PENINGKATAN PADAT TANAM
RUMPUT LAUT
Gracilaria
verrucosa
PADA SISTEM
POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA
Oreochromis niloticus
DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN
PERBAIKAN LINGKUNGAN AKUAKULTUR
AGUSTINA RISKA INDRIYANI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENINGKATAN PADAT TANAM RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa PADA SISTEM POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN AKUAKULTUR
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Agustina Riska Indriyani
ABSTRAK
AGUSTINA RISKA INDRIYANI. Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa pada sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis niloticus dalam rangka peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan ERINA SULISTIANI.
ABSTRACT
AGUSTINA RISKA INDRIYANI. Increasing of planting density of seaweed (Gracilaria verrucosa) at polyculture system with tilapia (Oreochromis niloticus) for production enhancement and environmental improvement. Supervized by IRZAL EFFENDI and ERINA SULISTIANI.
PENINGKATAN PADAT TANAM
RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa PADA SISTEM POLIKULTUR DENGAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN
AKUAKULTUR
AGUSTINA RISKA INDRIYANI C14080008
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa
pada sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis
niloticus dalam rangka peningkatan produksi dan perbaikan
lingkungan akuakultur
Nama Mahasiswa : Agustina Riska Indriyani
Nomor Pokok : C14080008
Progam Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen : Budidaya Perairan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Irzal Effendi, M.Si Ir. Erina Sulistiani, M.Si
NIP.19640330 198903 1 003 NIP. 19680308 200701 2 002
Diketahui,
Kepala Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman, M.Sc
NIP.19591222 198601 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
yang berjudul “Peningkatan padat tanam rumput laut Gracilaria verrucosa pada
sistem polikultur dengan ikan nila Oreochromis niloticus dalam rangka
peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur” dilaksanakan dengan
dasar keinginan penulis untuk mengetahui penyerapan limbah budidaya ikan nila
oleh rumput laut dengan sistem polikultur. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Akuatik, SEAMEO BIOTROP.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Erina Sulistiani, M.Si yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi penelitian ini. Dr.
Dedi Jusadi selaku Pembimbing Akademik, Dr. Eddy Supriyono, M. Sc dan
Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku dosen penguji tamu.
2. Ayahanda Immanuel Buyung Suwandi, Ibunda Th Umi Prasetyowati serta
Adek Oktavianus Wisnu Pramudya yang selalu memberikan doa, dukungan
moral maupun material. Keluarga besar Tjokro Aminoto dan Ahmad.
3. SEAMEO BIOTROP yang menyediakan fasilitas penelitian. Staff dan karyawan Laboratorium Kultur Jaringan Services Laboratory SEAMEO BIOTROP (Pak Syamsul, S.Si, Pak Dede, Pak Iwan, Pak Iyus, Mbak Rina) serta laboratorium Air dan Udara (Mbak Gita, Pak Dika, Pak Uus).
4. Kakak kelas Matius Aditya Permana Samosir, S.P atas bantuan, dukungan, dan semangat selama menjalani perkuliahan dan penelitian.
5. Anastasia Novi, Sri Bonasi, dan Rosa Bintang teman terdekat di BDP selalu ada saat senang dan duka. BDP PATMO yang memberikan dukungan dan bantuan.
6. Teman-teman di pendamping, KeMaKI yang telah memberikan bekal pengetahuan, dan pendamping 2009.
Semoga skipsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Juli 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Semarang pada 21 Agustus 1990, merupakan
putri pertama dari pasangan Immanuel Buyung Suwandi dan Theodora Umi
Prasetyowati.
Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pojoksari dan
melanjutkan pada tingkat sekolah dasar SD Negeri Pojoksari hingga 2002. Tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP
Pangudi Luhur Ambarawa selama tiga tahun dan berakhir pada 2005. Pada tahun
yang sama melanjutkan di SMA Negeri 1 Salatiga selama 3 tahun dan pada tahun
2008 penulis masuk masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur USMI masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2009 penulis resmi
diterima di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB.
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi dan
kepanitiaan di kampus. Beberapa kepanitian yang pernah diikuti adalah Natal
CIVA IPB sebagai bagian acara, BDP Cup sebagai bagian medis, OMBAK
sebagai bagian dekorasi dan masih ada yang lainnya. Organisasi yang pernah
diikuti adalah KeMaKI yaitu komunitas Keluarga Mahasiswa Katolik IPB.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Ikan Nila Oreochromis niloticus ... 5
2.2 Rumput Laut Gracilaria verrucosa... 5
2.3 Sistem Budidaya Polikultur ... 7
III. BAHAN DAN METODE ... 8
3.1 Waktu dan Tempat ... 8
3.2 Rancangan Percobaan ... 8
3.3 Analisis Data ... 11
3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data ... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1 Hasil ... 16
4.2 Pembahasan ... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
6.1 Kesimpulan... 57
6.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP) ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan ... 25
2. Nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh ikan nila Oreochromis niloticus pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan
(mg/L). ... 26
3. Perubahan kualitas air pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 37
4. Konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) sebelum dan sesudah perlakuan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 37
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rumah kaca tempat sistem budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut ... 9
2. Sistem Top Filter pemeliharaan ikan nila dan rumput laut ... 9
3. Penambahan bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 17
4. Persamaan penambahan bobot ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 17
5. Panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 18
6. Persamaan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 19
7. Laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 20
8. Pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 21
9. Pertumbuhan biomasa rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 22
10. Persamaan laju pertumbuhan harian Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 23
11. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 24
12. Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 27
13. Persamaan konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 28
14. Konsentrasi nitrit (NO2-) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 29
iv 16. Konsentrasi nitrat (NO3-) pada berbagai padat tanam rumput laut selama
35 hari pemeliharaan. ... 31
17. Persamaan konsentrasi nitrat (NO3-) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 32
18. Konsentrasi fosfat (PO43-) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 33
19. Persamaan konsentrasi fosfat (PO43-) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan. ... 34
20. Daya serap nitrogen (N uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut, selama 35 hari pemeliharaan. ... 35
21. Daya serap fosfat (P uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut, selama 35 hari pemeliharaan. ... 36
22. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1.8 gram, 1.9 gram, dan 2.0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m3 selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 38
23. Persamaan tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1.8 gram, 1.9 gram, dan 2.0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m3 selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 39
24. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 40
25. Persamaan tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 41
26. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 42
27. Persamaan tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup. ... 43
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Kjeldahl Method) (Aoac,1980) ... 62
2. Prosedur pengukuran fosfat pada rumput laut (Wet Ashing) L.L.Reitz, W. H. Smith, and M. P. Plumlee, Animal Science Department, Purdue University, West Lafayette,Ind ... 63
3. Penetapan kadar TAN, nitrat (NO3--N), nitrit (NO2--N), dan total fosfat (PO43--P) ... 65
4. Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5. ... 66
5. Bobot (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 67
6. Nilai kelangsungan hidup dan bobot mati ikan nila pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5. ... 68
7. Nilai bobot, produksi N ikan nila, retensi N rumput laut, dan N di air dengan perlakuan padat tanam yang berbeda. ... 69
8. Kualitas air (suhu, DO, pH, cahaya) pada media pemeliharaan ikan nila dan rumput laut. ... 70
9. Analisis ragam bobot total ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 71
10. Analisis ragam laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 72
11. Analisis ragam kelangsungan hidup (SR) harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 73
12. Analisis ragam pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 74
13. Analisis ragam FCR ikan nila (Oreochromis niloticus) ... 75
14. Analisis ragam Efisiensi pemberian pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 76
vi 16. Penyerapan nitrogen rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap
limbah buangan ikan nila (Oreochromisniloticus) ... 78
17. Penyerapan fosfat oleh rumput laut (Gracilaria verrucosa) terhadap limbah buangan ikan nila (Oreochromis niloticus) ... 79
18. Analisis ragam konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 80
19. Analisis ragam jumlah nitrogen yang dikelurakan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 81
20. Analisis ragam konsentrasi TAN (NH4+) ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 82
21. Analisis ragam konsentrasi nitrit (NO2-) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 83
22. Analisis ragam konsentrasi nitrat (NO3-) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 84
23. Analisis ragam konsentrasi fosfat (PO43-) pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5 ... 85
24. Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila (Oreochromis niloticus) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan bobot berbeda ... 86
25. Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan terpapar cahaya matahari. ... 87
26. Tingkat Konsumsi Oksigen Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) selama 180 menit perlakuan pada wadah tertutup dan tanpa terpapar cahaya matahari... 88
27. Peralatan pengukuran harian dan kualitas rumput laut ... 89
28. Perhitungan prospek usaha polikultur ... 90
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan nila adalah salah satu komoditas unggulan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, dan termasuk dalam ikan ekonomis tinggi. Tahun 2010
produksinya mencapai 464.191 ton, lebih tinggi 43,54% dibandingkan produksi
pada 2009 yang hanya 323.389 ton (Ferdiansyah 2011). Selain itu, ikan nila
mampu dipelihara dalam kisaran salinitas yang lebar, dapat hidup di lingkungan
air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang layak untuk kehidupan
ikan nila antara 0–35 permil (Mege 1993).
