• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Saham

Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut.

2.1.2.1 Saham Biasa

Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000) hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham biasa:

a. Hak Kontrol

Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa saja yang akan memimpin perusahaan.

b. Hak Menerima Pembagian Keuntungan

Dalam perusahaan tidak semua laba dibagikan, sebagian laba akan ditanam kembali ke dalam perusahaan. Laba yang tidak ditahan dibagikan dalam bentuk deviden. Keputusan perusahaan membayar deviden atau tidak dicerminkan dalam kebijakan devidennya. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk deviden, semua pemegan saham biasa mendapatkan haknya yang sama.

c. Hak Preemptive

Hak preemptive (preemptive right) merupakan hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Perusahaan yang mengeluarkan tambahan lembar saham akan menyebabkan persentase kepemilikan pemegang saham lama menurun. Hak

preemptive memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru, sehingga persentase kepemilikan sahamnya tidak berubah.

2.1.2.2 Saham Preferen

Saham preferen merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa (Jogiyanto, 2000:67). Apabila dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai hak yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah- tengah antara bond dan saham biasa.

2.1.2.3 Saham Treasuri

Saham treasuri (treasury stock) adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri. Perusahaan emiten membeli kembali saham beredar sebagai saham treasuri dengan alasan:

a. Diberikan kepada manajer atau karyawan di perusahaan sebagi bonus dan kompensasi dalam bentuk saham.

b. Meningkatkan volume perdagangan di pasar modal sehingga nilai pasar meningkat.

c. Menambah jumlah lembar saham yang tersedia untuk menguasai perusahaan lain.

d. Mengurangi jumlah lembar saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembarnya.

2.1.2.4 Keuntungan dan kerugian saham

Keuntungan yang diperoleh oleh investor terhadap investasi yang berbentuk saham yaitu:

1. Dividen

Dividen adalah suatu keuntungan yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham yang biasanya dibagikan setiap setahun sekali..

2. Capital Gains

Capital gains adalah suatu keuntungan yang diperoleh dari selisih jual harga beli saham. Apabila harga jualnya tinggi maka investor mendapat keuntungan dan jika harga jual rendah maka investor mengalami kerugian (Capital Loss)

2.1.3 Penilaian Saham

Penilaian saham dapat dilakukan dengan cara mengetahui nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Ketiga konsep nilai saham ini merupakan hal yang perlu dan berguna dipahami. Nilai saham dapat digunakan untuk mengetahui saham yang murah, saham yang tepat nilainya dan saham yang mahal dengan membandingkan nilai pasar dengan nilai intrinsik (Jogiyanto, 2000).

a. Nilai Buku

Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. (Jogiyanto, 2000:82). Aktiva bersih sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku perlembar saham sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar

b. Nilai Pasar

Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Menurut Jogiyanto (2000:88) nilai pasar adalah “harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar”. Nilai pasar saham ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut pada pasar bursa efek.

c. Nilai Intrinsik

Nilai Intrinsik merupakan nilai yang sebenarnya yang terkandung di dalam saham. Ada dua macam analisis yang banyak digunakan dalam menentukan nilai intrinsik saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknis. Analisis teknis banyak digunakan oleh praktisi dalam menentukan harga saham, sedangkan analisis fundamental banyak digunakan oleh akademisi.

1. Analisis Fundamental.

Analisis Fundamental digunakan untuk mengevaluasi prospek masa mendatang, pertumbuhan dan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam kaitannya dengan perekonomian secara makro, perekonomian nasional,

perkembangan bidang industry perusahaan (Sitompul, 2004). Secara teoritis analisis fundamental terdiri dari tiga langkah proses yaitu:

a. Langkah pertama, para analis terlebih dahulu mengevaluasi bagaimana lingkungan bisnis di masa yang akan datang.

b. Langkah kedua, para analis membuat estimasi tentang seberapa baik atau seberapa buruk kinerja perusahaan yang dievaluasi itu di dalam lingkungan bisnis di masa mendatang yang dihasilkan dari langkah pertama (biasanya disebut analisis pendapatan perusahaan dimasa mendatang)

c. Setelah mendapat penilaian tentang perekonomian dan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang, maka para analisis membuat estimasi tentang berapa harga yang harus dibayar investor terhadap saham perusahaan itu di masa mendatang.

