• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian :

1. Bagaiman Inensitas pembinaan mental agama terhadap narapidana di

RUTAN Kelas IIB Kota Salatiga?

2. Bagaimana tingkat kepribadian sehat terhadap narapidana?.

3. Adakah pengaruh usaha pembinaan mental agama terhadap tingkat

kepribadian sehat narapidana di RUTAN Kelas IIB kota Salatiga? C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui usaha pembinaan mental terhadap narapidana di RUTAN

Kelas IIB Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepribadian sehat terhadap

narapidana

3. Untuk mengeahui pengaruh usaha pembinaan mental terhadap kepribadian sehat narapidana.

D.Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya (Darmawan, 2013: 22).Atau jawaban bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai bukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010: 110).

E. Manfaat Penelitia

Dalam ini terdapat dua manfaat yang penulis paparkan : 1. Secara teoritis

Hasil penilitian diharapakan memperoleh temuan baru di bidang pembinaan mental khususnya dapat memperbaiki kepribadian supaya lebih sehat.

2. Secara Praktis

a. Bagi Narapidana: Pembinaan mental di harapkan dapat mengarahkan narapidana mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehilangan identitas

b. Bagi Lembaga: dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pola

pembinaan yang selama ini telah dilakukan dan juga sebagai acuan untuk perkembangan pembinaan dimasa yang akan datang.

F. Definisi Operasinal

Untuk memberikan pemahaman dan menjaga agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang judul skripsi ini maka diperlukan penegasan istilah. Adapun penegasan istilah yang dimaksud antara lain :

1. Intensitas Pembinaan mental

Intensitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

“Keadaan,tindakan,intensitasnya,kuatnya,hebatnya,bergeloranya,dan sebagaimana”(Depdiknas, 2002: 438)

Pembinaan mental adalah usaha atau kegiatan yang berdayaguna dan berhasil pada batin seseorang ( Daradjat, 1982: 11). Tujuan pembinaan

adalah untuk memperoleh “Kesehatan mental“. Kesehatan mental

merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secarare signasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).

Maka untuk mengukur intensitas pembinaan mental narapidana memerlukan Indikator sebagai berikut :

a. Kepribadian

b. Kemandirian

c. Kegiatan Kedisiplinan.

2. Narapidana

Orang yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukum dan pidana (Gunakarya, 1988: 8). Selanjutnya dalam UU No.12 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memporelah kekuatan hukum tetap.

3. RumahTahanan Negara

Rumah Tahanan Negara Merupakan suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan narapidana yang karena perbuatannya yang sifatnya belum ada putusan yang tetap dari pengadilan.

Berdasarkan pasal 38 ayat (1). Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat menetapkan Lapas tertentu sebagai Rutan. Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, Lapas dapat beralih fungsi menjadi Rutan, dan begitu pula sebaliknya.

4. Kepribadian Sehat

Kepribadian merupakan kesatuan yang komplek, yang terdiri dari aspek psikis, seperti : intelegensi, sifat, sikap, minat, cita-cita, dst. Serta aspek fisik, seperti : bentuk tubuh, kesehatan jasmani, kesehatan mental, dst.(Kuntjojo, 2009: 4).

Kepribadian manusia bersifat khas. Setiap orang memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri. Secara umum kepribadian manusia di pisahkan dalam dua kelompok, yaitu : kepribadian sehat dan kepribadian tidak sehat.

Kepribadian yang sehat merupakan karakter pribadi seseorang yang mempunyai nilai positif (Sumarna, 2014: 22). Dalam hal ini, seseorang tersebut selalu berfikir dan berperilaku positif.

Untuk mengetahui ukuran kepribadian sehat perlu indikator sebagai berikut :

a. Kemauan untuk menilai diri sendiri dan bersikap realistik

c. Bereaksi secara rasional atas prestasi maupun kesuksesan hidup yang dihadapinya.

d. Bersikap dan berperilaku mandiri dalam cara berfikir, bertindak maupun mengambil keputusan

e. Mampu mengontrol emosi

f. Mampu merumus tujuan-tujuan yang ingin diraih di setiap aktivitas hidup (Sumarna, 2014: 23).

