• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : ASPEK HUKUM MODAL DALAM BADAN USAHA

B. Saham Badan Usaha Milik Negara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berarti

surat bukti bagian modal Perseroan yang memberi hak atas deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor, saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. Dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae40

Sementara itu dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal

dikemukakan, aandel (bld), saham (ind) adalah hak pada sebagian modal suatu Perseroan; andil dalam Perseroan atau Perusahaan, bagian-bagian modal pada perusahaan yang telah dibagi-bagi pada akte pendirian.

41

dijelaskan, saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal Perseroan yang memberi hak atas deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. Pendapat yang lebih komprehensif dikemukakan oleh John Downs dan Jordan Elliot

Goodman42

Dari berbagai pengertian di atas, kiranya dapat dikemukakan secara sederhana saham berarti bagian dari modal suatu Perseroan atau perusahaan. yakni saham adalah unit kepemilikan ekuitas dalam suatu Perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan dan nama pemilik saham. Banyaknya saham yang dikuasakan kepada Perseroan untuk diterbitkan dirinci dalam anggaran dasar Perseroan. Biasanya Perseroan tidak menerbitkan semua saham yang diterbitkan.

40

Kamus istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Diterjemahkan oleh H. Boerhanoedin St.Batuah,dkk, (Bandung: Binacipta, 1983), hal. 2

41

Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal, (Jakarta: Departemen Keuangan RI-Badan Pelaksana Pasar Modal, 1974), hal. 49

42

John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, (Jak arta: Elex Media Komputindo,1994), hal. 525

Saham sebagai bagian dari modal mempunyai konsekuensi yakni bagi pemilik saham mempunyai hak-hak yang melekat kepada saham yang dimilikinya.

1. Jenis-Jenis Saham Perseroan

Hak-hak apa saja yang melekat pada saham sangat tergantung dari jenis saham yang dimiliki. Sebagaimana diketahui, saham dapat diterbitkan dalam beberapa jenis.Tampaknya disinilah salah satu daya tarik mengapa pemilik modal bersedia menanamkan modalnya di perusahaan yang menerbitkan saham. Sebaliknya, bagi para pendiri pun ingin agar eksistensinya tetap diakui sebagai pendiri perusahaan. Untuk itu, bagi para pendiri perusahaan ingin diberi hak-hak khusus dalam kepemilikan perusahaan.

Dalam kaitannya dengan adanya pengklasifikasian saham tersebut, maka akan dicoba diuraikan karakteristik yang ada pada jenis saham yang dimaksud. Secara teoritis dalam berbagai kepustakaan hukum perusahaan43

1. Saham biasa (common stock). Untuk jenis saham ini, kedudukan para pemegang saham sama. Untuk jenis saham ini tidak ada yang diistimewakan. Saham biasa, diberikan kepada setiap orang yang memberikan pemasukan sejumlah uang kepada Perseroan. Kepada orang itu diberikan beberapa lembar saham sesuai dengan uang pemasukannya.

dikemukakan berbagai jenis saham. Misalnya dari sudut pandang manfaat, pada dasarnya saham dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yakni sebagai berikut:

43

2. Saham preferen (preferred stock) atau sering juga disebut saham prioritas. Untuk jenis saham ini, pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. Misalnya diberikan hak prioritas untuk membeli saham baru, diberi hak untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi direksi atau komisaris. Pada umumnya, hak semacam ini dicantumkan dalam anggaran dasar.

Selain penggolongan dari segi manfaat, saham juga dapat dilihat dari segi peralihannya yakni sebagai berikut:

1. Saham atas tunjuk (bearer stock). Untuk jenis saam ini, nama pemiliknya tidak disebutkan dalam sertifikat saham. Oleh karena itu, pengalihannya mudah, cukup dari tangan ke tangan. Dengan demikian, siapa yang menguasai atau memegang saham dianggap sebagai pemilik.

