta Utara.

(11)

3 Universitas Indonesia

SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA

2.1 Suku Dinas Kesehatan

Sejak sistem pemerintahan otonomi daerah diberlakukan, Provinsi DKI Jakarta membentuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pembinaan, dan pengembangan urusan kesehatan.

Suku Dinas Kesehatan adalah Unit Kerja Dinas Kesehatan di kota administrasi. Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap kota administrasi yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Kepala Suku Dinas yang memimpin Suku Dinas Kesehatan diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Suku Dinas Kesehatan merupakan penamaan baru yang atas penggabungan dari dua Suku Dinas yang terdahulu, yakni Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat. Hal ini menimbulkan perubahan pada struktur organisasi secara keseluruhan.

Sebelum penggabungan, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 6 seksi, yaitu Seksi Pelayanan kesehatan Dasar, Seksi Farmasi Makanan Minuman, Seksi Pelayanan Kesehatan Spesialistik, Seksi Pendataan dan Program, Seksi Gawat Darurat Bencana dan Gakin, Seksi Pengobatan Tradisional, serta Subbag Tata Usaha. Suku Dinas Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 seksi; yaitu Seksi Pendataan dan Program, Seksi Penyakit Menular, Seksi Penyakit Tidak Menular, Seksi Kesehatan Jiwa dan Napza, Seksi Gizi PPSM, Seksi Penyehatan Lingkungan serta Subbag Tata usaha (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

(12)

Setelah Penggabungan kedua Suku Dinas tersebut menjadi Suku Dinas Kesehatan, struktur organisasi berubah menjadi 4 seksi; yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Subbag Tata Usaha.

2.2 Visi dan Misi

Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu “Menjadi Suku Dinas Kesehatan yang profesional menuju Jakarta Utara sehat untuk semua”. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka telah ditetapkan misi yaitu (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010):

1. Meningkatkan kompetensi seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) di jajaran Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara

2. Mengembangkan pelayanan perizinan berbasis teknologi informasi 3. Menciptakan dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja

4. Meningkatkan sistem informasi yang cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan berbasis komputer

5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih

6. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih, sehat, serta untuk penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana

7. Meningkatkan kualitas dan respontime pelayanan kesehatan Gawat Darurat dan Bencana

8. Meningkatkan kerja sama lintas program, lintas sektoral dengan organisasi profesi, organisasi masyarakat dan institusi lainnya dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan masyarakat di Jakarta Utara

9. Menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

2.3 Struktur Organisasi

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta diatur dengan Pasal 23 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No.150 Tahun 2009 terdiri dari (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009):

1. Kepala Suku Dinas Kesehatan 2. Sub Bagian Tata Usaha

(13)

3. Seksi Kesehatan Masyarakat 4. Seksi Pelayanan Kesehatan 5. Seksi Sumber Daya Kesehatan

6. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

Sub bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian dan setiap seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan.

2.3.1 Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai ruang lingkup tugas:

1. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya 2. Melaksanakan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

3. Mengoordinasikan penyusunan RKA dan DPA Suku Dinas

4. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan DPA Suku Dinas

5. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang Suku Dinas 6. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas

7. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, dan pemeliharaan dari perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas

8. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor 9. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan Suku Dinas

10. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara, dan pengaturan acara Suku Dinas 11. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan, dan melaporkan

penerimaan retribusi Suku Dinas kesehatan

12. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Sub Bagian Tata Usaha

13. Mengoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas) Suku Dinas

14. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha.

(14)

Sub Bagian Tata Usaha (Subbag TU) membawahi 3 koordinator, yaitu Koordinator Umum dan Protokol, Kepegawaian, serta Keuangan. Koordinator umum mengatur administrasi surat menyurat, pelaksanaan protokoler dan rumah tangga, pelaksanaan urusan perlengkapan serta pembuatan RKA. Koordinator Kepegawaian mengatur perencanaan kebutuhan pegawai Puskesmas dan Suku Dinas Kesehatan, administrasi kepegawaian, monitoring disiplin pegawai, sertasemua hak dan kewajiban pegawai di Suku Dinas Kesehatan. Koordinator Keuangan mengatur pengelolaan dan pelaporan keuangan untuk menunjang operasional dari Suku Dinas Kesehatan. Selain itu Koordinator Keuangan jugamengatur pelaksanaan pengarsipan dokumen gaji pegawai, pelaporan pajak, dan pengajuan SPP (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

2.3.2 Seksi Kesehatan Masyarakat

Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Tugas pokok dan fungsi Seksi Kesehatan Masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Menyusun bahan RKA dan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya 2. Melaksanakan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

3. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, anak prasekolah, anak usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita, dan asuhan keperawatan

4. Mengoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat

5. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi

6. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat

7. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat kota administrasi

(15)

8. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi

9. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM (Pembinaan Peran Serta Masyarakat)

10. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

11. Melaksanakan kegiatan peran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat

12. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas seksi kesehatan masyarakat

13. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat.

