BAB IV ANALISA TEKNIS
IV.4 Running dengan ANSYS Fluent
Setelah permodelan sudah dilakukan, maka tahap berikutnya adalah running file oleh ANSYS Fluent. Perbedaan Ansys Fluent dan Ansys CFX adalah bahwa
Ansys Fluent mampu memodelkan moving mesh.
Gambar 4.13 Tampilan menu untuk pengaturan Moving Mesh padaANSYS Fluent
Pilih Cell Zone Rotating Domain yang telah dibuat pada Design Modeler sebelumnya. Centang Mesh Motion lalu tentukan detail Mesh Motion sesuai
Gambar 4.14 Pilihan dalam Run Calculation pada Ansys Fluent
Kemudian masukkan detail pada Run Calculation. Semakin kecil nilai Time
Step Size maka hasiil semakin presisi. Penulis menggunakan nilai 0.2 (s)
Tahapan berikutnya adalah tahap iterasi atau running. Proses iterasi adalah proses penghitungan case yang dibuat dengan menggunakan perhitungan komputer, sehingga nantinya akan didapat hasil perhitungan yang telah dimasukan pada aplikasi ANSYS Pre. Hasil dari iterasi ini bisa dicari dengan menggunakan aplikasi ANSYS Post. Pada Tugas Akhir ini, penulis ingin mengetahui hasil kenaikan thrust pada masing-masing case. Sehingga yang dicari pada ANSYS Post berupa gaya tekan yang bekerja sesuai kecepatan kapal pada masing-masing case dan pengaruh kenaikan thrust karena adanya energy saving device.
Gambar 4.15 Proses iterasi dari permodelan dengan ANSYS Fluent
Pada iterasi ini, penulis menggunakan satu komputer sebagai sarana untuk menjalankan proses iterasi ini. Komputer yang penulis pakai memiliki spesifikasi seperti berikut.
Tabel 4.6 Data spesifikasi komputer dan proses iterasi yang dilakukan
Nama Case Spesifikasi
FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 15 knot (Max iteration = 500) RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 2393609 FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 10 knot (Max iteration = 500) RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 2393609 FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 18 knot (Max iteration = 500) RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 2393609 FX 8350 8 GB
Propeler dengan Vs = 18 knot (Max iteration = 500) RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 1953650 FX 8350 8 GB Propeler dengan Vs = 15 Knot (Max iteration = 500) RAM 4 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 1953650 FX 8350 8 GB Propeler dengan Vs = 10 Knot RAM 4 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB
Dan dibawah ini adalah data mesin dan putaran yang dihasilkan pada masing-masing kondisi.
Tabel 4.7 Data mesin induk dan kondisi rpm pada Kapal Tanker Pertamina
(PERSERO) 40000 LTDW
Data Keterangan
Tipe Mesin MAN-B&W 6G50ME-B9.3 Tier II
S.M.C.R 8500kW × 100r/min
Pada penelitian ini, daya mesin yang dipakai adalah kondisi putaran normal atau sebesar 8500 kW. Sedangkan berdasarkan klaim dari PT. Pertamina (PERSERO), kondisi mesin dengan putaran penuh hanya dipakai saat sea trial saja.
Hal terpenting yang harus diperhatikan saat running adalah konvergensi. Hal ini menjadi penting karena untuk mencapai hasil validasi yang baik, maka hasil
running harus konvergen atau mencapai titik yang ingin dicapai dan percobaan
harus berhenti sebelum jatah iterasi maksimum (max iteration) terlampaui. Jika hal ini terjadi, maka data ini bisa dipakai untuk validasi data pada proses setelahnya. Pada kasus penulis, iterasi maksimum yang diberikan adalah 900 dan titik yang ingin dicapai pada konvergensi adalah 1.0e-04.
Setelah proses running dilaksanakan, maka tahap berikutnya adalah mencari gaya tekan pada bagian propeler kapal. Hal ini karena adanya tekanan pada propeler menimbulkan gaya dorong atau thrust, yang membuat kapal dapat bergerak maju. Cara yang dilakukan untuk mencari gaya tekan adalah :
Langkah pertama adalah membuka aplikasi ANSYS Post. Lalu buka hasil
result dari proses iterasi yang sudah dilakukan. Caranya dengan File – Load Result – Pilih file dengan ekstensi .res yang diinginkan – Open. Maka akan tampil
file hasil running yang telah dilakukan.
Gambar 4.17 Tampilan antarmuka dari ANSYS Post
Setelah dibuka, untuk menghitung gaya tekan pada propeler, maka langkah yang dilakukan adalah : Tools – Function Calculator. Pada function calculator, pilih function force dan location di propeler. Kemudian pilih calculate. Maka akan keluar hasil dari gaya tekan yang terjadi di propeler.