2. Saham atas nama (registered stocks). Nama pemiliknya dicantumkan dalam sertifikat saham. Cara pengalihannya harus mengikuti prosedur tertentu yakni dengan dokumen peralihan hak. Dengan adanya dokumen peralihan hak nama pemiliknya dicatat dalam daftar buku pemegang saham. Bila nama pemegang saham sudah tercatat, maka mempunyai hak- hak sebagaimana lazimnya pemegang saham.44

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa modal Perseroan ada tiga macam yaitu, modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Besarnya modal yang disetor harus sama dengan modal yang telah ditempatkan dan diambil bagian seluruhnya oleh para pemegang saham. Modal ditempatkan dan modal

44

yang disetor tersebut sekurang-kurangnya harus mewakili 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh modal dasar Perseroan. Selanjutnya, setiap peningkatan modal ditempatkan oleh Perseroan harus disetor penuh. Peningkatan modal ditempatkan ini dilakukan dalam bentuk pengeluaran saham baru oleh Perseroan. Pada prinsipnya dalam Perseroan, setiap pengeluaran saham baru harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham yang ada dalam Perseroan secara proporsional dengan pemilikan sahamnya untuk masing-masing kelas saham. Dalam UU PT bahwa Perseroan berhak untuk menerbitkan berbagai jenis dan kelas saham, namun demikian tetap mensyaratkan bahwa kelas-kelas saham tersebut harus ada kelas saham yang:

a. Memberikan kewenangan untuk bersuara dalam tiap pengambilan keputusan rapat umum pemegang saham, terhadap semua permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan Perseroan,

b. Memberikan hak untuk menerima deviden dan pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi, yang secara umum dikenal sebagai saham biasa,

Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu Perseroan (Perseoan Terbatas). Dengan demikian modal adalah tentang sesuatu yang abstrak yang lebih merupakan wujud kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang pendiri atau pemegang saham sebagai suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian pendirian Perseroan, sedangkan saham merefleksikan sesuatu hak yang merupakan benda yang dapat dikuasai dengan

hak milik, yang memiki wujud konkret, yang dapat dilihat dan dikuasai secara fisik oleh setiap pemegang saham dalam suatu Perseroan.

Agar bagian dari modal atau saham dapat diketahui siapa pemiliknya dan berapa jumlahnya, hal ini dicatat dalam daftar buku pemegang saham. Dengan terkumpulnya modal tersebut, maka perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perusahaan yang umumya sudah dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan. Bila perusahaan untung, maka pemilik modal (pemegang saham) berhak menikmati keuntungan yang lebih dikenal dengan sebutan deviden. Besarnya deviden akan ditentukan dalam RUPS.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika para pelaku bisnis mempunyai suatu harapan badan usaha yang sedang dan akan dibangunnya kelak menjadi suatu badan usaha yang dapat diandalkan dalam berbisnis.

2. Pengalihan Hak Atas Saham

Saham merupakan modal Perseroan yang paling utama saat Perseroan didirikan. Sebagaimana dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT45

45

UU PT Nomor 40 Tahun 2007, Op.Cit, Pasal 31 (1)

, modal Perseroan terdiri atas nilai nominal mata uang Indonesia. Ketentuan UU PT menutup kemungkinan pengeluaran saham tanpa nilai nominal, namun tidak menutup kemungkinan saham-saham yang dikeluarkan tanpa nilai nominal sesuai ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal sesuai dengan Pasal 49 UU PT. Nilai nominal yang paling kecil dari suatu saham ini menunjukkan asas individualiteit dalam hukum

kebendaan. Dengan asas tersebut dimaksudkan bahwa seseorang dapat memiliki suatu benda, ketika benda tersebut adalah suatu yang telah ditentukan. Penetapan nilai nominal terkecil dari suatu saham tersebut adalah benda yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah. Jadi, setiap lembar saham dengan nilai nominal terkecil dapat dijual, dapat dialihkan, dan dapat dibebankan. Hal ini juga berhubungan dengan asas totaliteit dalam hukum kebendaan. Dengan berlakunya asas ini dapat diketahui bahwa kepemilikan oleh individu atas suatu saham, dengan nilai nominal terkecil, berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian dari saham tersebut dengan pengertian bahwa seseorang tidaj mungkin dapat menjual hanya sebagian dari saham tersebut (yang telah ditentukan niali nominal terkecilnya).

Pasal 54 ayat (2) UU PT menentukan, hanya pemilik dari saham dengan nilain nominal terkecil sajalah yang berhak untuk melaksanakan haknya sebagai pemegang saham.