2. Analisis Teknis

Analisis teknis adalah analisis yang merupakan studi mengenai perilaku pasar modal yang sedang berlangsung dan menggabungkannya dengan pola-pola perdagangan saham. Teori yang digunakan dalam analisis teknis diantaranya:

1. Teori Odd lot

Yaitu teori yang mendasarkan analisisnya pada pemodal-pemodal kecil, yang selalu membeli saham perusahaan kurang dari 1 slot setiap pembelian. Menurut teori ini semakin tinggi persentase pembelian “Odd Lot” maka semakin “Bearish” kondisi pasar.

2. Teori Dow

Menurut teori ini perkembangan umum pasar modal tidak akan cenderung bergerak sampai indeks indutri rata-rata Dow Jones, indeks transportasi Dow Jones, dan indeks utilitas Dow Jones bergerak kea rah yang sama. 3. Teori Advance Decline.

Menurut teori ini, apabila jumlah saham yang mengalami kenaikan harga melampaui jumlah saham yang mengalami penurunan harga, maka pasar kemungkinan akan mengalami “bullish”.

4. Teori Short

Menurut teori short, semakin banyak perdagangan short atas suatu saham dari jenis industri tertentu di pasar modal maka semakin “bullish” pasar untuk industri tersebut karena setiap penjualan saham dengan posisi short pasti akan dibeli kembali.

5. Teori Cash Future Spread

Teori ini didasarkan kepada selisih antara nilai dari indeks saham umum dengan nilai yang akan datang dari indeks tersebut, bila selisih ini membesar maka akan terjadi kenaikan dalam waktu yang pendek.

6. Teori Advance Decline/ volume

Teori ini menyatakan apabila rata-rata perdagangan saham setiap hari dari suatu saham tertentu, atau dari industri tertentu atau secara keseluruhan terjadi kenaikan di pasar modal, trend kenaikan saham tersebut akan berlanjut.

2.1.4 Profitabilitas Perusahaan

Profitabilitas merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi. Anthony dan Govindarajan (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis ukuran menyangkut profitabilitas perusahaan yaitu ukuran yang ditujukan kepada kinerja manajemen dan ukuran menyangkut dengan kinerja ekonomi. Kinerja manajemen lebih difokuskan pada bagaimana manajer menjalankan fungsinya dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian perusahaan, sedangkan kinerja ekonomi dititikberatkan pada bagaimana perusahan sebagai entitas ekonomi dalam meraih laba perusahaan.

Return on asset (ROA) dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat

profitabilitas suatu perusahaan. return on Asset adalah kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan (Syamsuddin, 2007: 63). Tinggi rendahnya return on asset tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Secara matematis, return on asset dapat diformulasikan sebagai berikut:

ROA =

����

�����������

Keterangan:

ROA = Return On Asset

NIAT = Laba bersih setelah pajak

Semakin tinggi return on asset semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya rendahnya Return On Asset dapat disebabkan oleh banyaknya aset

perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. Efisiensi operasional dapat meningkatkan laba perusahaan sehingga investor tertarik membeli saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat mengakibatkan harga saham naik. Oleh karena itu, investor akan memperoleh return saham dalam bentuk capital gain karena kenaikan harga saham.

Yuan Tsay dan Jia Goo (2006) menyatakan “the relationships between the indices of profitability and stock return were significant. financial information about profitability gives usefull information about the earnings power of firms”. Profitabilitas dan return saham mempunyai hubungan yang signifikan. Informasi keuangan mengenai profitabilitas memberikan informasi berguna tentang kekuatan laba perusahaan. Hubungan profitabilitas dengan return saham didukung oleh penelitian yang dilakukan terhadap 140 perusahaan elektronik yang berada di Taiwan dengan periode pengamatan selama 6 tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan

Pada umumnya pemegang saham atau calon pemegang saham tertarik dengan earning per share (EPS), karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan (Syamsuddin, 2007: 66).

Seetharaman dan Raj (2011) Menyatakan EPS is one of the investment tools to evaluate a company’s performance either in the short or long term. The estimated earnings can be used to measure the financial health and prospect of a company. Bagi para investor, EPS merupakan informasi yang dapat mengevaluasi kinerja perusahaan baik dalam jangka pendek atau jangka panjang, karena dapat mengukur kesehatan keuangan dan prospek perusahaan. Oleh karena itu, EPS dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam mencapai earning untuk setiap pemegang saham

Earnings Per Share atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang saham meningkat (kasmir, 2008).