Ikan nila yang bersifat euryhaline, menjadi keuntungan tersendiri bagi
pembudidaya. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses
adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Proses
adaptasi ikan nila terhadap lingkungan bersalinitas dikenal dengan ikan nila salin.
Program adaptasi ikan nila ke wadah pemeliharaan bersalinitas, merupakan
pengembangan wilayah budidaya, sehingga tidak hanya dapat dipelihara di kolam
air tawar tetapi dapat dilakukan di tambak air payau. Hal ini menjadi strategi
peningkatan produktifitas ikan nila melalui teknologi perluasan wilayah budidaya
intensif khususnya pada lahan darat terbatas sehingga dapat secara kontinyu
memenuhi permintaan konsumen yang terus mengalami peningkatan.
Ikan membutuhkan energi bagi pertumbuhan dan perkembangan, sumber
energi tersebut diperoleh dari makanan. Makanan dicerna dalam tubuh ikan dan
digunakan sebagai sumber protein, karbohidrat, lemak maupun mineral lain yang
berguna bagi pertumbuhan ikan. Namun, akan terdapat sisa metabolisme yang
dikeluarkan ikan berupa feses dan urin mengandung nitrogen dalam bentuk NH3
yang berbahaya dan mineral fosfat dalam bentuk PO43- yang berbahaya bagi tubuh
ikan jika terakumulasi di perairan dalam jumlah yang berlebih. Ikan mengalami
penurunan pertumbuhan dan peningkatan kematian saat kondisi perairan dalam
keadaan kualitas air berlebih. Oleh karena itu dibutuhkan agen pembersih atau
bioremediator seperti alga dan tanaman air di lingkungan budidaya ikan nila yang
mampu mengurangi konsentrasi nitrogen dan mineral fosfat di lingkungan
2 Ikan niladapat dibudidaya bersama rumput laut jenis Gracilaria verrucosa
di tambak secara polikultur, karena rumput laut jenis ini mampu hidup di kisaran
salinitas lebar 5-25 ppt (Novia 2011) sehingga mampu dibudidaya di tambak
payau. Selain itu, G. verrucosa lebih efektif dalam menyerap limbah budidaya
dalam bentuk amoniak dan nitrat, berbeda dengan Kappaphycus alvarezzi yang
lebih efektif dalam menyerap ortofosfat.
Polikultur dilakukan bertujuan untuk saling menguntungkan antara
organisme satu dengan yang lainnya dalam satu wadah budidaya yang sering
disebut dengan simbiosis mutualisme (integrated multi-trophyc aquaculture)
(Zhou et al. 2006), sebagai contoh sistem polikultur rumput laut dan ikan maupun
udang. Rumput laut mempunyai peran ekologis dalam wadah pemeliharaan
budidaya, yaitu mampu berfotosintesis dan menghasilkan oksigen, serta mampu
menyerap nitrogen dalam bentuk NH4+, NO3- dan fosfat dalam bentuk ortofosfat
melalui thallus. Rumput laut bersifat seperti tanaman darat, mampu menyerap
nitrogen untuk pertumbuhan, penyerapan nitrogen dan fosfat oleh rumput laut
dapat mengurangi konsentrasi nitrogen sisa hasil metabolisme ikan maupun udang
yang dikeluarkan melalui ginjal atau insang yang dapat membahayakan kehidupan
jika terakumulasi dalam jumlah yang besar. Kondisi kualitas air yang optimal
dapat meningkatkan pertumbuhan biota secara maksimal.
Selain ikan nila, produk akhir yang dihasilkan dalam sistem budidaya
polikultur adalah rumput laut. Rumput laut menghasilkan produk bernilai jual
tinggi berupa agar yang terkandung di dalam badan talus dan sering digunakan
sebagai bahan baku pembuatan agar-agar. Total produksi pada tahun 2010 sebesar
3.915.017 ton berat basah, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan targetnya
yang sebesar 2.672.800 ton sehingga capaian target produksi rumput laut secara
nasional sebesar 146,48% (Ferdiansyah 2011). Selain itu, sistem polikutur mampu
mengatasi permasalahan keterbatasan lahan perikanan dan pemanfaatan tambak
udang iddle.
Hasil identifikasi lapang di Pantai Utara (Pantura) Jawa terdapat 180.844
hektar (ha) tambak udang yang kondisinya makin rusak karena degradasi
lingkungan dan 93.455 ha tambak bandeng perlu direvitalisasi. Sepanjang 2012,
3 Jawa, terutama Jabar dan Banten. Targetnya, 62.650 ton udang bisa dihasilkan
dari program itu. Tambak bandeng yang akan direvitalisasi seluas 93.455 ha untuk
memperoleh tambahan produksi 207.466 ton. Produksi yang diharapkan sebesar
530.850 ton rumput laut kering (Utama 2012).
Pengembangan sistem akuakultur yang mampu menghasilkan produktifitas
tinggi dalam kondisi wilayah terbatas. Sistem ini dapat dilakukan dengan
pemanfaatan wilayah laut dan payau, serta memanfaatkan tambak produktif yang
tidak terpakai. Oleh karena itu perlu pengembangan lebih lanjut tentang sistem
budidaya polikultur ikan nila Oreochromis niloticus dan rumput laut Gracilaria
verrucosa dalam peningkatan produksi dan perbaikan lingkungan akuakultur,
sehingga dapat diketahui padat tanam rumput laut yang diperlukan agar
menciptakan lingkungan budidaya secara optimal dan meningkatkan laju
pertumbuhan ikan nila.
