• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Bagaimana gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan?”.

Universitas Sumatera Utara 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan pada tingkat baik,cukup,dan buruk.

2. Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan berdasarkan usia.

3. Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan berdasarkan pendidikan terakhir.

4. Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan berdasarkan pekerjaan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat dijadikan wacana dan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang anemia defisiensi besi, khususnya pada wanita usia produktif.

1.4.2 Bagi peneliti

Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh yaitu tentang metodologi penelitian dan statistik kesehatan serta menambah pengalaman penelitidalam menyusun penelitian kesehatan khususnya tentang anemia defisiensi besi.

1.4.3 Bagi pelayanan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat terutama wanita usia produktif tentang anemia defisiensi besi.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Wanita Usia Produktif

Menurut Depkes RI, wanita berusia antara 15-49 tahun disebut wanita usia produktif. Wanita usia produktif termasuk usia dewasa awal dan usia madya.

Masa usia produktif yaitu dimana wanita telah mengalami menstruasi secara rutin setiap bulannya. Pada usia inilah manusia sedang berada pada puncak aktivitasnya. Aktivitas fisik yang dilakukan cenderung lebih berat daripada usia lainnya. Oleh karena itu, kebutuhan gizi disaat usia produktif sangatlah penting.

2.1.1 Dewasa awal

Istilah young adult atau dewasa awal berasal dari bentuk kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa awal juga merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: 7,8 a. mulaibekerja

b. memilih pasangan c. mulai membina keluarga d. mengasuh anak

e. mengelola rumah tangga

f. mengambil tanggung jawab sebagai warga negara g. mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Dewasa madya

Usia madya adalah masa usia antara 40 – 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Walaupun dewasa ini banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat daripada masa lalu, namun garis batas tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk pensiun pada usia 60-an sengaja atau tidak sengaja usia 60an dianggap sebagai garis batas antara usia lanjut dengan usia madya.7,8

2.2 Anemia

2.2.1 Definisi anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.

Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan di dalam masyarakat.

Beberapa anemia memiliki penyakit dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau morfologi sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan manifestasi klinis.Penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesis yang tidak efektif).

Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.

2.2.2 Manifestasi klinis anemia

Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendenging15. Manifestasi klinis anemia timbul akibat konsentrasi Hb dalam jumlah yang sangat rendah dan anemia yang menetap dalam waktu lama.

Universitas Sumatera Utara Terdapat tanda spesifik anemia, yaitu:

a. Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia defisiensi besi b.Stomatitisangular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.

c. Jaundice (kekuningan) : terjadi akibat anemia hemolitik dan anemia megaloblastik ringan.

d.Splenomegali : akibat anemia hemolitik dan anemia megaloblastik.

e. Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell f. Deformitas tulang : terjadi pada talasemia

g.Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek dari defisiensi vitamin B12.

h. Garis biru pada gusi (Burton’s line), ensefalopati, dan neuropati motorik perifer sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

2.2.3 Klasifikasi anemia

Tabel 2.1 Klasifikasi Anemia12 Klasifikasi

Menurut

Jenis Anemia Keterangan

Gangguan Eritropoiesis

Anemia Defisiensi Besi

Suplai besi yang tidak cukup mengakibatkan defek pada sintesis Hb, timbulnya sel darah merah yang hipokromik dan mikrositer.

Anemia

Megaloblastik

Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblast) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.

Universitas Sumatera Utara Anemia Aplastik Sumsum tulang gagal memproduksi

sel darah akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.

Anemia Mieloptisik

Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.

Ukuran sel Anemia Mikrositik

Penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb).

Anemia Normositik

Anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.

Anemia Makrositik

Penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi alkohol, dan anemia megaloblastik.

2.2.4 Etiologi anemia

Secara garis besar, anemia dapat disebabkan karena :

1. Peningkatan destruksi eritrosit, contohnya pada penyakit gangguan sistem imun, thalasemia.

2. Penurunan produksi eritrosit, contohnya pada penyakit anemia aplastik, anemia defisiensi nutrisi.

3. Kehilangan darah dalam jumlah besar, contohya akibat perdarahan akut, perdarahan kronis, menstruasi, ulser kronis dan trauma.

Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Diagnosa anemia

Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC).

Table 2.2 Ambang hemoglobin untuk mendefinisikan anemia2 (1 g/dL = 0.6206 mmol/L)

Kelompok usia dan Jenis Kelamin

Ambang Hb (mg/dl) Ambang Hb (mmol/L)

Perempuan , tidak hamil (>15 tahun)

12.0 7.4

Laki-laki 13.0 8.1

2.2.6 Penatalaksanaan anemia

Penatalaksanaan langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat berupa : 1. Transfusi darah

2. Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.

3. Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.

4. Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin dan mineral lain yang dibutuhkan.

2.2.7 Pencegahan anemia

Cara mencegah anemia adalah :14 1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

a. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe)

Universitas Sumatera Utara b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

2. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD). Anjuran minum yaitu minumlah satu tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum satu tablet setiap hari selama haid

3. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti : kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

2.2.8 Prognosis anemia

Pada semua anemia, penyebab anemia, keparahannya, dan kecepatan perkembangannya menentukan hasilnya. Usia pasien dan adanya penyakit penyerta seperti jantung,paru-paru,ginjal, atau penyakit hati juga dapat secara signifikan mempengaruhi hasil9.

2.3 Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah yang mikrositik hipokromik disertai poikilositosis dan aniositosis, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferin menurun, TIBC meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali10.

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia khususnya pada wanita usia produktif karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.

Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1.Normositik normokromik

Gambar 2.2.Mikrositik Hipokromik 2.3.1 Metabolisme besi

Besi merupakan elemen penting dalam fungsi seluruh sel, meskipun jumlah besi yang dibutuhkan tiap individu bervariasi. Besi yang diabsorbsi masuk sirkulasi berikatan dengan β-globulin, yang disebut apotransferin untuk membentuk transferin, kemudian ditrasportasi ke plasma. Pada plasma, besi tersimpan dalam bentuk feritin di jaringan hati. Transferin juga dikirim ke sumsum tulang untuk sintesis heme dalam pembentukan hemoglobin sel darah merah13.

Peranan utama besi pada mamalia adalah untuk membawa oksigen sebagai bagian hemoglobin. Distribusi besi pada tubuh dapat terlihat pada Tabel 2.3.

Tanpa besi, sel dapat kehilangan kapasitasnya untuk mengantar elektron dan

Universitas Sumatera Utara metabolisme energi. Pada sel eritrosit, sintesa hemoglobin yang buruk menghasilkan anemia dan penurunan hantaran oksigen ke jaringan11.

Tabel 2.3 Distribusi Zat Besi Pada Tubuh Distribusi Zat Besi pada

Tubuh

Kandungan Besi (mg) Pria dewasa (80 kg)

Kandungan Besi (mg) Wanita dewasa (60 kg)

Hemoglobin 2500 1700

Mioglobin/enzim 500 300

Besi transferin 3 3

Cadangan besi 600-1000 0-300

2.3.2 Absorbsi besi

Absorbsi besi bergantung tidak hanya pada jumlah besi pada makanan, namun juga, yang lebih penting, pada bioavaibilitas besi itu sendiri, dan kebutuhan akan besi. Absorbsi besi dapat dipengaruhi beberapa fase yang berbeda12.

Fase luminal, besi dalam makanan dapat diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum. Fase mukosal, proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Fase corporeal, meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, penggunaan besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh12.

Tabel 2.4 Hal yang mempermudah dan mengurangi absorbsi besi Faktor yang mempermudah Faktor yang mengurangi

1.Bentuk ferro 1.Bentuk ferri

2.Bentuk anorganik 2.Bentuk organic

3.Asam-HCl. Vitamin C 3.Alkali-antasida,sekresi pankreas 4.Zat yang melarutkan misalnya gula dan

asam amino

4.Zat pengendap : fitat,fosfat

5.Defisiensi besi 5.Kelebihan besi

6.Eritropoesis bertambah 6.Infeksi

7.Kehamilan 7.Teh

8.Haemokromatosis primer 8.Desferrioksamin

2.3.3 Etiologi anemia defisiensi besi Penyebab defisiensi besi adalah:

1. Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu saja sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja,

Universitas Sumatera Utara 2. Gangguan absorbsi seperti setelah gastrektomi, dan

3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada menstruasi,perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis, varises esophagus, hemoroid dan konsumsi aspirin.

Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa haid dan banyak wanita yang tidak sadar kalau darah haidnya terlalu banyak. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode haid berkisar antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan

kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg/bulan, atau kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari10.

2.3.4 Patogenesis anemia defisiensi besi

Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 – 20 mg besi, hanya sampai 5% – 10% (1 – 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Setiap mililiter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5-1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.

Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan keseimbangan zat besi yang negatif, jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama-tama ketidakseimbanagan Fe ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya dengan cara menggunakan cadangan besi dalam jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan besi tersebut habis, baru anemia defisiensi besi menjadi manifestasi.