Selain saham-saham atas nama yang selam ini dikenal dan berlaku dalam praktik, UU PT, memungkinkan pengeluaran saham dalam bentuk atas tunjuk. Saham-saham atas tunjuk ini hanya dapat diterbitkan dan diserahkan kepada pihak yang mengambil bagian jika seluruh nilai nominal saham yang dikeluarkan tersebut telah disetor penuh. Selanjutnya sebagai konsekuensi dari sifat saham atas tunjuk yang mudah dialihkan, direksi Perseroan diwajibkan untuk menyediakan suatu register khusus untuk melakukan pencatatan peralihan hak atas tunjuk tersebut.

Bahwa Perseroan berhak untuk menerbitkan berbagai jenis dan kelas saham, namun demikian UU PT tetap mensyaratkan bahwa diantara kelas-kelas saham tersebut, harus ada kelas saham yang:

1. Memberikan kewenangan untuk bersuara dalam tiap pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, terhadap semua permasalahan yang berkaitan dengan pengeloalaan Perseroan; dan

2. Memberikan hak untuk menerima deviden dan pembagian sisa kekayaan dalam proses likuidasi; yang secara umum dikenal dengan saham biasa.

Dalam hal Perseroan hanya menerbitkan satu atau lebih kelas saham dengan hak suara yang sama pada pemiliknya, maka yang dapat memberikan suara dalam rapat hanyalah mereka yang memiliki saham dengan nilai nominal penuh terkecil. Jika karena suatu hal, saham kemudian dipecah menjadi bagian nominal yang lebih kecil, saham pecahan tersebut masing-masing tidak dapat memberikan suara. Pecahan-pecahan saham tersebut hanya dapat mengeluarkan suara dalam rapat jika mereka bersatu untuk membentuk suatu jumlah yang bulat atas nilai nominal saham terkecil yang dapat memberikan suara dalam rapat. Jika terdapat lebih dari satu kelas saham yang dapat memberikan suara, maka dalam anggaran dasar Perseroan harus diatur secara tegas dan proporsional hak-hak suara dari masing-masing pemegang saham dari kelas yang berbeda-beda tersebut. Diperkenankannya Perseroan untuk menerbitkan kelas saham dengan berbagai jenis hak suara, Perseroan juga dimungkinkan untuk mengeluarkan kelas-kelas saham lainnya berdasarkan pada:

1. Dapat ditarik kembali atau tidaknya saham tersebut setelah jangka waktu tertentu;

2. Dapat ditukar atau tidaknya saham tersebut dengan kelas saham yang lain; 3. Ada tidaknya hak untuk menerima pembagian deviden secara kumulaif

atau non kumulatif;

Melihat pada kewajiban penyetoran saham yang lahir pada saat penempatan atau pengeluaran saham baru, dan pentingnya bukti penyetoran saham bagi Departemen Kehakiman (Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01- PR.08.01 Tahun 1996 dan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-PR.08.01 Tahun 1996), dapat dikatakan bahwa UU PT menyadari akan adanya kemungkinan tidak dilakukannya penyetoran secara penuh oleh pemegang saham dalam Perseroan. Untuk itu UU PT mencoba untuk membudayakan sistem penyetoran modal seketika oleh pemegang saham ke dalam Perseroan. Cukup bijaksana bila disepakati bahwa hanya saham yang telah disetor yang dapat memiliki hak suara yang sah dalam RUPS Perseroan, pembayaran deviden untuk saham yang belum disetor penuh akan ditunda hingga penyetoran telah dilakukan secara penuh.46

Secara prinsip ketentuan ini menekankan kembali kepada para pemegang saham akan pentingnya kewajiban penyetoran saham pada waktu yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Jika pemegang saham pada waktu yang telah ditetapkan tidak melakukan penyetoran yang diwajibkan, mereka tidak berhak