1.2 Perumusan Masalah
Suatu sistem teknologi dan manajemen budidaya ikan tidak terlepas dari
manajemen pemberian pakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Suplai energi utama pada pemeliharaan ikan nila berasal dari
pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan masuk ke dalam tubuh dan sebagian
terbuang (uneaten feed), pakan yang masuk ke dalam tubuh sebagian akan
terserap dan tercerna, sedangkan selebihnya diekskresikan melalui insang dan
lubang pengeluaran dalam bentuk amoniak, karbondioksida, mineral, urea, dan
H2S. Oleh karena itu wadah pemeliharaan akan banyak mengandung nitrogen (N)
dalam bentuk amoniak, nitrit maupun nitrat dan mineral fosfat yang dapat
merusak kualitas air dan menyebabkan kematian pada ikan nila dalam kondisi
berlebih. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk TAN yang dapat ditoleransi ikan nila
adalah sebesar 2 mg/L dan fosfat pada konsentrasi kisaran 1-5 mg/L pada kondisi
perairan air laut (Effendi 1997). Salah satu pengembangan lain dari budidaya ikan
nila di air payau adalah kegiatan budidaya bersama dengan rumput laut sebagai
bioremediator atau agen penyerap nitrogen dan fosfat pada lingkungan budidaya
4 Rumput laut dapat berfungsi sebagai bioremediator lingkungan, karena
memiliki kemampuan menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium (NH4+) dan
nitrat (NO3-) mineral fosfat dalam bentuk ortofosfat dari lingkungan untuk
pertumbuhan yaitu sebagai sumber energi berbentuk protein dan mineral, dan
melakukan fotosintesis pada siang hari sehingga meningkatkan oksigen di wadah
pemeliharaan. Budidaya ikan nila dapat dilakukan bersama dengan rumput laut G.
verrucosa pada media bersalinitas 20 ppt dalam sistem polikultur. Ikan nila BEST
mampu dibudidaya pada media bersalinitas 20 ppt (Mege 1993) dan pertumbuhan
optimal rumput laut jenis ini terdapat pada kisaran salinitas 15-25 ppt (Novia
2011).
Dengan demikian, dalam sistem polikultur terjadi interaksi antara ikan nila
dan rumput laut, yaitu limbah nitrogen dan fosfat yang dikeluarkan ikan nila
diserap oleh rumput laut sebagai hara yang mendukung pertumbuhannya,
sehingga kualitas air budidaya ikan nila tetap optimal. Hal ini menimbulkan suatu
permasalahan yaitu jumlah padat tanam rumput laut yang dapat ditanam sehingga
optimal dalam menyerap limbah nitrogen dan fosfat buangan budidaya ikan nila.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah padat tanam rumput laut
sehingga diketahui kemampuan rumput laut dalam menyerap limbah (amonium
dan nitrat) budidaya ikan nila dan menghasilkan laju pertumbuhan maksimal ikan
nila. Penelitian ini dapat diaplikasikan kepada pembudidaya ikan nila O. niloticus
dan rumput laut G.verrucosa dalam sistem budidaya polikultur.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah rumput laut dengan kepadatan tinggi
mampu menyerap limbah budidaya ikan nila lebih banyak. Pada kepadatan
rumput laut yang tinggi, menghasilkan laju pertumbuhan ikan nila yang tinggi.
Semakin tinggi padat tanam rumput laut akan semakin memperbaiki lingkungan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nila, Oreochromis niloticus
Dari segi pertumbuhan, ikan nila tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan
dengan ikan air tawar lainnya. Ikan jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih
cepat dan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan yang betina. Kondisi
lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan ikan nila adalah suhu 24-30 oC, pH 7-8,
dan salinitas 0-20 ‰. Bahkan beberapa jenis ikan nila dapat hidup dan toleran sampai dengan salinitas 40 ‰ walaupun tidak dapat bereproduksi (Mege, 1993). Beberapa jenis ikan tilapia mempunyai potensi yang dianggap layak untuk
dipelihara di lingkungan kondisi kadar garam yang sangat luas, dan toleransi
terhadap kadar garam merupakan suatu karakteristik biologi utama spesies tilapia
yang dapat dipertimbangkan untuk menilai kelayakan pengembangannya.
Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang diawali
dengan ikan diberi pakan, kemudian pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil
metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan, mikroorganisme akan
mendekomposisi bahan organik sehingga mengakibatkan peningkatan total TAN
nitrogen (TAN) dan nitrit, keduanya sangat berbahaya bagi ikan pada konsentrasi
rendah, selanjutnya TAN diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen (Putra
2010).
Kebutuhan nutrisi ikan terpenuhi dengan adanya pakan. Komponen pakan
yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein,
karbohidrat, dan lemak. Kebutuhan ikan terhadap protein dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan,
konsentrasi energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein
(Diamahesa 2010).
2.2 Rumput Laut, Gracilaria verrucosa
Gracilaria verrucosa memerlukan kualitas air seperti nitrogen dalam
bentuk amonia dan nitrat dan fosfat dalam bentuk ortofosfat dalam wadah
pemeliharaan untuk menunjang pertumbuhannya. Kualitas air masuk ke dalam
6 permukaan tubuhnya. Semakin sering proses difusi terjadi semakin cepat pula
proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi
dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty 1971).
Isi dari sel hidup adalah protoplasma yang merupakan suatu larutan. Tubuh
tumbuhan dibangun oleh sel-sel tumbuhan yang setiap intinya memiliki dinding
sel selulosa. Dinding tersebut umumnya bersifat permeabel sehingga dapat
dilewati air dan zat-zat terlarut di dalamnya. Dinding sel alga terdiri dari selulosa
dan agar atau karagenan (Novia 2010).
Penyerapan nitrat dan nitrit oleh alga dipengaruhi oleh konsentrasi TAN
dalam medium. Pada konsentrasi lebih besar dari satu mikrogram N-NH4-1
amonium hampir secara sempurna menekan penyerapan nitrat dan nitrit (Paasche
dan Kristiansen, 1982). Sebagian besar alga uniselular lebih suka memanfaatkan
amonium daripada nitrat. Penelitian Doty (1987) terhadap aliran air yang
melewati lokasi Eucheuma menunjukkan bahwa ratio pemanfaatan N/P adalah 8,5
dalam bentuk nitrat, sedangkan penyerapan amonium oleh Eucheuma tidak
terdeteksi.
Konsentrasi hara pada tanaman lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi hara pada lingkungan. Peristiwa pergerakan kualitas air terjadi karena
adanya perbedaan konsentrasi kualitas air tersebut. Peristiwa tersebut dikenal
dengan mekanisme penyediaan hara secara difusi. Proses difusi ini dapat
berlangsung karena konsentrasi beberapa ion dalam sitosol dipertahankan tetap
rendah. Pengambilan nitrat oleh alga sangat bergantung pada cahaya
dibandingkan dengan amonium. Pemanfaatan amonium oleh alga pada daerah
kurang cahaya lebih efektif daripada nitrit dan nitrat.
Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses
difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Nitrogen yang diserap
diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi
serta amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi
dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti 2006).
Rumput laut membutuhkan nitrogen untuk menunjang pertumbuhan dan
reproduksinya. Sebagian besar penyerapan nitrogen oleh rumput laut dilakukan
7 nila semakin banyak pula pakan yang diberikan dan total TAN nitrogen yang
dihasilkan juga semakin bertambah. Nitrogen dalam bentuk terlarut ini dapat
digunakan sebagai nutrien untuk rumput laut (Sakdiah 2009).