G.Metode Penelitian

1. Pendekatan dan jenis Penelitian a. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.

b. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Pada penelitian studi kasus adalah penelitian yang menggali fenomena (kasus) dari suatu masa tertentu dan aktivitas, serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi (Afifudin dan Saebani, 2009: 87)

2. LokasiPenelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di RumahTahanan Negara kelas IIB Kota Salatiga.

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalsasi yang terdiri dari atas : objek/subjek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 81). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua narapidana Muslim di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kota Salatiga.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiono, 2010: 62). Sampel yang diambil oleh populasi harus representatif. Berdasarkan jumlah subjeknya dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Jadi peneliti menggunakan 25% dari 133 responden adalah 33 responden yang mengikuti pembinaan mental.

4. Metode Pengumpulan data

Teknik Pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Metode Observasi

Metode ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Arikunto, 2010: 54). Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data seperti situasi RUTAN Kelas IIB Kota Salatiga.

b. Metode Angket

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010: 124). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010: 1999).

Dalam penelitian ini item-item angket diambil dari indikator-indikator dari variabel X dan Y.

c. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah

pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen – dokumen

(Arikunto, 2010: 73). Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai situasi umum lokasi penelitian. Dokumentasi kegiatan penelitian dan dokumentasi pendukung lainnya, sebagai penguat seluruh informasi yang didokumentasikan adalah semua aktifitas yang berhubungan dengan pembinaan mental kepribadian. Dengan dokumentasi maka data yang kita peroleh akan lebih yakin dan terbukti kebenarannya. Metode ini berfungsi untuk mendapatkan data-data yang diperoleh dilapangan, adapun dalam data yang dilakukan untuk keperluan dokumentasi meliputi pelaksanaan pembinaan mental

kepribadian serta foto-foto saat kegiatan di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kota Salatiga.

5. Instrument Penelitian

Instrumen adalah “alat untuk fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data“ (Arikunto, 2010: 135). Instrumen yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar angket yang digunakan untuk mengetahui intensitas pembinaan mental terhadap kepribadian narapidana ( X ) dan kepribadian sehat ( Y ). Angket dirancang dalam 25 pertanyaan di tujukan kepada Narapidana.

a. Merupakan angket tertutup dimana peneliti telah menyediakan

jawabanya dalam emapat jawabanya itu selalu, sering, jarang, atau tidak pernah. Dengan demikian, peneliti menggunakan skala richter dengan skor untuk masing-masing jawaban positif :

1. sangat setuju/ selalu :skor 4

2. setuju/ sering :skor 3

3. tidak setuju/ kadang-kadang :skor 2

4. sangat tidak setuju/ tidak pernah : skor 1

Adapun penelitian instrument ( angket) yang peneliti buat, mengacu pada variable-variabel di bawah ini :

Variabel pengaruh (X): variable pengaruh dalam penelitian ini adalah Kondisi mental narapidana di Rumah Tahanan

Variabel pengaruh (y): variable terhadap dalam penelitian ini adalah usaha pembinaan mental narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kota Salatiga.

Variabel Pengaruh (xy): Variabel terdapat dalam penelitian ini adalah Pengaruh usaha pembinaan mental Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kela IIB Kota Salatiga.

6. Analisis Data

Dalam menganalisis peneliti melakukan dua langkahan alisis, yaitu:

a. Analisi Pendahuluan

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kepribadian narapidana.

1) Pembinaan Mental Narapidana

2) Kepribadian Sehat

3) Pembinaan mental dengan menggunakan rumus :

P = F : N X 100% Keterangan : P :Presentase F :Frekuensi

N :Jumlah responden (Hadi, 2004: 300) b. Analisis Lanjutan

Dalam analisis ini penulis bermaksud untuk mengetahaui hubungan antara pembinaan mental terhadap kepribadian narapidana di RumahTahanan Negara Kelas IIB di Kota Salatiga tahun 2017.

