• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH TESIS OLEH KHAIRA FITRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH TESIS OLEH KHAIRA FITRI"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

OLEH KHAIRA FITRI

127003002

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

KHAIRA FITRI 127003002/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

Judul Tesis : PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH

Nama Mahasiswa : Khaira Fitri Nomor Pokok : 127003002

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP) (

Pembimbing I Pembimbing II Dr. Rujiman, SE, MA)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)

Tanggal Lulus : 26 Januari 2015

(4)

Telah Diuji pada : 26 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP Anggota : 2. Dr. Rujiman, SE, MA

3. Prof.Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 4. Ir. Supriadi, MS

5. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“ PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH “

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 05 februari 2015 Penulis,

Khaira Fitri

(6)

PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH

ABSTRAK

Kopi merupakan sector basis di kabupaten Aceh Tengah. Kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah merupakan perkebunan rakyat dengan jumlah petani sekitar 47.000 Kepala Keluarga,dengan luas kepemilikan lahan antara 1-2 hektar per Kepala Keluarga, sehingga perlu menganalisis masalah tentang peran komoditas kopi sebagai basis terhadap pengembangan wilayah berupa nilai tambah serta efek pengganda input dan output di kabupaten Aceh Tengah.

Penelitian ini dilakukan pada 2 kecamatan yaitu kecamatan Bies dan kecamatan Bebesen dimana sampel diambil secara proporsional sehingga didapatkan 100 sampel petani kopi arabika. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan analisis untuk nilai tambah berupa nilai tambah bruto dan nilai tambah tenaga kerja dan analisis input output dengan pendekatan analisis usahatani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangsih usahatani kopi arabika terhadap PDRB secara keseluruhan di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 53,41 persen, tenaga kerja 5,32 persen dan total sebesar 58,73 persen terhadap PDRB.Sumbangsih tenaga kerja (TK) usahatani kopi arabika terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 15,60 persen terhadap sector pertanian dan sumbangsih tenaga kerja (TK) usahatani kopi arabika terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 27,84 persen terhadap sector perkebunan. Sistem pemasaran kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah,sebagian besar produksi kopi yang dihasilkan (80 persen) di pasarkan ke pasar dunia. Banyaknya volume kopi yang dipasarkan kepasar dunia menunjukkan bahwa eksportir memiliki peran strategis dalam pasar kopi arabika gayo. Kegiatan petani kopi arabika, pedagang desa dan koperasi menciptakan efek pengganda sektoral lewat backward linkage dan forward linkage.Untuk upah tenaga kerja, laba petani, laba pedagang di koperasi/ekspor menciptakan efek pengganda pendapatan memberikan efek backward dan forward linkage serta memberikan kontribusi terhadap PDRB di kabupaten Aceh Tengah.

Kunci : nilai tambah, input output, efek pengganda, PDRB

(7)

THE ROLE OF COFFEE COMMODITY AS BASIC SECTOR IN REGIONAL DEVELOPMENT IN ACEH TENGAH DISTRICT

ABSTRACT

Coffee is the basic sector in Aceh Tengah District. Arabica coffee in Aceh Tengah District is smallholders’ plantation with 47,000 coffee growers in the area of 1 to 2 hectares per family. Therefore, it is necessary to analyze the role of coffee commodity as the basis for regional development as value-added and multiplying effect of input and output in Aceh Tengah District. The research was conducted in two subdistricts, Bies Subdistrict and Bebesan Subdistrict. The samples consisted of 100 Arabica coffee growers as respondents, taken by using proportional sampling technique. The data were analyzed by using gross value- added and manpower value-added, input-output analysis, and agribusiness analysis.

The result of the research showed that the contribution of Arabica coffee agribusiness to PDRB in Aceh Tengah District, as a whole, was 53.41 percent and manpower was 5.32 percent with the total of 58.73 percent to PDRB. The contribution of manpower of Arabica coffee agribusiness to employment of workers was 27.84 percent in plantation sector. Most of the coffee product (80%) was marketed to the world’s market. This indicated that exporters played an important role in marketing gayo Arabica coffee. The activity of Arabica coffee growers, village-traders, and cooperatives created sectoral multiplying effect through backward linkage and forward linkage. Workers’ wages, coffee growers’

profit, and village traders’ profit in cooperatives/export which created multiplying effect of income gave backward and forward linkage effect and contributed to PDRB in Aceh Tengah District.

Keywords: Value-Added, Input-Output, Multiplying Effect, PDRB

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat, kesehatan dan kesempatan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Peran Komoditas Kopi Sebagai Sektor Basis Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Tengah” sebagai prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A (K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP dan Dr. Rujiman, MA yang bersedia menjadi komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan yang bermanfaat sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Bapak Ir. Supriadi, MS,dan Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan banyak masukan serta saran untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Segenap Bapak/Ibu dan seluruh karyawan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

7. Bapak/Ibu Kepala Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian Kementerian Pertanian atas kesempatan yang diberikan kepada

(9)

penulis untuk mengikuti perkuliahan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

8. Segenap Bapak/Ibu pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) di Kabupaten Aceh Tengah.

9. Ayahanda Abdullah A dan Ibunda Isnaini yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dan senantiasa mendoakan penulis.

10. Secara khusus penulis mengucapkan rasa cinta untuk anakku tercinta Hanifa Az Zahra dan kakak Anita Shylviana, Abang Edi Eka Putra, Kakak Evi Sastria Nova, Adik Nia Afrida dan Adik Yossi Rizki beserta keponakan-keponakan atas segala doa, dukungan dan pengorbannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

11. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Angkatan 2012 atas kebersamaan, bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti perkuliahan selama ini.

12. Dan pihak lain yang tidak dapat Penulis sebutkan namanya yang telah member semangat dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan pada Progrm Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan perdesaan (PWD) dan penylesaian tesis ini.

Sebagai penutup, Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu Penulis mengharapkan Saran dan Kritiknya untuk penyempurnaan tesis ini.

Medan, 05 februari 2015 Penulis

Khaira Fitri

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Khaira Fitri dilahirkan pada tanggal 24 November 1979 di Takengon, kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara dari orangtua Bapak Abdullah A dan Ibu Isnaini.