Universitas Sumatera Utara 2.3.5 Manifestasi klinis anemia defisiensi besi

Gejala umumnya sama seperti anemia lainnya,yaitu pucat,lemas,letih, konsetrasi berkurang. Terdapat pula gejala khas pada anemia defisiensi besi,yaitu:

a. Koilochnyia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

2.3.6 Penatalaksanaan anemia defisiensi besi

Penatalaksanaan defisiensi besi adalah dengan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Sediaan besi tersedia ada dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidensi besar terjadi reaksi yang merugikan11.

Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing, dan kulit. Kehilangan basis ini diduga sebanyak 14 ug/kgBB/hari. Masa bayi dan anak-anak merupakan saat pertumbuhan yang cepat dan pada saat itu zat besi dibutuhkan dalam jumlah banyak. Begitu juga remaja, terutama remaja wanita yang mengalami haid, membutuhkan lebih banyak zat besi, karena zat besi yang hilang dari tubuh saat haid juga banyak. Pada ibu hamil dan menyusui, kebutuhan zat besi meningkat karena selain dibutuhkan oleh sang ibu, zat besi juga dibutuhkan oleh bayinya. Pada ibu hamil zat besi juga dibutuhkan oleh plasenta dan janinnya. Apabila kebutuhan yang tinggi ini tidak dapat dipenuhi maka kemungkinan terjadinya anemia gizi besi cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3

Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian

3.1 Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibahas, maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka Teori Penelitian

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Wanita usia produktif di

Puskesmas

Tingkat Pengetahuan Baik Tingkat Pengetahuan Cukup

Tingkat Pengetahuan Kurang Anemia Defisiensi Besi

Faktor yang mempengaruhi:

1. Pendidikan 2. Pengalaman 3. Usia

4. Lingkungan 5. Sosial budaya dan ekonomi 6. Informasi/media massa

Tingkat Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

BAB 4

Metode Penelitian

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita usia produktif mengenai anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Teladan Medan selama bulan Mei-November 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah seluruh pasien di Puskesmas. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien perempuan di Puskesmas.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah 96 subyek perempuan yang datang ke Puskesmas Teladan akan diberi kuesioner. Sampel ini diambil di lingkungan Puskesmas Teladan Medan selama penelitian berlangsung serta memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling.

Estimasi besar sampel:

𝑛 =𝑍𝛼2𝑃𝑄 𝑑2

𝑛 =1,962× 0,5 × 0,5 0,12

= 96.04

≈ 96

Universitas Sumatera Utara P = proporsi dan keadaan yang akan dicari (dari pustaka)

Q = 1 – P

Zα = Nilai Z pada tingkat kemaknaan (ditetapkan)

d = Nilai ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan) Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : 1. Kriteria Inklusi

a. Pasien berumur 15-49 tahun

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian. Oleh karena tujuan penelitian ini hanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan, maka instrumen ini dimodifikasikan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan berdasarkan studi pustaka. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang diisi oleh responden.

4.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan anemia defisiensi besi. Kuesioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (cronbach alpha) dalam program Statistical Product and Service Solutions (SPSS).

Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Uji validitas dan reabilitas kuesioner dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 30 subjek.

Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner ini adalah valid dengan nilai Pearson Correlation sebesar 0,455 sampai 0,710 dan reliabel dengan koefisien alfa Cronbach sebesar 0,743.

Universitas Sumatera Utara 4.5 Definisi Operasional

4.5.1 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan tingkatan dari pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupannya.

Cara ukur : data dari hasil jawaban kuesioner

Alat ukur : kuesioner yang dimodifikasi terdiri dari 15 pertanyaan. Setiap kejadian tersebut diukur berdasarkan jawaban kuesioner responden, dalam bentuk skala sebagai berikut:

a. Responden yang menjawab benar diberi skor 2.

b. Responden yang menjawabsalah diberi skor1.

c. Responden yang menjawab tidak tahu diberi skor 0.

Hasil ukur:skor penilaian dari kuesioner diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan sebagai berikut :

a. Skor 24-30 (>80%): tingkat pengetahuan baik b. Skor 13-23 (40-80%): tingkat pengetahuan cukup c. Skor 0-12 (<40%): tingkat pengetahuan buruk Skala ukur: ordinal.

4.5.2 Wanita Usia Produktif

Wanita usia produktif merupakan wanita yang berusia 15-49 tahun yaitu sudah mengalami menstruasi.

