• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Rumput Laut, Gracilaria verrucosa

Gracilaria verrucosa memerlukan kualitas air seperti nitrogen dalam bentuk amonia dan nitrat dan fosfat dalam bentuk ortofosfat dalam wadah pemeliharaan untuk menunjang pertumbuhannya. Kualitas air masuk ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian

6 permukaan tubuhnya. Semakin sering proses difusi terjadi semakin cepat pula proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty 1971). Isi dari sel hidup adalah protoplasma yang merupakan suatu larutan. Tubuh tumbuhan dibangun oleh sel-sel tumbuhan yang setiap intinya memiliki dinding sel selulosa. Dinding tersebut umumnya bersifat permeabel sehingga dapat dilewati air dan zat-zat terlarut di dalamnya. Dinding sel alga terdiri dari selulosa dan agar atau karagenan (Novia 2010).

Penyerapan nitrat dan nitrit oleh alga dipengaruhi oleh konsentrasi TAN dalam medium. Pada konsentrasi lebih besar dari satu mikrogram N-NH4-1 amonium hampir secara sempurna menekan penyerapan nitrat dan nitrit (Paasche dan Kristiansen, 1982). Sebagian besar alga uniselular lebih suka memanfaatkan amonium daripada nitrat. Penelitian Doty (1987) terhadap aliran air yang melewati lokasi Eucheuma menunjukkan bahwa ratio pemanfaatan N/P adalah 8,5 dalam bentuk nitrat, sedangkan penyerapan amonium oleh Eucheuma tidak terdeteksi.

Konsentrasi hara pada tanaman lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi hara pada lingkungan. Peristiwa pergerakan kualitas air terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi kualitas air tersebut. Peristiwa tersebut dikenal dengan mekanisme penyediaan hara secara difusi. Proses difusi ini dapat berlangsung karena konsentrasi beberapa ion dalam sitosol dipertahankan tetap rendah. Pengambilan nitrat oleh alga sangat bergantung pada cahaya dibandingkan dengan amonium. Pemanfaatan amonium oleh alga pada daerah kurang cahaya lebih efektif daripada nitrit dan nitrat.

Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti 2006).

Rumput laut membutuhkan nitrogen untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksinya. Sebagian besar penyerapan nitrogen oleh rumput laut dilakukan melalui asimilasi nitrogen dalam bentuk TAN. Semakin tinggi padat tanam ikan

7 nila semakin banyak pula pakan yang diberikan dan total TAN nitrogen yang dihasilkan juga semakin bertambah. Nitrogen dalam bentuk terlarut ini dapat digunakan sebagai nutrien untuk rumput laut (Sakdiah 2009).

2.3 Sistem Budidaya Polikultur

Perkembangan teknologi akuakultur menunjukkan bahwa rumput laut dapat dibudidayakan dengan udang, bandeng, dan ikan nila di tambak. Pengembangan budidaya polikultur dimaksudkan untuk meningkatkan produksi ikan dan rumput laut serta mengefektifkan penggunaan tambak dengan harapan dapat memperbaiki kualitas lingkungan budidaya.

Budidaya secara monokultur adalah dengan hanya memelihara rumput laut saja, sedangkan secara polikultur dilakukan bersama ikan, bandeng dan udang. Budidaya ini didasari atas prinsip keseimbangan alam. Rumput laut berfungsi sebagai penghasil oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari predator dan sebagai biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang dapat dipakai sebagai nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO2 terlarut hasil respirasi ikan dan udang. Secara umum, kehadiran rumput laut dalam tambak udang atau bandeng berdampak positif. (Sakdiah 2009)

8

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan Febuari hingga April 2012 di Rumah Kaca, Laboratorium Kultur Jaringan, Services Laboratory, SEAMEO BIOTROP.

3.2 Rancangan Penelitian 3.2.1 Pengolahan Data

Rancangan penelitian yang digunakan berupa rancangan acak lengkap (RAL) dilihat dari keadaan tempat penelitian yang homogen, normal, dan adaptif.

3.2.2 Pelaksanaan Penelitian 3.2.2.1 Persiapan Wadah dan Air

Percobaan dilaksanakan di Rumah kaca laboratorium kultur jaringan Services laboratory SEAMEO BIOTROP, dengan menggunakan 12 akuarium dan sistem top filter. Pertama, wadah akuarium berukuran 90x30x40 cm dicuci dengan sabun dan dibilas bersih kemudian dikeringkan sebagai desinfektan wadah, instalasi aerasi dan resirkulasi dipasang sesuai dengan rancangan wadah. Resirkulasi yang digunakan menggunakan sistem top filter dengan kasa sebagai filter fisik. Pompa filter yang digunakan berjenis AMARA. Besar masukan air (inlet) diatur hingga memiliki debit air 0,25 liter per detik sehingga mampu menimbulkan arus optimal 33-67 cm per detik (Zhou et al. 2006).

Air yang digunakan adalah air laut salinitas 35 ppt dicampur dengan air tawar 0 ppt sehingga media bersalinitas 20 ppt, fluktuasi salinitas terjadi karena penguapan dan penyerapan oleh filter, oleh karena itu stabilitas salinitas dilakukan dengan panambahan akuades hingga mencapai volume 81 L. Air bersalinitas 20 ppt yang digunakan didesinfektan terlebih dahulu dengan klorin 15 ppm selama 24 jam dan dinetralkan dengan Na-thiosulfat 7,5 ppm kemudian diaerasi kuat.