Pendidikan Penulis diawali dari SD Negeri 4 takengon tamat tahun 1992, SMP Negeri 2 Takengon tamat tahun 1995, SMAK Negeri Banda Aceh tamat tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan S1 pada Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tamat tahun 2009 serta tahun 2012 mengikuti pendidikan S2 pada program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

Pada tahun 2005 Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pada saat ini penulis adalah staf pada Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Aceh Tengah.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Penelitian Terdahulu ... 6

2.2. Kopi (Coffee) ... 25

2.3. Kopi Arabika ... 26

2.4. Nilai Tambah ... 27

2.5. Input dan Output ... 30

2.6. Efek Pengganda (Multiplier Effect) ... 32

2.7. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Produksi Berkelanjutan ... 33

2.8. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah ... 34

2.9. Kerangka Pemikiran ... 38

2.10. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Lokasi Penelitian ... 42

3.2. Jenis dan Sumbe Data ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pemilihan Sampel ... 44

3.5. Metode Analisis Data ... 44

3.6. Definisi Variabel Operasional Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Lokasi Penelitian ... 47

4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 51

4.3. Rumah Tangga Usaha Pertanian ... 54

4.4. Pemasaran Kopi Arabika gayo ... 61

4.4.1 Lembaga dan Prakek Fungsi Pemasaran ... 61

4.5. Efek Pengganda Input dan Output Terhadap PDRB di Kabupaten Aceh tengah ... 80

4.5.1 Input dan Output Produksi ... 80

4.6. Penciptaan Nilai Tambah kopi Terhadap PDRB di Kabupaten Aceh Tengah ... 87

4.6.1 Nilai Tambah Tenaga Kerja ... 89

4.6.2 Keterkaitan Nilai Tambah Dengan PDRB ... 93

(12)

BAB V KESIMPULAN ... 98

5.1. Kesimpulan ... 98

5.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

LAMPIRAN ... 105

(13)

DAFTAR TABEL

NO Judul Halaman

3.1. Populasi dan Sampel ... 43

4.1 Luas Daerah dan Penggunaannya Menurut Kecamatan Bies Tahun 2012 ... 51

4.2 Petani Responden Berdasarkan Umur ... 52

4.3 Petani Responden Berdasarkan Pendidikan ... 52

4.4 Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan keluarga ... 53

4.5 Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 53

4.6 Petani Responden Berdasarkan Lama Usaha ... 54

4.7 Rumah Tangga Usaha Pertanian Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2009 dan 2013 ... 55

4.8 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika per Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 ... 57

4.9 Tinggi dari Permukaan Laut, Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Jumlah Petani Kopi Arabika per Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 ... 58

4.10 Jumlah Pengolahan Kopi di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 .... 59

4.11 Supply dan Demand Kopi Arabika Berdasarkan Kualitas di Kecamatan Bebesan Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 61

4.12 Supply dan Demand Kopi Arabika Berdasarkan Kualitas di Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 61

4.13 Daftar Perusahaaan Eksportir Kopi Arabika Gayo yang Melakukan Pengurusan SPEK di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 74

4.14 Volume Ekspor Kopi Arabika Gayo ke Beberapa Negara Tujuan Ekspor berdasarkan SPEK di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 78

4.15 Produksi dan Volume Ekspor Kopi Aceh Tengah Tahun 2000 -2013 ... 79

4.16 Komponen Input tetap dan input antara ... 81

4.17 Biaya Analisa Usaha Tani Pertanaman Baru per Ha ... 82

4.18 Transaksi Atas Dasar Harga Input di Tingkat Petani per Ha/per Tahun ... 83

4.19 Transaksi Atas Dasar Harga Input di Tingkat Pedagang Desa Pertahun ... 84

(14)

4.20 Transaksi Atas Dasar Harga Input di Tingkat

Koperasi/Eksportir ... 86 4.21 Transaksi Atas Dasar Harga Input di Tingkat

Pedagang Koperasi/eksportir ... 88 4.22 Nilai Tambah Tenaga Kerja di Tingkat Petani Kabupaten

Aceh Tengah Tahun 2013 per ha/tahun ... 89 4.23 Nilai Tambah Tenaga Kerja di Tingkat Pedagang

Desa/Kolektor di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 90 4.24 Nilai Tambah Tenaga Kerja di Tingkat Pedagang Koperasi/Eksportir di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2013 ... 91 4.25 PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) di Kabupaten

Aceh Tengah Tahun 2013 ... 94 4.26 Peran Komoditas Kopi Arabika dalam Pendapatan dan

Penyerapan Tenaga Kerja Wilayah Kabupaten Aceh Tengah

Tahun 2013 ... 95 4.27 Rekapitulasi Nilai Tambah Kopi Arabika ... 97 4.28 Rekapitulasi Lapangan Kerja Kopi Arabika ... 97

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 40 Gambar 4.1 Produksi dan Ekspor Kopi Arabika ... 80

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Biaya Usaha Tani Kopi Arabika Per 1 Ha di

Kecamatan Bebesen dan Bies Kabupaten Aceh Tengah .. 105 Lampiran 2 Harga Input di Tingkat Petani Kopi Arabika Per 1 Ha

di Kecamatan Bebesen dan Bies Kabupaten Aceh

Tengah Tahun 2013 ... 106 Lampiran 3 Input dan Output Produksi Kopi Arabika Tingkat

Pedagang Desa di Kecamatan Bebesen dan Bies Tahun

2013 ... 108 Lampiran 4 Input dan Output Produksi Kopi Arabika Tingkat

Pedagang Kecamatan di Kecamatan Bebesen dan Bies

Tahun 2013 ... 110

(17)

PERAN KOMODITAS KOPI SEBAGAI SEKTOR BASIS TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH

ABSTRAK

Kopi merupakan sector basis di kabupaten Aceh Tengah. Kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah merupakan perkebunan rakyat dengan jumlah petani sekitar 47.000 Kepala Keluarga,dengan luas kepemilikan lahan antara 1-2 hektar per Kepala Keluarga, sehingga perlu menganalisis masalah tentang peran komoditas kopi sebagai basis terhadap pengembangan wilayah berupa nilai tambah serta efek pengganda input dan output di kabupaten Aceh Tengah.

Penelitian ini dilakukan pada 2 kecamatan yaitu kecamatan Bies dan kecamatan Bebesen dimana sampel diambil secara proporsional sehingga didapatkan 100 sampel petani kopi arabika. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan analisis untuk nilai tambah berupa nilai tambah bruto dan nilai tambah tenaga kerja dan analisis input output dengan pendekatan analisis usahatani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangsih usahatani kopi arabika terhadap PDRB secara keseluruhan di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 53,41 persen, tenaga kerja 5,32 persen dan total sebesar 58,73 persen terhadap PDRB.Sumbangsih tenaga kerja (TK) usahatani kopi arabika terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 15,60 persen terhadap sector pertanian dan sumbangsih tenaga kerja (TK) usahatani kopi arabika terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 27,84 persen terhadap sector perkebunan. Sistem pemasaran kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah,sebagian besar produksi kopi yang dihasilkan (80 persen) di pasarkan ke pasar dunia. Banyaknya volume kopi yang dipasarkan kepasar dunia menunjukkan bahwa eksportir memiliki peran strategis dalam pasar kopi arabika gayo. Kegiatan petani kopi arabika, pedagang desa dan koperasi menciptakan efek pengganda sektoral lewat backward linkage dan forward linkage.Untuk upah tenaga kerja, laba petani, laba pedagang di koperasi/ekspor menciptakan efek pengganda pendapatan memberikan efek backward dan forward linkage serta memberikan kontribusi terhadap PDRB di kabupaten Aceh Tengah.

Kunci : nilai tambah, input output, efek pengganda, PDRB

(18)

THE ROLE OF COFFEE COMMODITY AS BASIC SECTOR IN REGIONAL DEVELOPMENT IN ACEH TENGAH DISTRICT

ABSTRACT

Coffee is the basic sector in Aceh Tengah District. Arabica coffee in Aceh Tengah District is smallholders’ plantation with 47,000 coffee growers in the area of 1 to 2 hectares per family. Therefore, it is necessary to analyze the role of coffee commodity as the basis for regional development as value-added and multiplying effect of input and output in Aceh Tengah District. The research was conducted in two subdistricts, Bies Subdistrict and Bebesan Subdistrict. The samples consisted of 100 Arabica coffee growers as respondents, taken by using proportional sampling technique. The data were analyzed by using gross value- added and manpower value-added, input-output analysis, and agribusiness analysis.