2.3 Sistem Budidaya Polikultur
Perkembangan teknologi akuakultur menunjukkan bahwa rumput laut
dapat dibudidayakan dengan udang, bandeng, dan ikan nila di tambak.
Pengembangan budidaya polikultur dimaksudkan untuk meningkatkan produksi
ikan dan rumput laut serta mengefektifkan penggunaan tambak dengan harapan
dapat memperbaiki kualitas lingkungan budidaya.
Budidaya secara monokultur adalah dengan hanya memelihara rumput laut
saja, sedangkan secara polikultur dilakukan bersama ikan, bandeng dan udang.
Budidaya ini didasari atas prinsip keseimbangan alam. Rumput laut berfungsi
sebagai penghasil oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari
predator dan sebagai biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang
dapat dipakai sebagai nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO2
terlarut hasil respirasi ikan dan udang. Secara umum, kehadiran rumput laut dalam
8
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan Febuari hingga April 2012 di Rumah Kaca,
Laboratorium Kultur Jaringan, Services Laboratory, SEAMEO BIOTROP.
3.2 Rancangan Penelitian 3.2.1 Pengolahan Data
Rancangan penelitian yang digunakan berupa rancangan acak lengkap
(RAL) dilihat dari keadaan tempat penelitian yang homogen, normal, dan adaptif.
3.2.2 Pelaksanaan Penelitian 3.2.2.1 Persiapan Wadah dan Air
Percobaan dilaksanakan di Rumah kaca laboratorium kultur jaringan
Services laboratory SEAMEO BIOTROP, dengan menggunakan 12 akuarium dan
sistem top filter. Pertama, wadah akuarium berukuran 90x30x40 cm dicuci dengan
sabun dan dibilas bersih kemudian dikeringkan sebagai desinfektan wadah,
instalasi aerasi dan resirkulasi dipasang sesuai dengan rancangan wadah.
Resirkulasi yang digunakan menggunakan sistem top filter dengan kasa sebagai
filter fisik. Pompa filter yang digunakan berjenis AMARA. Besar masukan air
(inlet) diatur hingga memiliki debit air 0,25 liter per detik sehingga mampu
menimbulkan arus optimal 33-67 cm per detik (Zhou et al. 2006).
Air yang digunakan adalah air laut salinitas 35 ppt dicampur dengan air
tawar 0 ppt sehingga media bersalinitas 20 ppt, fluktuasi salinitas terjadi karena
penguapan dan penyerapan oleh filter, oleh karena itu stabilitas salinitas dilakukan
dengan panambahan akuades hingga mencapai volume 81 L. Air bersalinitas 20
ppt yang digunakan didesinfektan terlebih dahulu dengan klorin 15 ppm selama
24 jam dan dinetralkan dengan Na-thiosulfat 7,5 ppm kemudian diaerasi kuat.
Berikut ini Gambar 1 dan 2 tempat pemeliharaan ikan nila dan rumput laut
9 Gambar 1. Rumah kaca tempat
budidaya ikan nila dan rumput laut
Gambar 2. Sistem Top Filter pemeliharaan ikan nila dan rumput laut
3.2.2.2 Pengadaptasian Ikan Nila
Ikan nila berasal dari Balai Layanan Usaha Karawang berjenis ikan nila
BEST berukuran 2-3 cm yang telah dibudidayakan pada media bersalinitas 3-5
ppt, dan ditransportasikan dengan media bersalinitas 0 ppt, sehingga saat di wadah
pemeliharaan diadaptasikan ke media 0 ppt selama 14 hari kemudian dilakukan
aklimatisasi terhadap salinitas secara bertahap yaitu setiap tiga hari salinitas
dinaikkan 5 ppt kemudian dilihat respon adaptasinya. Ikan nila dipelihara dalam
media terkontrol pada salinitas 20 ppt dan suhu dipertahankan 26-28 oC.
3.2.2.3 Pengadaptasian Rumput Laut
Rumput laut yang digunakan jenis Gracilaria verrucosa berumur satu
bulan yang diperoleh dari Desa Langensari, Kecamatan Belanakan, Subang
dengan salinitas awal 15 ppt dan dipelihara di tambak ukuran 1 ha dengan metode
sebar , kemudian diadaptasikan ke media bersalinitas 20 ppt selama 7 hari. Setelah
itu, ditimbang sesuai perlakuan dan dimasukkan ke media pemeliharaan sebelum
ikan nila.
3.2.2.4 Pemeliharaan Polikultur Ikan Nila dan Rumput Laut
Wadah pemeliharaan disinari dengan sinar matahari langsung, sehingga
intensitas cahaya sangat bervariatif, intensitas cahaya diukur dengen
menggunakan lux-meter. Kegiatan berikutnya adalah pemeliharaan ikan nila
bersama rumput laut secara polikultur, untuk mengetahui padat tanam rumput laut
yang sesuai, ikan nila yang digunakan pada perlakuan berukuran 1,8-2,0 gram
dengan panjang 3-5 cm. Padat tanam ikan nila adalah kepadatan 100 ekor/m3,
setara dengan 27 ekor per 81 L air. Kepadatan rumput laut yang digunakan secara
10 air. Penelitian utama terdiri dari empat perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali,
yaitu:
Perlakuan 1) Padat tanam rumput laut 0 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila
Perlakuan 2) Padat tanam rumput laut 200 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila
Perlakuan 3) Padat tanam rumput laut 400 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila
Perlakuan 4) Padat tanam rumput laut 600 gram/m3 + 100 ekor/m3 ikan nila
Feeding management yang dilakukan untuk pemeliharaan ikan nila yaitu
ikan diberikan pelet udang bintang 581 dengan kandungan protein 38% dan FR
5%. Feedingtime diberikan empat kali sehari pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, dan
16.00 WIB. Akuarium diisi air dengan ketinggian ¾ ketinggian akuarium. Media
pemeliharaan diambil untuk dianalisis total amonia nitrogen (TAN), nitrit, dan
nitrat sebelum biota penelitian dimasukkan. Penanaman bibit dilakukan saat cuaca
teduh yaitu pagi hari, bibit yang digunakan sesuai kepadatan masing-masing
wadah. Ikan nila dimasukkan setelah rumput laut. Rumput laut ditebar dengan
metode sebar kemudian, pompa dari sistem resirkulasi top filter akan mendorong
rumpun rumput laut ke arah bagian depan akuarium sehingga suplai cahaya
matahari tercukupi dan terdapat aliran air yang mampu menggerakkan rumput laut
dengan tanpa mengganggu pemanfaatan ruang pemeliharaan ikan nila.