46

menerima sertifikat bukti kepemilikan saham, dan juga hak untuk hadir dan bersuara dalam tiap RUPS (untuk bagian saham yang telah diambil bagian olehnya namun belum disetor penuh), serta pembagian deviden untuk saham mereka (yang belum disetor penuh) tersebut ditunda. Direksi dapat memberikan catatan mengenai hal-hal tersebut dalam daftar pemegang saham yang diselenggarakan olehnya. Dicantumkannya ketentuan tesebut dalam anggaran dasar Perseroan, para pemegang saham dan direksi Perseroan akan lebih mudah melakukan pengawasan satu terhadap yang lainnya terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, tidak hanya kewajiban penyetoran saham oleh pemegang saham, melainkan juga kewajiban direksi untuk menyelenggarakan daftar pemegang saham yang up-to-date. Selain itu, khusus untuk penyelenggaraaan rapat yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan belum dilakukannya penyetoran saham secara penuh oleh satu atau lebih pemegang saham, jelas pemegang saham yang telah melakukan penyetoran secara penuh akan memilik jumlah suara yang sah secara relatif lebih besar untuk mengambil keputusan dalam rapat. Hal ini tentu akan menguntungkan tidak hanya bagi Perseroan, melainkan juga bagi pemegang saham yang telah melakukan penyetoran saham secara penuh.

Dalam UU PT, ketentuan mengenai pengalihan hak atas saham diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 59. Undang-undang ini memberikan keleluasan kepada pendiri atau pemegang saham untuk mengatur dalam anggaran dasar Perseroan ketentuan-ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham. Namun hak tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundangan.

Ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi ataupun batasan yang harus diperhatikan dalam pemindahan hak atas saham yaitu:

a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya

Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya, harus lebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham dalam klasifikasi yang sama atau pemegang saham lainnya. Pemindahan hak atas saham melalui jual beli, tunduk pada ketentuan Pasal 1457 yaitu: Pertama, terdapat persetujuan antara para pihak, Kedua, pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyererahkan saham tersebut, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

b. Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ Perseroan

Organ Perseroan menurut Pasal 1 angka 2 UU PT adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Kalau begitu ADPT dapat menentukan Organ Perseroan mana yang harus memberikan persetujuan terlebih dahulu pemindahan hak atas saham. Bisa ditentukan oleh persetujuan RUPS, Direksi atau Dewan Komisaris, karena Pasal 57 ayat (1) huruf b tidak menentukan secara spesifik Organ Perseroan mana yang harus memberikan persetujuan. Berarti AD bebas menentukan Organ Perseroan mana yang dianggap lebih ideal memberi persetujuan.

Ketentuan ini memberikan kepastian mengenai pengalihan kepemilikan saham dari pemilik lama kepada pemilik yang baru. Meskipun undang-undang menyatakan bahwa kepemilikan atas suatu kebendaan beralih pada saat penyerahan kebendaan dilakukan, namun karena ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata masih memungkinkan dibatalkannya suatu perjanjian (jual beli) demikian dalam hal salah satu pihak cidera janji (untuk tidak memberikan pelunasan pembayaran) atas kebendaan (saham) yang dibeli, maka sesungguhnya kepastian hukum mengenai hal tersebut belum ada. Namun dengan diterapkannya jangka waktu 30 hari diharapkan kepastian hukum akan lebih dapat tercipta.47

Jika kemudian Perseroan tidak dapat menjamin kelayakan harga penjualan dan pelaksanaan pembayaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka pemegang saham mempunyai hak untuk penawaran dan melaksanakan penjualan saham yang ditawarkan tersebut kepada karyawan, mendahului penawaran kepada pihak ketiga, sesuai Pasal 43 UU PT.48

C. Penambahan Modal Negara ke Dalam Badan Usaha Milik Negara

Penambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN dimaksudkan untuk memperbaiki struktur permodalan BUMN dan/atau meningkatkan kapasitas usaha BUMN. Pada Tahun 2006, telah dilaksanakan penambahan dana penyertaan modal Negara (PMN) kepada 14 BUMN dengan nilai sebesar Rp1.972 Miliar. Pada tahun 2007, sebesar Rp 2,7 triliun digunakan

47

UU PT Nomor 40 Tahun 2007, Op.Cit, Pasal 58

48

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 70

untuk tambahan penyertaan modal negara pada 9 BUMN yang mencakup Perum SPU, PT Askrindo dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, PT Kereta Api Indonesia guna pembayaran Past

Service Liability (PSL), sisa tambahan PMN diberikan dalam rangka

restrkturisasi/penyehatan 6 BUMN lainnya.49

(1) Penambahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c yaitu penambahan penyertaan modal Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik Negara, diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan berdasarkan hasil kajian bersama dengan Menteri BUMN.