The result of the research showed that the contribution of Arabica coffee agribusiness to PDRB in Aceh Tengah District, as a whole, was 53.41 percent and manpower was 5.32 percent with the total of 58.73 percent to PDRB. The contribution of manpower of Arabica coffee agribusiness to employment of workers was 27.84 percent in plantation sector. Most of the coffee product (80%) was marketed to the world’s market. This indicated that exporters played an important role in marketing gayo Arabica coffee. The activity of Arabica coffee growers, village-traders, and cooperatives created sectoral multiplying effect through backward linkage and forward linkage. Workers’ wages, coffee growers’

profit, and village traders’ profit in cooperatives/export which created multiplying effect of income gave backward and forward linkage effect and contributed to PDRB in Aceh Tengah District.

Keywords: Value-Added, Input-Output, Multiplying Effect, PDRB

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara beriklim tropis yang kaya akan sumber daya alam. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia serta didukung juga oleh kondisi tanah yang subur mengakibatkan hampir semua produk hayati dapat dihasilkan di Indonesia. Salah satunya adalah tanaman tropis yang memiliki pasaran yang sangat bagus, baik dalam pasar lokal, nasional maupun internasional. Tanaman tersebut adalah tanaman kopi. Tanaman kopi tersebar pada banyak daerah di Indonesia dan mampu menambah cadangan devisa bagi Negara dan menjadi tambahan pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD) bagi daerah yang membudidayakan tanaman ini.

Peranan sektor pertanian Indonesia sangat strategis bukan hanya dalam memperluas sumber devisa dari sektor sektor non migas tetapi juga menyediakan lapangan kerja khususnya di daerah pedesaan dan peningkatkan pendapatan serta meningkatkan kesejahteraan jutaan keluarga yang merupakan lapisan terbesar dari masyarakat kita.

Untuk menunjang peningkatan penghasilan devisa hasil pertanian perlu dipertimbangkan kemampuan dan keterampilan serta jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan sehingga produksinya mampu memenuhi kebutuhan dengan kualitas yang lebih baik. Hal lain adalah mendorong perluasan ekspor ke Negara-negara lain sebagai pemasaran baru barang-barang baru sehingga akan memudahkan dalam memasarkan hasil produksi untuk

(20)

menciptakan sumber devisa baru.

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling popular di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia (Budiman, 2013).

Kopi arabika (Coffea Arabika.) telah mulai dibudidayakan di dataran tinggi Gayo sekitar tahun 1924 yang di bawa oleh orang Belanda, yaitu setelah selesainya pembangunan jalan dari Bireuen ke Takengon pada tahun 1913. Kopi arabika pertama sekali ditanami di kawasan Desa Paya Tumpi, selanjutnya menyebar ke daerah Blang Gele, Burni Bius, Rediness, Bergendal dan Bandar Lampahan, akan tetapi pembudidayaannya masih terbatas di kalangan orang- orang Belanda saja dan sedikit oleh bangsawan lokal. Budidaya secara luas baru mulai pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada tahun 1945 (Renes, 1989).

Pembangunan sektor pertanian tidak akan lepas dari pembangunan suatu daerah beserta pengembangan wilayahnya. Dalam kerangka pencapaian sasaran

(21)

pembangunan harus mengoptimalkan potensi daerah sehingga akan diperoleh sektor basis atau unggulan ekonomi daerah.

Sebagai daerah yang memiliki keadaan geografis yang berbukit-bukit, dan ketinggian antara 500-1.400 meter di atas permukaan laut, sangat wajar jika kurang lebih 80 persen penduduk kabupaten aceh tengah bekerja di sektor pertanian. Keadaan tanah yang subur serta cuaca yang dingin sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan persawahan, perkebunan, peternakan, maupun kehutanan.

Mengingat hal tersebut tentunya bukan hal yang mengherankan jika sektor pertanian selalu menjadi penyumbang terbesar pada nilai PDRB Kabupaten Aceh Tengah. Pada tahun 2009 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 49,65 persen pada nilai PDRB. Peranan sektor ini sedikit menurun pada tahun 2010 menjadi 47,86, kemudian pada tahun 2011 dan 2012 menjadi sebesar 45,76 persen dan 44,39 persen.

Penyumbang terbesar PDRB sektor Pertanian tahun 2012 adalah subsektor tanaman perkebunan. Subsektor ini selama empat tahun terakhir selalu menjadi penyumbang terbesar sektor pertanian. Ini dipengaruhi oleh keberadaan tanaman kopi sebagai komoditas utama tanaman perkebunan di Kabupaten Aceh tengah dan paling banyak ditanam, sehingga sangat membutuhkan banyak tenaga kerja dalam setiap perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah.

Selain menyerap tenaga kerja secara langsung, usaha dari kopi sangat memperluas usaha masyarakat seperti usaha pembuatan bubuk kopi di kabupaten Aceh Tengah dan memberikan efek pengganda baik dalam hal pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja serta usaha-usaha lain, baik sumber dari

(22)

bahan baku maupun dari usaha lain yang muncul akibat hasil dari kopi. Hal ini akhirnya akan mempengaruhi pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh tengah.

Aktivitas pembangunan perkebunan kopi yang melibatkan banyak tenaga kerja dan modal untuk industri hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan perkebunan kopi dan pembangunan industry hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini akan muncul antara lain jasa kontruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Kegiatan ekonomi waktu pascapanen dan proses produksi akan mempunyai keterkaitan ke depan (forward linkages). Proses forward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain: angkutan, warung kopi, koperasi, perbankan, perdagangan, industry kecil di pedesaan yang memproduksi alat packing produksi pertanian.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mendalami dan menganalisis masalah tentang peran komoditas kopi sebagai basis terhadap pengembangan wilayah berupa nilai tambah efek pengganda input dan output nilai tambah di kabupaten Aceh tengah.

(23)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh penciptaan nilai tambah kopi terhadap PDRB di kabupaten Aceh tengah?

2. Bagaimana pengaruh penciptaan lapangan kerja kopi arabika di kabupaten Aceh Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis penciptaan nilai tambah kopi terhadap PDRB di kabupaten Aceh tengah.

2. Menganalisis penciptaan lapangan kerja kopi arabika di kabupaten Aceh tengah.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, sebagai bahan masukan untuk pengambilan kebijakan dalam penentuan perkebunan kopi sebagai komoditi unggulan pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Tengah 2. Sebagai bahan referensi atau bahan pendukung untuk penelitian dengan

bidang yang sama atau untuk penelitian selanjutnya.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Marliono (2008) dalam penelitiannya Analisis Peningkatan Produksi Usaha Perkebunan Kopi Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah di Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus : Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir). Metode analisis data yang digunakan perhitungan secara serentak untuk hubungan antara produksi, modal dan tenaga kerja. Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dan bersama-sama antara faktor produksi, modal, luas lahan dan pengalaman bertani terhadap produksi kopi. Dimana variabel luas lahan berpengaruh dominan terhadap produksi tanaman kopi.