3.2.2.5 Pengamatan
Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari. Rumput laut dan ikan nila
dipelihara dalam media budidaya bersalinitas 20 ppt (Novia 2011) tanpa aplikasi
pupuk. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan nila dan rumput laut. Pengamatan kualitas air harian adalah suhu dengan
menggunakan termometer, cahaya dengan menggunakan lux-meter, DO dengan
menggunakan DO-meter Luxtron, dan salinitas dengan menggunakan
refraktometer (Lampiran 27), sedangkan pengamatan mingguan meliputi TAN,
nitrit, nitrat, dan total fosfat. Analisis proksimat dilakukan pada ikan nila dan
rumput laut sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan untuk mengetahui nitrogen
11
3.3 Analisis Data
Parameter yang diuji secara ststistik adalah bobot ikan nila dan rumput
laut sebelum dan setelah penelitian, laju pertumbuhan ikan nila dan rumput laut,
kelangsungan hidup (SR) ikan nila, penyerapan nitrogen dan fosfat rumput laut,
penghilangan nutrien atau unsur hara, serta parameter kualitas air TAN, nitrit,
nitrat, dan total fosfat, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. Data yang
diperoleh diolah pada Microsoft Excel 2007 dan dianalisis ragam ANOVA
(P<0,05) program SAS 9.1.3 dan korelasi regresi dengan menggunakan Minitab.
3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data 3.4.1 Parameter yang Diukur
3.4.1.1 Laju Pertumbuhan Harian
Pertumbuhan harian merupakan pertumbuhan ikan tiap harinya saat
pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian (LPH) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Effendi 1997) :
[√ ]
Keterangan : LPH : Laju pertumbuhan harian (% per hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada saat hari ke-o (gram) t : Lama pemeliharaan (hari)
3.4.1.2 Penyerapan Nitrogen dan Fosfat
Menghitung penyerapan nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut
maka dilakukan langkah perhitungan sebagai berikut: sejumlah rumput laut
melalui analisis proksimat kadar protein dan mineral fosfat akan diketahui jumlah
nitrogen dan fosfat yang terkandung didalamnya (Lampiran 1). Nitrogen yang
terkadung dalam thallus (N tissue) sama dengan seper enambelas dari nilai protein
yang tertera. Setelah itu maka dilakukan perhitungan (Zhou et al. 2006) :
Penyerapan nitrogen = Laju pertumbuhan harian x N tissue
100
Penyerapan fosfat = Laju pertumbuhan harian x P tissue
12
3.4.1.3 Rasio Konversi Pakan (Feeding Convertion Ratio (FCR))
Rasio konversi pakan merupakan indikator untuk menentukan efektifitas
pakan (Effendi 1997). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui konversi
pakan adalah:
Keterangan : FCR : Feeding convertion ratio
Pa : Jumlah pakan yang diberikan (gram) Wi : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-i (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-o (gram) Wm : Bobot rata-rata ikan yang mati (gram)
3.4.1.4 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)
Kelangsungan hidup (Survival Rate) adalah perbandingan antara jumlah
total ikan yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah total ikan yang
ditanam pada awal percobaan. Persamaan yang digunakan menurut Effendi (1997)
adalah:
Keterangan: SR : Kelangsungan hidup
Ni : Jumlah ikan pada akhir pemanenan No : Jumlah ikan pada awal penebaran
3.4.1.5 Pertumbuhan Bobot Relatif (PBR)
Pertumbuhan bobot relatif adalah presentase biomasa ikan akhir dengan
awal per biomasa awal. Rumus perumbuhan bobot relatif menurut Effendi (1997):
PBR = × 100%
Keterangan: PBR = Pertumbuhan Bobot Relatif (%)
Wo = Bobot ikan yang hidup di awal pengamatan (gram) Wt = Bobot ikan yang hidup di akhir pengamatan (gram)
3.4.1.6 Nutrient Removal (NR) atau penghilangan unsur hara
Sejumlah nutrien seperti nitrogen dan fosfat untuk rumput laut yang hilang
di wadah pemeliharaan. Hal ini diperoleh dari rumus (Zhou et al. 2006) :
NR = 100 x (Ckontrol – Cpoli)
Ckontrol
Keterangan : C = Konsentrasi nutrien (di kontrol maupun polikultur)
13
3.4.1.7 Jumlah Nitrogen dalam Air
Jumlah nitrogen yang dikeluarkan ikan nila dengan bobot biomassa
tertentu dan dengan pemberian pakan sesuai FR. Hal ini dapat dihitung dengan
memiliki data bobot ikan, feeding rate, dan kadar protein dalam pakan.
Perhitungan yang diambil berdasarkan Schryver et al. (2008) adalah :
N dalam air = Bobot Ikan x FR x Kadar Protein x N dalam Protein x 75%
Keterangan : N dalam protein = Seperenambelas dari kadar protein
75% = Nitrogen berasal dari pakan yang terbuang ke air (25% terserap tubuh ikan)
3.4.1.8 Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila dan Rumput Laut
Tingkat konsumsi oksigen pada ikan nila dan rumput laut diukur dengan
merancang sebuah metode atau alat respirometer sederhana. Pengukuran ikan nila
dilakukan pada bobot 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram sebanyak masing-masing
1 ekor pada 6 L media. Wadah berukuran 6 L dipersiapkan dan diisi dengan media
bersalinitas 20 ppt, kemudian diaerasi selama 24 jam kemudian aerasi dihentikan
dan diukur konsentrasi oksigen awal (jam ke-0), kemudian ikan nila dimasukkan
dan konsentrasi oksigen terlarut diukur setiap 30 menit sampai jam ke-3. Hal ini
juga berlaku untuk rumput laut dengan bobot pengukuran 200 gram/m3, 400
gram/m3, dan 600 gram/m3, tetapi wadah yang digunakan ada yang ditutup dengan
plastik hitam dan ada yang dibiarkan terbuka, bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari sinar matahari terhadap proses fotosintesis dan nilai oksigen
terlarut.
Penelitian tingkat konsumsi oksigen dilakukan dengan tiga kali ulangan
pada setiap percobaan dan masing-masing wadah terdapat satu DO-meter. Wadah
yang digunakan berukuran 6 L dengan sistem tertutup untuk menghindari difusi
oksigen dari udara. Setiap 30 menit diamati perubahan nilai DO yang terlihat pada
layar DO-meter sampai jam ke-3, metode ini menggunakan metode yang, setelah
itu dimasukkan ke dalam rumus Pavlovskii (1964), yaitu :
14 Keterangan :
TKO = Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2/gram/jam)
n
O2 = Konsentrasi oksigen pada saat t
n (mg O2/L)
Vn = Volume air pada tn (L)
Vn-1 = Volume air pada tn-1 (L)
W1 = Bobot hewan uji pada saat awal (gram)
tn = Waktu pengukuran ke-n (jam)
3.4.2 Pengumpulan Data
3.4.2.1 Data Bobot dan Panjang Ikan Nila dan Rumput Laut
Data bobot ikan nila dan rumput laut diperoleh dengan mengambil semua
ikan nila dan rumput laut percobaan pada setiap perlakuan kemudian biota
ditimbang. Penimbangan rumput laut dilakukan dengan meniriskan rumput laut
dari air hingga air berhenti menetes. Penimbangan dan pengukuran dilakukan di
tempat teduh, tidak terkena sinar matahari langsung yang dapat mengakibatkan
kekeringan dan kerusakan pada thallus. Penimbangan bobot ikan nila dan rumput
laut dilakukan dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram (merk ACIS)
dan pengukuran panjang dilakukan dengan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm
pada masing-masing sampel ikan nila. Sampling bobot dan panjang dilakukan
pada awal perlakuan dan seminggu sekali selama pemeliharaan.
3.4.2.2 Data Kelangsungan Hidup (SR) Ikan Nila
Data kelangsungan hidup (SR) ikan nila diperoleh dengan menghitung
jumlah ikan nila pada awal dan akhir pemeliharaan serta mengamati jumlah ikan
nila yang mati selama pemeliharaan dan dilakukan penimbangan bobot ikan mati.