Teknik Analisis yang penulis gunakan adalah teknik korelasi product moment dengan rumus :

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y XY : Produk dari X kali Y

X2 : Variabel skor 1 Y : Variabel skor 2

N : Jumlah sampel yang diteliti H.Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut : Bab I, sebelum memasuki inti permasalahan yang dibahas bab- bab selanjutnya dapat skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu mengemukakan latar belakang masalah, kemudian untuk mengetahui sejauh mana penelitian ini dibuat, dapat dilihat dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian serta manfaat hasil penelitian, untuk menghindari pemahaman yang salah dalam judul skripsi ini maka penulis menjelaskan pada definisi operasional dan untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, maka penulis tampilkan metode yang dipakai dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II, penulis menjabarkan kajian pustaka tentang pengaruh Intensitas Pembinaan Mental Terhadap Kepribadian Sehat Narapidana di RUTAN Kelas IIB Kota Salatiga.

Bab III, membahas tentang gambaran umum Intensitas Pembinaan Mental Terhadap kepribadianSehat Narapidana

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pembinaan Mental Narapidana

1. Pengertian Pembinaan Mental Narapidana

Menurut PP No. 31 Tahun 1999 ayat 1, pembinaan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Jadi, pembinaan dapat dipahami sebagai suatu kegiatan membangun yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik terhadap warga binaan pemasyarakatan yang bertujuan agar warga binaan menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dianggap berguna serta berperan aktif bagi pembangunan bangsa dan negara.

Zakiyah Daradjat (1975: 59) mengemukakan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality ( kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatanya akan menetukan corak

tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, menggembirakan, dan sebagainya.

Menurut Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1995 pasal 2 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaanya di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana merupakan orang yang memiliki cacat hukum karena telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Adapun hukuman yang diterima adalah berupa kurungan atau penjara. Hukuman yang diberikan bukan semata-mata untuk mengasingkan agar tidak melakukan kejahatan lagi. Akan, selama dipenjara diberikan pembinaan dengan baik.

Pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan mental narapidana adalah suatu usaha membangun atau memperbaharui unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan menjadi lebih baik sehingga semua itu dapat ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang wajar.

2. Tujuan Pembinaan Mental Narapidana

Menurut Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1995 tujuan pembinaan narapidan adalah membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahanya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang bertanggungjawab.

Pembinaan mental narapidana dilakukan secara terus menerus sejak narapidana masuk ke dalam rumah tahanan. Dalam pembinaan narapidana dikembangkan keadaan jasmani, rohani, serta kemasyarakatanya dan dibutuhkan pula elemen-elemen yang berkaitan untuk mendukung keberhasilan dalam pembinaan. Elemen-elemen tersebut adalah lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pengembangan semua segi kehidupan narapidana dan tenaga-tenaga pembina yang cukup cakap dan penuh dengan rasa pengabdian (Priyanto, 2006: 106).

Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana menyatakan bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian serta kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

a. Ketaqwaan kepada tuhan Yang Maha Esa

b. kesadaran berbangsa dan bernegara

c. intelektual

d. sikap dan tingkah laku

e. kesehatan jasmani dan rohani

f. kesdaran hukum

g. reintregrasi sehat dengan masyarakat

3. Rumah Tahanan Negara

Berdasarkan pasal 38 ayat (1). Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHP, Menteri dapat menetapkan lapas tertentu sebagai RUTAN. Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, lapas beralih fungsi menjadi RUTAN, dan begitu sebaliknya.

Menurut keputusan mentri kehakiman nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pembinaan Narapidana / Tahanan menyatakan bahwa : Rumah Tahanan Negara adalah unit ditahan selama proses penyelididkan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan.