Pemilihan sampel dilakukan secara purposive artinya penentuan daerah dilakukan dengan sengaja. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan angka indeks akan dapat diketahui perkembangan produksi, luas areal, produktivitas dan harga jual kopi Arabika apakah meningkat, menurun, atau tetap dan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian sebagai berikut: Volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012 meningkat rata-rata sebesar 265,5 ton pertahun dengan pertumbuhan sebesar 2,9% per tahun. Perkembangan luas areal kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara meningkat rata-rata sebesar 236,1 ha/tahun dengan pertumbuhan sebesar 2,7% pertahun. Sedangkan peningkatan produktvitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara relatif tetap yaitu sebesar 0,002 ton/ha/tahun, hal ini

(25)

masih tergolong rendah. Peningkatan volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara semata-mata disebabkan oleh adanya perluasan areal tanaman kopi yang demikian berkembang, bukan dikarenakan oleh adanya peningkatan produktivitas. Harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara lebih rendah dibandingkan dengan harga jual di Sumatera Utara dan harga ekspor sehingga memiliki nilai daya saing di pasar domestik dan internasional. Usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing karena memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif sehingga usahatani kopi ini layak untuk dikembangkan. Kebijakan pemerintah pada harga input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara berdampak negatif bagi penerimaan petani pada harga output. Namun kebijakan tersebut berdampak positif.

Hutauruk (2009) dalam penelitiannya Pengaruh Pendidikan Dan Pengalaman Petani Terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi Dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Tapanuli Utara.

Pengetahuan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman yang dihasilkan. Namun masalahnya adalah apakah pendidikan atau pengalaman petani kopi menentukan produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi dan mengetahui kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten

(26)

Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja, semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.

Kuswarsidi, M. 2010 dalam penelitiannya Analisa Produksi dan Pengembangan Kopi Rakyat di Kabupaten Jember. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Teknik budidaya kopi yang sebaiknya dilakukan oleh perkebunan kopi rakyat, (2) skala usaha dalam pengelolaan perkebunan kopi rakyat, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi perkebunan kopi rakyat di kabupaten Jember, (4) prospek perkebunan kopi sampai tahun 2015 di Kabupaten Jember dan (5) peluang pasar kopi rakyat di masa yang akan 8ariab. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di kabupaten Jember. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif dan metode Asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih. Alat analisa yang digunakan adalah fungsi Cobb-Doughlas dan analisa Trend. Hasil penelitian menunjukkan

(27)

bahwa : (1) teknik budidaya usaha tani kopi rakyat di kabupaten Jember berdasarkan respon petani terhadap anjuran Dinas kehutanan dan perkebunan Jember cenderung pada sikap yang kurang melaksanakan, (2) skala usaha perkebunan kopi rakyat di kabupaten masuk dalam kategori Decreasing Return to Scale, (3) secara simultan variabel luas lahan, jumlah tanaman, jumlah tenaga kerja, pupuk organik pupuk anorganik, dan umur tanaman berpengaruh terhadap produksi perkebunan kopi rakyat di kabupaten Jember. Secara parsial, variabel jumlah tanaman, jumlah tenaga kerja, pupuk organic, pupuk anorganik, dan umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi perkebunan kopi rakyat sedangkan variable luas lahan dan pupuk organic berpengaruh tidak nyata, (4) prospek pengembangan perkebunan kopi rakyat di kabupaten Jember tergolong tidak prospektif karena produktivitasnya terus menurun dan (5) peluang pasar kopi rakyat kabupaten Jember masih cukup besar karena berdasarkan hasil analisa trend kebutuhan kopi Jawa Timur masih terus meningkat sampai tahun 2015, sedangkan produksi Jawa Timur masih jauh dibawah permintaan.

Ikramuddin (2010) dalam penelitiannya Pengaruh Internal Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Kopi Di Kabupaten Aceh Utara (Studi Kasus Pembelian Kopi Pada Rumah Tangga). Konsumsi kopi domestik selama beberapa tahun terakhir tidak mengalami perkembangan yang berarti. Pasar domestik diperkirakan hanya mampu menyerap sekitar 25% dari total produksi kopi kabupaten. Oleh karena itu sudah saatnya bagi Indonesia melakukan terobosan guna meningkatkan daya serap kopi domestik dan upaya ini masih sangat terbuka karena tingkat konsumsi domestik masih sangat rendah yaitu di bawah 0,5 kg/kapita/tahun. Penelitian tentang pengaruh internal konsumen terhadap

(28)

keputusan pembelian kopi di Kabupaten Aceh Utara (studi kasus pembelian kopi pada rumah tangga) bertujuan untuk; 1) mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis terhadap keputusan pembelian produk kopi oleh konsumen rumah tangga di Kabupaten Aceh Utara. 2) mengetahui dan menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian produk kopi oleh konsumen rumah tangga di Aceh Utara.

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori-teori yang berkaitan erat dengan perilaku konsumen, dan teori pengambilan keputusan konsumen. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan metode survey dan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan sifat penelitiannya adalah explanatory.

Metode pengambilan sampel menggunakan teknik Multi-stage Random Sampling dengan jumlah sampel 100 orang konsumen rumah tangga. Pengujian hipotesis pertama dan kedua menggunakan analisis regresi linear berganda, dengan uji serempak (uji F) dan uji parsial (t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% (á

= 0.05).

Hasil penelitian dan pembahasan dijumpai variabel budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian kopi oleh rumah tangga di Kabupaten Aceh Utara, namun pengujian statistik t menunjukkan variabel kelas sosial tidak signifikan mempengaruhi keputusan pembelian. Pengujian secara simultan variabel-variabel yang diuji signifikan secara statistik. Dari hasil pengujian hipotesis pertama, dijumpai variabel budaya sebagai variabel yang paling dominan mempengaruhi

(29)

keputusan pembelian kopi oleh rumah tangga di Kabupaten Aceh Utara. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan tidak ada perbedaan keputusan pembelian antara produk kopi tradisional/lokal dengan produk kopi turunan/instan oleh konsumen rumah tangga di Kabupaten aceh Utara.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa variabel internal konsumen berpengaruh dalam menentukan keputusan pembelian kopi oleh konsumen rumah tangga, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada keputusan pembelian konsumen kopi instan maupun kopi tradisional di Kabupaten Aceh Utara.

Fatma (2011) dalam penelitiannya Analisis Fungsi Produksi Dan Efisiensi Usaha Tani Kopi Rakyat Di Aceh Tengah. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peranan sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Salah satu daerah penghasil utama kopi Indonesia adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah sentra pertama penghasil kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Umumnya tanaman kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikelola dengan pola perkebunan rakyat. Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar. Hal ini menggambarkan masih rendahnya pengetahuan petani kopi

(30)

tentang teknologi budidaya kopi. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah, menganalisis kondisi skala ekonomi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dan menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. Kerangka pendekatan masalah dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode pendugaan Ordinary Least Squares. Sedangkan analisis efisiensi dilihat dari ratio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal.

Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi petani kopi dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga didapatkan pendapatan yang maksimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi lembaga penentu kebijakan dan pengembangan usahatani kopi rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi. Penelitian ini menggunakan metoda survai. Petani contoh ditentukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi produksi usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dapat dijelaskan oleh variasi

(31)

faktor produksi sebesar 52.3%. Faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi adalah jumlah tenaga kerja, luas lahan dan umur pohon kopi. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin luas lahan produktif dan semakin tua umur pohon maka semakin besar hasil produksi kopi. Hasil produksi kopi di lahan miring lebih menghasilkan dibandingkan di lahan datar.

Usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah berada pada kondisi increasing return to scale atau berada pada kondisi produksi yang semakin meningkat.

Penambahan proporsi faktor produksi dalam usahatani kopi akan menghasilkan proporsi pertambahan hasil produksi yang semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena penggunaan faktor produksi belum optimal. Fungsi produksi merupakan respon terhadap jumlah tenaga kerja, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama pengalaman berusahatani kopi. Kenaikan jumlah tenaga kerja, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama petani berusahatani kopi masing-masing sebesar 10 persen akan menyebabkan peningkatan produksi masing-masing sebesar 4.52 persen, 2.31 persen, 4.30 persen, dan 0.06 persen Analisis efisiensi menunjukkan bahwa ratio efisiensi tenaga kerja belum optimal, sehingga untuk mencapai hasil produksi yang maksimum maka perlu ditambah penggunaan tenaga kerja. Belum optimalnya penggunaan tenaga kerja dalam usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh tengah ini disebabkan karena rata-rata kepala keluarga di Kabupaten Aceh Tengah mempunyai dan mengelola lahan perkebunan sendiri dan cenderung mencurahkan tenaga kerjanya untuk mengelola perkebunan sendiri dibandingkan bekerja pada petani pekebun lainnya terutama pada musim panen. Untuk ratio efisiensi luas lahan menunjukkan telah melampaui titik efisiensi, sehingga luas lahan tidak bisa ditingkatkan lagi dalam rangka

(32)

meningkatkan produksi.

Isabella (2012) dalam penelitiannya Peran Komoditas Kopi Lintong Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis pengaruh luas lahan, modal, dan tenaga kerja terhadap produksi tanaman kopi lintong menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat diketahui bahwa secara simultan dan parsial faktor luas lahan, modal, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi tanaman kopi lintong. Faktor yang memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap produksi tanaman kopi adalah faktor luas lahan dimana nilai koefisien regresi faktor luas lahan lebih besar dari nilai koefisien regresi faktor modal dan tenaga kerja.

Murtiningrum (2013) dalam penelitiannya Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dan penting bagi Provinsi Bengkulu. Di Kabupaten Rejang lebong, kopi merupakan komoditas yang menjadi salah satu komoditas unggulan daerah. Saat ini isu startegi daerah yang tertuang dalam RPJM Kabupaten Rejang Lebong 2010 -2015 adalah peningkatan daya saing produk pertanian. Penulisan ini bertujuan untuk 1) Menganalisis keunggulan kompetitif usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong, 2) Menganalisis keunggulan komperatif usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong, 3) Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong dan 4) Menganalisis sensitivitas daya saing kopi robusta terhadap perubahan input output.

(33)

Penentuan daerah penulisan dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan wilayah Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu wilayah di Provinsi Bengkulu yang telah menanam secara turun temurun dengan jenis utama kopi robusta dan menjadikan kopi sebagai komoditas unggulan.

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode Stratified random sampling dengan jumlah sampai 32 responden. Penentuan daerah penulisan dilakukan dengan sengaja (purposive).

Hasil analisis dengan menggunakan metode Policy Analiysis Matrix (PAM) didapatkan bahwa usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong memiliki daya saing yang tinggi, (keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif) hal ini diketahui dengan nilai PCR dan DRCR yang kecil dari satu yaitu sebesar 0,38 dan 0,29. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input dari hasil analisis dengan metode PAM diketahui bahwa nilai IT adalah negatif Rp 1.197.108,00/ha/tahun. Nilai Input Transfer (IT) menggambarkan kebijakan (subsidi atau pajak) yang terjadi pada input produksi tradable. Nilai IT yang bernilai negatif untuk usahatani kopi menunjukan bahwa terdapat kebijakan subsidi terhadap input produksi tradable (pupuk anorganik) dalam pengusahaan usahatani kopi. Hal tersebut menguntungkan bagi petani kopi. Untuk nilai Transfer faktor positif 10.296 menunjukkan adanya kebijakan pemerintah terhadap input domestik berupa pajak. Untuk kebijakan input – output belum berjalan secara efektif atau kebijakan pemerintah saat ini kurang mendukung atau melindungi petani kopi di Kabupaten Rejang Lebong. Kebijakan pemerintah ini terjadi pada perdagangan kopi sehingga petani kopi belum dapat menerima harga

(34)

kopi seperti harga sosial, hal ini disebabkan rantai pemasaran kopi yang harus di lalui petani.

Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa usaha tani kopi robusta tetap mempunyai daya saing yang baik (keunggulan kompetitif dan komparatif) walaupun terjadi perubahan input dan output dengan asumsi faktor lainnya tetap (ceteris paribus) yang terlihat dengan nilai PCR dan DRCR tetap di bawah 1.

Analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa perubahan input dan output secara bersamaan menyebabkan turunnya daya saing usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong dalam hal ini keunggulan kompetitif, ini di tandai dengan dengan PCR yang lebih besar dari 1 yaitu sebesar 2,45 dan tetap mempunyai keunggulan komperati dengan nilai DRCR <1 yaitu 0,56

Putri, M. A., A. Fariyanti dan N. Kusnadi, (2013), dalam penelitiannya berjudul Struktur dan Integrasi Pasar Kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kesimpulan penelitian ini adalah pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah belum berjalan efisien (struktur pasar kopi di tingkat petani bersifat oligopsoni). Pasar ditingkat eksportir yang terkonsentrasi dan adanya hambatan masuk pasar menyebabkan perusahaan (eksportir) memiliki peran dominan dalam proses penentuan harga sehingga mempengaruhi perilaku lembaga pemasaran di tingkat lebih rendah yaitu koperasi, kolektor dan petani. Pada aktivitas pemasaran, adanya ikatan permodalan yang dilakukan petani dengan kolektor menyebabkan petani terbatas dalam memperoleh informasi harga dan terbatasnya alternatif saluran pemasaran. Seluruh petani pada setiap saluran pemasaran selalu menyalurkan produk kopi mereka melalui kolektor. Posisi tawar (bargaining position) petani