Gambar 4.18 Hasil perhitungan gaya tekan di propeler dari ANSYS Post
Pada penelitian ini, didapatkan data gaya tekan dari percobaan penulis sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil gaya tekan propeler pada semua kondisi uji model dengan
function calculator ANSYS Post
Keadaan Propeler 18 knot Propeler 15 knot Propeler 10 knot Propeler & ESD 18 knot Propeler & ESD 15 knot Propeler & ESD 10 knot Gaya tekan(N) 1601650 1244740 710154 1558300 1207450 688993
Dari data diatas, bisa disimpulkan bahwa pada saat ESD terpasang, gaya tekan pada propeler mengalami penurunan. Hal itu bisa terjadi karena sebagian gaya tekan terdistribusi ke ESD, yang mengarahkan aliran air menjadi teratur, sehingga gaya yang bekerja berkurang. Selisih antara gaya tekan ini dinamakan
gain. Dimana rumusnya adalah : 1601650 – 1558300 = 43350 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 18 knot dan 1244740 – 1207450 = 37290 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 15 knot serta 710154 – 688993 = 21161 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 10 knot. Serta berdasarkan perhitungan hambatan yang mendapatkan nilai service
thrust pada kapal ini sebesar 837,575 kN, maka berdasarkan rumus di awal, bisa
dicari efisiensi dari thrust kapal ini.
Eff. Gained = = = 2,526 % untuk Vs = 10 knot Eff. Gained = = = 4,452 % untuk Vs = 15 knot Eff. Gained = = = 5,176 % untuk Vs = 18 knot
Dan berdasarkan klaim dari Becker ™ untuk kapal Pertamina (PERSERO) ini, memiliki efisiensi ESD seperti berikut :
Tabel 4.9 Presentase efisiensi ESD berdasarkan klaim Becker™
Kecepatan (knot) 10 knot 15 knot 18 knot
Persentase efisiensi berdasarkan koefisien thrust
(CTh) 3% 3,5% 4%
Dan dibawah ini adalah plot grafik perbandingan antara efisiensi dari perhitungan CFX dan klaim Becker ™.
Gambar 4.19 Plot grafik klaim Becker (merah) dan persentase dari CFX (biru) dan
Fluent (hitam)
Selain itu penulis juga mencoba menghitung besar gaya dorong yang dihasilkan di belakang propeller dalam kondisi menggunakan ESD maupun tidak menggunakan ESD. Dengan menggunakan function calculator pada Ansys Post setelah menggunakan Ansys Fluent untuk melakukan simulasi maka didapatlah nilai sebagai berikut. Hasil perhitungan menunjukkan adanya peningkatan thrust pada saat kapal menggunakan ESD bila dibandingkan dengan saat kapal tidak menggunakan ESD.
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Gaya Tekan di Depan Propeller dan Thrust di
Belakang Propeller
Kecepatan Kapal Gaya Tekan di Depan Propeller Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller Tanpa Menggunakan ESD 10 Knot 710154 N 658182 N 15 Knot 1244740 N 804881 N 18 Knot 1601650 N 1182150 N
Menggunakan ESD 10 Knot 688993 N 668186 N
15 Knot 1207450 N 808917 N
18 Knot 1558300 N 1195770 N
15 knot 10 knot
Maka, efisiensi thrust yang terjadi pada saat kapal berlayar dengan kecepatan 18 knot adalah 5,176%, pada kecepatan dinasnya memiliki efisiensi sebesar 4,452 %, dan untuk kecepatan 10 knot, efisiensi thrust dihasilkan sebesar 2,526 %. Hasilnya tersebut menunjukkan adanya perbedaan hasil analisa pada
Ansys CFX dan Ansys Fluent Meski tak sama dengan klaim dari Becker™, hasil
ini sudah cukup membuktikan bahwa Pertamina (PERSERO) melakukan langkah yang tepat dalam berinvestasi memasang ESD pada kapal tanker 40000 LTDW milik mereka. Nilai dari klaim ini bisa berbeda karena penulis hanya memodelkan bagian buritan kapal saja, atas dasar keterbatasan waktu dan komputasi penulis. Selain itu, kecepatan akan mempengaruhi nilai efisiensi dari ESD. Hal ini karena semakin cepat kapal berjalan, maka gaya tekan yang menghantam daun propeler kapal akan besar. Sehingga jika ESD dipasang pada kapal yang berjalan lambat, maka nilainya relatif kecil dan bahkan bisa tidak menghasilkan efisiensi. Maka dari itu, faktor bentuk lambung kapal, dan kecepatan kapal sangat dibutuhkan pada saat memilih ESD yang akan dipasang ke kapal.