• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah

UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Hal ini menjelaskan bahwa sumber daya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah, dan kegiatan usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi pembangunan wilayah.

8 Untuk itu, arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan melalui PP No. 47/1997 merupakan acuan spasial perencanaan pembangunan nasional yang bersifat makro dan dimaksudkan agar sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. RTRWN memuat arahan struktur ruang wilayah nasional yang berupa arahan sistem permukiman nasional (perkotaan dan pedesaan) dan prasarana wilayah serta arahan pola pemanfaatan ruang nasional yang berupa arahan pengelolaan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya prioritas dan kriteria pengelolaannya.

Selain itu UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang juga menyatakan setiap daerah kabupaten perlu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 13/2004 yang menitikberatkan kewenangan pelaksanaan pembangunan pada pemerintah kabupaten, dalam hal ini termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten.

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU No. 24/1992). Penataan ruang bertujuan agar terselenggara pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, pengaturan dan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Hasil perencanaan tata ruang wilayah berupa rencana tata ruang wilayah yang merupakan pedoman dalam pemanfaatan ruang suatu wilayah. Selain itu rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan.

Menurut Permana (2004), penataan ruang adalah suatu proses yang mencakup perencanaan tata ruang (penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah), pemanfaatan ruang melalui serangkaian program pelaksanaan pembangunan yang sesuai rencana, dan pengendalian pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang.

9 Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang yang optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan ini mengarahkan dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan, serta program dan kegiatan pembangunan.

Hasil dari proses perencanaan tata ruang wilayah adalah berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW selain merupakan guidance of future actions juga merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (Dirjen Penataan Ruang, 2003).

Pada dasarnya penataan ruang merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Pembagian penataan ruang berdasarkan fungsi utama meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya, berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah nasional, propinsi, dan wilayah kabupaten/kota dan berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.

Sedangkan menurut Rustiadi et al. (2004), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Urgensi keberadaan tata ruang adalah : a) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi); b) alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan); c) keberlanjutan (prinsip sustainability).

Peraturan Pemerintah No. 16/2004 tentang Penatagunaan Tanah menjelaskan tanah merupakan unsur ruang yang strategis dan pemanfaatannya terkait dengan penataan ruang wilayah sehingga dalam pemanfaatan ruang perlu dikembangkan penatagunaan tanah. Penatagunaan tanah didefinisikan sebagai pengelolaan tata guna tanah berupa penyesuaian penggunaan tanah untuk menwujudkan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,

10 meliputi kegiatan perencanaan penatagunaan tanah, pengaturan pemanfaatan tanah dan pengendalian pemanfaatan tanah dengan memperhatikan perkembangan teknologi.

Tanah adalah sumberdaya alam langka yang harus dialokasikan untuk berbagai kegiatan kehidupan. Tujuan dari penatagunaan tanah adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan nilai tanah berupa Ricardian Rent; mencakup kualitas tanah, Locational Rent; mencakup lokasi relatif tanah dan Environmental Rent; mencakup sifat tanah sebagai suatu komponen utama dari ekosistem (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan penatagunaan tanah dinyatakan kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan pemerintah pusat, yang dijabarkan lebih lanjut oleh pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi kegiatan (1) inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; dan (3) penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kegiatan penatagunaan tanah tersebut disajikan dalam peta dengan skala yang lebih besar daripada skala peta Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. 2.4. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk status usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al. 2003).

Kesesuaian lahan (land suitability) mempunyai pengertian yang berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih

11 menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Sehingga semakin tinggi kelas kemampuan lahan dicirikan dengan semakin banyak jenis komoditas tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di lahan tersebut. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu.

Salah satu bagian dari proses perencanaan tataguna tanah adalah evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan adalah kegiatan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian untuk jenis penggunaan lahan tersebut. Inti prosedur evaluasi lahan adalah mula-mula menentukan jenis penggunaan (jenis tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), metode yang biasa digunakan dalam klasifikasi kelas kesesuaian lahan adalah klasifikasi menurut FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif tergantung data yang tersedia.

Terdapat dua cara pendekatan dalam evaluasi lahan, yaitu (1) pendekatan dua tahap dan (2) pendekatan paralel. Dalam pendekatan dua tahap, tahap pertama adalah merupakan evaluasi lahan secara kualitatif, sedangkan tahap kedua terdiri dari analisis sosial dan ekonomi. Pendekatan dua tahap sering digunakan untuk evaluasi perencanaan penggunaan lahan secara umum dalam tingkat survey tinjau. Klasifikasi kesesuaian lahan dalam tahap pertama didasarkan pada kecocokan lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu, sementara peranan analisa sosial dan ekonomi dalam tahap pertama ini terbatas pada pengecekan terhadap relevansi tipe penggunaan lahan yang diterapkan. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua yaitu analisis sosial-ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian.

12 Pendekatan paralel adalah pendekatan dimana analisis sosial-ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberikan petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Metode ini dianjurkan untuk rencana-rencana khusus dalam pengembangan suatu proyek dalam tingkat semi-detil dan detil (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).