Seksi Kesehatan Masyarakat membawahi 3 koordinator, yaitu Koordinator Gizi dan PPSM, Koordinator Kesehatan Keluarga, serta Koordinator Promosi dan Informasi Kesehatan. Koordinator Gizi dan PPSM bertanggung jawab dalam penyelenggaraan serta pelaksanaan kegiatan gizi dan PPSM di puskesmas tingkat kecamatan serta kelurahan.Koordinator Kesehatan Keluarga mengurusi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan program kesehatan keluarga seperti kesehatan ibu dan anak, kesehatan lansia, kesehatan gigi dan mulut, serta penanganan kekerasan dalam rumah tangga.Koordinator Promosi dan Informasi Kesehatan bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan promosi dan informasi kesehatan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

2.3.3 Seksi Pelayanan Kesehatan

Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.Seksi Pelayanan Kesehatandipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi Pelayanan Kesehatan diantaranya adalah:

1. Menyusun bahan RKA dan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya 2. Melaksanakan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

3. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan

(16)

4. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan

5. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan

6. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan

7. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan 8. Memberikan tanda daftar ke pengobat tradisional

9. Melaksanakan siaga 24 jam atau pusat pengendali dukungan kesehatan (Pusdaldukkes)

10. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan

11. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi pelayanan kesehatan

12. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan.

Seksi Pelayanan Kesehatan membawahi 3 koordinator, yaitu Koordinator Pelayanan Kesehatan Dasar, Koordinator Gawat Darurat dan Bencana, serta Koordinator Pelayanan Kesehatan Keahlian dan Tradisional. Koordinator Pelayanan Kesehatan Dasar bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan pengelolaan serta pengembangan pelayanan kesehatan dasar.Koordinator ini juga bertanggung jawab memberikan, mengendalikan, dan mengevaluasi layanan perizinan sarana kesehatan dasar serta profesinya.

Koordinator Gawat Darurat dan Bencana bertugas untuk melakukan pembinaan, pengawasan, serta pengendalian mekanisme pelayanan kesehatan gawat darurat. Koordinator ini bertanggung jawab pada penyusunan materi pelatihan tenaga kesehatan dan penduduk tentang kegawatdaruratan dan bencana, penyusunan petunjuk teknis penanganan kegawatdaruratan pada bangunan publik, serta membangun kesiapan tenaga kesehatan dan penduduk dalam menghadapi keadaan gawat darurat dan bencana dari aspek kesehatan.

(17)

Koordinator Pelayanan Kesehatan Keahlian dan Tradisional bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian pemberian perizinan sarana pelayanan kesehatan keahlian dan pengobatan tradisional serta komplementer alternatif. Koordinator ini juga melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana pelayanan kesehatan keahlian termasuk sarana pelayanan kesehatan rujukan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

2.3.4 Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Bagian inimempunyai tugas pokok dan fungsi:

1. Menyusun bahan RKA dan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya 2. Melaksanakan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

3. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman

4. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan

5. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan serta pelatihan

6. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan

7. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu

8. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan

9. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas

10. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator 11. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,

pengkaji, dan auditor mutu pelayanan kesehatan

12. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional,

(18)

subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat, dan industri makanan minuman rumah tangga

13. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial

14. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup kota administrasi

15. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan

16. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan

17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan.

Seksi Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi 3 koordinator, yaitu Standarisasi Manajemen Kesehatan; Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin), serta Tenaga Kesehatan. Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan bertugas dan bertanggung jawab sebagai pengelola administrasi danperencanaan mutu; melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan; merencanakan, melaksanakan, dan memantau program audit internal dan eksternal; serta peninjauan manajemen dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu.

Koordinator Farmakmin bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan perizinan farmasi, makanan, dan minuman, mengendalikan mutu pelayanan farmakmin, membuat perencanaan kegiatan dan anggaran farmakmin, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada customer, melakukan verifikasi berkas perizinan yang masuk, melaksanakan inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan Farmakmin, membuat perencanaan kerja dan laporan, serta evaluasi kerja mingguan.