B. Kepribadian Sehat

1. Pengertian kepribadian sehat

Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani-kuno prosopon atau persona yang artinya “ topeng" yang biasa dipakai artis

dalam teater. Jadi, konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan pada lingkungan sosial, kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial (Alwisol, 2009: 7). Menurut GW. Allport personality adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisiss individu yang

menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas (Koswara, 1991: 11).

Kepribadian yang sehat merupakn karakter pribadi seseorang yang mempunyai nilai positif (Sumarna, 2014: 22). Dalam hal ini, seseorang tersebut selalu berfikir dan berperilaku positif. Kepribadian sehat merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dalam kehidupan manusia, sehingga kualitasnya dapat menurun atau naik. Hal inilah yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya kepribadian yang sehat berarti juga kepribadian yang matang, dan kepribadian yang matang berarti kepribadian yang dewasa. Kedewasaan itu sendiri mempunyai berbagai arti.

Pada umumnya, dewasa berarti tumbuh atau besar, sesuai dengan umur seseorang. Ia mampu memenuhi keperluan-keperluan yang wajar pada umur itu dan mampu memenuhi tuntutan masyarakat, ia dapat memecahkan dengan tepat dan benar secara moril.

Secara lebih rinci, Dahler (1983) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda kepribadian orang yang sehat, di antaranya:

1.Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain.

3 Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa.

4.Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja.

5.Bersikap jujur terhadap diri sendiri.

6.Mampu berdedikasi-penyerahan diri sendiri.

7.Senang kontak dengan sesama.

8.Integritas, yakni:

a. Mempunyai kontinuitas dalam hidupnya, masa lampau tak sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan,

b.Kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai hidup yang nyata, bukan seorang penjual diri, oportunis, pengkhianat,

c. Berani memimpin/bertanggungjawab, berani menanggung resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan, hidupnya sebagai tantangan (Sobur, 2000: 355-356)

Allport lebih optimis mengenai kodrat manusia daripada pandangan dari Freud. Ia memperlihatkan suatu keharuan yang luar biasa terhadap manusia. Pengalaman-pengalaman pribadinya kelak tercemin dalam pandangan-pandangan teoritisnya tentang kodrat kepribadian manusia. Kodrat manusia yang diutarakan Allport adalah positif, penuh harapan dan menyanjung-nyajung. Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang

matang dan sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar- kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Ia percaya bahwa kekuatan-kekuatan tak sadar itu merupakan pengaruh-pengaruh yang penting pada tingkah laku orang dewasa yang neuritis. Orang-orang yang neuritis terikat atau terjalin erat pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak (Koswara, 1991: 40) .

Menurut Alport ( Koswara, 1991: 40-50) perkembangan proparium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat proparium berkembang dari masa bayi sampai masa remaja melalui tujuh tingkat diri. Proparium merupakan suatu syarat munculnya kepribadian yang sehat. 7 tingkat tersebut adalah:

1. Perluasan perasaan diri.

Ketika diri berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat pada individu. Kemudian ketika pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak.

2. Hubungan diri yang hangat dengan orang-orang lain

Mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner, teman akrab. Hasil dari kapasitas keintiman adalah suatu perluasan diri, yang kapasitas untuk perasaan terharu . Orang yang sehat mental memiliki kapsitas untuk memahami

kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan,

penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, kegagalan-kegagalan yang

merupakan ciri kehidupan manusia.

3. Keamanan emosional

Kepribadian sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia, sehingga emosi-emosi ini tidak menggangu aktivitas-aktivitas antar pribadi.

4. Persepsi realistis

Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.

5. Keterampilan–keterampilan dan tugas–tugas

Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu suatu tingkatan kemampuan. Menggunakan keterampilan itu secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan kita.

6. Pemahaman diri.

Orang yang memiliki suatu pemahaman diri yang tinggi tidak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya yang negatif kepada orang lain. Orang yang matang akan menjadi hakim yang saksama terhadap orang orang lain, dan dapat diterima dengan lebih baik oleh orang lain.