(35)

semakin lemah dalam proses penentuan harga dan petani cenderung sebagai penerima harga (price taker). Keterlibatan petani sebagai anggota koperasi tidak memberikan jaminan harga terhadap produk kopi yang dipasarkan. Koperasi sebagai penerima lisensi sertifikasi produk hanya membantu petani untuk terlibat dalam program sertifikasi produk (organik, fairtrade dan rainforest) yang dilakukan. Analisis kinerja pasar menunjukkan bahwa share harga kopi yang diterima petani masih rendah (≤ 30%). Perubahan harga yang terjadi di tingkat kolektor, koperasi dan eksportir pada saat ini dan waktu sebelumnya tidak mempengaruhi harga kopi di tingkat petani. Dengan demikian pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar yang terjadi telah menunjukkan lemahnya posisi tawar petani dalam proses penentuan harga mengakibatkan petani sebagai penerima harga (price taker) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Marlina (2014) dalam penelitiannya Analisis Ekonomi Kopi Rakyat dan Peranannya Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Harga kopi yang diterima petani kopi di Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Lampung Barat sangat kecil jika dibandingkan dengan harga eceran di negara pengimpor utama. Rendahnya harga yang diterima petani diduga karena panjangnya rantai komoditas pemasaran komoditas kopi dan struktur pasar yang tidak kompetitif. Periode waktu yang relatif lama bagi komoditas perkebunan untuk memperoleh hasil menyebabkan petani harus mencari alternatif pendapatan di luar usaha tani kopi diantaranya dari sektor non pertanian. Kopi merupakan komoditas penting di Kabupaten Lampung Barat karena selain merupakan salah satu sentra produksi kopi sehingga kopi merupakan

(36)

salah satu komoditi unggulan daerah, juga karena usahatani kopi merupakan perkebunan rakyat dengan skala usaha yang relatif kecil. Dengan demikian, pembangunan komoditas kopi tidak hanya sebagai penopang perekonomian daerah, tetapi juga turut membangun perekonomian atau kesejahateraan rakyat.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama sebagai berikut: (1) menganalisis tataniaga komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat; (2) mengkaji dan menganalisis sumbangan ekonomi kopi terhadap rumah tangga petani kopi di Kabupaten Lampung Barat; (3) menilai dan mengkaji peran sektor perkebunan kopi rakyat dalam mendukung perekonomian Kabupaten Lampung Barat.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2013 yang berlokasi di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra penghasil kopi terbesar di Provinsi Lampung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, sehingga ditentukan sampel yang representatif terhadap populasi target. Adapun responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai petani kopi dan pedagang yang terlibat dalam pemasaran kopi, dan Kelompok Wanita Tani (KWT). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, analisis pemasaran, dan analisis kewilayahan.

Terdapat tiga saluran pemasaran yang biasa ditempuh petani kopi Lampung Barat dalam memasarkan kopinya dan semua petani menjual dalam bentuk biji kopi, tidak dalam bentuk kopi olahan. Saluran pemasaran yang

(37)

terpanjang melibatkan banyak lembaga pemasaran yaitu pedagang perantara, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan serta yang terakhir adalah eksportir. Pilihan saluran pemasaran oleh petani lebih didasarkan pertimbangan jarak, ikatan ekonomi, dan kekerabatan. Harga yang relatif sama diterima petani baik dijual kepada pedagang perantara, pedagang desa maupun pedagang kecamatan menyebabkan sebagian besar petani atau 68,33% lebih memilih menjual kepada pedagang pengumpul desa. Petani kopi Lampung Barat menerima harga yang relatif rendah dari yang seharusnya diterima disebabkan rendahnya kualitas kopi yang dihasilkan terkait pengetahuan dan teknologi, keterikatan hutang dengan lembaga pemasaran terkait, struktur pasar yang tidak kompetitif serta belum berperannya kelompok tani atau koperasi sebagai wadah kerjasama petani dalam meningkatkan efisiensi produksi dan pemasaran. Struktur pasar yang tidak kompetitif, yaitu oligopsoni menyebabkan petani lebih sebagai price taker.

Semua strata rumah tangga, baik rumah tangga petani berlahan sempit, sedang maupun luas memiliki pola nafkah ganda dan usahatani kopi memberikan peranan penting dalam ekonomi rumah tangga mereka. Pendapatan usahatani kopi menyumbang lebih dari 60% terhadap total pendapatan rumah tangga dan sumbangan terbesar terjadi pada rumah tangga petani luas. Petani berlahan sempit dan sedang mengandalkan sektor non farm sebagai sumber pendapatan tambahan karena dengan keterbatasan lahan tersebut sulit untuk petani berusahatani selain kopi sehingga alternatif pekerjaan yang dapat dilakukan adalah bekerja pada sektor yang tidak terkait dengan pertanian. Sedangkan petani dengan penguasaan lahan yang luas, sektor on farm non kopi merupakan salah sumber pendapatan

(38)

yang tinggi selain kopi.

Ditinjau dari tingkat pendapatan rumah tangga, berdasarkan kategori Bank Dunia serta kemampuannya dalam melakukan investasi, rumah tangga petani berlahan sempit tergolong kurang sejahtera sedangkan rumah tangga petani berlahan sedang dan luas tergolong sejahtera. Namun demikian, ditinjau dari tingkat pengeluaran rumah tangga, hanya petani berlahan luas yang relatif sejahtera. Pada rumah tangga petani berlahan sempit dan sedang pengeluaran masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan pada rumah tangga petani berlahan luas pengeluaran tertinggi adalah untuk pemenuhan kebutuhan tersier.

Ditinjau dari beberapa indikator, komoditas kopi mempunyai peranan penting dalam perekonomian wilayah. Sektor perkebunan kopi di Lampung Barat merupakan sektor basis (memiliki daya saing) dan komoditas yang maju, serta mempunyai kontribusi yang besar terhadap nilai PDRB dan penyerapan tenaga kerja, serta adanya potensi tambahan pendapatan dari hasil kopi sebesar Rp.

2.908.425.000,- jika diolah di wilayah Kabupaten Lampung Barat, ini menunjukkan terjadinya kebocoran wilayah.

Temuan di atas menunjukkan bahwa komoditas kopi merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Barat serta mempunyai peranan besar dalam ekonomi rumah tangga petani kopi, maka komoditas tersebut dapat diandalkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi regional serta rumah tangga. Untuk dapat meningkatan peranannya tersebut maka peningkatan produktivitas dan mengefisienkan tataniaga kopi menjadi utama. Dalam hal ini pemerintah harus mendorong dan memfasilitasi masyarakat petani untuk melakukan peremajaan

(39)

tanaman, memperbaiki teknik budidaya dan pasca panen serta mendorong berkembangnya industri pengolahan kopi yang berdayasaing yang mampu meningkatkan nilai tambah kopi. Disamping itu dalam mengefisienkan pemasaran juga diperlukan peran kelembagaan seperti kelompok/koperasi agar petani mampu meningkatkan bargaining position, economic of scale serta untuk dapat memotong jalur pemasaran.