Koordinator Tenaga Kesehatan bertugas dan bertanggung jawab membantu menyusun bahan RKA dan DPA Seksi Sumber Daya Kesehatan, menyusun dan mengoordinasikan pembuatan jadwal pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan Penilaian Calon Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas, mengoordinasikan pelaksanaan

(19)

Pembinaan Tenaga Kesehatan, membantu dalam pelaksanaan segala prosesperizinan tenaga kesehatan, serta melaksanakan tugas kunjungan dalam hal perizinan tenaga kesehatan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Adapun tugas pokok dan fungsi Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan antara lain:

1. Menyusun bahan RKA dan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya 2. Melaksanakan DPA Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya

3. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/KLB (Kejadian Luar Biasa), dan kesehatan lingkungan

4. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji

5. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakitmenular serta kesehatan jiwa masyarakat

6. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan teknispeningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat

7. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama, dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), unit kerja perangkat daerah (UKPD) dan/atau instansi pemerintahan/swasta/masyarakat

8. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan imunisasi

9. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, serta memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai sistem

(20)

kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB) pada lingkup kota administrasi

10. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial KLB dan dugaan wabah serta keracunan makanan

11. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/KLB dan surveilans 12. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian

13. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah/KLB dan surveilans

14. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, penyehatan di tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), dan upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan

15. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan

16. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam bidang kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja

17. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

18. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan membawahi 3 koordinator, yaitu Koordinator Kesehatan Lingkungan, Koordinator Penyakit Menular dan Tidak Menular, serta Koordinator Wabah dan Surveilans. Koordinator Kesehatan Lingkungan bertanggung jawab menyusun program, rencana kerja, dan alokasi anggaran kegiatan kesehatan lingkungan meliputi penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida, dan lingkungan lainnya.

(21)

Koordinator Penyakit Menular dan Tidak Menular bertanggung jawab dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyakit menular (DBD, ISPA, Pneumonia, diare, kusta, HIV/AIDS, dan TBC), penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, imunisasi, napza, dan haji. Di samping itu, koordinator ini juga bertugas memberikan informasi mengenai perkembangan penyakit menular di Jakarta Utara.

Koordinator Wabah dan Surveilans bertanggung jawab menyusun program, rencana kegiatan, dan alokasi anggaran kegiatan penanggulangan wabah dan surveilans serta melakukan sosialisasi program tersebut. Koordinator ini melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan surveilans pada Puskesmas Kecamatan serta memberikan dan menganalisa perkembangan penyakit menular terutama yang berpotensi menimbulkan KLB (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010).

(22)

14 Universitas Indonesia

SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN

3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan.

Salah satu seksi di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Utara adalah Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan, Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin), serta Tenaga Kesehatan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010). Agar mampu menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, maka Seksi Sumber Daya Kesehatan memiliki wewenang antara lain:

1. Menilai kinerja staf di lingkungan Seksi Sumber Daya Kesehatan 2. Menetapkan perencanaan program Seksi Sumber Daya Kesehatan 3. Mewakili Kepala Suku Dinas sesuai dengan kewenangan yang diberikan 4. Mengendalikan seluruh kegiatan Seksi Sumber Daya Kesehatan

5. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman.

3.1.1 Standarisasi Manajemen Kesehatan

Tugas dan tanggung jawab Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan adalah:

1. Memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara

2. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan

3. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada puskesmas

4. Melaksanakan kegiatan pertemuan koordinasi forum komunikasi manajemen mutu di tingkat Kota Administrasi Jakarta Utara

5. Melaksanakan fasilitas peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,

assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan

(23)

7. Merencanakan dan melaksanakan serta memantau program audit internal, eksternal, serta tinjauan manajeman dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu.

Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan memiliki wewenang, yaitu:

1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya

2. Melaporkan kinerja seksi yang mempengaruhi sistem manajemen mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara

3. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran.

4. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan yang diberikan.