3.4.2.3 Data Analisis Proksimat
Data analisis proksimat dilakukan untuk rumput laut dan pakan pada awal
sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan hanya dilakukan proksimat untuk
rumput laut. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar protein dan total
fosfat untuk mengetahui jumlah nitrogen serta fosfat limbah budidaya ikan nila
yang dapat diserap oleh rumput laut. Analisis kadar protein dengan metode
oksidasi, titrasi, dan destilasi dilakukan dengan menggunakan labu kjeldahl dan
total fosfat dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer (Lampiran 1 dan 2).
Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak, Departemen
15
3.4.2.4 Pengukuran Fisika-Kimia Air
Data kualitas air diperoleh dengan melakukan pengukuran harian pada
suhu menggunakan termometer, salinitas dengan menggunakan refraktometer,
cahaya dengan menggunakan lux-meter, dan DO dengan menggunakan
DO-meter, sedangkan untuk, TAN menggunakan metode indofenol dan spektrofotometer (λ=660 nm), nitrit metode asam sulfanilat (λ=543 nm), nitrat metode brucin sulfat (λ=410 nm) , dan total fosfat dala air (λ=880 nm), (Lampiran 3) dilakukan pengukuran satu kali dalam satu minggu di Laboratorium Air dan
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pertumbuhan Ikan Nila
Kegiatan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut memiliki tujuan
peningkatan produksi. Gambar 3 dan 4 menunjukkan penambahan bobot total
ikan nila yang dipelihara bersama rumput laut maupun tanpa rumput laut. Ikan
nila yang dipelihara bersama rumput laut memiliki pertumbuhan yang lebih baik
dari monokultur selama 35 hari pemeliharaan.
Gambar 3 menunjukkan grafik pertumbuhan bobot ikan nila yang setiap
minggu bertambah pada semua perlakuan. Penambahan bobot pada perlakuan
ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut memiliki pertumbuhan bobot paling
rendah setiap minggu selama 35 hari pemeliharaan yaitu sebesar 106,90±3,98
gram. Pemeliharaan minggu kedua sampai ketiga menggambarkan penambahan
bobot yang relatif kecil dari minggu sebelumnya.
Grafik pertumbuhan perlakuan penambahan rumput laut (polikultur) selalu
memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut tertinggi 600 gram/m3 + ikan nila 100
ekor/m3, selalu memiliki pertumbuhan paling baik diantara perlakuan yang lain
yaitu dengan bobot akhir 154,02±1,49 gram, disusul dengan kepadatan 400
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan bobot akhir 145,32±1,11
gram, kemudian perlakuan kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3 memiliki bobot akhir 142,13±1,99 gram. Perlakuan polikultur pada
minggu kedua hingga ketiga memiliki pertumbuhan yang relatif kecil
dibandingkan dengan minggu sebelumnya maupun setelahnya, sedangkan pada
minggu awal hingga minggu kedua memiliki grafik pertumbuhan yang besar pada
setiap perlakuan (Lampiran 4).
Grafik hubungan antara waktu pemeliharaan terhadap penambahan bobot
total ikan nila selama 35 hari pemeliharaan yang diukur setiap minggu, terdapat
17 Gambar 3. Biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam
rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Gambar 4 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut dari 0, 200,
400, dan 600 gram/m3 menyebabkan peningkatan bobot ikan nila sejalan dengan
persamaan yang terbentuk dari kurva kubik pertumbuhan ikan nila selama 35 hari
pemeliharaan adalah bobot nila = 106,9 + 0,3188x – 0,000870x2 + 0,000001x3
dengan R2 = 79,7% (Gambar 4) padat tanam rumput laut (x) dan bobot akhir ikan
nila (y) dan R2 menyatakan koefisien determinasi. Berdasarkan persamaan kubik
tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila
menjadi 107,2 gram selama 35 hari pemeliharaan, dengan nilai korelasi 0,803 dan
signifikan (P<0,05). Kecenderungan grafik garis yang terbentuk terjadi
peningkatan biomasa ikan yang disebabkan peningkatan padat tanam rumput laut.
Gambar 4. Persamaan biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
18 Gambar 5 menunjukkan peningkatan panjang ikan nila pada keempat
perlakuan setiap minggu. Perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan panjang yang
relatif lebih kecil setiap minggu. Peningkatan panjang ikan nila paling besar pada
keempat perlakuan terdapat pada minggu awal hingga kedua terlihat dari
kemiringan garis yang lebih curam dibanding minggu setelahnya.
Perlakuan dengan penambahan rumput laut pada kepadatan berbeda
memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut setiap
minggu. Namun, pada perlakuan polikultur, panjang ikan nila yang dihasilkan
tidak berbeda nyata hingga 35 hari pemeliharaan (P<0,05).
Gambar 5. Panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Hasil pengukuran panjang ikan nila menghasilkan persamaan kurva
kuadratik, yaitu panjang nila= 6,540 + 0,001639x – 0,000001x2 (Gambar 6), padat
tanam rumput laut (x) dan panjang ikan nila (y). Berdasarkan persamaan kubik
tersebut, setiap 1 gram rumput laut (x) akan menghasilkan panjang ikan nila 6,542
cm dengan R2=57,2% (pemeliharaan selama 35 hari dan pada kisaran wadah
pemeliharaan yang sesuai). Peningkatan padat tanam rumput laut yang digunakan
pada awal pemeliharaan berbanding lurus terhadap penambahan panjang ikan nila
yang dihasilkan, terlihat dari kurva yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan padat tanam rumput laut. Grafik garis pada Gambar 6 memiliki nilai
korelasi 0,729 dan signifikan (P<0,05).
19 Grafik model peningkatan panjang ikan nila yang terbentuk selama 35 hari
pemeliharaan dengan berbagai kepadatan rumput laut setiap perlakuan, terdapat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Persamaan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila adalah penambahan bobot dalam
persen (%) ikan nila setiap hari selama pemeliharaan. LPH ikan nila pada
kepadatan 100 ekor/m3 ikan nila tanpa rumput laut memiliki nilai paling kecil
dibandingkan perlakuan polikultur, yaitu 2,03±0,40% per hari. Perlakuan dengan
kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan LPH
perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400 gram/m3 rumput
laut + ikan nila 100 ekor/m3, 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
dan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Persamaan garis yang terbentuk adalah LPH nila= 2,030 + 0,00686x –
0,0000016x2 + 0,0000001x3, dengan R2=76,7% sehingga 1 gram rumput laut
menghasilkan laju pertumbuhan harian ikan nila sebesar 2,03% per hari pada
kondisi lingkungan budidaya yang sesuai. Grafik garis memiliki kecenderungan
20 peningkatan padat tanam rumput laut menyebabkan peningkatan laju
pertumbuhan ikan nila sejalan dengan persamaan kubik di atas. Grafik garis
Gambar 7 memiliki nilai korelasi cukup erat 0,773 dan signifikan (P<0,05).
Laju pertumbuhan harian ikan nila pada perlakuan monokultur dan
polikultur yang dipelihara bersama rumput laut dalam satu wadah pemeliharaan
selama 35 hari, terdapat pada Gambar 7.