Secara matematis earnings Per Share dapat diformulasikan sebagai berikut:

EPS =

������ℎ�������

Keuntungan pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan dikurangi pajak, deviden dan dikurangi hak-hak lain untuk pemegang saham prioritas.

2.1.6 Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. (Boediono, 1985).

2.1.6.1 Jenis – jenis Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan jenis inflasi. Menurut Boediono (1985) inflasi dapat digolongkan atas dasar :

1. Penggolangan yang didasarkan atas “ parah” tidaknya inflasi Inflasi ini dapat digolongkan menjadi:

a. Inflasi ringan ( di bawah 10 % setahun ) b. Inflasi sedang ( antara 10 – 30 % setahun )

c. Inflasi berat ( antara 30 – 100 % setahun ) d. Hiperinflasi ( di atas 100 % setahun )

2. Penggolongan yang didasarkan atas sebab awal dari inflasi Inflasi ini dapat digolongkan menjadi:

a. Demand inflation

Demand inflation adalah inflasi yang terjadi karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat sehingga harga-haraga barang akan melonjak naik.

b. Cost Inflation

Cost inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi yang secara langsung akan menaikkan harga barang.

3. Penggolongan yang didasarkan atas asal inflasi. Inflasi ini dapat digolongkan menjadi:

a. Domestic inflation ( Inflasi yang berasal dari dalam negeri )

Inflasi yang berasal dari dalam negeri bisa terjadi karena defisit anggaran belanja yang di biayai dengan percetakan uang baru, hasil panen yang gagal dan sebagainya.

b. Imported Inflation ( Inflasi yang berasal dari luar negeri )

Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang yang kita impor mengakibatkan:

1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor.

2. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor.

3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah ataupun swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor.

2.1.6.2 Hubungan Inflasi dengan Return Saham.

Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang secara terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif tidak menguntungkan sehingga pemilik modal lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi (Sukirno, 2004: 339 ). Pada saat inflasi, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba menurun karena daya beli masyarakat turun sedangkan biaya operasi meningkat. Kondisi seperti ini membuat investor lebih tertarik melakukan investasi spekulatif seperti pembelian harta- harta tetap.

Fama dan Schwert (1977) dalam Arifin (2005), mengemukakan hasil penelitian bahwa return saham berkorelasi negatif dengan ekspektasi tingkat inflasi dan juga mungkin dengan kejutan tingkat inflasi. Fama menjelaskan bahwa hubungan negatif antara return saham dan tingkat inflasi sesungguhnya berasal

dari adanya hubungan negatif antara inflasi dengan aktivitas perusahaan terutama aktivitas pengeluaran modal.

Ahmad, et all (2011) menyatakan bahwa “negative effect of inflation includes a decrease in the real value of money and uncertainty about future inflation may discourage investment and savings. This may force investor to sell stocks and buying the bonds which reduces the investment of productive capital and increases the savings in non-productive asset”. Inflasi menyebabkan nilai riil uang menurun sehingga investor akan menjual sahamnya untuk menghindari risiko kerugian investasi. Pengalihan investasi dalam bentuk saham menjadi deposito merupakan alternatif yang dilakukan investor untuk meminimalisasi resiko. Hal ini menyebabkan harga saham menurun yang secara langsung menyebabkan return saham menurun.

2.1.7 Suku Bunga

Tingkat bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam dana kepada yang memberi pinjaman. Dari sudut peminjam kompensasi tersebut merupakan biaya dari dana yang dipinjam (Ridwan, 2002:49). Salah satu pengaruh yang memiliki korelasi yang sangat kuat mempengaruhi pergerakan harga-harga saham di bursa efek. Perlu dipahami bahwa secara teoritis hubungan pergerakan tingkat suku bunga dengan pergerakan harga saham tersebut berbanding terbalik. Artinya apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka harga-harga saham yang diperdagangkan di bursa efek akan mengalami penurunan, karena para investor saham akan beralih berinvestasi kepada

instrument perbankan seperti deposito dan sebaliknya kalau pergerakan tingkat suku bunga mengalami penurunan, maka harga-harga saham akan naik karena investor akan beralih berinvestasi kepada instrument saham

Faktor yang mempengaruhi naik-turunnya tingkat suku bunga perbankan terhadap harga saham di bursa efek dikarenakan bahwa secara umum setiap perusahaan pasti memiliki utang dan senantiasa perusahaan akan terus mencari sumber-sumber pembiayaan melaului utang. Dimana utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan operasional suatu perusahaan, sehingga naiknya tingkat suku bunga dipastikan akan menambah beban biaya terhadap perusahaan dan akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan serta mendorong meningkatkan resiko terhadap perusahaan (Simatupang, 2010 )

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bagi perusahaan. perusahaan yang memiliki rasio utang yang cukup besar serta saham perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri perbankan dan properti memiliki tingkat sensitifitas yang sangat tinggi terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan.