Koordinator Standardisasi Manajemen Kesehatan membawahi beberapa sub bagian diantaranya:

a. Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu

Sub Bagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu, memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Menginventarisasi kegiatan di Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara

2. Menginventarisasi kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pemeliharaan penerapan sistem manajemen mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara

3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam rangka penerapan sistem mutu Suku Dinas Kesehatan

4. Membuat rencana kerja tahunan Koordinator Standardisasi Manajemen Mutu 5. Melaporkan rencana anggaran

6. Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dokumen, berkas, arsip, rekaman, dan sebagainya yang terkait dengan kegiatan mutu Suku Dinas Kesehatan.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu adalah:

1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya

(24)

2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran

3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.

b. Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan

Sub Bagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Memastikan berjalannya kegiatan survey kepuasan pelanggan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara

2. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan survey kepuasan pelanggan

3. Membuat rencana kegiatan tahunan survey kepuasan pelanggan 4. Melaporkan kegiatan survey kepuasan pelanggan.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan adalah:

1. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya

2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran

3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.

c. Pengelola Audit Internal

Sub Bagian Pengelola Audit Internal memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengelola kegiatan audit internal

2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Internal Suku Dinas Kesehatan

3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit internal

4. Membuat laporan kegiatan audit internal Suku Dinas Kesehatan.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola Audit Internal adalah: 1. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup

tugasnya

2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran

(25)

d. Pengelola Audit Eksternal

Sub Bagian Pengelola Audit Eksternal memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengelola kegiatan audit eksternal;

2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Eksternal Suku Dinas Kesehatan; 3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit

eksternal;

4. Membuat laporan kegiatan audit eksternal Suku Dinas Kesehatan Adapun wewenang dari sub bagian pengelola audit eksternal adalah:

1. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya;

2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran;

3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. e. Pengelola Forum Komunikasi Mutu

Sub Bagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengelola kegiatan forum komunikasi mutu yang merupakan pertemuan rutin antara perwakilan tim mutu Suku Dinas atau pertemuan antara perwakilan tim mutu Suku Dinas dan puskesmas;

2. Memastikan berjalannya kegiatan forum komunikasi mutu Suku Dinas Kesehatan;

3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan forum komunikasi mutu;

4. Membuat laporan kegiatan forum kemunikasi mutu Suku Dinas kesehatan. Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu adalah:

1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya;

2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran;

(26)

3.1.2 Farmasi, Makanan, dan Minuman

Tugas dan tanggung jawab Koordinator Farmakmin adalah (Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010):

1. Memberikan pelayanan perizinan Farmakmin; 2. Mengendalikan mutu pelayanan Farmakmin;

3. Membuat perencanaan kegiatan dan anggaran Farmakmin; 4. Verifikasi berkas perizinan yang masuk (ditolak/dilanjutkan);

5. Melaksanakan Inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan Farmakmin.

Koordinator Farmakmin memiliki wewenang, antara lain: 1. Menetapkan perencanaan kegiatan Farmakmin;

2. Mewakili Kepala Seksi sesuai dengan kewenangan yang diberikan;

3. Mengendalikan kegiatan perizinan sarana Farmakmin dan kegiatan Binwasdal; 4. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin Farmakmin.

Koordinator Farmakmin membawahi beberapa sub bagian diantaranya: a. Pengelola Administrasi Farmakmin

Sub Bagian Pengelola Administrasi Farmakmin memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengoordinasikan peninjauan lapangan; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan;

3. Pemegang program kegiatan sosialisai tenaga Asisten Apoteker, penyuluhan keamanan pangan, dan pembinaan sarana pelayanan Farmakmin;

4. Menerima berkas perizinan dan mencatat dalam buku register; 5. Memberi nomor Surat Tugas dan Rekap BAP;

6. Mengoordinasikan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk semua jenis sarana pelayanan kesehatan Farmakmin;

7. Membuat laporan kegiatan program (SPJ lengkap).

Wewenang dari Sub Bagian Pengelola Administrasi Farmakmin adalah:

1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan;

(27)

2. Mengusulkan rencana kegiatan;

3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya.

b. Pengelola Apotek dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)

Sub Bagian Pengelola Apotek dan IKOT memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:

1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke apotek dan IKOT; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan apotek dan IKOT; 3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi tenaga Asisten Apoteker;

4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk apotek dan IKOT;

5. Membuat perencanaan maupun laporan kegiatan program; 6. Menerima laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola Apotek dan IKOT adalah:

1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan;

2. Mengusulkan rencana kegiatan;

3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;

4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.

c. Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan

Sub Bagian Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke IRTP; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan IRTP; 3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi IRTP;

4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk RTP;

5. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program. Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola IRTP adalah:

(28)

1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan;

2. Mengusulkan rencana kegiatan;

3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;

4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.

d. Pengelola Toko Obat

Sub Bagian Pengelola Toko Obat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke toko obat; 2. Melaksanakan kegiatan Sosialisasi Toko Obat;

3. Mengoordinasikan dan melaksanakan Binwasdal ke lapangan untuk took obat; 4. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program;

5. Menerima dan menyimpan obat serta alat perbekalan kesehatan dalam gudang obat dan mencatat dalam buku penerimaan serta kartu stok obat dan alat perbekalan kesehatan.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola IRTP adalah:

1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan;

2. Mengusulkan rencana kegiatan;

3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;

4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.