Gambar 7. Laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Bobot akhir ikan nila yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan
berbanding lurus dengan nilai pertumbuhan bobot relatif ikan nila. Pertumbuhan
bobot relatif pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut
menghasilkan nilai yang paling kecil yaitu 105,05±30,26%, nilai ini berbeda nyata
terhadap perlakuan polikultur (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m3 rumput laut
+ ikan nila 100 ekor/m3 dengan nilai pertumbuhan bobot relatif 174,38±36,42%.
Perlakuan dengan kepadatan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3 memiliki nilai pertumbuhan bobot relatif paling besar yaitu
198,10±22,88%, nilai ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan
kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yang memiliki nilai
pertumbuhan bobot relatif sebesar 191,04±24,35% (P<0,05). Hal ini terlihat dari
21 nila 100 ekor/m3, 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Grafik garis pertumbuhan bobot relatif ikan nila selama 35 hari terhadap
padat tanam rumput laut yang dipelihara secara polikultur, terdapat pada Gambar
8.
Gambar 8. Pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
4.1.2 Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)
Pertumbuhan rumput laut pada ketiga perlakuan polikultur memiliki grafik
yang sama, mengalami peningkatan setiap minggu. Berdasarkan grafik yang
terbentuk pada Gambar 9 terlihat bahwa perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki grafik garis yang
lebih landai.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m3 + ikan
nila 100 ekor/m3 memiliki grafik garis yang lebih curam dari perlakuan kepadatan
rumput laut paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki arti
pertumbuhan rumput laut setiap minggu mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Namun, grafik garis yang terbentuk pada perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan pada kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3. Peningkatan pertumbuhan rumput laut pada masing-masing
perlakuan dapat dibandingkan pada nilai LPH rumput laut pada Gambar 10.
Grafik pertumbuhan rumput laut dapat terlihat pada Gambar 9 pertumbuhan padat
22 laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
dan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 selama 35 hari
pemeliharaan (Lampiran 5).
Gambar 9. Pertumbuhan biomasa rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Grafik garis yang terbentuk pada Gambar 10 menjelaskan bahwa
penambahan rumput laut akan meningkatkan laju pertumbuhan harian, akan tetapi
pada kepadatan rumput laut 400 gram/m3 adalah titik optimum LPH rumput laut
dan akan mengalami penurunan pada kepadatan 600 gram/m3. Hal ini terlihat dari
grafik garis pada Gambar 10 yang membentuk parabola dan titik teratas terdapat
pada kepadatan 400 gram/m3 dan setelah itu mengalami penurunan. Namun, nilai
tersebut tidak berbeda nyata antara perlakuan (P<0,05).
Laju pertumbuhan harian (LPH) adalah pertumbuhan rumput laut dalam
persen (%) setiap hari. Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai LPH rumput laut
terbesar pada perlakuan dengan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3
yaitu, 2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling rendah 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai
LPH 1,84±0,09% per hari dan pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling besar 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai LPH
2,03±0,34% per hari. Ketiga perlakuan memiliki nilai LPH yang tidak berbeda
nyata (P<0,05). Perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400
23 menunjukkan hubungan padat tanam rumput laut pada masing-masing perlakuan
terhadap laju pertumbuhan rumput laut pada pemeliharaan bersama ikan nila
dengan kepadatan 100 ekor/m3.
Grafik pada Gambar 10 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut
menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan rumput laut mengikuti persamaan
LPH rumput laut = 0,0452 + 0,01088x – 0,000013x2 dengan R2= 96,4%, yaitu
setiap 1 gram rumput laut akan memiliki laju pertumbuhan harian sebesar
0,0056%/hari dipelihara dengan ikan nila kepadatan 100 ekor/m3 selama 35 hari.
Grafik garis memiliki kecenderungan penurunan saat titik kepadatan rumput laut
400 gram/m3. Grafik garis Gambar 10 memiliki korelasi 0,801 dan signifikan
(P<0,05).
Gambar 10. Laju pertumbuhan harian rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
4.1.3 Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Nilai kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan budidaya polikultur
rumput laut dengan kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan pada kepadatan
600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput
laut selama 35 hari pemeliharaan.
1,84
24 Hal ini terlihat dari Gambar 11 tingkat kelangsungan hidup ikan nila
(O. niloticus) selama pemeliharaan 35 hari, nilai kelangsungan hidup tertinggi
terdapat pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 600 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3 yaitu 91,36±4,28% dan terendah pada perlakuan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut yaitu 72,84±2,14%, pada perlakuan 200 gram/m3
rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan kepadatan 400 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3, memiliki kelangsungan hidup secara berturut-turut adalah
85,19±2,62% dan 90,12±4,28% (Lampiran 6).
Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
4.1.4 Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP)
Nilai konversi pakan menggambarkan efisiensi pakan yang diberikan ke
ikan nila dalam menghasilkan bobot akhir. Feeding convertion ratio adalah
jumlah pakan yang diberikan (kg) untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh ikan.
FCR ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemeliharaan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut yaitu 4,31±1,60 memiliki arti dalam menghasilkan
1 kg ikan nila dibutuhkan pakan sebanyak 4,31 kg, sedangkan pada kepadatan
rumput laut tertinggi 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 FCR
sebesar 1,87±0,18 memiliki arti dalam menghasilkan 1 kg bobot ikan nila
membutuhkan 1,87 kg pakan.
Efisiensi pakan merupakan persen tingkat efisiensi pakan untuk
pertumbuhan ikan nila. Efisiensi pakan tertinggi diperoleh pada nilai FCR
terendah. Jadi pada perlakuan monokultur ikan nila dengan nilai FCR tertinggi
25 menghasilkan efisiensi 23,19±3,64% lebih rendah dari perlakuan pemberian
rumput laut, dan efisiensi pemberian pakan tertinggi terdapat pada perlakuan 600
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan FCR terendah, nilai EPP
yaitu sebesar 53,60±1,84%. FCR dan EPP sangat dipengaruhi dari bobot akhir,
bobot awal, bobot mati ikan nila dan total pakan yang diberikan selama
pemeliharaan (Lampiran 13 dan 14).
Tabel 1. Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP) ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan
Peforma Ikan nila Padat tanam rumput laut (gram/m
3
)
0 200 400 600
Bobot Awal (g) 52,13±0,15 51,80±1,41 49,93±0,57 51,67±0,07
Bobot Akhir (g) 106,90±3,98b 142,13±1,99a 145,32±1,11a 154,02±1,49a
Bobot Mati (g) 18,47±1,19a 11,30±2,56ab 7,23±4,72b 7,07±3,49b
Total Pakan (g) 140,5 158,6 167,1 176,7
FCR 4,31±1,60a 2,06±0,38b 1,90±0,08b 1,87±0,18b
EPP (%) 23,19±3,64b 48,61±4,42a 52,70±1,46a 53,60±1,84a
Keterangan : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
4.1.5 Nitrogen yang dikeluarkan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pakan yang diberikan merupakan sumber nitrogen yang mampu mengurangi
kualitas air. Nilai nitrogen yang dikeluarkan ikan nila tergantung dari bobot total
ikan nila, semakin besar bobot ikan nila maka semakin banyak pakan yang
dikonsumsi dan semakin banyak limbah nitrogen yang dikeluarkan. Pengeluaran
nitrogen berasal dari feses, urea, dan insang. Hal ini terlihat dari Tabel 2 pada
kepadatan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki
pertumbuhan bobot ikan nila tertinggi sehingga menghasilkan nitrogen tertinggi
3,151±0,10 mg/L, pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut
memiliki pertumbuhan bobot akhir paling kecil (Gambar 3 dan 4) menghasilkan
nitrogen di wadah pemeliharaan sebesar 2,257±0,19 mg/L (Lampiran 7).
