• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Rumah Tangga Usaha Pertanian

Subsektor perkebunan mendominasi usaha pertanian di Kabupaten Aceh Tengah, Jumlah usaha pertanian subsektor perkebunan sebanyak 18.328 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor hortikultura sebanyak 18.324 rumah tangga.

Tabel 4.7 Rumah Tangga Usaha Pertanian Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa terjadi perubahan rumah tangga pertanian tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2009. Rumah tangga usaha pertanian di Kecamatan Linge mengalami penurunan sebesar 95 rumah tangga atau 4,29 persen, Kecamatan Lut Tawar mengalami penurunan sebesar 245 rumah tangga atau 13,18 persen, Kecamatan Kebayakan mengalami penurunan sebesar 60 rumah tangga atau 3,0 persen, Kecamatan Pegasing mengalami penurunan sebesar 46 rumah tangga atau 1,30 persen, Kecamatan Bebesan mengalami penurunan sebesar 121 rumah tangga atau 3,86 persen, Kecamatan Kute Panang 77 rumah tangga atau 4,15 persen, Kecamatan Atu Lintang 114 rumah tangga atau 7,07 persen dan Kecamatan Bies 40 rumah tangga atau 2,57 persen. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya potensi lahan yang bisa diusahakan untuk pertanaman kopi semakin sempit, terjadi transformasi generasi petani ke

non petani karena pendidikan yang semakin baik atau generasi muda sebagian menempuh pendidikan tinggi ke luar daerah.

Sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah rumah tangga petani di Kecamatan Bintang mengalami kenaikan sebesar 22 rumah tangga atau 1,11 persen, Kecamatan Silih Nara mengalami kenaikan sebesar 234 rumah tangga atau 5,53 persen, Kecamatan Ketol mengalami kenaikan sebesar 304 rumah tangga atau 10,72 persen, Kecamatan Celala mengalami kenaikan sebesar 96 rumah tangga atau 4,72 persen, Kecamatan Jagong Jeget mengalami kenaikan sebesar 23 rumah tangga atau 1,01 persen dan Kecamatan Rusip Antara mengalami kenaikan sebesar 172 rumah tangga atau 11,20 persen, Hal ini disebabkan karena masih adanya potensi perluasan lahan untuk pertanaman kopi sehingga mendorong terjadinya pembukaan lahan baru untuk kegiatan perkebunan kopi arabika di wilayah tersebut. Disamping itu, sangat menarik bagi petani untuk mengembangkan Kopi Arabika karena mempunyai nilai jual atau harga yang tinggi baik di pasar lokal maupun pasar internasional, Kopi arabika yang dihasilkan dari dataran tinggi Gayo Aceh ini sangat populer di dunia perkopian karena punya kompleksitas rasa yang kaya, Menurut Q Grader tidak ada kopi yang bisa mengeluarkan cita rasa buah tropis seperti rasa Kopi Ethiopia, sekaligus dianugerahi kekayaan wangian rempah atau coklat sebagaimana rasa kopi dari Amerika Selatan, kecuali kopi Gayo.

Tabel 4.8 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika per Kecamatan di

Menghasilkan Menghasilkan Tua/Rusak Jumlah

1 Linge 363 2.881 224 3.468 1.873

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tengah (2013)

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa luas areal tanaman belum menghasilkan sebesar 7.227 ha, tanaman menghasilkan 35.237 ha, tanaman tua/rusak sebesar 5.836 ha dari total luas areal 48.300 ha. Sedangkan berdasarkan total luas areal diketahui bahwa Kecamatan Atu Lintang mempunyai luas tanaman kopi arabika terbesar 9.086 ha dan luas terkecil di Kecamatan Silih Nara sebesar 1.935 ha, Luas areal tanaman kopi arabika di Kecamatan Bebesan dan Bies masing-masing sebesar 2.195 ha dan 2.118 ha, luas tanaman belum menghasilkan sebesar 166 ha dan 164 ha, tanaman menghasilkan 1.799 ha dan 1.864 ha, tanaman tua/rusak 230 ha dan 93 ha dan produksi 1.313 ton dan 1.351 ton.

Produktivitas kopi Arabika di kabupaten Aceh Tengah selama periode 2012 adalah sebesar 720 kilo/ha/tahun, Standar produktivitas kopi Arabika di Pusat

Penelitian Ditjen Perkebunan yaitu sebesar 1-2 ton/ha/tahun, maka produktivitas kopi Arabika di Kabupaten Aceh Tengah relatif rendah, hal ini disebabkan karena sebagian besar petani mengelola tanaman kopi dengan cara tradisional tergantung kepada alam, terutama di Kecamatan Bebesan dan Bies.