3.1.3 Tenaga Kesehatan

Tugas dan tanggung jawab Koordinator Tenaga Kesehatan (NAKES) adalah: 1. Membantu Kepala Seksi menyusun RKA dan DPA Seksi Sumber Daya

Kesehatan;

2. Menyusun jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan;

3. Menganalisis dan melaksanakan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan;

(29)

4. Membantu terlaksananya program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan; 5. Mengendalikan dan mengoordinasikan tugas dan wewenang tenaga kesehatan. Koordinator NAKES memiliki wewenang antara lain:

1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan;

2. Mengusulkan rencana program kegiatan;

3. Mengoordinasikan program kegiatan kepada seksi terkait Koordinator NAKES membawahi beberapa sub bagian diantaranya: a. Pengelola Bimbingan Teknis (BIMTEK)

Sub Bagian Pengelola BIMTEK memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga kesehatan;

2. Membantu koordinator dalam membuat jadwal BIMTEK tenaga kesehatan; 3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan BIMTEK.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengelola BIMTEK adalah: 1. Mengusulkan rencana program kegiatan BIMTEK;

2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya. b. Pengadministrasian

Sub Bagian Pengadministrasian memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengarsipkan bahan RKA dan DPA tenaga kesehatan; 2. Mengarsipkan surat masuk dan surat keluar tenaga kesehatan; 3. Mengadministrasikan jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan;

4. Mengadministrasikan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan;

5. Mengadministrasikan hasil program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan.

Adapun wewenang dari Sub Bagian Pengadministrasian adalah mengumpulkan data-data dan semua hasil kegiatan program kerja yang ada di Koordinator Tenaga Kesehatan.

(30)

c. Pengelola Diklat (Pendidikan dan Pelatihan)

Sub Bagian Pengelola Diklat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga Kesehatan;

2. Membantu koordinator membuat jadwal Diklat tenaga kesehatan; 3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan Diklat

Adapun wewenang dari sub bagian pengelola Diklat adalah: 1. Mengusulkan rencana kegiatan;

2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya.

3.2 Ruang Lingkup Perizinan

Farmakmin mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi, makanan, dan minuman. Layanan perizinan yang diberikan oleh Farmakmin meliputi pemberian surat izin sarana dan surat izin kerja. Adapun jenis surat izin tersebut sebagai berikut (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011):

1. Untuk sarana kesehatan meliputi:

a. Apotek yaitu pemberian Izin Sarana Apotek; b. Toko Obat yaitu pemberian Izin Sarana Toko Obat;

c. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) yaitu pemberian izin prinsip dan izin usaha Industri Kecil Obat Tradisional;

d. Sub PAK yaitu pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan; e. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) 2. Untuk tenaga kesehatan meliputi:

a. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA); b. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);

c. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK); d. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)

(31)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus mempunyai izin. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan tersebut, seluruh penyelenggaraan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Provinsi DKI Jakarta harus mempunyai izin yang dapat berupa izin prinsip maupun izin tetap.

Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, dan izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi IKOT. Izin tetap diberikan bila pihak penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap. Kepemilikan Sarana Kesehatan Farmakmin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI diperbolehkan untuk perorangan maupun berbentuk badan hukum tergantung jenis dari sarana kesehatan Farmakmin.

3.2.1 Apotek

Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.Pelayanan kefarmasian di apotek hanya boleh dilakukan oleh Apoteker.Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Berdasarkan Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat, dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan serta tidak melakukan perubahan.

Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik seperti perubahan/pindah alamat maupun perubahan non fisik seperti perubahan/pergantian kepemilikan,

(32)

perubahan/pergantian tenaga ahli sarana kesehatan (Apoteker), perubahan/ pergantian nama sarana kesehatan serta perubahan surat izin kesehatan jika hilang. Setiap perubahan fisik dan non fisik tersebut harus disertai dengan perubahan izin apotek dan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.

Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/WC.Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik.

Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.

Seorang APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan; 2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker; 3. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;

4. Memenuhi syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker;

5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain.

Adapun persyaratan perizinan setiap jenis sarana apotek yang telah ditentukan dan didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002).