Cara ukur : kuesioner

Alat ukur : data diri responden di kuesioner Hasil ukur : usia 15-49 tahun

Skala ukur : ordinal

4.6 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan suatu program statistik. Analisis statistik untuk data deskriptif dilakukan dalam bentuk persentase

Universitas Sumatera Utara BAB 5

Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah Puskesmas Teladan yang beralamat di jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Medan Kota. Pembagian kuesioner dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober – 31 Oktober dan dibagikan kepada responden wanita saat menunggu obat di farmasi puskesmas.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Subjek penelitian ini adalah pasien yang datang berobat ke Puskesmas Teladan. Dari 96 orang pasien wanita Puskesmas Teladan seluruhnya menjadi subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Berdasarkan usia, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi

(Orang)

Persentase (%)

15-24 tahun 22 22,9

25-34 tahun 34 35,4

35-49 tahun 40 41,7

Total 96 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penelitian ini diikuti oleh pasien yang berumur 15-49 tahun. Seperti yang terlihat pada tabel diatas, responden dengan kelompok usia 35-49 tahun memiliki frekuensi dan persentase terbesar yaitu 40 orang dengan 41,7%, kemudian diikuti oleh kelompok usia 25-34 tahun yaitu 34 orang (35,4%), dan terakhir oleh kelompok usia 15-24 tahun yaitu 22 orang (22,9%).

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pendidikan terakhir, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel diatas ini menunjukkan bahwa penelitian diikuti oleh responden dengan pendidikan terakhir terbanyak adalah SMU dengan jumlah 53 orang (55,2%), kemudian S1 dengan jumlah 17 orang (17,7%), D3 dengan jumlah 13 orang (13,5%), SMP dengan jumlah 8 orang (8,3%), SD dengan jumlah 4 orang (4,2%), dan yang terkecil adalah D1 dengan jumlah 1 orang (1%).

Berdasarkan pekerjaan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa penelitian diikuti oleh responden dengan pekerjaan paling banyak sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 51 orang (53,1%), mahasiswa dengan jumlah 14 orang (14,6%), pegawai dengan jumlah 12 orang (12,5%), wiraswasta dengan jumlah 11 orang (11,5%), pedagang dengan jumlah 4 orang (4,2%), swasta dengan jumlah 2 orang (2,1%), dan PNS dengan jumlah 2 orang (2,1%).

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

5.1.3 Hasil Analisis Data

Hasil uji terhadap tingkat pengetahuan wanita usia produktif di Puskesmas Teladan yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Responden

Variabel Kategori Frekuensi

(orang)

Persentase (%) Tingkat Pengetahuan Baik

Cukup

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan cukup memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 50 orang (52,1%), tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik sebanyak 42 orang (43,8%), dan tingkat pengetahuan yang paling sedikit yaitu yang buruk sebanyak 4 orang (4,2%).

Universitas Sumatera Utara Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan wanita produktif tentang anemia defisiensi besi di Puskesmas Teladan Medan berdasarkan karakteristik usia dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Anemia Defisiensi BesiBerdasarkan Karakteristik Usia

Usia Tingkat Pengetahuan

Baik Cukup Buruk Total %

Dari tabel diatas ini dapat dilihat tingkat pengetahuan baik pada responden berusia 35-49 memiliki proporsi paling banyak yaitu 18 orang (42,9%), diikuti responden berusia 25-34 dengan proporsi 16 orang (38,1 %) dan responden berusia 15-24 dengan proporsi 8 orang (19%). Demikian juga tingkat pengetahuan cukup pada responden berusia 35-49 memiliki proporsi paling banyak yaitu 19 orang (38%), diikuti responden berusia 25-34 dengan proporsi 18 orang (36 %) dan responden berusia 15-24 dengan proporsi 13 orang (26%). Tapi pada tingkat pengetahuan

Dari tabel diatas ini dapat dilihat tingkat pengetahuan baik pada responden berusia 35-49 memiliki proporsi paling banyak yaitu 18 orang (42,9%), diikuti responden berusia 25-34 dengan proporsi 16 orang (38,1 %) dan responden berusia 15-24 dengan proporsi 8 orang (19%). Demikian juga tingkat pengetahuan cukup pada responden berusia 35-49 memiliki proporsi paling banyak yaitu 19 orang (38%), diikuti responden berusia 25-34 dengan proporsi 18 orang (36 %) dan responden berusia 15-24 dengan proporsi 13 orang (26%). Tapi pada tingkat pengetahuan