Tabel 4.9 Tinggi dari Permukaan Laut, Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Jumlah Petani Kopi Arabika per Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012

No, Kecamatan

Sumber: BPS Aceh Tengah dalam Angka (2013)

Komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Bebesan adalah hasil perkebunan kopi arabika, pada tahun 2012 luas tanam kopi arabika mencapai 2.195 ha dan menghasilkan produksi kopi 1.691 ton, produktivitas 740 kg/ha dan rumah tangga petani 1.773 rumah tangga, Sedangkan di Kecamatan Bies luas tanam kopi arabika mencapai 2.118 ha dan menghasilkan produksi kopi 1.289 ton, produktivitas 680 kg/ha dan rumah tangga petani 1.835 rumah tangga. Terjadi perlambatan pertumbuhan pertanaman kopi arabika karena keterbatasan luas lahan, tanaman sebagian sudah tua/rusak sehingga menurunkan produktivitas dan

mempengaruhi jumlah produksi kopi yang dihasilkan. Meskipun demikian, secara agregat di wilayah penelitian pertambahan luas lahan relatif lebih tinggi dibandingkan dengah luas tanaman yang tua/rusak, yaitu tanaman belum menghasilkan seluas 7.227 ha dan tanaman tua/rusak 5.836 ha.

Dari informasi perkembangan luas areal dan produktvitas kopi diketahui bahwa adanya peningkatan volume produksi kopi di kabupaten Aceh Tengah disebabkan oleh perluasan areal tanaman kopi bukan karena peningkatan produktivitas, tetapi karena peningkatan luas areal pertanaman, hal ini disebabkan karena pada umumnya pertanaman kopi masih dilakukan secara tradisional.

Tabel 4.10 Jumlah Pengolahan Kopi di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 No, Kecamatan Banyaknya

UPH Kopi

Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah (2013)

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa jumlah pengolahan kopi di Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 61 unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 305 orang, sebagian besar terdapat di Kecamatan Ketol, Atu Lintang dan Kute Panang.

Sedangkan jumlah unit pengolahan di daerah penelitian di Kecamatan Bebesan 3 unit dan Kecamatan Bies 6 unit. Sebagian besar pengolahan kopi dilakukan

dengan cara pengolahan semi basah. Kapasitas 1000 sampai 2000 kg/jam, untuk mengolah kopi setiap petani atau pedagang pengumpul akan membayar sebesar Rp 200/ kg untuk kopi yang akan diolah. Namun, ada juga beberapa petani yang memiliki mesin pengupas kulit kopi (pulper) dengan kapasitas kecil (30-50 kg/jam). Pada proses pengolahan 1 kg kopi akan menghasilkan 0,465 kg kopi HS kering angin, sedangkan 1 kg kopi HS kering angin akan menghasilkan 0,344 kg kopi beras dengan kadar air 11 sampai 12 persen. Kopi dengan kadar air 11 sampai 12 persen telah siap untuk diekspor setelah dilakukan sortasi berdasarkan grade/standar mutu kopi yang telah ditetapkan.

Proses pengolahan, petani maupun pedagang kadang-kadang melakukan pencampuran antara buah kopi yang sudah sempurna merahnya dengan buah kopi yang masih muda. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan volume kopi yang dihasilkan dengan harapan akan memperoleh keuntungan lebih besar.

Di Kabupaten Aceh Tengah, cacat fisik yang paling sering terjadi adalah biji setengah hitam, biji setengah coklat dan biji muda. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal mulai dari proses pemetikan, pengolahan, hingga proses penjemuran dan penyimpanan (ICRRI 2008). Pada proses pengeringan, kondisi matahari sangat panas dan kondisi alas penjemuran yang tidak sesuai atau tidak menggunakan alas menjadikan biji kopi berbau tanah. Pada proses penyimpanan, petani atau pedagang tidak menyimpan biji kopi diruangan khusus untuk penyimpanan. Melainkan hanya meletakkan di tempat yang memungkinkan. Kadang diletakkan didekat minyak tanah, ruangan lembab dan sebagainya yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas kopi yang dihasilkan.

Tabel 4.11 Supply dan Demand Kopi Arabika Berdasarkan Kualitas di

5 Gelondong 80.388 Kecamatan

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Tengah (2013)

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa supply-demand kopi arabika di Kecamatan Bebesan yang terdiri dari beberapa grade, yaitu: biji kering kualitas ekspor sebesar 13,89 ton, biji kering asalan tujuan Medan sebesar 17,36 ton, biji labu tujuan Medan sebesar 24,12 ton, kopi gabah tujuan kabupaten sebesar 32,16 ton dan kopi gelondongan tujuan kecamatan sebesar 80,39 ton.

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa supply-demand kopi arabika di Kecamatan Bies yang terdiri dari beberapa grade, yaitu: biji kering kualitas ekspor sebesar 55,70 ton, biji kering asalan tujuan Medan sebesar 69,63 ton, biji labu tujuan Medan sebesar 120,90 ton, kopi gabah tujuan kabupaten sebesar 191,20 ton dan kopi gelondongan tujuan kecamatan sebesar 248,73 ton.

Tabel 4.12 Supply dan Demand Kopi Arabika Berdasarkan Kualitas di Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013

5 Gelondong 248,725 Kecamatan

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Tengah (2013)

Dokumen terkait