(33)

Persyaratan izin apotek yang bekerjasama dengan pihak lain adalah sebagai berikut:

1. Surat permohonan dari Apoteker ditujukan kepada Suku dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap , 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00;

2. Fotokopi KTP Jabodetabek APA;

3. Fotokopi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);

4. Surat keterangan lolos butuh bagi SIPA yang berasal dari luar DKI; 5. Denah bangunan dan peta lokasi;

6. Fotokopi yang menyatakan status bangunan dalam akte hak milik/sewa/kontrak;

7. Daftar perlengkapan apotek;

8. Surat pernyataan dari APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA lain diatas materai Rp 6000,00;

9. Asli dan fotokopi surat izin dari atasan bagi APA PNS/ABRI/Pegawai Instansi Pemerintahan lainnya;

10. Akte Perjanjian Kerja Sama antara APA dengan Pemilik Sarana Apotek yang disahkan Notaris (salinan asli dan fotokopi);

11. Surat pernyataan PSA tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan dibidang obat-obatan diatas materai Rp 6000,00;

12. Daftar Asisten Apoteker;

13. Surat Izin Usaha berdasarkan Undang Undang Gangguan (UUG);

14. Perlengkapan administrasi (etiket, kopi resep, form laporan narkotika, dan lain-lain);

15. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi; 16. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

(34)

Jika APA dan Apoteker Pendamping tidak berada di tempat selama 3 bulan secara terus menerus, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.

Selain APA, Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di apotek juga harus memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) di apotek tempat Tenaga Teknis Kefarmasian tersebut bekerja. SIKTTK diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat.

3.2.2 Toko Obat

Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, toko obat adalah sarana pelayanan kefarmasian yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Penyelenggaraan Toko obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di toko obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di toko obat. Untuk mendirikan toko obat, maka Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan Izin Sarana Toko Obat yang ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.

Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usahatoko obat antara lain (Kementerian Kesehatan RI, 2002):

1. Surat permohonan izin toko obat dari Pemilik ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap, 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00; 2. Fotokopi KTP DKI pemilik Toko Obat;

3. Peta lokasi tempat usaha dan denah ruangan;

4. Fotokopi Ijazah, SIKTTK, dan KTP Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab;

(35)

5. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab Teknis pada Toko Obat diatas materai Rp 6.000,00;

6. Fotokopi status bangunan;

7. Pasfoto Pemilik dan Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab 2 lembar ukuran 2 x 3 cm;

8. Surat Pernyataan dari pemilik Toko Obat, tidak akan menjual obat keras daftar G , diatas materai Rp.6000,00;

9. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); 10. NPWP dan UUG.

Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/MenKes/SK/X/2002 ketentuan yang harus dipenuhi oleh toko obat, adalah sebagai berikut:

1. Toko obat dipimpin oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai penanggung jawab teknis;

2. Harus memasang papan nama di depan toko yang mudah dilihat oleh umum dengan tulisan “TOKO OBAT BERIZIN” beserta nama toko obat, tulisan “TIDAK MENERIMA RESEP DOKTER’’ di bagian sudut kanan atas harus dicantumkan nomor surat izin;

3. Papan nama minimal berukuran lebar 40 cm dan panjang 60 cm, maksimal 150 cm;

4. Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih, tinggi huruf paling sedikit 5 cm dan tebal paling sedikit 5 mm;

5. Tidak diperkenankan membuat atau meracik obat, membungkus atau membungkus kembali obat (hanya menjual obat dalam bentuk kemasan asli pabrik);

(36)

7. Obat-obat yang termasuk daftar obat bebas terbatas tidak boleh dicampur dengan obat atau barang-barang lain;

8. Tidak diperkenankan bertindak sebagai PBF;

9. Tidak diperkenankan menjual obat keras, narkotika dan obat-obat berbahaya dan bersedia menyerahkan obat-obat tersebut kepada petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan;

10. Harus membeli obat-obat dari pedagang besar farmasi yang resmi, yang memiliki izin dari Departemen Kesehatan RI;

11. Membuat laporan 10 jenis obat terbanyak dijual dalam triwulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat;

12. Tidak diperkenankan menjual obat-obat yang rusak atau kadaluarsa dan bersedia dimusnahkan oleh petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan;

13. Tidak diperkenankan mengganti, menghilangkan atau membuat tidak dapat dibacanya merek obat, label dan atau tulisan yang terdapat pada obat dan pembungkusnya;