Hubungan negatif antara suku bunga dengan return saham didukung oleh penelitian yang dilakukan Poon dan Tong (2009) yang menyatakan “higher interest rate will lead to higher cost to finance stock investment, hence reduce the willingness of investor in stock investment and fall in stock price”. Kenaikan tingkat suku bunga akan meyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk membiayai investasi saham, sehingga investor tidak tertarik untuk berinvestasi dan harga saham akan jatuh. Disisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan

pertumbuhan Output perusahaan. Pertumbuhan output yang positif akan menyebabkan pertumbuhan laba yang positif sehingga akan meningkatkan deviden. Peningkatan deviden secara langsung akan meningkatkan return saham maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham.

2.1.8 Return Saham

Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Menurut Jogiyanto (2000: 107), return dapat berupa return realisasi (realized return) yang sudah terjadi atau return ekspektasi (expected return) yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang.

Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko.

Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu. Return total terdiri dari capital gain ( loss ) dan yield.

Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu ( Jogiyanto, 2000:108 ). Jika harga saham sekarang ( pt ) lebih tinggi dari harga investasi periode lalu ( P t-1 ) ini berarti terjadi keuntungan modal ( capital gain ), sebaliknya terjadi kerugian modal.

Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya.

Pengertian return saham dalam penelitian ini sama dengan return realisasi atau capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga saham. Return saham inilah yang digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini, yang diperoleh dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden. Return saham yang diterima investor dinyatakan sebagai berikut (Jogiyanto, 2000):

�� =�� − �

�−1

�−1 Ri = Return saham

Pt = Harga saham pada periode t Pt-1 = Harga saham pada periode t-1

2.2 Penelitian Terdahulu

Wai ching poon dan Gee kok ton ( 2009 ) melakukan penelitian dengan judul “Output growth, inflation and interest rate on stock return and volatility: the predictive power”. Variabel yang digunakan adalah inflasi, pertumbuhan produksi dan suku bunga sebagai variable independen dan return saham sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Generalized

Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) dan Exponential

Generalized Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (EGARCH).

Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap return saham.

Dyah Ayu Savitri (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh ROA, NPM, EPS dan PER Terhadap Return Saham (Studi kasus pada perusahan manufaktur sektor food dan beverages periode 2007-2010)”. Variabel independen dalam penelitianadalah Return On Asset (ROA), Net Profit margin (NPM), Earnings Per Share (EPS) dan Price Earnings Ratio (PER). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROA tidak mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan pada NPM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, EPS dan PER mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham

Nini Safitri aziz (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), Tingkat Suku bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (Periode 2003-2010)”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), tingkat suku bunga dan tingkat inflasi sedangkan Return saham sebagai variabel dependen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Secara parsial hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Return On Asset (ROA) berpengaruh positif, Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan sementara variabel tingkat suku bunga dan tingkat inflasi sama-sama memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham sektor perbankan di Bursa Efek

Rizki Tampubolon (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Investment (ROI), dan Return on Equity (ROE) sedangkan Return saham sebagai variabel dependen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik (pengolahan data SPSS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, semua variabel berpengaruh signifikan terhadap return saham dan secara parsial EPS, PER, dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan DER dan ROE memiliki pengaruh positif tapi tidak signifikan.

Erlinda Lusiana Fatta (2007) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat inflasi dan Kurs Rupiah terhadap Return saham Perbankan Yang Go Public Pada bursa Efek Jakarta”. Dalam penelitian ini, variabel independen menggunakan tingkat suku bunga, inflasi, kurs rupiah dan

return saham sebagai varibel dependen. Model analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham. Namun, tingkat inflasi dan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return saham.

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu N

o Peneliti Penelitian Variabel Model Hasil

Dokumen terkait