• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Profesionalisme terhadap Tindakan Akuntan Melakukan Whistleblowing

Menurut Tjiptohadi (1996) dalam Khikmah (2005) profesionalisme jika dilihat dari bahasanya memiliki beberapa makna. Pertama, profesionalisme berarti suatu keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu, berpengalaman sesuai dengan bidang keahliannya. Kedua, profesionalisme merujuk pada suatu standar pekerjaan yaitu prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Dan yang ketiga, profesionalisme berarti moral.

Dalam theory of planned behavior profesionalisme merepresentasikan sikap terhadap perilaku. Seseorang yang memiliki profesionalisme (dalam dimensi dedikasi terhadap profesi) yang baik akan membentuk keyakinan pada diri sendiri bahwa profesi yang sedang dikerjakan memberikan hal yang baik bagi individu. Seseorang yang memiliki profesionalisme yang kuat cenderung selalu mematuhi kode etik dan norma-norma yang berlaku dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran yang mungkin terjadi di masa depan yang dapat membahayakan profesinya. Dengan demikian profesional dapat termotivasi untuk melindungi profesinya dengan melaporkan pelanggaran etika.

Uraian tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Avrila (2015) meneliti mengenai pengaruh profesionalisme terhadap intensi

26

akuntan publik melakukan whistleblowing dengan hasil profesionalisme berpengaruh terhadap intensi akuntan publik melakukan whistleblowing. Hasil penelitian Taylor dan Curtis (2010) dengan semakin meningkatnya identitas profesional, niat melaporkan pelanggaran atau ketidak etisan pun akan meningkat. Hasil penelitian Sari dan Laksito (2014) pada aspek dedikasi terhadap pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing. Akuntan dengan dedikasi terhadap pekerjaan yang baik cenderung memiliki intensitas melakukan whistleblowing yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis pertama sebagai berikut.

H1 : Profesionalisme memiliki pengaruh positif terhadap tindakan Akuntan melakukan whistleblowing

2.2.2 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Tindakan Akuntan Melakukan Whistleblowing

Komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi karyawan dengan keterlibatan dalam organisasi tertentu, keyakinan yang kuat dalam tujuan organisasi dan nilai-nilai, dan kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, Porter et al. (1974).

Namun pada situasi tertentu dikemukanan oleh Hewstone dan Willis (2002) dalam Taylor dan Curtis (2010) kesetiaan seorang karyawan terhadap organisasi patut untuk dipertanyakan, apakah karyawan lebih berkomitmen terhadap perusahaan atau pada rekan kerjanya di perusahaan. Dalam situasi khusus, misalnya seorang rekan kerja melakukan tindakan yang tidak etis demi kepentingan pribadi dan melanggar peraturan. Disaat seperti itulah komitmen organisasi dapat diukur. Individu akan melaporkan tindakan tidak etis rekan

kerjanya karena merasa perusahaan dirugikan dengan tindakan tersebut, atau malah memilih diam.

Dalam theory of planned behavior Variabel komitmen organisasi merepresentasikan komponen norma subyektif. Norma Subyektif adalah persepsi individu tentang perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh penilaian orang lain yang signifikan. Dalam hal ini individu akan memikirkan suatu perilaku tertentu dengan sangat benar karena tindakan dan perilaku yang akan dilakukan akan berpengaruh pada penilaian orang lain. Yang dalam konteks akuntan, orang lain tersebut adalah perusahaan, masyarakat, dan organisasi naungan akuntan itu sendiri yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan termasuk rekan kerja. Seseorang yang memang berkomitmen tinggi terhadap organisasi akan lebih memikirkan penilaian dari organisasi (atasan), apabila lebih berkomitmen terhadap rekan kerja maka akan lebih memikirkan penilaian dari rekan kerja. Oleh karena itu apabila seseorang berkomitmen tinggi terhadap organisasi, maka dia bisa saja menjadi whistleblower dengan tujuan yang baik terhadap organisasinya.

Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Curtis (2010) bahwa komitmen organisasi terhadap organisasi, dapat meningkatkan dedikasi seseorang untuk melakukan pelaporan sampai masalah teratasi. Hasil penelitian Kreshastuti (2014) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis kedua sebagai berikut.

H2 : Komitmen organisasi memiliki pengaruh positif terhadap tindakan Akuntan melakukan whistleblowing

28

2.2.3 Pengaruh Intensitas Moral terhadap Tindakan Akuntan Melakukan Whistleblowing

Intensitas moral adalah ukuran atau tingkatan baik atau buruk dari sebuah perbuatan, sikap, kewajiban dll. Dalam theory of planned behavior dijelaskan bahwa niat individu untuk melakukan sesuatu tindakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya adalah persepsi kontrol perilaku. Seorang individu tidak dapat mengontrol perilaku sepenuhnya dibawah kendali individu tersebut atau dalam suatu kondisi dapat sebaliknya seorang individu dapat mengontrol perilakunya dibawah kendali individu tersebut. Pengendalian seorang individu terhadap perilakunya dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu tersebut, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan yang ada di sekeliling individu tersebut. Menurut Jones (1991) intensitas moral merupakan salah satu komponen dari proses pengambilan keputusan yang etis. Karena sebelum diambilnya keputusan, individu memikirkan terlebih dahulu seberapa baik dan seberapa buruk dari suatu perilaku yang akan dilakukan.

Selain hal tersebut Jones (1991) juga mengemukakan beberapan elemen yang dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan, meliputi; Besaran Konsekuensi, Konsensus Sosial, Probabilitas Efek, Kesegeraan Temporan, Konsentrasi Efek, Kedekatan. Elemen-elemen tersebut juga digunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang bertindak. Apabila seorang akuntan memiliki moral yang baik, maka akuntan akan melakukan pertimbangan yang matang sebelum menilai baik atau buruk suatu kasus. Apabila whistleblowing memang perlu dilakukan dengan alasan untuk kebaikan dari suatu organisasi atau

perusahaan dan juga karena tanggung jawab profesi atas organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja maka akuntan akan memutuskan untuk melakukan whistleblowing.

Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Taylor dan Curtis (2010) menunjukan bahwa komitmen seseorang terhadap penilaian moral pribadinya, merupakan penentu yang signifikan dari kedua keputusan awal yaitu identitas profesional dan komitmen organisasi untuk melaporkan perilaku tidak etis dari orang lain di tempat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Kreshastuti (2014) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dari intensitas moral terhadap intensi untuk melakukan whistleblowing. Auditor yang memiliki intensitas moral yang tinggi cenderung memiliki intensitas melakukan whistleblowing yang tinggi pula.Mapuasari (2014) juga melakukan penelitian tentang moral dan memperoleh hasil bahwa seseorang dengan penalaran moral tinggi akan mengurangi perasaan ketidaknyamanan dengan mengambil keputusan audit yang paling tepat. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis ketiga sebagai berikut.

H3 : Intensitas moral memiliki pengaruh positif terhadap tindakan Akuntan melakukan whistleblowing

Dokumen terkait