14. Harus mempunyai izin dari Departemen Perdagangan (SIUP);

15. Petugas resmi dari Dinas Kesehatan DKI dan Departemen Kesehatan RI berhak memeriksa setiap waktu;

16. Apabila izin batal atau dicabut maka pemilik izin harus segera menyerahkan surat izinnya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat;

17. Diwajibkan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dan yang akan berlaku.

3.2.3 Industri Kecil Obat Rumah Tangga (IKOT)

IKOT merupakan perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan (Kementerian Kesehatan, 1990). IKOT biasanya dilakukan di lingkungan perumahan.Sebelum menjalankan usahanya, pemilik industri obat tradisional ini harus memiliki izin dalam hal sarana dan prasarana industri tersebut.

(37)

Persyaratan izin IKOT terdiri dari izin prinsip dan izin usaha.Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya manusia dimana izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi IKOT yang masa berlakunya 3 tahun. Izin usaha diberikan bila pihak penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin prinsip IKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan dibuat 3 rangkap dan 1 rangkap di atas meterai Rp 6000,00;

2. Akte Pendirian Perusahaan bila dalam bentuk PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM;

3. Fotokopi Ijazah Apoteker;

4. Fotokopi KTP Jabodetabek Apoteker;

5. Surat Perjanjian Kerjasama antara Apoteker dengan pihak Perusahaan/Pemilik diatas materai Rp. 6000,00;

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha IKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 3 dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00; 2. Akte pendirian perusahaan;

3. Ijazah Apoteker dan KTP DKI dari Apoteker Penanggung Jawab Teknis; 4. Surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dengan pihak perusahaan diatas

materai Rp 6000,00; 5. UUG;

6. Peta Lokasi;

7. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, gudang produk jadi; 8. Bentuk Obat Tradisional yang akan diproduksi;

(38)

10. Peralatan Laboratorium;

11. Sumber daya/energi yang dipakai; 12. Jumlah tenaga kerja;

13. Nilai investasi; 14. Rencana pemasaran;

15. Buku peraturan Undang Undang dibidang Farmasi; 16. Status gedung;

17. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 18. Peralatan pengendalian pencemaran;

19. Fotokopi Izin Prinsip IKOT.

Perubahan-perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika:

1. Terjadi pergantian direktur/pimpinan sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya);

2. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan IKOT;

3. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan IKOT tanpa pemindahan lokasi; 4. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan IKOT (baik

karena meninggal dunia maupun hal lainnya);

5. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan IKOT hilang atau rusak. Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika: 1. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan IKOT;

2. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan IKOT;

3. Terjadi perluasan/penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan IKOT.

3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)

IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual sampai semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

(39)

1. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan serta peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan; 2. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang

pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen;

3. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan IRTP.

Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu: 1. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00;

2. Fotokopi KTP;

3. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar

Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu:

1. Permohonan dari Direktur/Pimpinan ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 2 dan 1rangkap diatas materai Rp 6000,00;

2. Surat Izin Perindustrian/Surat Keterangan dari Suku Dinas Perindustrian; 3. Akte pendirian perusahaan (bila dalam bentuk CV, akte notaris dilampirkan); 4. Fotokopi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan;

5. Data produk makanan yang akan diproduksi; 6. Peta lokasi;

7. Denah ruangan produksi; 8. Rancangan etiket;

9. Fotokopi KTP Pemilik (DKI);

10. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar;

11. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk;

12. Status bangunan, untuk milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa lampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik.

Adapun tata cara penyelenggaraan SPP-IRT, yaitu: 1. Pengajuan Permohonan;

a. Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan;

(40)

i. Susu dan hasil olahannya

ii. Daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan/atau penyimpanan beku

iii. Pangan kaleng iv. Pangan bayi

v. Minuman beralkohol vi. Air minum dalam kemasan

vii. Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan ditetapkan oleh BPOM

c. Pemohon diwajibkan mengikuti PKP dan telah melewati tahap pemeriksaan saran produksinya oleh Suku Dinas Kesehatan.

2. Penyelenggaraan dan Pelaksanaan PKP

Penyelenggaraan PKP dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Materi PKP, yaitu:

a. Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan;

b. Higiene dan sanitasi sarana IRTP;

c. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB);

d. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan.

Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, misalnya:

a. Pengemasan dan penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga;

b. Pengembangan usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga termasuk etika bisnis.

3. Pemeriksaan Sarana Produksi

Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP.Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur

(41)

Pangan.Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.