Muzendi, 2014 dalam penelitiannya yang berjudul Integrasi Pasar dan Dampak Kebijakan Non Tarif Terhadap Permintaan Ekspor dan Daya Saing Kopi Indonesia di Pasar Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) integrasi pasar kopi Indonesia dengan pasar eksportir dan importir utama kopi; (2) posisi daya saing kopi Indonesia di pasar dunia dibandingkan dengan Brazil, Kolombia dan Vietnam; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia; (4) dampak integrasi pasar dan kebijakan non tarif terhadap permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1970 sampai 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah uji kointegrasi pendekatan Error Corection Model (ECM) untuk menganalisis integrasi pasar;

Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA) untuk menganalisis daya saing ekspor kopi dan model ekonometrik persamaan simultan yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar integrasi pasar dan dampak kebijakan non tarif terhadap permintaan ekspor dan daya saing kopi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Harga ekspor kopi Indonesia terkointegrasi dengan pasar importir maupun eksportir utamanya. Selanjutnya

(40)

analisis ECM menunjukkan adanya integrasi jangka pendek dengan pasar importir maupun eksportir utama, dimana kecepatan penyesuaian ke keseimbangan 87.33

% pada pasar importir dan 65.33 % pada pasar eksportir. Variabel yang signifikan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia pada jangka pendek adalah harga impor kopi Amerika Serikat, Malaysia dan Singapura serta harga ekspor kopi Brazil dan Vietnam; (2) Kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif dilihat berdasarkan nilai RCA dan RSCA, namun masih lebih rendah dibandingkan Brazil, Kolombia dan Vietnam; (3) Penerapan kebijakan SPS lebih efektif menghambat permintaan ekspor kopi Indonesia dibandingkan TBT. Kebijakan SPS secara keseluruhan memiliki pengaruh menghambat dan menurunkan ekspor negara eksportir utama serta permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia.

Sedangkan kebijakan TBT secara keseluruhan memiliki pengaruh yang positif atau bersifat tidak menghambat; dan (4) Kebijakan peningkatan areal dan produksi tanaman kopi memberikan dampak positif bagi permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama (Amerika Serikat, Jerman, Italia, Jepang, Malaysia dan Singapura), sedangkan kebijakan peningkatan konsumsi domestik dan harga domestik berdampak pada penurunan permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama. Selanjutnya kebijakan peningkatan harga ekspor Vietnam, harga kopi dunia dan konsumsi Singapura cenderung memberi dampak penurunan permintaan ekspor dan daya saing kopi Indonesia di pasar importir utama. Dan sebaliknya kebijakan peningkatan produksi kopi Brazil lebih memberi dampak positif.

Rahmayanti (2014) dalam penelitiannya Dampak Komoditi Kopi Gayo Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Di Bener Meriah. Salah satu

(41)

komoditi unggulan Aceh yang kini mendunia adalah komoditi Kopi yang saat ini menjadi komoditi primadona bagi petani di Bener Meriah khususnya dan dataran tinggi Gayo pada umumnya. dibuktikan hampir 90 % masyarakat didaerah ini penghidupannya tergantung pada perkebunan kopi dimana hamparannya sekitar 49,187 hektar bahkan kemungkinan lebih luas lagi bila diukur secara detail, Kemegahan dan keunggulan komoditi ini belum sepenuhnya mampu mensejahterakan masyarakat petani dikarenakan prosfek pemasaran yang pluktuatif dan tidak adanya pihak penjamin hasil komoditi pada saat musim panen. Akibatnya petani selaku produsen mengalami delematis, selain berdampak juga pada penerapan pola olah kopi pasca panen, yang berdampak pada kualitas dan cita rasa produk ditambah lagi dengan perilaku eksportir kopi kita ada yang bermoral rendah, di mana mereka rata-rata mengambil keuntungan dua kali lipat dari harga pembeliannya kepada petani kopi di daerah. Di sisi lain adanya pedagang pengumpul maupun eksportir lokal sering memanfaatkan uang kopi yang telah dibayar tunai atau kontan oleh pembeli, akan tetapi kenyataannya mereka selalu menyatakan uang belum keluar. Modus lainnya ada di antara mereka yang menggandakan atau melakukan investasi ke usaha lain. Dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitian, dilakukan berbagai metode penelaahan terhadap berbagai literatur yang ada. Hasil informan kunci yang sudah diwawancarai secara mendalam dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan teori yang ada serta fakta-fakta yang muncul dilapangan sehingga menghasilkan kesimpulan yang komprehensif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nasib petani kopi Gayo saat ini masih belum bisa dikatakan sejahtera bila dibandingkan dengan nama besar kopi

(42)

gayo yang mendunia, di samping itu juga masih minimnya peran Pemerintah Daerah dalam menangani permasalahan kopi, walaupun sejauh ini pemerintah sudah memberikan bantuan bibit, hingga biaya perawatan dan pupuk, tapi setelah panen petani kopi bingung Karena petani belum dapat menentukan harga.

Sitorus (2014) dengan judul tesis Analisis Penentuan Komoditi Perkebunan basis di Wilayah Masing-masing Kecamatan Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan wilayah dan keseimbangan antar wilayah dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada perlu dilaksanakan. Seiring berjalannya otonomi daerah maka masing-masing kecamatan di Kabupaten Simalungun memiliki kesempatan yang terbuka dalam menentukan kebijakan pembangunan dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang tersedia di wilayahnya sebagai upaya untuk dapat memajukan sub sektor perkebunan dalam pembangunan daerahnya dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditi perkebunan yang menjadi basis, mengetahui pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah komoditi perkebunan basis dan mengidentifikasi prioritas pengembangan komoditi perkebunan basis di wilayah masing-masing kecamatan Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu analisis Location Quotient, analisis Shift Share, serta gabungan analisis Location Quotient dan Shift Share.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi yang menjadi basis di Kabupaten Simalungun yaitu karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, cokelat, cengkeh,

(43)

kulit manis, kemiri, lada, aren, pinang, vanili dan tembakau. Kecamatan yang paling banyak menghasilkan komoditi perkebunan basis adalah Kecamatan Sidamanik dan Panei yaitu sebanyak sembilan jenis komoditi perkebunan.

Komoditi basis yang mempunyai pertumbuhan cepat di Kabupaten Simalungun yaitu: Karet, kopi, kelapa, cokelat, cengkeh, lada, pinang, vanili tembakau.

Komoditi perkebunan basis yang berdaya saing adalah karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, cokelat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, aren, pinang, vanili dan tembakau. Komoditi perkebunan basis yang paling banyak menjadi prioritas utama yaitu komoditi pinang sebanyak 12 kecamatan, prioritas kedua adalah komoditi kopi, ada 16 kecamatan, prioritas ketiga yaitu kulit manis, kemiri dan aren.

2.2. Kopi (Coffee)

Tanaman kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yg termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Tanaman ini memiliki daun yang bentuknya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daunnya tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting.

Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang pada umumnya memiliki perakaran dangkal. Karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada musim kemarau. Akan tetapi untuk tanaman kopi yang berasal dari bibit semai, atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya berasal dari bibit semai, memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tanaman kopi berbunga

(44)

setelah berumur kurang lebih dua tahun. Bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama.

Lebih dari 90% tanaman kopi di indonesia diusahakan oleh rakyat.

Penerapan teknologi yang digunakan masih sederhana, hal ini mengakibatkan produksi dan mutu kopi menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka langkah yang perlu ditempuh oeh petani adalah sebagai berikut (Najiyanti, 2008) :

1. mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan yang sesuai.

2. mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan).

3. menerapkan teknik budi daya yang benar, baik sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit maupun pengaturan naungan.

4. menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahanm pengeringan maupun sortasi.

2.3. Kopi Arabika

Kopi Arabika merupakan salah satu komoditas yang diprioritaskan pengembangannya oleh Pemerintah Indonesia saat ini. Hal ini didasarkan pada adanya fakta bahwa ekspor kopi Arabika dari Indonesia sebagian besar dipasarkan ke segmen spesialiti karena mutu citarasanya khas dan digemari oleh para penikmat kopi di Negara-negara konsumen utama. Di segmen spesialiti harga kopi lebih mahal dan fluktuasinya tidak terlalu tajam, hal ini tentu saja akan berdampak terhadap pendapatan petani dan devisa Negara.

(45)

Kopi Arabika dari dataran tinggi Gayo di pasar dunia dikenal memiliki citarasa khas dengan ciri utama antara lain aroma dan perisa (flavor) kompleks dan kekentalan yang kuat.

Kopi Arabika di kawasan ini semuanya merupakan perkebunan rakyat dengan jumlah petani sekitar 47.000 KK., adapun luas kepemilikan sebagian besar antara 1-2 ha per KK. Sumbangan kopi Arabika terhadap pendapatan keluarga bervariasi mulai anatara 50-90%. Pendapatan lain bersumber dari tanaman pangan, sayur-mayur, usaha perdagangan, jasa, dan lain-lain.

2.4. Nilai Tambah (Added Value)

Pengertian nilai tambah (value added) adalah suatu penciptaan pendapatan/kemakmuran kegiatan komoditas yang bertambah nilainya karena melalui proses pertanaman, pengolahan, pengangkutan, perdagangan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi atau kegiatan jasa.

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai akibat suatu kegiatan dan bagi suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penanaman, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi ataupun kegiatan jasa yang memiliki nilai jual. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya(input antara) selisihnya berupa nilai tambah yaitu upah tenaga kerja di laba. Dalam beberapa kegiatan apabila menggunakan modal sendiri dan tidak menyewa lahan, maka nilai tambah adalah berupa: upah/gaji dan laba pengusaha. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang

(46)

digunakan yaitu tenaga kerja,laba pengusaha dan sewa atau bunga yang dibayarkan (Hayami et al, 1987).

Berdasarkan pengertian tersebut, perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui. Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian khususnya kelapa sawit dan karet tentunya dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Indikator nilai tambah adalah produktivitas atau nilai tambah per tenaga kerja (Wirabrata, 2000). Di samping indikator produktivitas, ada nilai tambah yang dalam jangka pendek belum dapat diukur secara kuantitatif. Keterlibatan lembaga dalam suatu kegiatan dapat memberi peluang, seperti peluang perluasaan kesempatan kerja dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat, dan waktu.

Menurut Hayami et. al (1987), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah (value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.

(47)

Menurut Hayami et. al (1987) defenisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, moda,aset dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain (selain bahan bakar).

Menurut Hayami et. al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor- faktor seperti tenaga kerja, modal, aset, sumberdaya manusia, dan manajemen. Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut.

Dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknnya tenaga

(48)

kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cendrung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

2.5. Input dan output

Analisis input-output (analisis masukan-keluaran) adalah suatu analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena melihat keterkaitan antar sektor ekonomi di wilayah tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah). Artinya, akibat perubahan tingkat produksi sektor-sektor tersebut, dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat bertambah/berkurang.

Setiap produk pasti membutuhkan input agar produk itu dapat dihasilkan.

Hasil produk dapat langsung dikonsumsi atau sebagai input untuk menghasilkan produk lain atau input untuk produk yang sama pada putaran berikutnya, misalnya bibit. Input dapat berupa output dari sektor lain (termasuk sektor sendiri tetapi dari putaran sebelumnya) yang sering disebut input antara berupa bahan baku dan

(49)

input primer berupa tenaga kerja, keahlian, peralatan, dan modal. Keikut sertaan faktor-faktor produksi akan mendapat imbalan yang menjadi pendapatan masyarakat sesuai dengan peran/keterlibatannya (Tarigan, 2012).

Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara input dan output atau menjelaskan transformasi input (sumberdaya) menjadi output (komoditas).

Secara simbolik, fungsi produksi dapat ditulis sebagai: Y=f (X1, X2, X3,…, Xn), dimana Y adalah output, X1…Xn adalah input yang digunakan untuk menghasilkan Y (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984; Saragih, 2012).

Fungsi produksi menggambarkan respon produksi pada semua tingkat dan kombinasi input dalam kaitannya dengan teori penawaran, dan memperhatikan variasi dalam masing-masing input. Fungsi produksi merupakan model ekonomi yang berfungsi dalam membantu pembuatan prediksi, rekomendasi kebijakan dan proyeksi (Lewis, 1969; Saragih, 2012).

Dalam sektor pertanian, Diskin (1997) memperkenalkan delapan indikator kinerja produktivitas pertanian secara umum, yaitu hasil panen per hektar, kesenjangan antara hasil aktual dan potensial, variabilitas hasil dengan berbagai kondisi, nilai produksi per rumah tangga, jumlah ketersediaan per bulan pangan rumah tangga, kehilangan hasil selama penyimpanan, luas lahan dengan perbaikan budidaya, dan jumlah fasilitas penyimpanan yang dibangun dan digunakan.

Komisi Eropa (2001) merilis indikator efisiensi produksi yang antara lain adalah: produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas lahan.

Produktivitas parsial dapat berupa produktivitas lahan (output/ha), produktivitas tenaga kerja (output/tenaga kerja), dan rasio lahan-tenaga kerja (luas lahan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Operasional Penciptaan
Gambar 4.1 Produksi dan Ekspor Kopi Arabika

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mencoba memeriksa kecocokan model pilihan (yang menggabungkan model minat di enam tema teori (Holland, 1997), menguji hipotesis spesifik SCCT bahwa

Pada sistem ini, air pendingin dihisap oleh pompa dari radiator melewati oil cooler kemudian ditekan menuju kompresor, inter cooler, turbo charger, water inlet header, silinder

Pada tanggal 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015, aset tetap dan properti investasi Grup (Catatan 12), telah diasuransikan terhadap risiko kebakaran dan risiko lainnya berdasarkan

Alat pendukung kompresor terdiri dari : compressors 1 dan compressors 2 yang berfungsi sebagai menaikan tekanan udara hingga diantara 6 s/d 10 bar, Refrigerant dryer berkapasitas

Kepentingan nonpengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset bersih dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan, secara langsung maupun tidak langsung, pada

Siklus kerja pendinginan mesin Injection Plastic diawali dari air panas yang telah melakukan pendinginan mesin di tampung di bak dan di pompa naik ke Water Chilling Sentrifugal dan

Rasio aktivitas ( activity ratio ) atau yang disebut rasio manajemen aset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva

(naik turunnya) impor bawang putih Indonesia tahun 2002-2011 dipengaruhi oleh variasi (naik turunnya) konsumsi bawang putih Indonesia, produksi bawang putih