Berikut ini Gambar 1 dan 2 tempat pemeliharaan ikan nila dan rumput laut serta sistem resirkulasi top filter yang digunakan.

9 Gambar 1. Rumah kaca tempat

budidaya ikan nila dan rumput laut

Gambar 2. Sistem Top Filter pemeliharaan ikan nila dan rumput laut

3.2.2.2 Pengadaptasian Ikan Nila

Ikan nila berasal dari Balai Layanan Usaha Karawang berjenis ikan nila BEST berukuran 2-3 cm yang telah dibudidayakan pada media bersalinitas 3-5 ppt, dan ditransportasikan dengan media bersalinitas 0 ppt, sehingga saat di wadah pemeliharaan diadaptasikan ke media 0 ppt selama 14 hari kemudian dilakukan aklimatisasi terhadap salinitas secara bertahap yaitu setiap tiga hari salinitas dinaikkan 5 ppt kemudian dilihat respon adaptasinya. Ikan nila dipelihara dalam media terkontrol pada salinitas 20 ppt dan suhu dipertahankan 26-28 oC.

3.2.2.3 Pengadaptasian Rumput Laut

Rumput laut yang digunakan jenis Gracilaria verrucosa berumur satu bulan yang diperoleh dari Desa Langensari, Kecamatan Belanakan, Subang dengan salinitas awal 15 ppt dan dipelihara di tambak ukuran 1 ha dengan metode sebar , kemudian diadaptasikan ke media bersalinitas 20 ppt selama 7 hari. Setelah itu, ditimbang sesuai perlakuan dan dimasukkan ke media pemeliharaan sebelum ikan nila.

3.2.2.4 Pemeliharaan Polikultur Ikan Nila dan Rumput Laut

Wadah pemeliharaan disinari dengan sinar matahari langsung, sehingga intensitas cahaya sangat bervariatif, intensitas cahaya diukur dengen menggunakan lux-meter. Kegiatan berikutnya adalah pemeliharaan ikan nila bersama rumput laut secara polikultur, untuk mengetahui padat tanam rumput laut yang sesuai, ikan nila yang digunakan pada perlakuan berukuran 1,8-2,0 gram dengan panjang 3-5 cm. Padat tanam ikan nila adalah kepadatan 100 ekor/m3, setara dengan 27 ekor per 81 L air. Kepadatan rumput laut yang digunakan secara umum adalah 400 gram/m3 (Zhou et al. 2006) setara dengan 32,4 gram per 81 L

10 air. Penelitian utama terdiri dari empat perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, yaitu:

Perlakuan 1) Padat tanam rumput laut 0 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila Perlakuan 2) Padat tanam rumput laut 200 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila Perlakuan 3) Padat tanam rumput laut 400 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila Perlakuan 4) Padat tanam rumput laut 600 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila

Feeding management yang dilakukan untuk pemeliharaan ikan nila yaitu ikan diberikan pelet udang bintang 581 dengan kandungan protein 38% dan FR 5%. Feedingtime diberikan empat kali sehari pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, dan 16.00 WIB. Akuarium diisi air dengan ketinggian ¾ ketinggian akuarium. Media pemeliharaan diambil untuk dianalisis total amonia nitrogen (TAN), nitrit, dan nitrat sebelum biota penelitian dimasukkan. Penanaman bibit dilakukan saat cuaca teduh yaitu pagi hari, bibit yang digunakan sesuai kepadatan masing-masing wadah. Ikan nila dimasukkan setelah rumput laut. Rumput laut ditebar dengan metode sebar kemudian, pompa dari sistem resirkulasi top filter akan mendorong rumpun rumput laut ke arah bagian depan akuarium sehingga suplai cahaya matahari tercukupi dan terdapat aliran air yang mampu menggerakkan rumput laut dengan tanpa mengganggu pemanfaatan ruang pemeliharaan ikan nila.

3.2.2.5 Pengamatan

Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari. Rumput laut dan ikan nila dipelihara dalam media budidaya bersalinitas 20 ppt (Novia 2011) tanpa aplikasi pupuk. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila dan rumput laut. Pengamatan kualitas air harian adalah suhu dengan menggunakan termometer, cahaya dengan menggunakan lux-meter, DO dengan menggunakan DO-meter Luxtron, dan salinitas dengan menggunakan refraktometer (Lampiran 27), sedangkan pengamatan mingguan meliputi TAN, nitrit, nitrat, dan total fosfat. Analisis proksimat dilakukan pada ikan nila dan rumput laut sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan untuk mengetahui nitrogen dan fosfat yang terserap di thallus (Lampiran 1 dan 2).

11

3.3 Analisis Data

Parameter yang diuji secara ststistik adalah bobot ikan nila dan rumput laut sebelum dan setelah penelitian, laju pertumbuhan ikan nila dan rumput laut, kelangsungan hidup (SR) ikan nila, penyerapan nitrogen dan fosfat rumput laut, penghilangan nutrien atau unsur hara, serta parameter kualitas air TAN, nitrit, nitrat, dan total fosfat, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh diolah pada Microsoft Excel 2007 dan dianalisis ragam ANOVA (P<0,05) program SAS 9.1.3 dan korelasi regresi dengan menggunakan Minitab.

3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data

Dokumen terkait