Tata cara penambahan penyertaan modal Negara terdapat dalam Pasal 14 PP Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas yaitu :

(2) Penambahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas inisiatif Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri BUMN.

(3) Pengkajian bersama atas rencana penambahan penyertaan modal Negara sebaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri.

49

(4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula mengikutsertakan Menteri Teknis dan/ atau Menteri lain dan/ atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu dan/ atau menggunakan konsultan independen.

Apabila berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menyatakan bahwa rencana penambahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c tersebut layak dilakukan, maka Menteri Keuangan menyampaikan usul penambahan penyertaan modal Negara dimaksud kepada Presiden untuk mendapat persetujuan.

Selanjutnya, pelaksanaan penambahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c setelah diterbitkannya peraturan pemerintah, dilakukan oleh Menteri BUMN dan Menteri Keuangan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan lingkup bidang tugas masing-masing dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan.

D. Pengurangan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara

1. Tata Cara Pengurangan Penyertaan Modal Negara Dalam Rangka Pengalihan Aset BUMN Untuk Penyertaan Modal Negara Guna Pendirian BUMN

Menteri Negara BUMN menyampaikan usulan rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk

PMN guna pendirian BUMN baru kepada Menteri Keuangan yang dilengkapi dengan dokumen antara lain sebagai berikut:

1. rísalah RUPS/rísalah Rapat Pembahasan Bersama dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN;

2. Anggaran Dasar dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN;

3. Rancangan Anggaran Dasar dari BUMN yang akan didirikan;

4. laporan keuangan BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

5. laporan kinerja BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, yang telah disahkan dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan

6. hasil kajian dari aspek bisnis dan aspek terkait lainnya, yang mendasari pertimbangan usulan rencana pengurangan PMN.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud, dimana Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsurunsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

4. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan. Menteri dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas rencana pengurangan PMN sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis terhadap rencana pengurangan PMN. Dalam hal rencana pengurangan PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pengurangan PMN dalam rangka pendirian BUMN baru kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden. Persetujuan dari DPR terhadap rencana pengurangan PMN pada BUMN dalam rangka pendirian BUMN baru dituangkan dalam Undang-Undang APBN.50

50

Pradjoto, Bisnis & Keuangan, Kompas, Kamis 21 Januari 2010

Berdasarkan Undang-Undang APBN, Menteri Keuangan menyampaikan usulan pengurangan PMN pada BUMN dan PMN untuk pendirian BUMN baru kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah. Dalam hal Peraturan Pemerintah dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, pelaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing-masing. Menteri Negara BUMN menyampaikan dokumen pelaksanaan pengurangan PMN kepada Menteri, antara lain sebagai berikut.

2. Perubahan Anggaran Dasar dari BUMN yang telah dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3. Anggaran Dasar dari BUMN yang telah didirikan;

4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan Anggaran Dasar; dan

5. dokumen terkait lainnya.

Dalam hal inisiatif rencana pengurangan PMN dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk PMN guna pendirian BUMN baru berasal dari Menteri Keuangan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan tahapan sejak pengkajian oleh Menteri Keuangan. Sebagai bagian dari pelaksanaan pengkajian rencana pengurangan PMN yang inisiatifnya berasal dari Menteri Keuangan, Menteri Keuangan dapat meminta Menteri Negara BUMN untuk menyampaikan dokumen sebagaimana tersebut di atas.51

b. Usulan dimaksud dilengkapi dengan dokumen antara lain sebagai berikut. 2. Pengurangan Penyertaan Modal Negara Dalam Rangka Dijadikan Kekayaan Negara Yang Tidak Dipisahkan

a. Menteri Negara BUMN atau Menteri Teknis menyampaikan usulan rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dalam rangka dijadikan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan kepada Menteri Keuangan.

51

1) rísalah RUPS/rísalah Rapat Pembahasan Bersama dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

2) Anggaran Dasar dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3) laporan keuangan BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

4) laporan kinerja BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara, yang telah disahkan dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan

5) hasil kajian dari aspek bisnis dan aspek terkait lainnya, yang mendasari

Dokumen terkait