7. Filsafat hidup yang mempersatukan .

Allport ( Koswara, 1991 : 49) menekankan bahwa nilai-nilai adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Individu dapat memilih yang berhubungan dengan dirinya sendiri atau mungkin nilai itu luas dan dimiliki oleh banyak orang. Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport ( Koswara, 1991: 50) menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness). Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk hidup. Kita membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang bermakna. Tanpa itu mungkin kita mengalami masalah kepribadian. Kerangka dari tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan tujuan sangat penting dalam rangka mengembangkan filsafat hidup. Memiliki

nilai-nilai yang kuat merupakan salah satu ciri orang matang. Orang-orang neurotis tidak memiliki nilai atau memiliki nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara, yang tidak cukup kuat untuk mempersatukan semua segi kehidupan (koswara, 1991:50).

2. Kepribadian sehat dalam agama Islam

Agama berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya tidak acau, diambil dari dua suku kata “a” berarti tidak ada dan “gama” berarti kacau,

secara lengkapnya agama ialah peraturan yang mengatur manusia agar tidak kacau (Dadang Kahmad, 2000: 21).

Manusia mengingkari agama karena ada faktor-faktor tertentu yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Apabila agama tidak masuk dalam pembinaan pribadinya, maka pengetahuan agama yang dicapainya kemudian merupakan ilmu pengetahuan yang tidak ikut mengendalikan tingkah laku dan sikapnya dalam hidup.

Agama berfungsi untuk memelihara integritas manusia dalam membina hubungan dengan Tuhan dengan sesama manusia dan dengan alam yang mengitarinya. Dengan kata lain, agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat penguur untuk terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan alam yang mengitarinya ( Famularsih dan Billah,2014: 94)

Agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian sehat individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki pribadi yang sehat tanpa agama.

Agama Islam sebagai terapi dalam kepribadian sehat atau kesehatan mental, didalam islam ditunjukan dengan jelas dalam QS an Nahl ayat 97 :







































Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa

yang telah mereka kerjakan ( Al Qur‟an Karim Al Hafidz Cordoba, 2016:

278).

Dari ayat di atas ditekankan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai Iman. Keimanan dapat menghasilkan ketenangan jiwa yang merupakan salah satu indikasi mental yang sehat.

Suatu tindakan atau sikap adalah hasil dari kerja sama segala fungsi-fungsi jiwa, yang tercakup di dalamnya pengertian, perasaan dan kebiasaan.

Jadi bukan pengertian saja. Demikian pulalah halnya dengan agama, ia akan menjadi pengendali moral, apabila ia dimengerti, dirasakan dan dibiasakan ( rationil, emotionil, dan dipraktekkan) ( Zakiah Daradjat, 1975: 60-61).

Kondisi mental sangat menentukan dalam hidup ini. Hanya orang yang sehat mentalnya saja yang dapat merasa bahagia, mampu berguna dan sanggup menghadapi kesukaran atau rintangan dalam hidup.

Kepribadian sehat itu sebaiknya dibina sejak kecil agar pertumbuhan berjalan wajar dan tidak terganggu. Terkadang manusia bernasib tidak baik, terlahir dan dibesarkan oleh orangtua yang kurang mengerti dan memberikan kesempatan untuk berkepribadian yang sehat.

Agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa agama. Dalam melakukan perawatan jiwa maka harus memperhatikan aspek agama seseorang tersebut.

BAB III

LAPORAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rumah Tahanan Negara

1. Sejarah Singkat Lembaga

Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas IIB Kota Salatiga, berada di tengah kota Salatiga Jawa Tengah yang berhawa sejuk dan dikenal sebagai kota pelajar yang memiliki beberapa Perguruan Tinggi ternama dengan mahasiswa berasal dari seluruh pelosok Indonesia.

Secara fisik, bangunan Rutan Salatiga merupakan peninggalan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda yang ketika itu bangunan

Dokumen terkait