4. Sertifikasi Produksi Pangan IRT

Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu: a. Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan

Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan.

b. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)

Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP.

5. Sistem Pendataan dan Pelaporan

Penyelenggaraan SPP-IRT di Suku Dinas Kesehatan harus dilaporkan kepada BPOM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat PKP dan SPP-IRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambat-lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM.Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan setempat dan bekerjasama dengan Balai Besar POM. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM.

3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 889/MENKES/Per/V/2011, Apoteker harus memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk dapat melaksanakan

(42)

praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau distribusi. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan (yaitu Suku Dinas Kesehatan).

Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:

1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional;

2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;

3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;

4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar

SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 tempat fasilitas produksi atau distribusi. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.SIPA atau SIKA masih tetap berlaku sepanjang STRA dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA atau SIKA.

3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian (yaitu Suku Dinas Kesehatan).

(43)

1. Fotokopi STRTTK;

2. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;

3. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian;

4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 lembar.

SIKTTK dapat diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk paling banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian.SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang STRTTK dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIKTTK.

3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal)

Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur No. 58 tahun 2002, salah satu tugas Farmakmin adalah melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan farmasi, makanan, dan minuman melalui Binwasdal. Pembinaan (Counseling) adalah kegiatan untuk menyiapkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar mempunyai kompetensi untuk memenuhi persyaratan. Pengawasan (Supervision/Inspection) adalah evaluasi kesesuaian melalui pengamatan dan penetapan, jika perlu dengan pengukuran, uji, atau cara lain. Pengendalian (Controlling) adalah bagian dari kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi yang fokus kepada pemenuhan persyaratan/peraturan perundang-undangan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011).

Ruang lingkup Pelayanan Binwasdal meliputi (Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2011):

1. Mengendalikan Mutu Pelayanan meliputi BIMTEK dan Self Assessment Mutu Pelayanan pada sarana Farmakmin;

2. Audit Mutu sarana Farmakmin;

3. Rekomendasi perbaikan dan penyeliaan (Supervisi); 4. Memberikan sanksi;

(44)

5. Memfasilitasi penyelesaian perselisihan/pengaduan/keluhan dari organisasi profesi dan masyarakat;

6. Mensosialisasikan peraturan perundangan tentang mutu kesehatan Farmakmin

3.4 Pelanggaran dan Sanksi

Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmakmin dalam memberikan pelayanan atau operasionalnya selalu mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan kesehatan jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh sebab itu, bila pengelola atau pemilik sarana kesehatan tersebut tidak menjalankan seperti apa yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002).

Sanksi yang akan diberikan bagi pengelola atau pemilik yang tidak menjalankan peraturan perundang-undangan atau pelanggaran dalam mengelola sarana kesehatan Farmakmin dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu:

1. Sanksi administratif berupa: a. Peringatan;

b. Penghentian sementara kegiatan; c. Pencabutan izin

Gambar

Gambar 2.1.     Prosedur Registrasi Obat Tradisional  ...................................
Gambar 2.1. Prosedur Registrasi Obat Tradisional
Gambar 2.2. Prosedur Pendaftaran Perusahaan
Gambar 2.3. Prosedur Pendaftaran Produk

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menghadapi kendala pada pengukuran kinerja pemasaran, dimana pada berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model (Gambar 4.3)

Hasil penelitian koleksi anggrek yang terkumpul dari pulau Wawonii dengan didukung hasil penelusuran pustaka tentang anggrek Sulawesi (Schlechter, 1911; Smith, 1929; dan Thomas

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan Kuesioner Pengalaman Bullying pada Pelajar/Mahasiswa (PBP/M) yang diadaptasi dari Astuti (2008).

Skill atau kerampilan para peserta juga masih belum memadai, keterampilan yang dimiliki hanya merupakan hasil dari pengalaman mengerjakan mebel selama bertahun –

Areal kemitraan kehutanan yang diperjanjikan merupakan hutan lindung seluas 320 hektar yang digarap oleh 470 KK yang merupakan penduduk asli Desa Mekar SariG. Kondisi tofografi

Untuk memastikan bahwa suatu unit pengumpul/suplier menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan terhadap sanitasi dan higiene penanganan ikan

• Tespit / parit uji di beberapa tempat, untuk mengetahui struktur tanah dan ketebalan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan... Di beberapa lapisan tanah yang

Dengan bijaksana dan berhati – hati dalam menggunakan media sosial instagram, dan menghormati orang lain serta menghasilkan karya yang bagus, sejati nya para