Pengeluaran nitrogen ikan semakin meningkat sejalan dengan waktu, dan
terlihat bahwa perlakuan ikan nila dipelihara bersama rumput laut kepadatan
tertinggi akan mengeluarkan nitrogen paling banyak setiap minggu. Berikut
disajikan Tabel 2, jumlah nitrogen yang dikeluarkan ikan nila di wadah
26
200 1.589±0.00 2.004±0.13ab 2.148±0.30ab 2.271±0.13ab 2.504±0.13bc 400 1.589±0.00 2.032±0.02a 2.235±0.16ab 2.429±0.17a 2.797±0.10b 600 1.589±0.00 2.060±0.03a 2.358±0.24a 2.564±0.32a 3.151±0.10a 0 1.589±0.00 1.779±0.12b 1.871±0.13b 1.825±0.24b 2.257±0.19c Keterangan :
Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap kolom menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
Pada minggu ke-6 telah dilakukan pemanenan, sehingga angka N yang dikeluarkan ikan nila sebesar 0 (tidak dilakukan pengukuran).
4.1.6 Konsentrasi TAN, Nitrit, dan Nitrat, dan Fosfat
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan konsentrasi nitrogen
(TAN, nitrat, dan nitrit) dan fosfat pada perlakuan polikultur ikan nila dan rumput
laut dengan budidaya monokultur ikan nila. Kemampuan rumput laut dalam
menyerap nitrogen di wadah pemeliharaan mampu mengurangi konsentrasi
nitrogen di wadah pemeliharaan.
Konsentrasi TAN pada Gambar 12 menunjukkan pada perlakuan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut menghasilkan konsentrasi TAN paling tinggi.
Setiap minggu konsentrasi TAN pada perlakuan ini semakin meningkat, dan pada
minggu kedua menuju minggu ketiga, peningkatan TAN lebih tinggi dari minggu
sebelum dan sesudahnya, terlihat dari kemiringan grafik yang lebih curam.
Konsentrasi TAN perlakuan tersebut yaitu 2,470±0,3 mg/L selama 35 hari
pemeliharaan (Lampiran 20).
Konsentrasi TAN pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila
kepadatan 100 ekor/m3 lebih rendah dari perlakuan monokultur ikan nila saja.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m3 + ikan nila
100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN terendah setiap minggu yaitu 0,303±0,1
mg/L pada 35 hari pemeliharaan, akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3
yaitu 0,369±0,3mg/L, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih
rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan TAN lebih tinggi dari
27 perbedaan kepadatan rumput laut yang berbeda memiliki konsentrasi TAN yang
tidak berbeda nyata, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap
perlakuan tanpa rumput laut atau monokultur (P<0,05).
Gambar 12. Konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Hasil pengukuran TAN di wadah pemeliharaan polikultur ikan nila dan
rumput laut maupun monokultur ikan nila selama 35 hari pemeliharaan
menghasilkan persamaan kubik, TAN = 2,470 – 0,01051x + 0,000016x2 –
0,0000001x3 dengan R2= 92,6%. Berdasarkan persamaan tersebut, setiap 1 gram
rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m3 akan
menghasilkan TAN sebanyak 2,459 mg/L (pada kondisi wadah pemeliharaan
yang sesuai). Gambar 13 menunjukkan garis membentuk slope negatif (turun),
peningkatan padat tanam rumput laut berbanding terbalik terhadap konsentrasi
TAN yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut yang ditanam maka
semakin rendah konsentrasi TAN yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada 600
gram/m3 rumput laut, konsentrasi TAN jauh lebih rendah dibandingkan
pemeliharaan tanpa rumput laut, memiliki korelasi -0,875 dan signifikan (P<0,05).
Berikut disajikan grafik garis model dari penambahan rumput laut dengan
berbagai kepadatan terhadap konsentrasi TAN selama 35 hari pemeliharaan di
28 Gambar 13. Persamaan konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai
padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Konsentrasi nitrit pada Gambar 14 menunjukkan perlakuan kepadatan 100
ekor/m3 ikan nila tanpa rumput laut memilki konsentrasi nitrit paling tinggi setiap
minggu dibandingkan perlakuan polikultur dengan penambahan rumput laut,
konsentrasi nitrit perlakuan monokultur sebesar 0,622±0,30 mg/L selama 35 hari
pemeliharaan. Minggu keempat konsentrasi nitrit perlakuan tersebut mengalami
titik puncak dan penurunan pada minggu kelima.
Konsentrasi nitrit polikultur rumput laut dan ikan nila menunjukkan
perbedaan lebih rendah dari perlakuan tanpa rumput laut. Perlakuan kepadatan
600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menunjukkan konsentrasi nitrit
paling rendah selama 35 hari pemeliharaan yaitu 0,087±0,03 mg/L berbeda nyata
terhadap ketiga perlakuan yang lain. Perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3 dan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki
nilai nitrit tidak berbeda nyata, secara berturut-turut 0,324±0,12 mg/L dan
0,253±0,17 mg/L. Namun, ketiga perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut
berbeda nyata tehadap perlakuan tanpa rumput laut (Lampiran 21).
Grafik konsentrasi nitrit (NO2-) hubungan penambahan waktu pemeliharaan
dengan konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan, terdapat
29 Gambar 14. Konsentrasi nitrit (NO2-) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat
tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Gambar 15 menunjukkan konsentrasi nitrit media pemeliharaan polikultur
rumput laut dan ikan nila maupun monokultur ikan nila. Pengukuran nitrit (NO2-)
selama 35 hari pemeliharaan menghasilkan persamaan kurva kubik. yaitu Nitrit =
0,6220 – 0,002595x + 0,000007x2– 0,0000001x3 dengan R2=62,6%. Berdasarkan
persamaan kubik tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama
ikan nila kepadatan 100 ekor/m3 akan menghasilkan konsentrasi nitrit di wadah
pemeliharaan sebesar 0,619 mg/L (kondisi wadah pemeliharaan sesuai untuk
pemeliharaan ikan nila selama 35 hari). Grafik garis membentuk slope negatif
dengan nilai korelasi -0,765 yaitu semakin tinggi peningkatan padat tanam rumput
laut, konsentrasi nitrit semakin rendah dengan signifikan (P<0,05).
Garis pada persamaan kubik Gambar 15 membentuk slope negatif (turun)
yang artinya padat tanam rumput laut memiliki nilai berbanding terbalik terhadap
konsentrasi nitrit yang dihasilkan. Semakin besar padat tanam rumput laut yang
ditanam maka semakin rendah konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari
pemeliharaan bersama ikan nila 100 ekor/m3, terlihat pada biomasa rumput laut
600 gram/m3 akan menghasilkan nitrit lebih rendah dibanding tanpa rumput laut
(0 gram/m3).
Grafik garis menggambarkan hubungan peningkatan padat tanam rumput
laut terhadap konsentrasi nitrit di wadah pemeliharaan ikan nila dan rumput laut
selama 35 hari, terdapat pada Gambar 15.